Cozyfield, Kafe Asik Buat Nongkrong di Gramedia Emerald Bintaro



Kafe Pertama Punya Kompas Gramedia
Akhir pekan minggu lalu, tepatnya hari Sabtu (20/2), saya datang ke Cozyfield Café yang terletak di lantai dasar gedung Gramedia Emerald Bintaro yang berlokasi di Jalan Raya Boulevard Bintaro Jaya, CBD Emerald Blok CE/B-02, Tangerang Selatan, Banten.

Lokasi Cozyfield sangat mudah dicari. Saya datang dari BSD, meluncur lewat jalan tol Serpong-Bintaro, dan keluar di pintu tol pertama. Dari sana saya ambil arah ke Bintaro Jaya Exchange Mall, lalu belok kiri, naik fly over, lewati Hotel Santika, Giant Extra, lurus terus sampai ketemu fly over naik lagi, lalu saya ikuti jalan sampai Hero Supermarket. Nah, gedung Gramedia berada persis di sebelah Hero tersebut.  


Lokasi Cozyfield terbilang strategis karena berada di area yang sudah berkembang. Di sini terdapat hotel dan pusat perbelanjaan. Meski demikian, tidak ada angkutan umum yang lewat tempat ini. Namun, untuk mencapai lokasi bisa menggunakan ojek motor.

Di Cozyfield, saya bertemu dengan kawan-kawan food blogger yang sama-sama diundang oleh pihak Gramedia untuk acara Food Blogger Gathering. Tujuan dari acara ini adalah untuk memperkenalkan keberadaan Cozyfield sebagai kafe pertama yang didirikan oleh Kompas Gramedia.    





Kafe di Toko Buku
Cozyfield Café. Seperti namanya, adalah sebuah tempat yang nyaman, senyaman suasana di rumah. Tenang dan bikin betah, cocok untuk mencari inspirasi, atau bersantai sambil melahap isi buku yang baru di beli.

Melahap buku? Iya buku.

Gedung Gramedia satu ini memang merupakan toko buku. Jadi, sekarang jika kamu datang ke sini untuk beli buku, lalu ingin mencari tempat nyaman untuk mengunyah isi buku yang baru dibeli, kamu tinggal melangkah turun satu lantai, masuk ke Cozyfield Café.

Buku dan café. Tidakkah itu sebuah ‘surga’ di mall buku bagi seorang kutu buku?

Mall buku ini jadi punya kelas karena keduanya.
  



Di Cozyfield Café, tinggal pilih tempat yang disukai. Di sini terdapat tiga area yang dapat menampung pengunjung hingga 70 orang. Ada area keluarga, area merokok, dan area umum. Terdapat fasilitas televisi layar datar, akses internet WiFi, majalah, dan bangku-bangku di area merokok.

Minim sekat, membuat Cozyfield terkesan terbuka dan bersahabat. Hanya ada sedikit partisi  terbuat dari kaca dan bambu (untuk kesan alami), pemisah antara area family dan umum, serta area merokok. Mau duduk di bangku-bangku yang semuanya bernuansa kayu, atau di sofa empuk yang bersandar di dinding kaca, tinggal pilih sesuka hati.

Lampu-lampu hias berbentuk botol, tergantung di langit-langit kafe yang berwarna gelap. Nuansa pekat di bagian atas ini,  kontras dengan bagian bawah yang berlimpah cahaya. Hangat dan terkesan elegan.   


pernak-pernik unik
Hiasan di dinding


Rak berisi pernak pernik


Menu Istimewa
Café yang dibuka pertama kali untuk publik pada 23 Desember 2015 lalu ini memang merupakan tempat asik untuk bertemu, berkumpul, bercengkerama dan ngobrol bersama kawan sembari menikmati minuman segar yang menyehatkan, secangkir kopi hangat produksi asli dalam negeri, atau makanan lokal kesukaan yang disajikan ala barat.

Kafe yang berkonsep nyaman dan gaya ini menyediakan beraneka jenis makanan dan minuman. Ingin makanan berat atau ringan, kamu tinggal pilih. Sekedar sepotong kue, atau nasi rawon dengan sajian komplit, sesuaikan saja dengan keinginan pada saat itu.  

Di sini, terdapat tiga jenis kuliner seperti western, Asian, dan Indonesia. Adapun makanan-makanan yang ditawarkan terbagi dalam 3 jenis menu seperti Bakery & Barista, Lunch & Dinner, serta All Day Breakfast.
Strawberry & Mango Tart dan Mix Berry Tart


Tape Ketan Muffin, Choco & Jack Fruit Muffin, Coconut Palm Sugar Muffin


Red Velvet Cheese Cake & Carrot Cake White Chocolate

Menu Bakery & Barista terdiri dari 14 macam Sweet Pastry, 5 Savory Pastry, 11 Doughnuts, 7 Cozzy Cakes, 6 Mouse Cakes, 6 Cookies & Chocolate. Harga mulai dari Rp 17 ribu – 40 ribu. 6 jenis minuman coffee, mulai dari Rp 23 ribu – 40 ribu. 9 macam Tea, harga mulai dari rp 20 ribu – 30 ribu. 3 Cozy Choco Rp 35 ribu.  



3 macam Juice mulai dari Rp 20 – 40 ribu. 3 macam Healthy Juice Rp 40 ribu. 4 macam Fruit & Flower Fizz Rp 35 ribu. 3 macam Fruit Ice Crush Rp 25 ribu – 40 ribu. 3 macam Milk Shakes Rp 35 ribu.
Aneka Healthy Juice @ Rp 40.000,-
Untuk menu Lunch & Dinner ada 4 pilihan istimewa yang terdiri dari 6 menu Quick Fix, 2 Field Salad, 8 Mains (Rawon Reborn, Opor Ayam Bakar, Sate Pusut, Bumbu Kuning Deconstruction, Massaman Beef Cubes, Beef Burger Rendang Floss, Roasted Veggies, Fish & Chips), 2 Sides. Harga mulai dari Rp 35 ribu – 105 ribu
Massaman Beef Cubes w/ Tamarind Jam, Veg, and Baby potato crisp Rp 105.000,-


Beef Burger Rendang Floss w/ Oat Bun, Chili Jam, relish wedges Rp 65.000,-


Sate Pusut + Lontong + Urap + Sambal Rp 90.000,-
  
Spaghetti Pesto with roasted cashew nuts & fresh basil Rp 52.000,-

Sedangkan untuk All Day Breakfast terdiri dari 3 macam Breakfast Bakery. Mulai dari Rp 29 ribu – 120 ribu. Bubur Ayam Rp 29 ribu. Cozy Poach Rp 52 ribu. Saffron Butter Omelette Rp 52 ribu. Pancake Paradise Rp 40 ribu.

Semua harga makanan dan minuman tersebut sudah termasuk pajak.

Di sini, saya ingin menceritakan menu yang saya santap siang itu, yaitu Fish & Chip. Awalnya, waiter merekomendasikan Bumbu Kuning Deconstruction (w/ red snapper, black ink sago pearls, veggies). Namun, karena saya sedang tidak ingin makanan yang terlalu berbumbu, saya minta yang lain yaitu Sate Pusut. Tapi mbak Tika sudah pesan. Saya ganti lagi karena ingin menu berbeda, supaya makanan yang difoto bervariasi. Kebetulan saya suka ikan, akhirnya pilih Fish & Chips (John Dory, Mint Pea Mash, tartar sauce).


Saya suka daging ikannya. Teksturnya lembut, teras gurih di lidah. Bisa terasa kalau kualitas ikan John Dori-nya baik. Tapi, pelengkap berupa mint pea mash dan tartar sauce, rasanya agak kurang cocok bagi saya :)

Fish & Chips (w/ John Dory, Mint Pea Mash,  tartar sauce) Rp 70.000,-


Untuk minumannya, saya pesan salah satu Healthy Juice yang terbuat dari campuran Beet, Apple, dan Berry. Tenggorokan jadi terasa segar ketika tetes demi tetes jus dalam gelas mulai saya seruput. Minuman ini tak hanya enak dan menyegarkan, tapi juga menyehatkan. Sering-sering minum minuman seperti ini ya :)



Healthy Juice (beet, apple, berry) Rp 40.000,-

Berbicara tentang makanan, perlu diketahui bahwa konsep menu Cozyfield adalah fusion, yaitu merekonstruksi menu tradisional disajikan secara internasional. Contohnya Rawon. Daging sapi pada rawon biasanya disajikan dengan cara dicampur dengan kuah. Tapi di sini, rawon disajikan dengan tampilan internasional seperti steak dengan makan yang sepenuhnya berbeda.

Sajian rawon dengan gaya western di Cozyfield Café ini merupakan salah satu menu andalan yang memiliki konsep "Reborn", yang artinya  berbeda dari biasanya. Walaupun makanannya klasik tapi proses dan penyajiannya modern. Daging rawon yang sudah diberi tambahan extra virgin olive oil dan butter, dipotong-potong seperti makan steak. Kuah disajikan terpisah. Pelengkap daging sapi ada telur puyuh asin, irisan daun bawang segar, kerupuk emping dan juga sambal. Tak ketinggalan telur puyuh berwarna hitam (telur puyuh diolah dengan dicelupkan ke dalam cairan hitam tinta cumi) sebagai wujud asli sajian kuliner nasi rawon. 
Rawon Re-born Rp 105.000,-

Jadi, kalau kamu berkunjung ke Gramedia Emerald Bintaro, selain untuk mendapatkan buku, tas, dan perlengkapan lainnya, kamu juga bisa datang ke Cozyfield Café untuk bersantai dan bersantap. 


Cozyfield Cafe recommended sebagai tempat nongkrong bersama kalangan komunitas dan juga tentunya bersama keluarga. Layanan yang ramah, menambah rasa nyaman bagi yang ingin berlama-lama di sini.

Terima kasih Cozyfield Cafe sudah undang saya di acara FoodBlogger Gathering.

Cozyfield Cafe
Gramedia Dunia Emerald Bintaro
Jl. Boulevard Bintaro Jaya
CBD Emerald Blok CE / B-02
Tangerang Selatan.
Buka 10:00 am - 09:00 PM
  
Winda dan coklat stick-nya




hepi-hepi bareng food blogger


Kapan-kapan hangout bareng lagi yuk di Cozyfield Cafe ^_^

Santap Tomyam Kelapa Spesial & Kwetiau Kungpao Tomyam di Saung Ibu Villa Bintaro Indah

Tomyam Kelapa Spesial & Kwetiau Kungpao Tomyam

Ada yang menarik dari ajakan untuk icip-icip Tomyam Kelapa Saung Ibu yang ditawarkan oleh Mbak Sumarti Saelan – biasa dipanggil Mak Icoel, kepada saya dan beberapa kawan blogger lainnya. 

Tomyam Kelapa. Nama kelapanya itu yang bikin saya penasaran. Ini bukan kelapa yang dimasukkan dalam menu tomyam lho ya, tapi tomyam yang disajikan dalam batok kelapa. Seumur-umur menikmati Tomyam, belum pernah merasakan tomyam yang disajikan dalam kelapa. Seperti apa rasanya? Saya penasaran. 

Makanan Thailand yang satu ini identik dengan sup hangat berisi seafood.  Ciri khas masakan tomyam ada pada rasa pedas dan asam. Lantas, seperti apa rasa tomyam yang dipadu padan dengan kelapa?

Sebenarnya Tomyam Kelapa bukan sajian asing. Di Malaysia pernah lihat ada yang jual Tomyam Kelapa. Bahkan, tidak usah jauh-jauh di luar negeri sana, di BSD tempat saya tinggal pun ada. Tapi saya memang belum sempat mencicipinya. Pernah sih pingin coba, tapi ada saja yang bikin keinginan itu belum tersampaikan. Jadi, kenapa tidak sekarang? Mumpung icip-icipnya bareng-bareng kawan blogger. Suasana kumpulnya itu yang bikin senang. Bakal seru makan Tomyam rame-rame.

Kalau diingat-ingat, terakhir saya makan tomyam bareng-bareng kawan blogger waktu di Banyuwangi, awal bulan Agustus 2015, tepatnya di Restaurant Watu Dodol. Saat itu saya bersama Lestari (www.jejaksematawayang.com), Mbak Irawati (www.keluargapelancong.net), Mbak Zulfa (www.emakmbolang.com), dan mbak Andrie (www.andriepotlot.com) sedang liburan bareng. Kami menginap di Hotel Watu Dodol. Nah, nggak nyangka saat dinner kami mendapat hidangan tomyam istimewa dari manager hotelnya, Mas Moses. Tomyam hangat kaya rasa yang disajikan dalam porsi besar itu bikin lidah bergoyang dan tak mau berhenti menikmatinya. Apalagi makannya di pinggir laut, malam hari, saat udara dingin pula. Makin double enaknya hehe.  

Makan tomyam seru bareng kawan2 blogger di Resto Hotel Watu Dodol (w/ Tari, mb Andri, mb Ira, mb Zulfa )

Tomyam ala Resto Watu Dodol

Beberapa kawan membuat janji untuk datang bersama ke Saung Ibu pada hari Jumat (19/2). Saya pun berminat. Namun, karena sesuatu dan lain hal di hari tersebut saya batal ikut. Padahal tadinya sudah janjian dengan mbak Hermini mau berangkat bareng naik kereta dari stasiun Rawa Buntu. Eh, ternyata mbak Hermini juga batal. Adiknya sakit, dia mesti ke RS. Siang itu yang jadi berangkat mbak Echa, mbak Kurnia Amelia, mbak Maya, dan Bunda Yati. Siapa ya satu lagi? Saya lupa.

Dari info yang diberikan Mak Icoel, Mas Baha pemilik Tomyam Kelapa Saung Ibu bisa dihubungi lewat Whatsapp jika ingin tanya soal lokasi. Dari nomor yang diberikan itulah saya berkirim pesan ke Mas Baha. Mas Baha menyambut gembira rencana saya untuk singgah. Tapi dia belum bisa memberi gambaran lokasi dengan jelas karena saat itu sedang dalam perjalanan menuju Ciputat. Katanya dia sedang ada acara di Majelis Dzikir Wa Ta'lim ALLAHU AHAD di base camp Wali Band. Tomyam Kelapa jadi sponsor di acara tersebut. Wow! 

Saung Ibu di pinggir jalan
Ada tempat parkir, cukup untuk menampung 10-15 mobil

Minggu siang (21/2) saya merealisasikan rencana makan Tomyam Kelapa. Berdua suami, kami berangkat dari BSD. Sesuai petunjuk Mas Baha, rute termudah yang dapat kami tempuh menuju warungnya adalah lewat belakang polsek BSD. Ikuti jalan yang dilewati angkot D08. Sampai ketemu perempatan Mentari, belok kiri, belok kanan, lurus, nanti sebelah kiri ada  bangunan rumah makan terbuat dari material bambu berhenti. Di situ saungnya. Mudah.

Hari Minggu Saung Ibu ternyata tutup! Haha. Tapi saya nggak kaget sih, karena memang sudah diinformasikan lebih dahulu oleh Mas Baha.

Sebenarnya Saung Ibu buka tiap hari sejak pukul 10 pagi sampai setengah sepuluh malam. Hari itu tutup karena karyawan pada istirahat. Katanya lelah seusai mengadakan acara di base camp Wali Band. Karyawan juga ada yang sakit. Nah, karena saya tetap diterima dan boleh datang, tentu saja saya sangat berterima kasih. Apalagi, mas Baha sendiri lho yang akan membuatkan saya tomyam. Nggak mau dong sia-siakan kesempatan menikmati makanan yang diolah sendiri oleh pendiri Tomyam Kelapa Saung Ibu.

Sebelum menikmati Tomyam Kelapa, saya dan Mas Baha bincang-bincang senang dulu. Wah, nggak nyangka ternyata Mas Baha adminnya Warung Blogger. Tahu kan tempat kumpul blogger yang follower di twitternya sudah tembus angka 13.700 itu? Beuh…kebangetan kalo ada blogger yang belum tahu :D

Tapi, karena kesibukannya mengurus Tomyam Kelapa, sudah hampir 3 bulan ini Mas Baha tidak aktif lagi di Warung Blogger. Dia nge-net untuk urus akun sosmed Tomyam saja. Blognya pun sudah jarang di-update.
 
Makan enak sambil ngobrol asyik dengan Mas Baha yang super ramah

Ngobrol dengan Mas Baha hampir bikin lupa waktu, segala cerita tentang dunia per-bloggeran dia tahu. Beberapa nama blogger yang dia sebut saya kenal. Tak hanya cerita soal dunia blog, Mas Baha pun berkisah tentang awal mula membuka usaha kuliner. Dulu, katanya terinspirasi dari kuliner yang sering dia nikmati saat tinggal di Malaysia. Dari sekedar gemar lalu belajar, akhirnya buka usaha sendiri sejak tahun lalu. Kebetulan ada yang bantu modalin bikin tempat, akhirnya terwujud cita-citanya bikin rumah makan tomyam.
 

Kenapa tomyam
"Karena saya suka tomyam". Begitu jawaban pendek Mas Baha. 

Jawaban sederhana tapi di situlah letak istimewanya. Coba ya kalau Mas Baha nggak suka Tomyam, lalu memaksakan diri bikin tomyam, kira-kira apa yang terjadi? Belum tentu tomyamnya enak karena nggak dibikin dengan hati :D Dan, belum tentu juga usaha kulinernya berkembang dan bertahan di tengah gempuran kuliner rasa lokal. Biasanya, rasa suka melahirkan niat yang kuat. Jadi total berusaha dan bekerja.
 
Tomyam Kelapa Spesial Rp 33.000,- / porsi

Tomyam Kelapa Spesial  


Tomyam yang dibuat Mas Baha disajikan dalam batok Kelapa. Ini yang membuatnya berbeda. Tapi tak cuma sampai pada keunikan penyajian, rasa tomyamnya pun spesial karena benar-benar menggunakan bahan air dan daging buah kelapa. Pada umumnya, tomyam bercita rasa pedas asam. Namun, rasa asam itu justru dikurangi oleh Mas Baha. Soal rasa pedas, bisa disesuaikan dengan permintaan.

Menurut Mas Baha, minimnya rasa asam pada Tomyam Kelapa ala Saung Ibu, ternyata justru disukai pelanggan. Meski tidak asam, tidak berarti menghilangkan cita rasa khas tomyam. Justru membuatnya berbeda dan disukai. Saat saya mulai mencoba mengaduk isi tomyam, satu demi satu saya temukan potongan cumi, jamur, udang, bakso bulat, ayam, irisan tomat, dan bawang bombai. Kemana irisan daging? Tidak ada. Haha.
 
Gurih, segar, lezat, pedassss

Kemarin saya memang tidak ada request daging. Kalau minta bisa ditambahkan. Isi tomyam kadang memang disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Kadang ada yang tidak mau pakai udang dan cumi karena alergi seafood. Ada pula yang tidak mau pakai bakso dan daging. Nah kalau kemarin kan libur, mungkin bahan sedang tidak komplit. Jadi, ya apa adanya. Eits…mana ada apa adanya. Wong spesial gitu kok tomyamnya. Segeeer…gitu kata bojoku. Gleg! Bojoku ikutan icip-icip juga, padahal dia sudah berhadapan dengan satu porsi Kwetiau Kungpao Tomyam lho…

Nah, Kwetiau Kungpao Tomyam itu yang kayak gimana?
 

Kwetiau Kungpao Tomyam
 
Jadi, selain Tomyam, di Saung Ibu ini juga tersedia Kwetiau Kungpao nan sedap. Makanan ini terbuat dari kwetiau yang digoreng, berisi campuran sayur seperti potongan wortel, sawi, brokoli, bawang goreng, dan daun bawang. Ada bakso dan daging ayam juga tentunya. Penampakan kwetiaunya putih, mirip kerupuk. Rupanya kwetiau digoreng lebih dulu, makanya mengembang seperti kerupuk.  


Saat disajikan, Kwetiau disiram dengan kuah tomyam yang dikentalkan. Kwetiau yang tadinya keras seperti kerupuk, kemudian menjadi lembut. Dengan menggunakan sumpit, kwetiau itu saya cicipi. Wow, kuah tomyam yang dimasukkan dalam masakan ini ternyata membuatnya jadi lebih sedap. Dan, karena menggunakan kuah tomyam inilah masakan ini dinamakan Kwetiau Kungpao Tomyam. Masakan ini tidak ada dalam daftar menu. Hanya disediakan jika ada permintaan. Jadi, buat yang ingin coba, mesti buat pesanan tersendiri. 

Kwetiau Kungpao Tomyam nggak ada di daftar menu

Ini enaknya bikin lidah bergoyang hingga tetes terakhir :)))

Gini lho cara makan Kwetiau Kungpao: buka mulut yang lebaaaaar :p


Saung Ibu menyediakan 4 macam menu utama yang terdiri dari Tomyam Kelapa, Tomyam Non Kelapa (disajikan dalam wadah biasa, bukan kelapa), Kwetiau, Mie/Nasi Goreng. Untuk Tomyam kelapa terdiri dari 6 macam tomyam. 11 macam Tomyam Non Kelapa. 4 macam Kwetiau. 4 macam Nasi Goreng. 3 macam Mie Goreng. Harga mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 33 ribu.

Ga bikin kantong jebol toh harganya? Enggaaaak maaaaak :D


Gambar ini diklik biar kebaca nama menu dan harganya


PESAN TOMYAM VIA GOJEK

Buat penggemar tomyam yang tidak sempat mampir ke Saung Ibu, bisa juga pesan antar via Gojek. Minggu lalu, ada tiga teman blogger yang tidak punya waktu untuk datang ke Saung Ibu, lalu memesan lewat gojek. Tomyam diantar dengan mudah dan cepat. Oh ya, kalau pesan via gojek, tetap dikirim lengkap dengan batok kelapanya. Kelapanya di-wrap sedemikian rupa. Rapi dan tidak tumpah.

Menurut Mas Baha, tomyam kelapa dapat bertahan hingga 10-12 jam setelah dimasak. Hal itu ia ketahui dari pelanggannya yang pernah membeli dan baru memakannya 10 jam kemudian. Tomyam tetap terjaga kesegarannya. Saran mas Baha, jika hendak dipanaskan, sebaiknya cumi dan udangnya tidak disertakan. Ada alasan tertentu mengenai hal itu. Kalau tak salah ingat terkait tekstur dan rasa dari seafood tersebut.
 
di wrap sedemikian rupa untuk dibawa pulang atau dikirim via gojek

Buat yang ingin mencoba Tomyam Kelapa dan Kwetiau Kungpao Tomyam Saung Ibu, bisa mampir ke Villa Bintaro Indah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Lokasinya persis di sebelah area lapangan tenis Villa Bintaro Indah.  Jika dari arah Serpong dan menggunakan kendaraan pribadi, ikuti rute yang sudah saya sebutkan di awal tulisan ini. Jika dari Jakarta, bisa gunakan kereta jurusan Tanah Abang, kemudian lanjut naik kereta ke arah Serpong atau Parung Panjang. Lalu turun di Stasiun Sudimara. Selanjutnya tinggal naik angkot warna putih ke Villa Bintaro Indah. Bisa juga menggunakan ojek.

Penasaran dengan kelezatan Tomyam Kelapa dan Kwetiau Kungpao? Ayo kemari….

Saung Ibu
Villa Bintaro Indah
Jl.Sulawesi Raya RT 08/11 Jombang
Ciputat, Tangerang Selatan, Banten 15414

Melancong ke Pulau Harapan


Langit di atas Jakarta pagi itu kelabu. Namun ribuan wisatawan terlihat memadati pelabuhan Muara Angke. Semua bergerak cepat mendekati kapal-kapal yang rapat bersandar di pelabuhan. Hanya ada satu alasan kenapa berkejaran dengan waktu, tak lain agar tak ketinggalan kapal. Kapal-kapal di Muara Angke biasanya berlayar tepat waktu. Telat sedikit bisa ditinggal.

Pelabuhan Muara Angke merupakan gerbang menuju Kepulauan Seribu. Tempat ini sering dijadikan meeting point para wisatawan yang akan menyeberang bersama kawan seperjalanan. Meski harus melewati pasar dengan aroma amis ikan segar, jalan becek, dan got yang tidak pernah kering oleh air berbau tak sedap, wisatawan tetap melangkah, seolah tak peduli. Pagi itu, saya salah satunya.
 
Dermaga Pulau Harapan

Menjejak Pulau Harapan
 
Cuaca sedang bersahabat. Langit cerah, matahari bersinar terang, gelombang pun tidak tinggi. Kapal berlayar lancar, melintasi pulau kecil-kecil yang tak berpenghuni. Meskipun disebut Kepulauan Seribu, namun jumlah pulau yang ada terbilang 342 saja. 60 pulau diantaranya adalah milik pribadi.

Setelah tiga jam berlayar, dari kejauhan tampak sebuah pulau yang air lautnya terlihat berwarna-warni karena biasan cahaya matahari yang mengenai karang di sekitarnya. Pulau Harapan namanya, salah satu pulau berpenduduk yang akan menjadi tempat saya menginap selama hoping island dari Pulau Bira, Pulau Putri, Pulau Bulat, hingga Pulau Perak.

Pulau Harapan memiliki dermaga yang panjangnya sekitar 30 meter. Di sepanjang jembatan itu berderet perahu motor yang biasa disewakan kepada wisatawan untuk aktifitas jelajah pulau. Yang menarik, dermaga ini memiliki Taman Terpadu yang di dalamnya tedapat wahana bermain untuk anak yang dilengkapi dengan saung dan bangku-bangku untuk duduk bersantai.
 
Selamat datang di Pulau Harapan

Ucapan “Selamat Datang di Pulau Harapan” menyambut kehadiran kami –saya dan teman-teman- sesampainya di pintu gerbang Pulau Harapan. Di sekitarnya ramai pedagang menjajakan aneka jajanan seperti siomay ikan, bakso ikan, batagor ikan, es krim, es kelapa, dan masih banyak lagi olahan ikan lainnya yang memang sudah menjadi ciri khas kuliner pulau setempat. Saya membeli beberapa makanan untuk mengganjal lapar. Rasanya lumayan enak.

Di dekat gerbang selamat datang terdapat sejumlah bangunan, seperti kantor kelurahan, rumah pegawai kantor kelurahan, puskemas, serta rumah-rumah penduduk. Suasana juga terlihat ramai. Umumnya para pelancong. Mungkin karena akhir pekan, banyak pengunjung yang datang.

Pulau Harapan memiliki banyak penginapan untuk wisatawan. Bukan hotel, apalagi cottage, melainkan kamar-kamar di rumah penduduk. Harganya bervariasi, mulai dari 250 ribu hingga Rp 350 ribu per malam. Harga tersebut sudah termasuk makan 3x, dengan fasilitas kamar mandi dalam, TV, dan AC. Walau tidak mewah, tapi cukup memadai.
 
Jarak rumah penduduk dan laut sangat dekat

Nyaman dilewati

Pulau yang mempunyai luas 6,7 hektre ini dihuni oleh penduduk yang berjumlah sekitar 600 jiwa. Orang-orang pulau terdiri dari berbagai suku. Mereka membaur dan mendiami pulau sudah sejak lama. Menikah, punya anak, dan bahkan cucu.

Kondisi pinggiran Pulau Harapan tampak rapi. Ada setapak lebar dan bersih tempat untuk berjalan kaki yang juga bisa dilalui kendaraan roda dua, serta pagar dan beton tinggi sebagai pembatas antara pulau dan laut, sehingga air laut yang dibawa ombak tidak masuk pemukiman.

Di sisi lain pulau, saya menjumpai pabrik pembuatan garam. Tak jauh dari pabrik, ada kapal pembersih sampah milik pemerintah daerah DKI. Fasilitas umum seperti areal perkuburan, sekolah, masjid, juga tersedia. Jika terus berjalan hingga ke ujung barat pulau, ada jembatan yang bisa dilalui untuk menuju Pulau Harapan Kecil. 
Masjid
Rumah inap pegawai kelurahan


Pabrik garam
Kapal pembersih sampah

Berlayar ke Pulau Perak
Usai menaruh semua barang di penginapan, kami kembali ke dermaga. Naik  perahu motor bermuatan 15-20 orang menuju Pulau Bira. Setelah berlayar sekitar 30 menit, dari kejauhan mulai terlihat garis pantai Pulau Bira yang berwarna putih. Semakin mendekat, terlihat warna air lautnya yang bergradasi. Mulai dari biru tua, biru muda, hijau, hingga putih.

Sebelum mencapai bibir pantai, mesin perahu dimatikan, jangkar dijatuhkan. Di sinilah tempat kami snorkeling. Saya melihat air di sisi perahu. Tampak sangat jernih, memperlihatkan terumbu karang beragam rupa.

Begitu peralatan snorkeling terpasang, kami pun berloncatan. Saya membawa serta kamera underwater. Sesekali mengapung, sesekali berenang, sesekali menyelam. Air laut terasa begitu hangat, membuat betah berlama-lama. Apalagi di dalam air, ikan-ikan cantik terlihat berenang ke sana kemari.

Dari perairan Pulau Bira, kami pindah dan melanjutkan snorkling di perairan Pulau Putri. Syukurnya jarak ke Pulau Putri tidak terlalu jauh. Ketika perahu berlabuh, kami kembali berloncatan ke laut. Berenang dan menyelam, menyaksikan keindahan terumbu karang.

Perairan Pulau Putri masih terbilang alami. Terumbu karangnya masih berwarna-warni. Ikan-ikan yang bergaris-garis seperti zebra, dengan warna garis  putih, hijau, biru, kuning, segera menyerbu begitu kami melemparkan makanan.

Pulau Putri diapit oleh pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu. Luasnya kurang lebih 8 hektar. Di dalam pulau terdapat resort. Sekeliling pantai pulau di beri bebatuan yang bertujuan untuk melindungi pulau dari abrasi air laut. Meski beraktifitas di perairannya, kami tidak menjejak daratannya.
 
naik kapal motor ke Pulau Perak


Wisatawan


Pantai Pulau Perak
Snorkeling

Setelah berenang dan snorkling di Pulau Puteri, kami kembali berlayar, pindah ke Pulau Perak. Saat berada di lautan, saya kembali melihat deretan pulau. Buat saya yang baru dua kali berlayar di Kepulauan Seribu, masih sangat sulit untuk mengenali pulau-pulau yang ada. Penampakannya sama, seperti gerumbul pepohonan dengan garis pantai putih, dan dermaga kayu.

Mengingat jumlah pulaunya yang banyak, membentang dari utara Jakarta hingga 120 km terus ke utara, maka hanya awak perahu saja yang hafal nama dan letak-letak pulau itu. Jack, awak perahu kami, bisa mengetahui nama pulau dari dermaganya. Ia bisa mengenali dengan baik dermaga masing-masing pulau.

Setibanya di Pulau Perak, kami kembali berloncatan, menjejak permukaan pasir putih yang terasa sangat halus di kaki. Di pulau tak berpenduduk ini, air lautnya sungguh cantik, hijau toska dan amat jernih. Dari ujung dermaga hingga ke daratan, airnya dangkal sehingga kelihatan dasarnya.

Setiap perahu yang bersandar di Pulau Perak dikenakan biaya singgah. Sedangkan wisatawan tidak. Biaya masuk tersebut tersebut digunakan untuk ongkos kebersihan pulau. Saya lihat kondisi pulau ini memang bersih, baik di daratannya maupun di perairannya. Pantainya nyaman untuk bermain dan berenang.

Pulau Perak hanya ditinggali oleh dua kepala keluarga. Mereka membuka warung makanan dan minuman, satu-satunya warung yang ada di pulau. Aneka minuman kemasan tersedia di sini. Selain minuman, penjual juga menyediakan aneka gorengan. Karena satu-satunya, tak ayal warung ini ramai diserbu wisatawan.

Pengunjung pulau lebih banyak berkerumun di sekitar pantai dekat dermaga. Ada yang berenang, menikmati jajanan, bermain ayunan tali, atau sekedar duduk di hamparan pasir menikmati pemandangan. Meski cuaca sangat panas, pohon-pohon pinus laut yang tumbuh di sekitar pantai mampu memberi kesejukan bagi wisatawan yang sedang berteduh.

Pulau seluas 3 hektar ini kerap dijadikan tempat berkemah. Ya, di sini para wisatawan memang diperbolehkan berkemah. Ada fasilitas kamar kecil untuk keperluan buang hajat. Letaknya agak ke tengah pulau, di antara rimbun pohon. Bagusnya lagi, pulau ini ternyata memiliki sumur air tawar yang begitu segar.

Mendirikan tenda, menyalakan api unggun sambil menikmati deburan ombak, barbeque seafood, atau sekedar berbagi cerita dengan sahabat, tentu menjadi pengalaman berlibur yang berkesan. Apalagi spot camping langsung menghadap ke pantai mungil berpasir putih.
 
Gerbang Pulau Bulat
Mengejar Sunset di Pulau Bulat 
 
Hari kian petang. Kami kembali berlayar. Ada sunset yang hendak kami kejar di sebuah pulau yang namanya tak tertera dalam peta, Pulau Bulat. Di pulau tak berpenghuni itu, suguhan sunrise dan sunset menjadi incaran para penikmat keindahan alam. Namun, jejak kejayaan masa silam sebuah keluarga yang begitu lekat dalam sejarah bangsa, menjadi daya tarik tersendiri.

Dari kejauhan, terlihat garis pantai Pulau Bulat yang berwarna putih. Semakin mendekat, terlihat pula warna air lautnya yang bergradasi. Mulai dari biru tua, biru muda, hijau, hingga putih. Airnya terlihat sangat jernih, memperlihatkan terumbu karang beragam rupa. Di permukaan pulau, pohon-pohon pinus tumbuh rindang laksana canopy. Menampakkan hijau sempurna di antara warna biru laut dan putihnya pasir di pantai.

Pulau Bulat dikelilingi tembok pemecah ombak. Di antara tembok itu ada sebuah celah diapit dua tiang serupa gerbang. Perahu melewati celah tersebut, mencari jalan untuk berlabuh. Namun laut terlalu dangkal untuk dilewati, perahu pun berhenti. Kami harus berloncatan ke air sedalam 50 cm. Ketika saya menoleh ke dermaga, perahu pengunjung amat rapat bersandar. Dermaga penuh!

Kesan pertama menjejak Pulau Bulat terasa nyaman dilihat. Tiada sampah dan kotoran yang berserakan. Hanya daun-daun pinus kering yang luruh tertiup angin, dan pengunjung yang asyik bermain, berlari, bahkan sekedar duduk saja di atas hamparan pasir. Tidak ada biaya masuk pulau yang harus dibayar. Gratis! Hanya perahu motor yang dipungut ongkos singgah, sekedar untuk biaya kebersihan pulau. Itulah mengapa pulau ini jadi bersih.

Pantai Pulau Bulat
Sisa Kejayaan Masa Silam 
 
Pesona bentang Pulau Perak terkuak seiring langkah kaki. Seperti namanya, pulau ini berbentuk bulat dan tidak terlalu luas, hanya 1,28 hektar. Cukup berjalan kaki selama 15 menit pulau ini selesai dikelilingi. Dari pulau ini terlihat deretan pulau lain yang jaraknya saling berdekatan.

Dari kabar yang beredar, Pulau Bulat merupakan pulau milik keluarga Soeharto yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama 32 tahun kepemimpinannya. Namun kini seperti ditinggalkan dan tidak terawat, hanya ada penjaga pulau saja. Ada rasa takjub sekaligus sedih menyaksikan kemegahan fasilitas yang kini rapuh dan kian menua.

Sebuah bangunan penginapan cukup besar dan pendopo berukuran luas, masih berdiri kokoh di kelilingi pohon-pohon pinus. Ada jalan setapak yang menghubungkan kedua bangunan itu dengan tempat tinggal penjaga, bangunan penyimpan mesin jenset, tanki air, dermaga, serta landasan helikopter.

Deretan speedboat terpajang di tepian pulau. Ada jembatan menjorok ke laut, serta meja bilyard yang lapuk dimakan serangga. Tentu ada beribu kisah pernah tergores ketika pulau ini masih sering digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga Soeharto. Menyisakan sebuah kenangan yang saya sendiri tidak bisa melukiskannya seperti apa.
 
pendopo


villa

Kendati pulau ini menyediakan banyak fasilitas, tetapi banyak yang tidak berfungsi lagi. Bangunan penginapan berdebu, tampak kusam dan suram. Pendingin ruangan banyak yang rusak, listrik mati, dan talang air kering. Sulit mendapatkan air karena harus menimba dan airnya pun agak berbau. Lanskap pun tak lagi tertata. Landasan heli mulai rusak, tulisan WELCOME kehilangan huruf W. Tumbuhan liar tampak bergerilya merebut permukaan landasan. Aura ‘hidup’ sebuah pulau pribadi benar-benar tenggelam dalam kesuraman.

Minim fasilitas dan tidak direkomendasikan untuk berkemah, namun pelancong yang berminat ingin berkemah di Pulau Bulat tidak dilarang. Sensasi bermalam di pulau, berteman debur ombak, angin laut, dan milyaran bintang di angkasa, adalah pengalaman luar biasa bagi mereka yang selalu dirundung rindu menyatu dengan alam bebas. Tak peduli pada kegelapan dan kesunyian yang terkadang mencekam.  

Gita, temanku.

Pelestarian Alam di Pulau Kelapa Dua
 
Tak ada hiburan berarti yang bisa dinikmati di malam hari. Pulau Harapan menjadi sunyi. Beberapa wisatawan memang ada mencoba melawan kencangnya suara debur ombak dan angin laut yang bertiup kencang dengan berjalan di sekitar dermaga. Ada pula yang berkumpul di depan penginapan, menikmati ikan dan udang bakar yang dimakan bersama sambal kecap.

Keesokan pagi, agenda mengunjungi Pulau Kelapa Dua menjadi kegiatan berarti. Di sana terdapat pusat pelestarian penyu sisik (Eretmochelys Imbricata) dan Arboretum Mangrove milik kementrian kehutanan. Di tempat ini kami tak hanya melihat langsung penyu-penyu yang selama ini dalam pengawasan (untuk dilestarikan), tetapi juga aneka jenis mangrove yang ditanam di perairan Pulau Kelapa Dua.

Di pulau ini, himbauan untuk menjaga kelestarian alam gencar disuarakan. Ini bagus sebagai teguran buat kami para pendatang agar tak hanya datang untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga harus tahu bahwa kami mesti ikut menjaga dan melestarikan kekayaan alam yang ada disetiap pulau yang kami kunjungi. Langkah kecil bisa dimulai dari hal sederhana, bukan? Misalnya tidak membuang sampah sembarangan selama berada di pulau. 
  
Tempat penangkaran penyu


Lokasi penanaman mangrove



Di dermaga Pulau Kelapa

Biaya Murah Untuk Pengalaman Tak Terlupakan
Terletak di sebelah utara Ibukota Jakarta, Kepulauan Seribu memang menyediakan banyak alternatif liburan yang bisa dinikmati. Dari sekedar duduk santai di pantai berpasir putih sambil menikmati es kelapa muda, ber-snorkeling atau diving diantara gugusan coral aneka warna, menikmati kuliner seafood, hingga camping di pulau tidak berpenduduk, semua tersedia.

Jarak dekat, biaya murah, serta beragam aktifitas pulau yang bisa dinikmati, membuat Kepulauan Seribu banyak diminati wisatawan. Tak heran bila menjadi destinasi wisata andalan Pemerintah DKI Jakarta. Dengan jarak sekitar 60 kilometer dari daratan Jakarta, tidak sulit untuk menjangkau Kepulauan Seribu karena moda transportasi laut selalu ada setiap hari, baik dari Pelabuhan Muara Angke maupun Marina Ancol.

Jika berangkat menumpang kapal feri dari Pelabuhan Muara Angke, biaya perorang Rp 45.000,- Untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu juga bisa melalui Pelabuhan Marina Ancol. Namun di sana hanya tersedia kapal cepat (speedboat) yang berbiaya Rp 300.000,- / orang. Dengan speedboat, waktu untuk menyeberang sekitar 1 jam saja. Sedangkan kapal feri sekitar 2,5 jam. Namun, jika ombak sedang tinggi, waktu tempuh speedboat bisa menjadi 2 - 2,5 jam.  
  
Sampai jumpa lagi Pulau Harapan