Berwisata di Palembang Melihat Pesona Sriwijaya


Saya sedang beruntung. Tulisan sederhana berjudul “Pagar Alam, Mutiara Dari Bumi Sriwijaya” yang saya buat, di mana di dalamnya saya sertakan gambar kebun teh Gunung Dempo karya Mas Yopie Pangkey, meraih juara pertama. Berkat kemenangan tersebut saya diundang untuk hadir selama dua hari di Festival GMT 2016 Palembang dengan biaya transport dan akomodasi ditanggung seluruhnya oleh Disbudpar Sumsel. 

Pemenang lomba blog #PesonaSriwijaya


Halo Palembang!
Selasa tanggal 08 Maret 2016. Burung besi bernama Sriwijaya Air mengantarkan saya dengan selamat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Sudah ada mbak Elly (EO blogger dari disbudpar) yang menunggu kedatangan saya. Pagi itu, selain saya ada mbak Swastika dan Adis Takdos juga yang baru mendarat. Mereka dua dari sekian blogger undangan disbudpar yang akan mengikuti Fam Trip selama satu minggu di Sumsel. 

Rupanya saya dan mbak Tika (panggilan mbak Swastika) naik pesawat yang sama dari Jakarta. Saya belum pernah kenal dan bertemu dengan mbak Tika, tapi sudah pernah membaca artikel di blognya yang dishare oleh akun twitter @PesonaSriwijaya. Kalau Adis, saya sudah lama tahu tapi belum pernah bertemu. Akun sosmednya sudah saya follow sejak pertama saya bikin akun Twitter. Bahkan, Adis ini pernah berada dalam satu buku dengan saya di Love Journey #2; Mengeja Seribu Wajah Indonesia. Hoo…ternyata dia orangnya. Sebuah kejutan!
 
Bareng mbak Tika @sabaiX, @Mamaniss, Mas Jony, dan @Takdos

Sambil menunggu waktu check-in di Batiqa Hotel jam 14.00, saya diajak jalan-jalan dulu ke beberapa tempat di Palembang. Tidak banyak tempat, sebab waktunya terbatas, begitu menurut info yang saya dapat. Dari Bandara, kami bertiga diajak mampir ke kantor Disbudpar Sumsel. Di sana kami bertemu Mas Jony dan Maman yang nantinya akan ikut kami jalan-jalan. Nggak nyangka, di kantor disbudpar saya bersua tetangga sekaligus orang tuanya teman sekelas anak saya hehe.  O ya, kalau mau kenalan dengan Maman bisa follow akun twitter dan Instagramnya di @mamanisss. Kalau Mas Jony itu siapa ya? Ada deh hehe. Rahasia. Yaaah…

Sarapan Anti Mainstream
Jam 8.40 WIB kami sarapan bareng di Pasar Kuto, di sebuah warung makan bernama Warkop H. Madina. Di warung ini, aneka kuliner khas Palembang tersedia. Mulai dari laksa, ragit, celimpungan, aneka pempek, kue-kue khas seperti bolu kojo, srikaya, dll. Bikin ngeces pokoknya.

Sarapan pempek? Ngirop cuko pagi-pagi itu enaknya dahsyat. Nonjok di perut. Haha. Tapi saya tidak makan pempek, hanya makan laksa, dan saya menyesal karena laksa bikin perut jadi kenyang! Akibatnya saya tidak bisa lagi mencicipi bolu kojo idaman. Termasuk juga pempek dan yang lainnya. Huhuhu. 

Sarapan di sini bareng +Adis Takdos 

Sarapan laksa dan ragit

Aneka kuliner Palembang, dari pempek, laksa, celimpungan dan aneka kue khas

Bertemu Kawan-Kawan Blogger di Dunkin Donut
Selanjutnya, rombongan kami diantar ke Dunkin Donut Angkatan 45. Di sana mbak Tika akan berbagi ilmu untuk Akber Palembang. Dia duet dengan mas Sutiknyo ‘Lostpacker’. Nah, di Dunkin inilah saya bertemu dengan Yayan @omnduut dan Deddy Huang @Coffeeoriental. Duo blogger beken asal Palembang yang bikin saya nyesel kalau tidak berteman dengan keduanya *lalu ada yang GR :D
 
@Omnduut @Mamaniss @Coffeeoriental @Lostpacker @Yopiefranz

Selain Yayan dan Deddy, ada Mas Yopie Pangkey juga, fotografer sekaligus travel blogger Lampung yang fotonya saya pakai dalam lomba blog #PesonaSriwijaya. Mas Yopie memang sengaja datang ke Palembang untuk menyaksikan GMT. Dia datang bersama mbak Rossie dan lainnya, kawan Mas Yopie sesama fotografer. Mereka bareng naik kereta dari Lampung. Mas Yopie dijemput oleh Yayan di stasiun Kertapati, lalu sama-sama berangkat ketemu kami di Dunkin Donut. Mas Yopie bukan orang baru bagi Lostpacker dan Yayan, mereka sudah saling kenal dan pernah bertemu sebelumnya dalam festival di Lampung. 

Mbak Tika sharing tentang fun blogging

Saya sebetulnya tidak diharuskan mengikuti acara Akber-nya mbak Tika dan Mas Tikno, tapi Mas Jony mengajak kami untuk naik ke lantai 2, melihat sebentar, setelah itu langsung cabut berangkat ke Jaka Baring. Semua berangkat kecuali Maman dan Adis, katanya mereka akan ke hotel Batiqa, istirahat dan mengurus beberapa hal. Kami berangkat berlima saja; Dedy, Yayan, Johny, Mas Yopie, dan saya. Ayo jalan-jalaaan…

Menggelora di Gelora Sriwijaya
Ini pertama kalinya saya berkunjung ke Gelora Sriwijaya. Disambut tugu Jaka Baring dengan desainnya yang unik, cukup membuat saya merasa kagum. Di sinilah stadion terbesar ketiga di Indonesia berada. Stadion bertaraf internasional kebanggaan warga Palembang yang pernah menjadi tuan rumah perhelatan bergengsi Asean Games 2011. Nuansa khas Palembang sebagai identitas budaya melekat pada bangunan stadion di sisi barat dan timur berupa motif songket berwarna kuning keemasan pada dinding berwarna merah.
 
Motif songket terlihat pada dinding stadion

Kami tidak masuk stadion, tapi keliling dari satu venue ke venue lainnya saja. Kawasan sport center Jaka Baring ini luas sekali. Selain Gelora Sriwijaya Stadium, di sini terdapat Dempo sport Hall, Ranau Sport Hall, Athletic Stadium, Aquatic Center, Baseball and Softball Field, Shooting Range, Athlete Lodging, Artificial Lake for outdoor Water Sports, Rowing, Water Ski, dan Golf Course. Tak ketinggalan ada pula wisma atlit yang dulu pernah heboh dibicarakan karena ‘sesuatu’.
 
Di venue ski air

Kepanasan tapi tetap senyum

Tahan panas demi foto :))

Setelah menemukan tempat yang cocok untuk berfoto, kami singgah. Venue ski air jadi saksi betapa siang itu cuaca panas sekali tapi kami tetap melakukan sesi foto-foto dalam tempo sesingkat-singkatnya. Meski kepanasan tapi nggak nyesel deh, sebab langitnya sedang biru banget. Awannya juga putih berseri. Perpaduan yang sempurna. Tinggal Mas Yopie, entah betah entah enggak, sibuk angkat kamera motret kami. Kami? Saya saja kali. Sabar ya mas :D

Masjid Cheng Ho
 
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 saat kami tiba di Masjid Cheng Ho. Sebelum keluar dari mobil, ada yang mengabari Mas Jony via telpon. Rupanya  kami diminta untuk pergi makan siang di RM Pindang Pegagan H. Abdul Halim. 
Nah, karena itulah acara mampir di Masjid Ceng Ho tidak berlangsung lama. Memang perut sudah lapar juga sih. Saya juga sudah kehilangan kosentrasi buat motret. Masjid yang didominasi warna merah itu terlihat seperti makanan saja rasanya. Gawat banget ya bawaan lapar, bisa menyebabkan salah lihat hehe. 

Pintu masuk Masjid Cheng Ho

Mesjid Cheng Ho adalah masjid Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jakabaring Palembang. Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang. Desain dan arsitekturnya yang khas merupakan perpaduan unsur Cina, Melayu, dan Nusantara. Nama masjid diambil dari nama Laksamana Cheng Ho yang tak bisa dipisahkan dari Palembang karena sejak melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat tiga kali datang ke Palembang. Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
 
Unsur Cina melekat pada desain arsitektur masjid

Tahan nafas ya Omnduut

Usai foto-foto dari luar masjid kami segera meninggalkan lokasi. Tidak jadi ambil foto dari dalam. Saat itu situasi juga tidak memungkinkan, masjid sedang ramai oleh jamaah salat Dzuhur. Ya sudah lain kali kalau ke Palembang mampir lagi.

Pindang Pegagan H.Abdul Halim Aduhai Lezatnya
Di sini kami bertemu lagi dengan mbak Tika dan mas Tikno. Asyik jadi makan siang bareng. Awalnya kami duduk di balkon lantai dua yang menghadap ke jalan. Karena panas, akhirnya pindah ke dalam. Lumayan ada kipas angin, jadi nggak keringatan. Sebelum hidangan pokok keluar, ada suguhan ikan seluang goreng. Wiiih gurih banget ikannya. Tanpa harus pakai nasi, itu ikan langsung saja digado dijadikan cemilan. Nggak pakai lama ikannya langsung habis tak bersisa karena jadi rebutan. Enaaaak…

Ikan Seluang goreng

Ada bermacam pindang yang tersedia di sini, di antaranya pindang patin badan, pindang kerang, pindang tulang, dan pindang baung salai. Saya pesan pindang baung salai karena saya anggap nggak biasa. Meski disalai, tekstur ikannya tetap lembut. Rasa kuahnya cenderung asam dengan rasa terasi yang menonjol. Jangan tanya gimana semangatnya saya menikmati kuliner maknyus satu ini. Apalagi ada pepes tempoyak ikan dan sambal segala. Terlena banget rasanya kalau ketemu kuliner khas seperti ini. Bikin lupa sekeliling haha. 

Pindang baung salai, Pindang Patin, Pepes Tempoyak Ikan, Sambal terasi...Maknyuuuus semuanyaaa :))

 
Makan enak sampai kenyang! :D

Sayangnya nih, meski saya sudah kelaparan akut, plus tergila-gila banget sama pindang, tetap saja pindang satu mangkok itu tidak habis huhu. Emang dasar punya perut kecil, kapasitasnya pun sedikit. Untunglah di hadapan saya ada yang porsi makannya besar. Jadilah dia yang menyantap sisanya. No mention yak…wakakak

Senja di Benteng Kuto Besak
Selasa siang rombongan blogger dari Malaysia dan Singapura sudah tiba. Saya bergabung bersama mereka untuk mengikuti kegiatan sore di Benteng Kuto Besak (BKB). Setelah istirahat selama 2 jam di Hotel Batiqa, saya merasa lebih segar dan bersemangat. Walau ternyata saat berada di BKB itu kami tidak melakukan apa-apa selain berbaur bersama warga yang tengah asik menikmati suasana. Penjual mainan dan jajanan berseliweran. Anak-anak gembira berlarian. Kami rame-rame berfoto membuat kenangan. 

Awan hitam tebal di atas Sungai Musi

Suasana di lapangan BKB sore itu

Awan hitam tergantung tebal di atas Jembatan Ampera. Seperti hendak jatuh menumpahkan isinya. Rasanya tak lama lagi akan turun hujan. Kapal motor dan perahu hilir mudik di atas sungai Musi. Rumah-rumah di seberang sungai terdiam dalam pelukan petang. Sebentar lagi magrib. Saya agak gelisah. Entahlah, saya tak dapat menikmati apa-apa di sini. Untunglah kami segera digiring ke Kuto Besak Theater Restaurant untuk makan malam. Lain kali saat BKB tak dipadati warga mungkin akan terasa romantis suasana senja di tepian Musi ini ya… 

Suatu sore di tepi Sungai Musi

Makan Malam di Restaurant Bergaya Eropa
Kuto Besak Theater Restaurant (KBTR) berlokasi di Jalan Sekanak No.26 Palembang. Tepatnya berada di belakang kantor Walikota Palembang. Cukup dekat dari Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Resto bernuansa klasik modern ini menempati sebuah gedung kuno yang dibangun sekitar tahun 1959. Dulunya, bangunan resto merupakan gedung bekas kantor Polisi Pamong Praja.
 
Arsitektur gaya jadul

Klasik dan modern

Sebetulnya banyak yang ingin saya ketahui tentang sejarah KBTR. Sayangnya, saya lebih kosentrasi menyantap makanan ketimbang mencari seseorang untuk dimintai keterangan. Lapar mempengaruhi kosentrasi ya hehe.. Meski begitu, saya tetap bisa makan sambil memperhatikan detail isi ruangan restoran. Tak banyak pernak-pernik antik seperti yang saya bayangkan pada awalnya. Kesan klasik hanya melekat pada desain ruang saja. 

Seperti namanya, resto ini memiliki panggung untuk pementasan. Saya dengar, ada live band tiap hari Kamis dan Sabtu. Saya membayangkan acara dansa di ruangannya yang besar itu. Dansa ala tuan dan nyonya Belanda, memakai gaun lebar dan panjang, ditemani pasangan yang mengenakan setelan jas rapi. Mari melintasi jaman….

@cumilebay  +Pojiegraphy Journal 

Makan malamku di KBTR
Untuk menu, resto ini menyajikan makanan Western dan makanan Palembang. Tapi malam itu saya tak menemukan makanan Palembang dalam menu prasmanan. Tapi tenang, kedatangan Mbak Rossie (temannya Mas Yopie) ke KBTR malam itu seperti bintang jatuh, membuat keinginan saya menyantap kuliner Palembang jadi tercapai. Di KBTR? Tentu bukan. Tempatnya di Toko Harum. Nah, malam itu usai dinner bareng blogger, saya dan Mas Yopie berpisah dari rombongan, lalu bareng-bareng dengan mbak Rossie dan temannya berjalan kaki menuju Toko Harum yang terletak di Jalan Merdeka No. 811.

Kulineran di Toko Harum, Ketan Durennya Nendang Banget!
Mbak Rossie ingin sekali mendatangi suatu tempat yang asik buat nongkrong  santai sambil menyeruput kopi lokal. Informasi kafe yang diberikan oleh mbak Elly cukup banyak, tapi ide dari Mas Rangga-lah yang akhirnya mengantarkan kami ke Toko Harum.  

Nggak nyesal datang kemari

Memilih berpisah dari rombongan blogger menjadi pilihan yang tidak pernah saya sesali malam itu. Meski harus berjalan kaki dari KBTR, menyusuri jalanan di belakang Kantor Wali Kota yang  ramai, sedikit becek, bahkan gerimis sempat turun, tapi akhirnya kelelahan itu terbayar lunas sesampainya di Toko Harum.

Toko Harum adalah kedai bernuansa kafe yang bikin siapa saja merasa nyaman untuk duduk sambil menikmati kudapan khas. Rasanya, inilah tempat yang paling cocok untuk didatangi malam itu. Kue-kue tradisional tersusun dalam lemari kaca yang menempel di dinding. Sudah tak banyak lagi jumlahnya, mungkin sisa penjualan hari itu. Mbak Rossie memesan ketan duren dan sepotong kue. Tapi ketan duren itu hanya dicicip dengan satu kali sendok. Sisanya kami yang disuruh habiskan. Dan ternyata sodara-sodara…..makanan satu ini cetar banget rasanya. Enaaaaak! Tanya Mas Yopie deh kalo nggak percaya :D
 
Ini ketan duren yang super enak itu :D

Enaknya kebangetan kata Mas Yopie :D

Kedai kudapan khas Palembang ini menyediakan Pempek Tabok, Celimpungan, Ragit, Laksa, dan aneka kue khas seperti Kue 8 Jam, Lapis Kojo, Maksuba, Lapis Palembang, Engkak Ketan, Kue Senting, Kue Suri, Kue Kojo, Manan Sahmin, Bluder, Engkak Medok, Dadar Jiwo, dan Srikayo.

Bobok Cantik di Hotel Batiqa :D
Usai kulineran di Toko Harum kami kembali ke hotel. Saat sedang mencari angkutan umum, eh ada mbak Elly lewat. Kami pun diajak naik ke mobilnya, lalu diantar ke Hotel Batiqa. Untung hotelnya dekat, jadi cepat sampai. Ngantuk dan kekenyangan bikin saya ingin langsung tidur. Tidur cantik setelah jalan-jalan seharian :D
 
tidur dulu abis jalan-jalan seharian he he

Batiqa Hotel Palembang terletak di Jl. Kapt. A. Rivai No.219. Lokasinya mudah dijangkau karena berada di pusat kota. Semua blogger undangan disbudpar menginap di Hotel Batiqa, baik blogger Indonesia, Malaysia, maupun Singapura.  Senang bisa merasakan bermalam di Hotel Batiqa, walau hanya satu malam tapi saya merasa nyaman dan bisa tidur dengan nyenyak.  


Fasilitas di kamar

Jam 4 pagi sudah kumpul di lobi Hotel Batiqa siap-siap berangkat ke Jembatan Ampera *photo +Cumilebay MazToro *

Melihat Songket di Tangga Buntung
Rabu pagi tanggal 09 Maret 2015 adalah momen yang paling ditunggu-tunggu, yaitu Gerhana Matahari Total di Jembatan Ampera. Pengalaman menyaksikan peristiwa langka ini nantinya akan saya tuliskan dalam artikel lain. Seusai GMT, rombongan blogger dibawa kembali ke hotel untuk persiapan check-out. Selanjutnya, berangkat keluar kota untuk memulai kegiatan Fam Trip.

Karena waktu sebelum check-out masih panjang, saya dan Mas Yopie memutuskan untuk jalan-jalan ke Tangga Buntung untuk melihat rumah songket. Kami hanya mendatangi satu rumah songket milik Hj. Nana. Lihat-lihat sebentar dan tanya-tanya. Setelah itu lanjut jalan kaki untuk melihat rumah-rumah panggung yang katanya mudah dijumpai di sekitar Tangga Buntung. Setelah disusuri ternyata nggak mudah dijumpai he he

Songket lepus merupakan jenis songket dengan kualitas tertinggi dan termahal. Harga per kain berkisar dari 9 juta hingga 10 juta. Proses pembuatan kain sekitar 1-2 bulan.

Busana dari kain songket

Makan Siang di Kedai 3 Nyonya
Di resto inilah kebersamaan saya dengan teman-teman blogger berakhir. Saya yang hanya diundang untuk menyaksikan GMT harus berpisah dengan rombongan Fam Trip yang akan meneruskan perjalanan untuk berwisata keliling Sumsel selama satu pekan.   

Material kayu pada dinding ruangan, desain interior unik, furniture antik, dan perabotan jadul

Kedai 3 Nyonya merupakan restoran yang tergolong wah. Material kayu pada bangunannya, serta desain interior restorannya, membuat restoran tampil berkelas. Konsepnya unik dan sangat menarik. Menu makanan khas Palembangnya pun beragam dengan cita rasa yang patut diacungi jempol. Makan di sini memberi pengalaman baru dalam khazanah kuliner saya di Palembang.
  
Mari makan...

Kebersamaan ditutup dengan foto bareng di tangga resto bagian luar. Saat bus yang membawa rombongan blogger meninggalkan resto, saya kembali ke dalam. Bersantai bersama Mas Yopie dan Mbak Rossie menikmati sisa waktu sebelum saya kembali ke Jakarta. Mobil dan supir yang akan mengantar saya ke bandara sudah disiapkan. Dan sore itu, Lion Air membawa saya terbang tepat waktu sesuai jadwal. Tak sangka semua lancar dan tanpa kendala.

Perjalanan berkesan ini terasa sangat singkat. Tapi saya yakin kenangannya akan sangat lama bersemayam dalam ingatan saya.

Terima kasih Disbudpar Palembang!
 
Selamat menikmati Pesona Sriwijaya




*Foto oleh Katerina dan Yopie Pangkey
*Video GMT 2016 Jembatan Ampera Palembang dapat dilihat di sini : GMT 2016 Palembang
*Video Toko Harum dapat dilihat di sini : Kedai Kudapan Khas Palembang
*Catatan saya tentang GMT tgl. 9/3/2016 di Jembatan Ampera akan saya tulis pada postingan berikutnya.

Gili Nanggu dan Gili Sudak, Dua Pesona di Lombok Barat Yang Selalu Dirindu

Pesona Gili Nanggu
Merindukan debur ombak dan desau angin laut? Rindu menyapa segerombolan ikan dan kawanan terumbu karang saat snorkeling dan diving? Lombok adalah daerah yang paling pas untuk melepas rindu pada kecantikan pariwisata bahari.

Siapa yang tidak ingin melepas penat dengan menikmati deburan ombak dan bercanda ria menikmati senja di pinggir pantai? Tentu semua akan mengacungkan jari untuk menikmatinya. Saya pun tak akan berfikir dua kali untuk mengambil kesempatan itu. Seperti dua tahun lalu, saat tawaran ke Lombok datang dari teman-teman komunitas muslimah backpacker, saya langsung daftar dan menyatakan siap untuk berangkat. 

Pantai Sekotong

Salah satu keindahan bawah laut Lombok yang dapat dinikmati ada di daerah yang masuk kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, yaitu Gili Nanggu dan Gili Sudak. Di sana, kami mengeksplorasi eloknya alam bawah laut saat menyelam, merasakan bersantai di pulau sepi tanpa penduduk, dan menikmati panorama jelang senja di bibir pantai.
 
Berlayar ke Gili Nanggu

Hari itu Jumat. Semburat cahaya pagi sedang beranjak naik ketika saya dan kawan-kawan sampai di Pantai Sekotong. Dari pantai cantik inilah perjalanan ke Gili Nanggu dan Gili Sudak dimulai. Untuk menyeberang, kami menyewa perahu motor milik nelayan yang berkapasitas 10 orang. 

Sarapan di perahu :D

Gili pertama yang kami kunjungi adalah Gili Nanggu. Setelah itu baru Gili Sudak. Lama perjalanan menuju Gili Nanggu  kurang lebih 30 menit. Di antara berisik suara mesin kapal, hempasan gelombang, serta deru angin, saya dan rombongan duduk santai menikmati perjalanan sambil menyantap bekal sarapan yang dibawa dari tempat penginapan kami di Mataram.

Setelah 25 menit perjalanan, Gili Nanggu mulai kelihatan. Dari atas perahu terlihat pantainya yang berwarna putih. Sedangkan pohon-pohon pinus, tumbuh rapat di atasnya. Rimbun dedaunan  laksana kanopi, rindang memayungi pulau. Terlihat nyaman untuk berteduh dari sengatan  matahari yang tumpah ruah menyinari bumi.
 
Sampai di Gili Nanggu


Teduh, banyak pohon pinus

Saat perahu merapat di pulau, hembusan angin menggoyang dedaunan, seperti menari menyambut kedatangan kami. Selamat datang di Gili Nanggu, mungkin itu salam sapa yang ditujukan untuk kami.

Gili Cantik dengan Fasilitas Modern
Begitu menginjakkan kaki, saya langsung takjub melihat cantiknya gradasi air laut di pulau ini. Airnya sangat jernih, menampakkan dasar laut dengan sempurna. Pasirnya sangat halus. Saya ambil segenggam, rasanya seperti sedang memegang bedak. Ketika basah dengan air laut pun pasirnya menjadi lentur.   

Putri duyung terdampar :D

Bale-bale buat bersantai

Gili Nanggu bukanlah pulau yang berpenduduk, tetapi bagi mereka yang ingin berlama-lama ataupun ingin menyepi di Gili Nanggu, di sini terdapat fasilitas akomodasi modern seperti penginapan, jogging trek, wahana water sport, dan perlengkapan diving atau snorkeling yang bisa digunakan oleh segenap wisatawan.

Sekitar pantai dilengkapi dengan bale-bale untuk bersantai. Cottage-nya berbentuk rumah panggung yang mengadopsi model rumah adat suku Sasak. Atapnya terbuat dari jerami dengan bentuk serupa gunung. Nuansa tradisional begitu kental di pulau cantik ini. Saya membayangkan bila malam berdiri di bingkai jendela cottage, memandang laut beratap bintang gemintang, alangkah romantisnya. Apalagi berdua pasangan. 

cottage di Gili Nanggu


Hal-Hal Menarik di Gili Nanggu
Gili Nanggu ternyata banyak diminati wisatawan asing. Terbukti dari keberadaan bule-bule yang saya jumpai. Mulai dari usia anak-anak, dewasa, hingga orang tua. Ada yang tengah berjemur di pantai, ada yang berenang, snorkeling, atau sekedar duduk di bale-bale. Menurut informasi dari Duta guide kami, wisatawan mancanegara itu biasanya ada yang menginap berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pesona Gili Nanggu telah membuat hati mereka tertambat di pulau ini.
 
awas gosong dek


ibu dan anaknya asik main air




ngapain ya mbak itu loncat-loncat? :D

Menikmati Gili Nanggu terasa kurang jika tidak melakukan snorkeling atau diving. Bagi yang menyukai keindahan taman laut, banyak spot menarik yang bisa dilihat di perairan Gili Nanggu. Pantai di dekat cottage bagus untuk berenang. Sedangkan untuk snorkeling mesti pergi ke sisi lain pulau untuk mendapatkan spot terbaik. Bisa minta diantar dengan perahu kalau mau.

Sekitar 20 meter dari bibir pantai, ada beberapa bola pelampung terapung di permukaan laut. Penanda batas aman untuk berengang dan snorkeling. Nah, ini juga jadi penanda kalau melewati bola pelampung maka akan makin bagus pemandangan bawah lautnya. Dan itu memang benar. Ikan dan terumbu karang yang dijumpai makin beragam bentuk dan warna. 
siap-siap untuk snorkeling


ayo snorkeling bareng Katerina :D
   
Gili Nanggu memiliki pantai yang cantik. Hamparan pasirnya yang putih serta lautnya yang biru memang sangatlah menggoda. Suasana alamnya yang hening, membuat pulau ini menjadi pilihan yang tepat bagi para pasangan yang ingin berbulan madu. Matahari tenggelam merupakan momen yang paling indah di pulau seluas sekitar 8 hektar ini. Bermalam di pulau ini akan menjadi pengalaman indah bagi para pejalan yang merindukan ketenangan ala pulau. 


Ayo nyebuuur


Budidaya terumbu karang di Gili Nanggu


Magnet Gili Sudak
Gili Sudak Sekotong merupakan sebuah pulau kecil yang dijadikan sebagai tempat wisata layaknya Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara. Gili yang satu ini memiliki pantai dan bawah laut yang begitu menawan.  

Gili Sudak
Gili Sudak Sekotong layaknya Gili Nanggu dimana dua tempat ini jauh dari hingar bingar sauara kendaraan yang sering saya dengar setiap hari. Di sini tidak akan ditemukan kendaraan bermotor, baik itu roda dua maupun kendaraan roda empat sehingga siapapun dapat merasakan suasana hening yang begitu tenang.

Gili Sudak Sekotong memang merupakan pilihan yang tepat untuk berlibur menikmati  keheningan dan ketenangan. Tempat ini juga sangat cocok bagi penggemar diving ataupun snorkling. Pemandangan bawah lautnya mampu membuat beberapa wisatawan asing ketagihan untuk berlama-lama tinggal di pulau kecil yang penuh dengan keindahan ini. Bahkan ada beberapa wisatawan asing sempat mengutarakan kecintaannya dengan Gili Sudak. Mereka terpesona dan ingin tinggal lebih lama. 

Di seberang sana adalah daratan di Kecamatan Sekotong


Pantainya bersih, suasananya sepi

Pantai Keren dengan Taman Laut Super Kece
Untuk mencapai Gili Sudak, kami kembali berperahu dari Gili Nanggu. Jaraknya cukup dekat, jadi tak terlalu lama menyeberang. Sekitar 10 menit saja. Gili Sudak sama indahnya dengan Gili Nanggu.  Pulaunya sepi dan tidak berpenduduk.

Di salah satu sudut pantai, ada sebuah pondok makan. Beberapa bule terlihat sedang bersantap. Jadi, bagi yang tidak membawa bekal makan jangan khawatir, pondok makan itu bisa jadi tempat untuk mengisi perut.  

Taman laut Gili Sudak


Kaya ikan dan terumbu karang

Di pantai terdapat sejumlah kano dan juga jetski. Biasanya dipergunakan  oleh wisatawan yang ingin menikmati olah raga air. Bagi yang ingin snorkeling, tak perlu jauh-jauh. Spot snorkeling ada di sekitar pantai dekat pondok makan. Nah, di tempat inilah kami menikmati keindahan bawah laut Pulau Sudak. Kalau mau puas dan sanggup berlama-lama, tinggal susuri saja perairan sekeliling pulau, bejibun spot snorkeling yang nggak ada habisnya untuk dinikmati.

Warna pasir pantai pulau ini sangat putih, teksturnya sehalus tepung. Begitu lembut di kaki. Air lautnya sangat jernih. Apapun bisa terlihat jelas dari permukaan. Di siang hari, pulau ini memang kurang teduh, pohon-pohon yang tumbuh tidak serapat di Gili Nanggu. Sinar matahari sangat berlimpah, tumpah ruah mengguyur siapapun yang tidak berlindung. Memakai topi dan cream pelindung UV sangat disarankan. 

Bola pelampung


Lompat-lompat bergembira di atas pasir sehalus tepung


Ayo snorkeling
Ayo menyelam bareng Katerina :D

Betah berlama-lama berada di Gili Sudak. Tak bosan-bosan berenang dan melihat keindahan taman lautnya. Rasanya tak ingin pulang. Tapi hari sudah sore, kami harus pergi sebelum langit berubah gelap. Di pulau ini ada penangkaran penyu dan hiu, tapi kami tak sempat melihatnya. Kami terlalu banyak berenang dan snorkeling. Saat hari sudah sore, baru teringat dengan tempat penangkaran tersebut. Lain waktu, bila ada kesempatan kemari lagi, mesti mampir dan lihat.  

betah berlama-lama

Perahu kembali membawa kami ke Pantai Sekotong, meninggalkan gili-gili yang perlahan makin jauh dan hilang dari pandangan.

Menikmati keindahan di pulau-pulau kecil di barat daya Pulau Lombok tentu saja sangat menyenangkan. Selain Gili Nanggu dan Gili Sudak, ada juga Gili Kedis dan Gili Tongkang yang bisa disambangi. Lokasinya pun mudah dicapai dari Pantai Sekotong. Gili-gili itu, meskipun sama-sama berpasir putih, tetapi memiliki pemandangan pesisir yang berbeda. Masing-masing juga punya karakter yang khas.

Keindahan Gili Nanggu dan Gili Sudak, dengan nuansa tropis dan keheningan yang menenangkan, memang menjadi pilihan tempat berlibur yang tepat. Saya menyukai tempat seperti ini.

Lombok, seperti serpihan surga yang jatuh ke bumi. Tidakkah kamu tergoda untuk berkunjung?  

Gili Nanggu


KETERANGAN:
 
1. Lokasi Gili Nanggu berada di Selat Lombok atau di pesisir barat Pulau Lombok. Secara administratif, pulau ini berada di wilayah Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat

Rute : Dari Mataram, wisatawan bisa menuju Pelabuhan Lembar yang berjarak sekitar 27 km, dengan kendaraan, dan selanjutnya menggunakan perahu atau speedboat selama 35 hingga 45 menit. Atau, bisa juga melalui rute lain, yaitu lewat Tawun, di Sekotong, yang berjarak 47 km, dengan kendaraan dan kemudian  menggunakan speedboat selama 15 menit. Sekotong juga dapat diakses langsung dari Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan waktu tempuh antara 45 menit sampai satu jam.

2. Lokasi Gili Sudak terletak di Kabupaten Lombok Barat bagian selatan tepatnya di Kecamatan Sekotong yang berdekatan dengan Pelabuhan Lembar.

Rute: Dari ibu kota Mataram silahkan Anda mengambil jurusan menuju desa Batu Putih di Sekotong, dari Mataram menuju desa Batu Putih membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, sedangkan dari Pelabuhan Lembar menuju desa Batu Putih membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit.
 

 


Sumber photo:
- Katerina (www.travelerien.com)
- Andrie Potlot (foto anak-anak bule dan foto underwater)
- Duta (foto budidaya terumbu karang)