Yang Tanpanya, Trip Pulau Sebesi Terasa Hambarnya

Open Trip Pulau Sebesi, Puasnya Sampai ke Hati

Jalan-jalan ke Lampung, biasanya saya trip mandiri. Tapi kali ini ikut open trip, diajak Nurul Noe. Biayanya murah, Rp 400.000,- / orang selama 2 hari 1 malam (tgl. 25-26 Maret 2017) dengan destinasi Pulau Sebuku Besar, Pulau Sebuku Kecil, Pulau Sebesi, Pulau Umang-Umang, Cagar Alam Krakatau (#tripedukasikonservasi), dan Pulau Rakata. Ikut open trip ini membuat jalan-jalan ke Lampung jadi beda dari biasanya. Inilah ceritanya. 

Gunung Anak Krakatau #TripEdukasiKonservasi

Saya pergi berdua suami. Mengajaknya menjejakkan kaki di Gunung Anak Krakatau (GAK) adalah sebuah cita-cita yang lama saya pendam sejak pertama kali ke GAK pada Agustus 2015. Kemudian, cita-cita itu semakin membesar seusai ke GAK kedua kali pada Agustus 2016. Pada Februari 2017, ajakan dari Nurul Noe datang bagai angin segar. Jalan menuju cita-cita terbuka lebar, tanpa ragu saya sambar. Kapan lagi berdua suami menapaki anak gunung legendaris yang pernah menggemparkan dunia itu, ya kan?

Pelabuhan Merak Banten

Meeting point di Pelabuhan Merak. Menurut rencana, kami akan berangkat jam 12 malam (24/3/2017). Biar agak santai, saya dan suami bawa mobil dari BSD. Berangkat jam 8 malam, sampai pelabuhan jam 10 lewat. Tempat parkir di pelabuhan bagus, luas, dan aman. Jaminan aman ini yang membuat kami tidak khawatir menginapkan mobil di pelabuhan. Meski begitu, mobil tetap dikunci ganda, biar lebih aman. Sementara itu, rombongan dari Jakarta masih di perjalanan, berkutat dengan kemacetan di beberapa titik di ibukota negara. Kondisi lazim, apalagi jelang weekend.

Di pelabuhan terdapat fasilitas publik seperti toilet, kamar mandi, dan masjid. Restoran seperti KFC, CFC, Dunkin Donuts, rumah makan Padang, minimarket, dan kafe lainnya sangat mudah ditemui. Semua berada dalam satu area dekat pintu keberangkatan penumpang kapal. Selama menunggu jadwal keberangkatan, juga menunggu para rombongan, kami duduk-duduk ngantuk di Dunkin Donuts. Minum kopi, coklat, dan beberapa donat kesukaan sampai bosan, sebab rombongan dari Jakarta lama sekali baru tiba. Jadwal berangkat jam 12 jadi molor ke jam berikutnya. Tidak ada yang harus disalahkan, karena kondisi jalan di Jakarta sering di luar kendali dan prediksi. Macetnya Jakarta memang enak buat diomeli 😆 Kami baru berangkat jam 2.30 dini hari. Ulala 🎶🎶



Tidur Nyaman di Kapal Feri

Sistem masuk dan keluar penumpang di pelabuhan tidak sejadul yang saya bayangkan. Mereka yang punya tiket (berupa kartu) saja yang bisa masuk. Kartu itu di-tap terlebih dahulu, seperti mau naik KRL. Kondisi di area keberangkatan pun bersih dan nyaman. Meskipun ramai, arus penumpang yang berjalan di atas jembatan panjang menuju ke pintu masuk kapal tetap tertib dan tenang. Petugas tampak berjaga dibanyak tempat, lumayan bikin hilang was-was meski jalan malam-malam.

Saya tersenyum sumringah ketika melihat ruangan dalam kapal yang kami naiki. Bersih bersinar, terasa nyaman dan benderang. Ada kafe modern, sofa-sofa empuk, musala besar, toilet yang banyak, dan tempat wudhu dengan air bersih yang mengalir lancar. Tiap beberapa belas menit ada petugas yang menyapu, membersihkan sampah, dan menyemprot ruangan dengan pewangi. Yang bikin saya terkejut (namanya juga baru pertama) ada ruang tidur besar buat ramean yang dipetak-petak, beralas karpet hangat, dan ber-AC dingin! Meski bukan beralas kasur empuk, tapi sudah lumayan ada tempat private untuk membaringkan badan. Dengan petak-petak itu, tiap penumpang jadi punya ‘wilayah’ sendiri. Jejeran tempat tidur pun bertingkat, sangat cukup untuk menampung banyak penumpang. Malam itu, untuk pertama kalinya saya merasakan tidur di dalam kamar kapal bersama mas Arif, berbantal ransel, ala-ala backpacker


Ruang tidur dalam kapal
Musola yang lapang dan bersih
Tempat wudhu, airnya banyak dan mengalir lancar

Pelabuhan Bakauheni Lampung

Selama tiga jam di atas kapal, dua jam saya tidur nyenyak, sisanya bangun dalam keadaan bersiap menemui tanah Lampung. Pengumuman bahwa kapal tak lama lagi akan merapat di Pelabuhan Bakauheni, membuat saya terbangun lebih cepat dari yang lain. Selagi orang-orang masih berkemul, saya dan suami bergantian ke toilet dan musola. Baru setelah itu kami keluar sambil memanggul ransel masing-masing, menjumpai keindahan matahari terbit. Pagi yang tak biasa, ada syahdu yang terasa.

Angkot-angkot yang disewa untuk mengantar kami ke Dermaga Canti sudah disiapkan. Mobilnya kecil, kalau tak salah mobil Suzuki Carry jadul yang beberapa diantaranya sudah rombeng. Kami memadati angkot, mengisi sesuai kapasitas. Orang dan ransel jadi satu, sama-sama berangkat. Supir kami berteriak dengan suara besar, bukan marah, bukan kasar, mungkin dia hanya terbiasa menandingi suara mesin mobil dan berisiknya jalanan.


Jalan-jalan bareng Nurul dan Mas Tiko 😍

Di Pelabuhan Bakauheni

Berangkat ke Pulau Sebesi dari Dermaga Canti Kalianda

Jam 7.30 kami tiba di Dermaga Canti. Dermaga yang pernah saya lewati pada bulan Agustus 2016 (seusai Festival Krakatau 2016 bersama om-om tukang potret) saat dalam perjalanan menuju Kahai Beach (ceritanya waktu itu jalan-jalan ke Pulau Mengkudu cuy). Dermaga Canti sering disebut-sebut oleh para traveler yang akan melakukan perjalanan ke Gunung Anak Krakatau. Saya tidak asing dengan namanya. Sebelum berangkat, kami sarapan dulu di warung dekat dermaga. Warung sederhana, tapi menunya bervariasi. Nasi putih sayur rebung muda, tempe goreng, telur dadar, pergedel kentang, dan teh manis panas, jadi pengisi perut yang sedari subuh sudah menjerit lebay minta diisi.

Dermaga Canti tidak punya tempat parkir yang lapang. Keadaannya agak semrawut dengan warung-warung sederhana dan jembatan dermaga kayu yang juga sederhana. Tapi, di sinilah kapal-kapal berlayar pergi dan datang ke Pulau Sebesi, mengangkut orang-orang, hasil bumi, dan barang-barang belanjaan. Juga tempat berangkat para pelancong yang terpikat keindahan bawah laut Pulau Sebuku dan Pulau Rakata, atau pun yang ingin melihat keperkasaan si anak Krakatau yang melegenda.

Ada kapal reguler menuju Pulau Sebesi, hanya satu kali berangkat, siang hari, tiap hari. Ongkosnya Rp 20.000/orang. Jika ingin melancong dengan banyak orang, idealnya sewa satu kapal. Jadi murah, berangkat kapan saja, bisa diajak belok ke mana saja, asal jangan ke neraka 😝 Katanya, harga sewa kapal 3 juta per hari. Bisa mengangkut sekitar 30-40 orang. Dalam open trip ini, harga Rp 400 ribu/pax itu sudah termasuk biaya kapal. 

Sarapan di warung dekat Dermag Canti

Dermaga Canti

Tuju Bahagia
Liburan bareng kawan-kawan baru

Snorkeling di Pulau Sebuku Besar dan Sebuku Kecil

Perjalanan naik kapal dari Dermaga Canti ke Pulau Sebuku Kecil kami tempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam. Gelombang saat itu tenang, cuaca cerah. Kalau dalam kondisi hujan dan angin, mungkin nggak sama. Semua orang turun ke Pulau Sebuku Kecil, kecuali saya dan suami. Kami memang belum berminat untuk berbasah-basahan. Di Pulau Sebuku Kecil ini ada yang berenang, main di pantai, snorkeling, dan ada pula yang berjalan menyusuri pinggiran pulau, menjelajah kecil-kecilan. Judulnya sih menjelajah kecil-kecilan, tapi kebablasan. Sampai cari-carian, akhirnya kapal harus menyusuri pulau dari laut biar mudah ditemukan. Ketemu sih akhirnya.

Setelah puas snorkeling di Pulau Sebuku Kecil, kami lanjut ke Pulau Sebuku Besar yang letaknya tidak berjauhan. Saya suka dengan pemandangan di kedua pulau ini. Airnya tenang, biru jernih, dan terumbu karangnya (kata mereka yang snorkeling) cukup bagus. Dari atas kapal saja bisa kelihatan, kok. Pulau Sebuku Besar memiliki pantai pasir putih yang bersih. Daratannya berupa perbukitan yang ditumbuhi pohon-pohon. Keindahan yang masih alami. Apalagi hari itu langit sangat cerah, warna-warni indah di bumi jadi terlihat menawan. Di sini agak lama, setelah puas perjalanan ke Pulau Sebesi kembali dilanjutkan.


Tiga pulau dalam satu frame: Sebuku Kecil, Sebuku Besar, Sebesi di kejauhan

Happy family di Sebuku Kecil

Snorkeling di Sebuku Besar

Warna warni

Pulau Sebuku Besar di latar belakang, indah.

Snorkeling di Pulau Sebesi


Waktu menunjukkan pukul 12.21 WIB saat kami tiba di Spot Snorkeling Cemara Pulau Sebesi. Mereka yang sejak dari Pulau Sebuku Kecil sudah berbasahan-basahan, kembali melanjutkan kegiatan snorkeling. Saya dan mas Arif masih setia jadi penonton. Kami memang benar-benar masih memilih kering. Sejak awal hanya memperhatikan saja, sembari ambil foto. Snorkeling di spot Cemara ini tak lama. Pukul 13.00 selesai, perjalanan dilanjutkan. Karena sudah berada di perairan Pulau Sebesi, kapal hanya menyusuri pinggiran pulau sampai bertemu dermaga. 

Spot Cemara Pulau Sebesi

Loncat


Menginap di Pulau Sebesi

Kami menginap di villa yang namanya lupa saya catat. Kalau keluar dari dermaga langsung belok kiri, lokasi villa berjarak kurang lebih 100 meter dari dermaga. Untuk mencapai villa cukup jalan kaki, lewat pantai, pasti sampai. Di situ ada beberapa villa yang masing-masing villa berkapasitas 10-12 orang. Fasilitasnya kipas angin (tidak ada AC), satu kamar mandi dalam, dan hanya ada 2 stop kontak listrik. Kasurnya kasur busa tanpa ranjang. Karena ini ramean, jadi seru aja sih nginap bareng-bareng gitu. Paling kudu sabar saat pakai kamar mandi. Oh  ya, laki-laki dan perempuan beda villa, tidak campur.

Semua villa yang kami tempati menghadap ke laut. Jaraknya dengan pantai hanya 20 meter. Di depan villa ada gubug-gubug kayu dengan bangku untuk bersantai. Di gubug itu pula makanan dihidangkan. Ada juga rumah pengurus villa, sekaligus warung jajan yang berguna sekali ketika ada yang butuh sesuatu, entah itu minuman dingin, cemilan, atau pun peralatan mandi dan kebutuhan wanita seperti pembalut dan lainnya.

Untuk makan siang dan makan malam, pengurus villa menyajikan menu berupa nasi dengan lauk-lauk seperti ikan goreng, tempe dan tahu goreng, sayur sop atau sayur asem, sambal dan lalap-lalapan, serta kerupuk. Sederhana tapi nikmat. Saya perhatikan semua orang makan dengan lahap, apalagi dalam kondisi usai berlelah-lelah snorkeling di tiga pulau, makan jadi nambah-nambah. Saya yang tidak snorkeling saja nambah lho he he

Dermaga Pulau Sebesi

Welcome

Makan siang di villa


Suguhan makan siang, nikmat.

Teman, pantai, makan siang, dan es kelapa.....

Senja di Pulau Umang-Umang

Kesenangan di hari pertama belum berakhir. Ada senja romantis yang kami nikmati di Pulau Umang-Umang. Pulau kecil tak berpenghuni sangat dekat dari Pulau Sebesi. Kami naik kapal ke sana, sesaat saja, lalu ganti naik perahu karena kapal tidak boleh terlalu merapat ke pulau, nanti merusak terumbu karang. Yup, perairan di sekitar pulau ini memang memiliki spot snorkeling. Saya dan suami tidak snorkeling. Hanya jalan-jalan pendek sambil menikmati suasana pulau. Kemudian duduk-duduk sambil foto-foto asyik berdua. Begitu saja. 

Sore-sore di Pulau Umang-Umang

Sama-sama nunggu sunset

Senja di Pulau Umang-Umang


Malam Di Pulau Sebesi

Ketika magrib tiba, kami kembali ke Pulau Sebesi. Malamnya, setelah makan langsung masuk villa, mendaratkan badan di atas kasur. Tak ada lagi yang ingin dilakukan selain menyiapkan tenaga baru untuk naik gunung keesokan hari. Baterai gawai dicas. Tapi di villa hanya ada dua stop kontak. Sedangkan kami berduabelas. Jika tiap orang ngecas hp dan kamera, alamat tak kebagian semua. Untunglah Nurul membawa tambahan stop kontak dengan banyak lubang steker. Oya, ada kecemasan baterai-baterai itu tidak penuh. Karena konon kabarnya, listrik akan dimatikan saat tengah malam. Kabar yang membuat panik, tapi ternyata sampai terbangun jam 3 pagi listrik tetap menyala dan baterai-baterai telah terisi penuh. Tenang rasa hati. Hari gini, apalah arti jalan-jalan jika gadget mati, mati gaya.

Kamar dalam villa

Butuh daya

Mengejar Sunrise di Gunung Anak Krakatau

Kami sudah dijadwal meninggalkan villa jam 3 pagi. Jadwal yang kemudian ditaati untuk bangun saja, sedangkan berangkatnya satu jam kemudian. Yah, namanya orang banyak, mesti gantian ke kamar mandi dululah, dan lain-lain. Langit masih gelap, tapi indah bertabur milyaran bintang. Saya terpesona, sampai lupa lautan. Iya, kaki-kaki menjadi basah kala berjalan menuju dermaga. Rupanya air pasang memenuhi pantai. Untunglah ada suami yang bersedia menggendong saya saat melewati genangan air. Hmm…semacam romantis dalam film asmara subuh. Apalah, apalah.

Perjalanan menuju Gunung Anak Krakatau kami tempuh selama 2 jam. Kapal melaju di atas gelombang tinggi, terayun-ayun, perut seperti diaduk-aduk. Sebelum berangkat, awak kapal menyuruh semua orang masuk kapal. Dilarang keras duduk di atas atap, nanti terlempar ke laut katanya. Di bawah sinar lampu yang tak cukup terang, orang-orang duduk dalam diam, beberapa melanjutkan tidur. Sesampainya di pelataran Gunung Anak Krakatau, yang muslim bergegas menuju sumur dekat rumah petugas BKSDA, mengambil wudhu lalu solat. Setelah itu langsung sarapan. Hari makin benderang, menuju siang. Lalu lupa, di manakah sunrise yang dikejar? 

Jam 4 pagi dalam kapal menuju Gunung Anak Krakatau

Solat itu wajib

Rumah petugas Cagar Alam Krakatau - Sarapan sebelum nanjak gunung
Kawasan Cagar Alam, Bukan Tempat Wisata

Kawasan Gunung Anak Krakatau statusnya cagar alam, bukan tempat wisata. Untuk memasuki kawasan ini harus punya Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi (Simaksi) dari BKSDA Provinsi Lampung. Koordinator trip kami telah mengurus Simaksi tersebut dan memberikan kontribusi (wajib) yang disetor ke rekening atas nama negara yang telah diatur berdasarkan PP tentang penerimaan negara bukan pajak bidang kehutanan. Sekali lagi, bertandang ke Gunung Anak Krakatau merupakan #TripEdukasiKonservasi yang bertujuan untuk pendidikan mengenai konservasi alam dan lingkungan. Tidak mengambil apapun yang ada di dalam kawasan, meskipun itu selembar daun yang gugur, atau sebuah ranting patah yang telah mati dan jatuh ke bumi. Tidak meninggalkan apapun, meskipun itu sebutir abu rokok. Bisa?

Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, saya sudah pernah dua kali ke Gunung Anak Krakatau. Pertama Agustus 2015, kedua Agustus 2016. Dua-duanya dalam rangka Festival Krakatau, gratis. Ya, dalam tiap gelaran festival tahunan tersebut, tur ke Gunung Anak Krakatau memang menjadi salah satu kegiatan festival. Masyarakat bisa ikut serta, tapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Nah, jika ingin berkunjung di luar acara festival, bisa juga. Seperti kami ini. Tapi tentu saja tidak sembarang kunjung, ada prosedurnya. Harus ada ijin, harus bayar, dan harus ikut peraturan sebagaimana biasanya sebuah kawasan berstatus Cagar Alam. 

#TripEdukasiKonservasi Cagar Alam Krakatu

Flora dan Fauna di Gunung Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau memiliki suhu yang tinggi, maka jangan heran kalau di sini lebih banyak “gundul’nya dari pada hijaunya. Namun kita masih bisa menjumpai keanekaragaman tumbuhan dan keindahan alam yang ada di sekitar cagar alam Krakatau. Dari jenis flora ada tumbuhan pioner seperti gelagah yang bersimbiosis dengan tumbuhan lainnya seperti jenis Azoapirillum lippoferrum. Terdapat 13 jenis paku-pakuan dan 267 jenis spermatpohyta. Sedangkan jenis flona ada tikus, ular, kalong, biawak, hingga penyu.

Oya, satu lagi. Pernah ada pelancong yang bertanya pada saya mengenai camping di Cagar Alam Krakatau. Untuk diketahui, di sini dilarang camping. Kalau pun pernah ada yang camping, biasanya untuk tujuan penelitian dan atas ijin BKSDA. Jika sudah berkunjung dan melihat-lihat, silakan langsung pulang dan menginap di tempat lain seperti Pulau Sebesi, atau langsung balik ke daratan Pulau Sumatera. Masuk cagar alam juga ada batas waktunya, lama atau sebentar tergantung kondisi saat berkunjung. Pokoknya ikuti saja petunjuk yang diberikan petugas.

Pohon pinus dan alang-alang

Bunga liar di gunung

Hutan pinus di pelataran gunung
Lava yang telah mengeras

Mendaki Gunung Anak Krakatau bersama Kekasih!

Boleh senang nggak? Boleh ya. Kali ini saya nanjak dengan mudah. Banyak faktor penyebabnya, di antaranya: hari masih pagi, udara masih sejuk, matahari pun belum terlalu tinggi. Tambahannya: Hati bahagia dan ada kekasih yang menemani perjalanan! Yes, pendakian kecil-kecilan ini jadi terasa indah bersamanya. Bagai punya 1000 kekuatan. Kaki jadi lebih kuat, nafas jadi lebih teratur, bahkan gunung tampak datar saja di mata. Masih kurang? Nih saya tambahin lagi kenapa nanjak terasa ringan: Karena tidak mikirin mau nulis berita (liputan), tidak ada ‘hutang”, atau pun live post buat ngejar viral :D Bebasssss lepas tanpa beban.

Pengalaman banyak merosot saat nanjak pada tahun-tahun sebelumnya, bikin saya menjauh dari rute terjal yang dulu pernah saya lalui. Kali ini naik pelan-pelan dengan memutari gunung (nggak mutar jauh-jauh amat), melewati tanjakan yang lebih landai. Saya dan suami tidak memasang target harus sampai atas dalam waktu sekian puluh menit, sama sekali tidak. Kami naik dengan santai, malah kerap berhenti. Entah sekedar untuk berdua-duaan menikmati pemandangan, atau untuk ambil foto. Ketika yang lain sudah di atas, kami masih di setengah pendakian. Kadang sengaja berlama-lama untuk mengamati pemandangan sekitar yang kami temukan dari titik tempat kami berdiri.

Puncak Gunung Anak Krakatau dilarang didaki. Berbahaya. Pendaki hanya boleh nanjak sampai batas aman, orang menyebutnya ‘sadel’. Menurut keterangan guide yang berasal dari Pulau Sebesi, dua minggu sebelum kedatangan kami, Gunung Anak Krakatau ditutup dari kunjungan wisatawan karena sempat terjadi erupsi kecil. Kemudian guide menunjuk lava yang telah mengeras di sebagian besar permukaan gunung bagian atas. 

Matahari pagi sedang indah-indahnya, fotonya sedang blur-blurnya 😛
Puncak gunung menyembul lurus di atas kepala. Mau lewat mana? Jalan terjal di sisi kanan atau jalan memutar dan landai di sisi kiri?
Kemiringan sekian

di batas aman pendakian


Pulau Panjang di seberang sana

Snorkeling di Pulau Rakata

Sependek pernah berkunjung ke Cagar Alam Krakatau, Pulau Rakata hanya dapat saya pandangi dari kejauhan (dari atas Gunung Anak Krakatau). Bentuknya seperti gunung kecil dengan puncak yang kerap bertudung awan. Memandangnya menghadirkan rasa penasaran. Sebagai sisa gunung purba yang pernah meletus sangat dahsyat, penampakan Rakata terlihat indah di mata. Tak nampak keganasannya sebagai gunung yang pernah menggelegar membangunkan penduduk planet. Banyak orang tahu, 134 tahun silam ledakan Krakatau setara 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II. Getarannya terasa sampai Eropa dan letusannya terdengar hingga sejauh 4.653 kilometer sampai Australia dan Afrika. Mengakibatkan Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan lenyap, setengah kerucut Gunung Rakata hilang. Terjadi gelombang tsunami setinggi 40 meter yang mengakibatkan puluhan ribuan penduduk tewas. Langit separuh bumi gelap gulita selama dua hari. Debu vulkanisnya menutupi atmosfer bumi, menyebabkan perubahan iklim global sampai setahun berikutnya.

Pulau Rakata di kejauhan

Rakata nan Memesona

Kini lihatlah, Rakata begitu tenang. Daratannya hijau, ditumbuhi hutan alami yang membuatnya terlihat sangat asri. Lautnya sangat jernih dan kaya akan keragaman biota laut. Para pelancong terkagum-kagum dibuatnya. Mereka sudi datang dari jauh, melewati kondisi laut yang kadang tidak bersahabat, demi menyaksikan sisa Krakatau yang pernah menjadi bencana besar yang merubah sebagian wajah bumi.

Gentar? Tak bisa dipungkiri rasa itu menyelimuti hati selama 30 menit perjalanan naik kapal menuju Rakata. Iya, banyak cemasnya. Pikiran-pikiran liar pun berseliweran, “Bagaimana jika tiba-tiba pulau itu bergemuruh, lalu meledak lagi?”  Tapi sungguh, ketika sudah sampai di sana, segala ketakutan itu, segala kecemasan itu, berganti pekik gembira saat air sejernih kristal dengan warna-warni terumbu karang yang terlihat jelas dari atas kapal, menyambut kedatangan kami. Terkagum-kagum saya dibuatnya. Orang-orang di kapal, satu persatu terjun ke laut, termasuk suami. Mereka berenang, menyelam, dan mengapung. Berlama-lama, lebih lama dari snorkeling di hari sebelumnya. Saya tahu tempat ini spesial, keindahan panorama bawah lautnya tak terbantahkan. Daratannya pun sangat menawan. Semua masih serba alami. Membuat para pelancong bersuka hati.

Spot snorkeling kece di Pulau Rakata

Airnya dangkal, hangat dan jernih. Ikannya banyak. Menyenangkan!

Singgah lalu bergaya

Happy sekali 😍

Kembali ke Daratan Pulau Sumatera

Dalam open trip Pulau Sebesi, Gunung Anak Krakatau bukanlah destinasi utama. Cagar Alam Krakatau hanyalah bagian dari destinasi yang MUNGKIN bisa dikunjungi. Sedangkan Pulau Umang-Umang, Pulau Sebuku Kecil, Pulau Sebuku Besar, dan Pulau Rakata adalah destinasi pasti yang ada dalam daftar kunjung. Satu hal lagi, meskipun bermalam di Pulau Sebesi, tidak berarti ada kegiatan jelajah pulau, karena kegiatan banyak dilakukan di laut, yaitu Snorkeling. Jika ingin mengeksplore Pulau Sebesi lebih dalam, tambahlah 1-2 hari lagi. Biar puas.

Pulau Rakata menutup kegiatan kami di hari kedua. Setelah dari sana, kami kembali ke Pulau Sebesi untuk makan siang, membersihkan badan, berkemas, lalu pulang. Jam 5 sore kami sudah di dermaga Canti, Kalianda. Saat itu, awan kelabu tebal menggantung di langit, bersiap tumpah dalam sekali hempasan angin. Benar saja, tak lama setelah perjalanan naik angkot sewaan dimulai, hujan deras mengguyur Kalianda hingga Pelabuhan Bakauheni. 

Sampai jumpa lagi Pulau Sebesi

Pulang

Sebentar lagi hujan - Dermaga Pulau Sebesi

Oleh-oleh Lampung di Pelabuhan Bakauheni

Salam metal 😆

Mari pulang ke Tanah Jawa

Kapal siap membawa pulang

Dalam gigil dan lelah, kami mengayun langkah bersama para pejalan yang bersiap kembali ke Pulau Jawa. Sungguh malam yang dingin untuk jiwa yang hangat. Tiada yang lebih berharga untuk dibawa pulang selain pengalaman dan kenangan manis.

Lima bulan kemudian, saya kembali ke Pulau Sebesi dengan cerita baru dan pengalaman baru: Tiada Gundah di Pulau Sebesi.

Info:
Open Trip ini dikoordinir oleh Nurul. Biaya per orang Rp 400.000 adalah untuk saat itu, belum tentu berlaku untuk lain waktu. Meeting point di Pelabuhan Merak, Banten. Harga tersebut sudah termasuk: Biaya kapal PP Merak-Bakauheni, biaya sewa mobil Bakauheni-Dermaga Canti, sewa kapal dari Dermaga Canti ke Pulau Sebuku, Pulau Umang-Umang- Pulau Sebesi, Gunung Anak Krakatau, dan Pulau Rakata. Sudah termasuk makan 4 kali di Pulau Sebesi. 



Video Trip Pulau Sebesi: 

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

41 komentar

  1. Ngetrip rame-rame memang enak ya kak, gak berasa capeknya kan selalu ceria sama kawan, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngetrip rame-rame atau ngetrip sendirian itu hanya soal pilihan. Semua sama-sama enak, tergantung sedang ingin pilih yang mana. Kalau sedang ingin menikmati trip yang "sepi", solo trip menyenangkan. Kalau sedang ingin seru-seruan dengan teman-teman lain, ramean pasti asyik.

      Hapus
  2. Tanpa bermaksud mengindahkan keseruan ke Krakatau saat festival, aku baca tulisan ini kayaknya jauh lebih seru ini ya. Bisa main air segala. Maulah balik lagi ke Lampung, tapi buat pelesiran tanpa mbel2 famtrip, mau cobain Pahawang atau Kiluan :D

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar Yan. Buatku begini terasa lebih lengkap. Dengan main air, melihat keindahan panorama bawah laut, bikin jauhnya perjalanan dan waktu yang dihabiskan, setimpal dengan pengalaman yang didapatkan. Keindahan laut dan gunung dapat dinikmati bersamaan.

      Mas Arif ngajakin snorkeling bareng tuh Yan :)

      Hapus
  3. Baca ini jadi rindu sama Lampung dan Pulau Sebesi nya, Mba Rien. Sayangnya aku ngga menjejakkan kaki di Pulau Uambg-umang. Penasaran liat sunset dari sana :(. Semoga bisa ketemu Mba Rien lagi di trip lain, ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak Molly. Aku pun jadi rindu Lampung saat menulis ini. Waktu kita di Sebesi Agustus lalu, kita sama-sama tidak ke PUlau Umang-Umang, mbak. Aku sibuk eksplore kampung dan kebun-kebunya. Mbak Molly mungkin juga demikian, ya. Teman2 dari Genpi dari daerah lain malah ke Umang-Umang, snorkeling dan berenang.

      Aamiin, semoga jumpa lagi di trip lain ya mbak.

      Hapus
  4. Seru banget jalan-jalan open tripnya,mba Rien, komplet banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kompletnya berasa karena ada si dia yang menemani perjalanan ^_^

      Hapus
  5. Duh, itu jalan-jalannya bikin mupeng, pengen banget ke Gunung Anak krakatau, lihat sunrise

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa diwujudkan, kok mbak ^_^ Tinggal ke Lampung, ikut open trip, atau jalan mandiri.

      Hapus
  6. Ih lucu ya ruang tidurnya ��
    Tapi kalau open trip masih belum berani soalnya nggak kebayang rempongnya bawa duo bocils, tapi kalau sama suami pasti seru banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lucu tapi tanpa kasur, lho :D Nyaman2 aja sebenernya, apalagi pakai AC, sejuk banget, bahkan terlalu dingin, sampai harus selimutan.
      Ikut open trip enaknya kita ga perlu repot ngurus apapun. Tinggal datang dan asyik2an. Makan dan penginapan sudah ada yg siapin. Tapi ya itu tadi, semua terjadwal dan kita nggak bebas mau kemana-mana karena harus mengikuti orang banyak. Kalau bawa anak, anak2 juga harus menyesuaikan kondisi dengan rombongan. Kalo bawa keluarga pilihannya memang trip mandiri. Tapi banyak juga teman-teman yang bawa anak2nya ikut open trip dan gak masalah ^_^

      Hapus
  7. Fasilitas kapalnya oke banget mba Rien. Liat poto2nya jadi pengen ngetrip ke Krakatau.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapal sekarang sudah bagus-bagus, Mbak Rahmi. Bikin nyaman penumpang. Tripnya ke Pulau Sebesi, nanti ada kegiatan ke Krakatau nya juga, dan kegiatan snorkeling di beberapa pulau yang ada di sekitar Pulau Sebesi.

      Hapus
  8. Asyik dan seru ngetrip bareng-bareng gitu ya mbak. Duh, air laut di pulau-pulau kecil di Lampung bikin mupeng nyebur aja mbak. Kapan nih ngetrip bareng lagi?
    Btw, Mbk Nurul baby-nya gimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tahun depan yuk jalan bareng lagi. Baby Nurul sehat-sehat saja Alhamdulillah.

      Hapus
  9. Kapan nggak mupeng baca ceritanya mbak Rien... selalu mupeng, foto-fotonya juga kece as always...

    BalasHapus
  10. Huwaaaa aku mupeng ih baca ceritanya. Perjalanannya paket lengkap. Tempatnya indah, gandengannya yayang tercinta, gak pake beban update medsos [yang ini paling asik] hahaha

    Aku yo pengen mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trip paling menyenangkan, apalagi bareng kekasih ^_^ :ng
      Ayo mbak Arni jalan ke Lampung

      Hapus
  11. kapan open trip lagi? hehe mau jugalah honeymoon bareng suami sesekali. Anyway salut itu mbak Noe bawa anak. mantaplah. Rekatanya bikin aku mupeng euy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo trip tahun baru mbak. Ajak suaminya juga biar sekalian bareng.

      Hapus
  12. kapan kito trip bareng lagi yukkkkk

    BalasHapus
  13. Mbak Rien, 400 rb itu udah termasuk transport dan makan atau jalan2nya ajakah?
    Wooohhh mau donk diajakin trip kyk gtu pas wiken tapi (requestnya banyak :D :P)
    Tripnya lumayan padat juga ya buat dua harian :D

    Hahaha memilih kering :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meeting point di Pelabuhan Merak, Banten. Harga 400 ribu sudah termasuk: Biaya kapal PP Merak-Bakauheni, biaya sewa mobil Bakauheni-Dermaga Canti, sewa kapal dari Dermaga Canti ke Pulau Sebuku, Pulau Umang-Umang- Pulau Sebesi, Gunung Anak Krakatau, dan Pulau Rakata. Sudah termasuk makan 4 kali di Pulau Sebesi.

      Iya padat tapi kita santai kok dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Ayo April jalan bareng :)

      Hapus
  14. Aku belom pernah naik kapal Hahahahhahaha :D
    Seru banget trip-nya. Aku pengen nih jalan-jalan begini. Mau k pulau Rakata...
    Tak bookmark ya mbak :D hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada cerita-cerita menarik dari pengalaman naik kapal, jadi bagian dari perjalanan itu sendiri. Kalau saya, naik kapal itu selalu bikin mellow. Coba deh naik kapal, mungkin akan merasakan sesuatu. Oh ya, ke Lampung saja, seru ^_^

      Hapus
  15. terima kasih utk sharingnya.. sangat bermanfaat terutama bagian penginapan.

    BalasHapus
  16. Hosh hosh, panjang banget ceritanya mbak. Sampai bawah udah lupa mau komentar apa xD

    Membaca cerita ini, benarlah pepatah yang mengatakan, "It doesn't matter where you go, it matters whom you go with." Bahagia tidaknya sebuah perjalanan bergantung dengan dengan siapa kita menjalaninya. Turut senang ya bisa mengajak suami ke GAK sesuai janji. Mungkin hampir sama rasanya saat saya berhasil membawa salah satu teman baik saya menjejak Gunung Papandayan.

    BalasHapus
  17. Yuuuuk jalan lagiii ya bareng aku sama Noe nantiii :)... kebayang serunyaaa. Pengen snorkeling, foto2 et ketemu temen baru jugaaa mba :)

    BalasHapus
  18. Wiih makasih mba udh nulis dan mention aku di postinganmu. Btw, aku cengqr cengir di bagian mendaki, emang iya sih, ngetrip tanpa beban tg jwb nulis liputan itu lbh asik :D

    BalasHapus
  19. Uwoooo seruuu banget cerita open tripnyaa.. kapan2 daku mau coba juga ahhh
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
  20. Aku belum pernah ke Pulau Sebesi... Masih pengen balik ke Krakatau lagi. Pengen ikut trip yang kayak gini. Ngetrip hore rame2..

    BalasHapus
  21. Itu pas Mbak Nurul masih hamil ya mbak?
    Ooo jadi kalau mau ke area krakatau harus ada izin ya mbak?
    Ngurus Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi (Simaksi) di BKSDA Provinsi Lampung ribet gak sih mbak? Butuh brp lama? Kyknya enak jalan ada koordinator tripnya ya ketimbang secara pribadi ke sana hehe

    BalasHapus
  22. Ruang tidurnya nyaman ya. Belum pernah lihat dan belum pernah naik kapal yg ada ruang bobonya

    BalasHapus
  23. wah asyik banget mba, besok kalau mau traveling ke sana bisa nyoba ini ^^ tergiur banget open trip yang low cost kayak gitu mba :')

    BalasHapus
  24. Akuu pengen banget ke krakatau kak hiks

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!