Kamera Andalan Saat Traveling


Assalamu'alaikum Wr Wb,

Hampir lima tahun lamanya menjalin kebersamaan dengan Kamera Pocket Canon Ixus warna silver ini. Tidak menyangka akan selanggeng ini. Telah ribuan gambar tercipta, mewujud kenangan yang selalu indah untuk diceritakan ulang. Akankah kebersamaan ini berakhir ketika kemampuannya mulai melemah karena dimakan usia?

Kapan melemah? Saya tidak tahu. Yang jelas hingga hari ini kondisinya masih baik. Masih bisa digunakan menangkap gambar berbagai objek yang saya inginkan. Hanya kemampuan baterainya saja yang mulai menurun. Dan mungkin dalam waktu dekat akan saya ganti dengan baterai baru.

Tahun 2014 lalu, kesetiaan saya pada Canon Ixus 200 IS ini teruji. Hati mulai goyah ketika tuntutan (media massa yang saya kirimi artikel wisata) untuk menghasilkan jepretan bagus datang melanda. Ulah blog walking di blog-blog travel yang berisi gambar-gambar keren, memicu ketidaksetiaan itu. Namun, godaan datang bukan dari 'bagaimana cara' membuat hasil jepretan supaya bagus, melainkan pada 'kamera apa' yang digunakan. Kamera mahal, katanya.

Kamera mahal? Hmmm… Aneh sebetulnya. Sebab saya menyadari betul bahwa kamera mahal bukan faktor utama untuk menghasilkan gambar bagus. Kamera mahal di tangan orang belum berilmu seperti saya, hasilnya tidak akan jadi apa-apa. Apalagi saya sulit sekali menghadirkan ‘feel' ketika menangkap sebuah objek, sehingga sangat jarang menghasilkan gambar yang mampu ‘bercerita”.

Buktinya? Lihat saja ketika saya menggunakan Canon EOS 7D saat trip ke Dieng bulan Oktober 2014 lalu. Lebih dari 500 foto saya dapatkan, tetapi hanya puluhan foto saja yang lumayan bagus untuk dilihat. Sisanya lebih mirip hasil jepretan pemula yang menggunakan  kamera ponsel jadul seperti Nokia E63 saya yang kini sudah koit. Tidak berkualitas.
 
Pentax Optio WG- ; Beli ini buat ke Togean. Entah kapan perginya :))
Bukan salah kamera Canon EOS 7D, tapi salah saya yang menggunakannya tanpa disertai ilmu. Saya terlalu sombong karena merasa sudah merasa kenyang dan merasa sudah pintar pada bidang ini. Padahal, baru mahir menggunakan Canon IXUS 200IS saja, belum mencoba kamera yang setelannya lebih rumit. “Stay hungry. Stay foolish”, begitu kata Steve Jobs. Dan saya? Alamak. Saya malah kebalikannya! Makanya tidak maju-maju ilmu fotografi saya. Latihan jarang, belajar pada ahlinya tidak, malas pula mempelajari buku panduan. Lengkap deh ya.

Selain Canon EOS 7D, tahun lalu saya juga kepincut Pentax Optio WG-2. Sejak ketagihan menyaksikan dunia bawah laut, kamera tangguh dengan desain futuristik itu jadi incaran.  Punya resolusi 16MP, ada fitur GPS, dan bodynya sangat rapat. Handal sebagai kamera waterproof, dustproof, dan shockproof. Beberapa fitur yang ada dalam kamera DSLR, juga ada pada kamera ini. Inilah penggoda yang sukses bikin hati saya terbagi. Saya yakin Canon Ixus cemburu padanya.


Canon EOS 7D; Mesti nimba ilmu banyak2 dulu biar mahir pake ini
Ohya, dulu, ketika Pentax Optio WG-2 baru berumur 3 bulan di tangan saya, sempat mau saya jual. Sudah saya iklankan di Berniaga dan OLX. Ada sih yang nawar, tapi nawarnya separuh harga. Rugi bandar dah. Di pakai masuk air saja belum, lecet-lecet enggak, masa saya lepas? Akhirnya kamera ini saya kandangin lagi :D

Setelah bermain-main dengan Pentax Optio WG-2 dan Canon EOS 7D, akhirnya saya ‘pulang’. Entah kenapa dua kekasih baru itu belum sehati dengan saya. Kalau saya beberkan ‘luka’ hati saya pada deretan gambar yang pernah saya jepret dengan dua kamera itu, tentulah kalian para pembaca akan ikut berlinang air mata. *lebay dot com*

Makanya ya, beli ilmu dulu, baru beli kamera mahal *nunjuk hidung sendiri* 


Rasanya tangan saya ini lebih cocok menggunakan Canon Ixus 200 IS. Kamera yang dikenal sebagai PowerShot SD980 IS Digital ELPH ini
mengusung slogan “effortlessly smart”. Slogan yang menggambarkan bahwa kamera ini sangat mudah digunakan, tidak perlu usaha terlalu keras untuk mendapatkan gambar yang bagus. Tipe IXUS sendiri memang ditujukan untuk kenyamanan dalam memotret. 


Sebagai kamera yang pertama kali memakai teknologi touch screen IXUS / ELPH, kamera ini tergolong luar biasa untuk sebuah kamera kompak. Layar 3 inci di belakang kamera merupakan salah satu yang terbesar di tipe TFTs. Material logam pada body membuatnya tampil chic, juga padat berisi. Ga kayak saya,  kempes kosong. *apaan coba?* 
 
Sahabat sejati, senjata andalan si travel blogger


Canon Ixus 200 IS yang selama ini saya pakai, tidak hanya hadir dengan desain yang menarik, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai feature Canon exclusive; DIGIC 4 (teknologi image processor terbaru dari Canon), touch screen dengan touch AF (IXUS 200 IS) 3.0-inch PureColor II TouchScreen LCD, HD movie recording (1280x720 @30fps), 12.1MP CCD dengan 5x optical zoom (4x untuk IXUS 120 IS), dan berbagai feature khas Canon yang menjanjikan hasil capture gambar dan video terbaik seperti  24mm ultra wide angle lens, Optical image stabilizer, Blink Detection, Face Detection Self Timer, Advanced Smart Auto, HD movie, dan HDMI connection.

Detail ya uraian spesifikasinya hehe. Pertanda saya memang sudah sejiwa, sejantung, sehidup, dan senafas dengan Canon IXUS 200 IS ini :D Itu sebabnya, kemanapun hati melanglang kamera, tetap akan kembali pada dia yang sudah lama setia. *keselek kamera*


Terus terang, saya belum punya banyak pengalaman dalam hal menggunakan kamera, tapi dari 3 kamera yang sudah ada, saya bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa apapun kamera yang dipakai, entah itu kamera saku, kamera ponsel, atau kamera 'serius', sebenarnya tak jadi soal. Karena, kemahiran penggunanya jauh lebih berpengaruh. Iya nggak?  :D


Salam jepret!

Selfie dengan Canon Ixus 200 IS hehe

Setrika Mini, Solusi Untuk Selalu Rapi Saat Traveling

setrika mini untuk traveling

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Bepergian dari suatu kota ke kota lain, atau dari satu negara ke negara lain, untuk urusan di luar jalan-jalan dan berwisata, misal untuk menghadiri suatu acara formal (undangan pernikahan, pameran, rapat bisnis, launching product, dll) membuat saya tidak bisa selalu seenaknya menaruh baju-baju dalam koper. Menaruh asal-asalan bisa membuat baju jadi kusut. Kalau sudah kusut, sudah pasti tidak terlihat rapi ketika dipakai pada acara-acara tersebut.

Memang sih, ada baju-baju dari bahan tertentu, seperti nylon dan rayon, yang dijamin tidak mudah kusut meskipun ditaruh sembarang saja dalam koper. Tapi saya sangat jarang punya baju dengan bahan seperti itu untuk digunakan dalam acara-acara formal.

Menyusun baju dalam koper agar bisa muat banyak itu mudah karena ada tekniknya. Misal, dengan cara menggulung baju menjadi kecil-kecil. Namun menyusun baju tanpa membuatnya jadi kusut ternyata tak semudah yang dikira. Ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan,  yakni melipat baju dengan cara memasang potongan karton tebal di setiap baju yang dilipat, kemudian membungkus tiap baju yang berisi potongan karton itu dengan plastik, lalu dibungkus lagi dengan koran berlapis-lapis. Terakhir, buat bungkusan itu menjadi kencang. Cara ini lumayan berhasil, tetapi ada kekurangannya, koper jadi mudah penuh, persediaan baju yang hendak dibawa jadi sedikit.

Daripada mengurangi muatan koper, saya memilih membiarkan baju-baju menjadi sedikit kusut. Solusi baju kusut toh bisa diatasi dengan setrika. Kan ada tuh 
setrika mini khusus untuk traveling. Ukurannya lebih kecil dari setrika yang biasa dipakai di rumah.  Lebih praktis, simple dan tidak banyak makan tempat di koper.
 

Ukurannya yang mini, tidak makan banyak tempat di koper

Kebiasaan saya membawa setrika mini atau mini travel iron  sudah berlangsung lama, sejak masih remaja hingga sekarang. Setrika yang saya punya saat ini warisan ortu.
Sudah berpuluh tahun usianya tapi masih berfungsi dengan baik. Dulu ortu membelinya karena sering melakukan perjalanan. Jadi, sejak ortu sudah kemana-mana, dan saat itu saya belum ke mana-mana, setrikaan ini terus berguna sampai kemudian saya mulai ke mana-mana. 


Sebuah benda berharga tentunya, karena ada sejarah di dalamnya. Yang saya suka, setrika mini ini bisa dilipat. Gagangnya bisa dilepas, kemudian dipasang pada body setrika. Setelah dipasang, bentuknya jadi mirip kamera pocket. Kabelnya tinggal dililitkan pada bodynya. Praktis. Pergi ke mana pun, menginap di mana pun, selama ada listrik, tinggal pasangkan stekernya, langsung bisa digunakan untuk merapikan pakaian yang kusut.

Sekarang, setrika mini tidak hanya saya bawa ketika bepergian untuk urusan tertentu yang sifatnya formal, namun juga ketika backpackeran ke alam bebas. Ranselan kan bikin baju-baju sering terlihat ‘mengenaskan’ akibat berjubel dalam padatnya isi ransel hehe. Untung ada setrika mini, kusutnya bisa teratasi.


Sekecil ponsel android ukuran 5". Ada tulisan 'tourist' di body setrika

Dulu, saya pernah menceritakan kebiasaan membawa setrika mini ini kepada beberapa orang teman, beberapa dari mereka menyukainya dan terinspirasi, namun segelintir lainnya justru memandang sinis. “Esensi jalan-jalan itu bukan pada pakaian yang rapi, tapi pada manfaat apa yang bisa kita tebar dan dapatkan dari perjalanan.”


Haha

Jleb ga sih? Enggak! Maaf, saya bukan tidak setuju pada pandangan seperti itu. Namun saya bisa memahami kenapa pandangan seperti itu bisa ada. Ketika latar belakang, tujuan dan kebiasaan saya tidak sama dengan orang yang menilai, maka persepsi terhadap sesuatu bisa berbeda. Jadi, saya senyum saja hehe


Berpenampilan rapi bukan berarti tidak bisa menebar kebaikan dan mendapatkan kebaikan dari sebuah perjalanan, bukan? Dan saya percaya, orang rapi yang menebar dan mendapat manfaat dari setiap perjalanannya, levelnya di atas yang tidak rapi *halah...ngomong apaan sih? :p 


** 


 

Belanja Handbag Batik di Toko KRISNA Bali


Assalamu'alaikum Wr Wb,

Tulisan ini terinspirasi dari kejadian tadi pagi sewaktu ke Ocean Park BSD. Tanpa sengaja bertemu teman lama yang dulu penah jadi tetangga dekat rumah. Namun sayang, pertemuan itu terjadi sangat singkat, kami hanya bisa bertegur sapa sambil lewat. Karena, saya buru-buru hendak bertemu dengan pengelola Ocean Park yang sudah menunggu. Sementara, teman saya juga sedang diburu-buru oleh anaknya yang tidak sabar ingin lekas bermain air.

Yang menjadi ide dari tulisan ini adalah kala si teman sempat-sempatnya menanyakan handbag batik yang saya pakai. “Bagus tas batikmu, Rien. Beli di mana?” Saya tidak mengira pertanyaan itu meluncur dari mulutnya yang sedang sibuk mengucap “Iya…iya…iya…” pada anaknya yang terus menerus berkata : “Ayo, mami, cepetan…”

“Beli di Bali,” jawab saya singkat. Dan si teman pun mengacungkan jempol sambil setengah berlari mengejar anaknya yang sudah lebih dulu berjalan menuju wahana yang ada di Ocean Park.

Boleh dong ya secuil perhatian itu membuat hidung saya kembang kempis? Maksud saya, kok bisa-bisanya tas batik saya mencuri perhatian si teman. Padahal, tas batik berbahan kain ini usianya hampir 4 tahun. Saya beli ketika berlibur di Bali pada bulan September tahun 2011. Apa yang menarik dari tas ini? Karena saya pemiliknya, tentu saya punya jawaban subjektif: Motif batiknya bagus, sangat khas Indonesia, jahitannya kuat, warnanya manis, saya suka, dan saya mendapatkannya dengan harga murah. Hanya itu.

Lantas, dalam pandangan mata teman saya, menariknya di mana ya? Jadi penasaran.

“Rabu nanti kebetulan gue ama keluarga mau ke Bali, kamu beli di mana tas yang tadi kamu pakai, Rien?” Wiiih si teman penasaran, hingga saya di telpon dan ditanya segala! Haha.

“Toko Krisna. Pusat oleh-oleh Bali. Tahu gak?”

“Oh iya, gue tahu. Thanks, ya Rien!” Klik! Sambungan telpon ditutup. Selesai. Saya tercengang. Buru-buru amat itu orang. Seperti dikejar hantu. Bicara cepat, menelpon cepat, mengakhiri pembicaraan juga dengan cepat. Dan saya dibuat heran, kok dia langsung tahu Toko Krisna?
 

Ini dia handbag batik itu, difoto ketika baru turun dari rak, belum nyampe kasir hihi
Setelah dipikir-pikir, sebetulnya saya tidak perlu heran kalau banyak orang tahu Toko Krisna, karena toko ini memang terkenal sebagai pusat oleh-oleh Bali yang paling banyak dikunjungi wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Krisna Bali memiliki koleksi yang lengkap mulai dari T-shirt yang lengkap dengan motif-motif khas Bali, souvenir, makanan dan lainnnya. Dulu, saya tahu toko ini juga atas rekomendasi dari beberapa orang. Lama-lama, tiap ke Bali, toko inilah yang jadi andalan untuk mencari oleh-oleh.

Nah, handbag batik yang dapat pujian dari teman saya itu, dulu belinya di Krisna yang di Jalan Tuban, Kuta. Sebetulnya, waktu ke Bali itu, saya juga sempat mampir ke Krisna di Jalan Sunset Road, Legian. Tapi di sana cuma beli makanan. Selain di Legian dan Kuta, Toko Krisna juga terdapat Jalan Nusa Kambangan. Namun, saya belum pernah mendatanginya. Kabarnya akses ke sana cukup sulit karena jalannya sempit dan sering macet.
Toko Krisna berdiri untuk pertama kalinya pada tanggal 16 Mei 2007. Pendirinya Bapak Gusti Ngurah Anom, beliau sekaligus owner dari COK KONFEKSI, salah satu pusat produksi baju kaos Bali. Dibawah manajemen Cok Konfeksi inilah bermula sehingga pada tahun 2007 berdirilah Krisna Bali yang bertempat di Jalan Nusa Indah No. 79 Denpasar, Bali.
Kepopuleran Toko Krisna memang tidak perlu diragukan lagi. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang berdatangan ke toko tersebut, ramai dan datang silih berganti. Mereka membeli beragam oleh-oleh, dan setelah dibungkus kardus (Krisna menyediakan kardus untuk membungkus barang agar terhindar dari kerusakan), jumlahnya berdus-dus. 


Pilah pilih aksesoris, makanan (kacang Bali), dan pernak-pernik

Toko Krisna memang memiliki banyak keunggulan yang membuat pengunjung datang untuk berbelanja. Salah satu alasan yang membuat saya suka mampir ke toko ini karena tersedia mushola. Saya bisa menumpang salat, berbelanja, bahkan makan di restoran bersih yang disediakan. Area parkirnya yang luas, lokasi yang strategis, juga menjadi keunggulan. Di sini barangnya lengkap, beraneka ragam, dan berkualitas internasional.

Kaos yang dijual Krisna merupakan produksi sendiri dan memiliki kualitas yang bagus. Saya kerap membeli beberapa untuk keponakan, dan sampai sekarang kaosnya belum rusak, meskipun telah berulang kali dipakai. Kendati barang-barang Krisna berkualitas bagus, namun berbelanja di sini tidak membuat kantong jadi jebol. Handbag batik adalah salah satu barang bagus yang saya beli di Krisna. Waktu itu saya beli 2, 1 buat saya sendiri, 1 lagi buat sister saya. Alhamdulillah sampai sekarang kondisinya masih baik dan menarik. Tidak percaya? Itu teman saya saja mupeng hehe. 



Semua tas batiknya bagus. Bingung! :D

Apabila ke Bali dan ingin berbelanja oleh-oleh dengan mudah dan murah (harganya masuk akal), silakan mampir ke Toko Krisna, baik yang di Legian, Kuta, maupun di Nusa Kambangan. Recommended. Fasilitas ruang belanja di toko ini nyaman, tidak bikin bosan dan tidak bikin buru-buru ingin keluar hehe. Bahkan jika tidak mau keluar juga tak apa (paling nanti ditanya, ngapain? Hehe), sebab Krisna buka 24 jam, bisa datang kapan saja. Oh ya, lokasi Krisna yang di Kuta hanya berjarak 5 menit saja dari Bandar Udara Internasional Ngurah Rai. Dekat sekali bukan? Tapi, jangan mentang-mentang dekat lantas bersantai-santai belanja, karena meskipun dekat jalan di Kuta sering macet. Waktu 5 menit itu jika ditempuh tanpa macet :D
Masih ingat pulang juga akhirnya :))
Di Toko Krisna bisa beli apa saja?
Banyak! Ada udeng (topi khas Bali), baju, tas, cemilan khas Bali, topi, kain Bali, hingga lukisan. Aneka cemilan khas Bali, seperti kacang, pie susu, macam-macam keripik, ceker garing dan bermacam kue kering tersedia di sini. Ada juga berbagai kopi khas Bali seperti kopi Kintamani, kopi Mangsi dan kopi Bali Spirit. Kopi-kopi ini ditawarkan dalam bentuk bubuk dan biji kopi. 

Untuk busana, ada kaus-kaus bertuliskan kata-kata lucu dengan beragam motif dan warna. Ada kain Bali. Ada bermacam selimut dan bedcover dengan motif-motif menarik, mulai dari motif tradisional khas Bali sampai gambar kartun jagoan anak-anak. Berbagai mainan anak-anak tradisional, alat musik tradisional dan aksesoris, hingga centong kayu, ukulele, layangan, perhiasan seperti kalung dan gelang, sampai kalung mutiara, semua ada. Perlengkapan fashion seperti tas perca dari kain Bali dan batik, tas anyaman, tas model terkini, aksesoris dari emas putih dan ukiran dari kaca, juga ada. Bahkan, lukisan dengan bermacam bentuk dan tema berderet di area seni yang terletak di sebelah kanan toko, siap untuk dibeli dan dibawa pulang.

Area parkirnya luas
Kepopuleran Krisna di mata wisatawan yang memburu oleh-oleh Bali, memang beralasan. Magnet toko ini karena memiliki koleksi barang yang lengkap, fasilitas yang lengkap, lokasi yang strategis, serta pelayanan yang ramah dan menyenangkan. Belum lagi soal harga, tiap barang dijual dengan harga yang masuk akal.  


Dan saya tidak jadi heran ketika teman saya langsung mengerti Toko Krisna yang saya maksud. Memang bukan toko yang asing, baik bagi masyarakat di Bali, maupun bagi kalangan wisatawan. Sekarang, saya pun jadi mengerti, kenapa handbag batik yang saya punya, punya daya tarik yang mampu mencuri perhatian teman saya itu hehe. 


** 


Belanja Dress Batik di Malioboro Jogja

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Becak berjubel di kawasan Malioboro
Bertandang ke Yogyakarta seakan tidak lengkap jika belum mengunjungi Malioboro.

Malioboro, sebuah kawasan belanja nomor satu di DIY dan paling ramai dikunjungi para wisatawan, karena di sepanjang jalan kawasan ini terdapat berbagai macam barang-barang dan makanan-minuman, mulai dari souvenir-souvenir, barang kerajinan, batik cap dan tulis, kaos dagadu, aksesoris busana seperti sandal, topi, tas, hingga beragam makanan seperti bakpia, geplak, yangko, berbagai macam keripik dll.


Malioboro menjadi tempat andalan untuk mencari oleh-oleh ketika berlibur di Yogyakarta. Tidak ada kah tempat lain untuk berbelanja selain Malioboro? Sudah pasti ada.

Berbicara tentang Malioboro, saya teringat seorang teman yang sangat menyukai oleh-oleh khas Yogyakarta. Jika membeli atau pun nitip minta dibelikan, dia tidak mau oleh-olehnya dibeli di tempat lain selain Malioboro. Pokoknya harus Malioboro, begitu katanya. Hehe..."makan’ nama banget ya. Padahal barang dan harga yang dijual di Malioboro juga sama dengan yang dijual pedagang di Pasar Beringharjo. Lagipula, apa pentingnya menyebut: “Ini lho baju batik beli di Malioboro”. Haha.

Pengunjung berjubel di pertokoan Malioboro
Bukannya saya melarang belanja di Malioboro. Boleh-boleh saja, tapi tak perlu pakai HARUS juga kali. Iya kalau yang dititipi sempat, kalau enggak? Lagipula, ‘rasa’ Malioboro itu bukannya lebih sedap untuk dijejaki, dijelajahi, dan dilihat langsung suasananya ketimbang cuma menikmatinya sebagai ‘tempat barang dibeli”?

Saya sebetulnya suka belanja oleh-oleh, tapi kalau belanjanya seperti orang mau jualan lagi, memborong lusinan baju dan berkardus-kardus makanan, sepertinya belum dulu. Kalau belanja cuma sekantong dan bisa ditenteng dengan ringan sih tak apa. Lain halnya kalau mau beli banyak, saya biasanya lebih suka dengan cara mencatat nama toko dan nomor telpon tokonya, trus nanti tinggal order by phone, lalu minta dipaketkan. Atau saya pesan saat itu juga, bayar saat itu juga, dan barangnya minta dikirimkan ke alamat rumah. Lebih praktis. Sering lho saya begini kalau datang ke pusat oleh-oleh di suatu daerah. Tetapi, untuk pembelian yang benar-benar banyak :)

Terakhir mengunjungi Malioboro pada Juni 2012 silam. Tak ada rencana ke Malioboro sebetulnya, apalagi untuk tujuan berbelanja ria. Kedatangan saya ke Yogyakarta waktu itu untuk mengunjungi pantai-pantai di Kawasan Gunung Kidul saja. Karena saya menginap di Hotel Whiz di jalan Dagen yang berjarak sangat dekat dengan kawasan belanja Malioboro, saya pun mampir. Itu pun di malam hari.

Wisatawan dan PKL berbaur
Jalan kaki dari hotel hingga memasuki kawasan Malioboro, membuat saya menemukan suasana yang menurut saya saat itu terasa tidak nyaman. Apa yang saya dapati adalah suguhan ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal menjajakan barang dagangannya. Jalanan penuh kendaraan. Motor, mobil, bus, sepeda, andong, bahkan becak juga ada. Semuanya bercampur di satu jalan yang sempit. Saya harus berjubel bersama keramaian manusia di sepanjang pelataran Malioboro itu.

Kerumunan orang begitu padat, penuh sesak saking banyaknya wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara. Sambil berjalan, saya melirik ke setiap toko yang saya lewati, danl membatin,”Itu toko makanan bukan, ya?" Atau jika melintasi toko batik, “Bagus-bagus ga ya model baju batiknya?” Kadang saya menatap sehelai baju batik yang dipakai manekin di sebuah toko “Mahal ga ya itu baju?” Hehehe…tetap ya mata larak lirik memperhatikan. Ya siapa tahu ada barang yang bikin kepincut.

Karena suasana kurang nyaman, perut juga sudah lapar minta diisi, akhirnya saya putuskan untuk segera memasuki salah satu toko batik. Pikir saya, daripada jalan terus dan makin jauh, nanti kepala makin pening, mending mencari yang paling dekat saja. Setelah memasuki salah satu toko, saya malah jadi bingung. Mau beli apa dan untuk siapa? Setelah melihat-lihat, akhirnya saya ambil kemeja batik dan daster batik. Terserah nanti di rumah buat siapa. Hehe. Pokoknya beli dulu. Dan karena ga mau berlama-lama, saya membeli tanpa menawar. Astaga, saya lupa nawaaar! Tuluuuung…wanita membeli tanpa menawar itu kan aneh! Haha.

Hotel Wish di jalan Dagen
Di toko lainnya saya tiba-tiba melihat dress batik anak berwarna biru. Dressnya cantik, terlihat beda sendiri dengan warna dan model dress batik anak lainnya. Langsung pingin beli. Tapi ragu. Muat tidak ya di anak saya? Mau tidak ya anak saya pakai dress itu? Kelamaan bertanya-tanya sendiri, akhirnya malah tidak jadi beli.

Kawasan Malioboro makin ramai, jalanan makin padat, kaki kuda berderap-derap menarik andong yang ditumpangi wisatawan. Bapak-bapak penarik becak datang menawarkan becak. Saking ramainya, saya khawatir kaki jadi kelindes!

Fyuuuuhh…. Malioboro sungguh bak sebuah magnet yang mempan menarik wisatawan untuk datang dan berbelanja. Saking mempannya, suasananya sampai seriuh dan ‘sekacau’ itu. Jujur, saya bukan orang yang tangguh berada dalam tempat belanja seperti itu. Seumur-umur nih, menginjak tempat belanja seperti Tanah Abang di Jakarta saja baru sekali! Bukan apa-apa, saya tidak tahan berbelanja di tempat yang terlalu padat pengunjung. Apalagi kalau bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, suasana Tanah Abang itu katanya lebih ‘gila’ lagi.

Aneka jualan kaos Jogja
Seusai berbelanja sekedarnya, saya menyeberang dan berjalan ke pusat belanja Matahari Dept Store. Tidak untuk belanja, melainkan untuk makan di salah satu restoran yang ada di dalamnya. Membunuh lapar, melepas penat yang tadi dirasakan kala berjubel di pertokoan Malioboro. Selesai makan langsung kembali ke hotel.

Dalam perjalanan kembali ke hotel, saya masih melihat sebelah kiri jalan masih penuh sesak oleh parkiran sepeda motor yang berjejer dari ujung utara hingga selatan. Ckckck…memang sungguh populer ya kawasan ini. Lantas, kapan suasana berbeda bisa dijumpai? Ternyata selepas jam 9 malam. Ya, selepas jam itu akan ada suasana berbeda yakni wisata kuliner angkringan dan kuliner lesehan yang menawarkan berbagai macam makanan. Karena saya sudah sudah makan, dan sudah ga mood, saya tak tertarik untuk melihat suasana kuliner malam ala Malioboro.

Dress batik biru beli di Malioboro :)
Okelah, saya tidak menampik anggapan bahwa tidak afdol berkunjung ke Yogyakarta jika tidak ke Malioboro. Karena berbagai oleh-oleh dan berbagai macam barang di seluruh wilayah Yogyakarta memang diperjualbelikan di kawasan ini.

Mungkin saya perlu datang berkali-kali pada waktu yang berbeda, sehingga bisa menikmati suasana belanja di Malioboro. Ya, siapa tahu di lain waktu kondisi Malioboro lebih nyaman. Siapa tahu sudah direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta  ^_^

Btw, dress batik anak yang saya incar di salah satu toko di Malioboro malam itu, akhirnya saya dapatkan. Teman saya yang malam itu ikut menemani saya jalan-jalan di Malioboro, kembali ke toko itu pada esok harinya. Dan dia membelinya. Lalu dihadiahkan untuk anak saya. Alhamdulillah, setelah dipakai ternyata ukurannya pas. Sekarang sih dressnya sudah kependekkan. Tapi masih bisa dipakai. Dipadukan dengan celana panjang. Jadi mirip baju atasan :D

Kini, setiap melihat anak saya memakai dress batik itu, saya selalu teringat suasana Malioboro malam itu. Berjubel! :))


Ingin Melihat Pesona Negeri di Atas Awan? Kunjungi Dieng!


Layaklah Dieng dijuluki khayangan. Dataran tinggi yang terletak di Provinsi Jawa Tengah ini menyuguhkan panorama dramatis, mulai danau-danau, hingga pucuk-pucuk bukit dan gunung berkabut. 

Berkesempatan menjelajah alam Dieng bersama teman-teman saya pada bulan Oktober tahun 2014 silam, merupakan pengalaman tidak sederhana yang akan selalu lekat dalam ingatan saya. Hadir setangkup rindu di hati setiap kali saya mengingatnya. Menceritakannya di sini, membuat rasa rindu itu kian menggebu.

Inilah pesona alam Dieng yang saya rindukan itu. Sungguh mengagumkan.

Ricik Air Menenangkan di Curug Sikarim
Curug ini merupakan salah satu mutiara tersembunyi di Dieng. Terletak di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Perjalanan menuju objek wisata ini kami tempuh dengan bis kecil sejauh 12 kilometer dari jantung kota Wonosobo. Hamparan bukit dan ladang-ladang sayur,  mendominasi pemandangan sepanjang perjalanan menuju curug.

Selendang air di Curug Sikarim

Ketinggian air terjun Curug Sikarim mencapai 50 meter dengan latar belakang bukit Sikunir yang menjulang. Sekitar curug banyak ditumbuhi perdu dan tanaman langka. Air terjunnya berwarna silver, memancarkan pemandangan air yang atraktif. Mengalir deras menyusuri dinding batu dari atas ketinggian dengan dua jalur aliran air, laksana sehelai selendang air yang panjang. Ricik airnya terdengar menenangkan, membangkitkan rasa untuk main air, namun tiada genangan yang bisa dijadikan tempat berendam karena air terus mengalir menuruni bukit. Entah di mana ujungnya.

Memandangi selendang air diiringi suara buncah ricik air terjun, ditambah udara sejuk dan pemandangan yang begitu elok, menghadirkan rasa tentram di jiwa. Membuat kami betah berlama-lama di tempat ini. Sewaktu hendak meninggalkan kawasan Curug Sikarim, kami melewati sebuah villa, satu-satunya bangunan yang berdiri di sekitar curug. Bangunan villa tersebut bercat warna putih, berpagar tinggi, dan terkunci. Kami penasaran, lalu turun dan melihat. Tetapi tak ada siapapun yang kami jumpai di villa itu.

Kabut Menari Di Atas Telaga Menjer
Berjarak sekitar 3 kilometer dari Curug Sikarim, terdapat Telaga Menjer yang jernih dan asri. Suasana di sekitar telaga sangat tenang dengan udara sejuk sepanjang waktu. Dikelilingi bukit-bukit berkabut, hutan pinus, serta kebun-kebun sayur yang subur. Sangat indah. Ketika angin berhembus kencang dan terus berulang, kabut pun bergerak terbawa angin, turun membelah pohon-pohon pinus. Gerakannya seperti tarian. Tarian bidadari yang turun ke bumi. Saya terpana.


Perahu-perahu siap membawa wisatawan keliling Telaga Menjer

Telaga Menjer berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, dengan luas 70 hektar dan kedalamannya mencapai 45 meter. Telaga ini terletak di Desa Maron, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Lokasinya dekat PLTA Garung di kaki Gunung Pakuwaja. Harga tiket masuk kawasan ini Rp 4 ribu per orang. Tersedia area parkir yang cukup luas, kios-kios dagang, warung makan/minum, kamar mandi, toilet, dan saung-saung di tepi danau. Ada tangga semen yang dapat digunakan untuk turun mencapai telaga. Di ujung tangga itu tertambat perahu-perahu getek yang siap mengantar wisatawan mengelilingi telaga. Harga karcis naik perahu Rp 10 ribu per orang. Sayang saya tidak sempat naik perahu, sibuk sendiri mendaki bukit mencari spot untuk mengambil gambar danau dari ketinggian.

Telaga Menjer termasuk ke dalam danau vulkanis dan merupakan telaga terbesar di Kabupaten Wonosobo. Itu sebabnya digunakan sebagai PLTA. Selain sebagai objek wisata, telaga elok ini juga digunakan sebagai tempat budidaya ikan nila. Keramba-keramba ikan berjajar di tepian telaga. Di bagian barat telaga ada pohon besar menyatu dengan batu besar mirip sandaran dan di antara batu ada lubang seperti pintu yang ditutup tiga buah batu. Jika batu dibuka maka terlihat mata air dalam lekukan dan biasa disebut goa Song Kamal.

Telaga Menjer masih jarang didatangi wisatawan. Mungkin dikarenakan fasilitas transportasi menuju kawasan ini masih sangat minim. Sangat disarankan untuk menyewa kendaraan jika ingin mengunjungi telaga cantik ini.

Mengejar Matahari Terbit di Bukit Sikunir
Berkunjung ke Dieng kurang lengkap bila tidak singgah di puncak Bukit Sikunir. Apa yang bisa dilihat di puncak Sikunir? Apa lagi kalau bukan eksotisme golden sunrise. Inilah bukit yang paling diincar sebagai tempat untuk menyaksikan matahari terbit di dataran tinggi Dieng. Namun sayang, saat saya ke sana cuaca sedang tidak terlalu cerah, sehingga keindahan fenomena alam golden sunrise di puncak Sikunir tidak bisa saya nikmati sepenuhnya. 

Menanti golden sunrise di Puncak Sikunir

Untuk mencapai puncak Bukit Sikunir memang tidaklah mudah, diperlukan perjuangan dan stamina yang kuat untuk melakukan pendakian. Menahan udara dingin yang membuat badan gemetar, serta meniti jalan setapak berbatu dan berkelok, menjadi bagian dari perjuangan itu. Namun, semua rasa lelah dan letih selama pendakian terbayar dengan eksotisme alam yang begitu memukau. Saat cuaca mulai cerah, warna jingga hingga proses kuning keemasan pun muncul, dan matahari pun mulai menyinari alam semesta. Wisatawan yang berada di puncak Sikunir serentak berdecak, bahkan ada yang bertepuk tangan. Betapa menakjubkan.

Untuk mengejar sunrise, kami berangkat sepagi mungkin. Start dari Desa Sendang Sari di Wonosobo menuju Desa Sembungan sejak pukul 3 pagi. Sesampainya di Desa Sembungan, bis berhenti dan kami pun langsung menuju masjid untuk salat Subuh. Usai salat lanjut jalan kaki ke bukit Sikunir. Namun karena letaknya masih agak jauh, kami pun naik ojek. Tepat pukul 04.35 pendakian dimulai. Sampai di puncak Sikunir sekitar pukul 05.00. Puncak Sikunir memang tidak jauh tapi jalan menuju puncak terjal bukan main. Pengalaman mendaki Bukit Sikunir ini menjadi salah satu pengalaman berharga yang didapat dari Dieng.

Telaga Cebong, Telaga Menawan di Atas Awan
Setelah berdiri di Puncak Sikunir dengan kepala mendongak ke langit menatap matahari terbit, maka giliran menunduk ke bawah memandang telaga cantik yang sangat indah. Telaga Cebong namanya. Inilah telaga di atas awan, keindahan lain dari jalur pendakian ke Bukit Sikunir. Bagaimana tidak disebut di atas awan, telaga ini berada di Desa Sembungan dengan ketinggian 2300 m dpl, tidak jauh dari Dataran Tinggi Dieng. Desa ini merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa dengan luas 2,65 km² dan dihuni oleh sekira 1400 jiwa. Letaknya di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. 

Telaga Cebong terlihat dari ketinggian Buit Sikunir

Telaga Cebong nampak begitu cantik dari ketinggian. Untuk mencapainya, saya perlu  menuruni puncak bukit Sikunir selama 20 menit. Andai bisa berlari, mungkin saya sudah berlari. Tapi tak bisa. Sempat terpikir untuk merosot, tapi alangkah hebohnya bukit Sikunir pagi itu jika saya sungguh melakukannya hehe. 

Telaga Cebong diapit perkebunan penduduk, serta perbukitan hijau dengan konturnya yang menarik. Udara sejuk pegunungan yang bersih bebas polusi, membuat telaga ini laksana tempat paling diidamkan di bumi. Permukaannya yang jernih dan tenang, memantulkan birunya langit dan hijaunya perbukitan sekitar.

Di tepian telaga terdapat area parkir yang luas untuk kendaraan wisatawan, ada banyak warung makanan dan minuman, juga kios souvenir. Bahkan, terdapat area perkemahan yang dilengkapi MCK. Saya melihat deretan tenda warna warni memadati sisi telaga, tak jauh dari area parkir. Suasana perkemahan pagi itu sangat ramai. Orang-orang duduk menikmati sarapan sambil menghadap ke telaga. Ada juga yang sekedar berjalan menikmati suasana. Saya iri. Sungguh iri melihat mereka. Andai tadi malam saya bisa merasakan berkemah di tepian telaga seindah ini, alangkah senangnya.

Area perkemahan di kawasan Telaga Cebong

Beribu Puja Untuk Telaga Warna
Sudah selesai dengan Telaga Menjer dan Telaga Cebong? Belum! Ada satu telaga lagi yang kembali membuat saya terpana, bahkan membuat saya tak henti-henti mengucap syukur kepada Sang Pencipta atas keindahan yang diciptakanNya. Telaga Warna namanya. Inilah salah satu destinasi wisata andalan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, yang tidak boleh dilewatkan jika menjejak dataran tinggi Dieng.

Umumnya wisatawan menikmati pemandangan telaga ini dari bawah. Mendekati tepiannya, dan menyentuh airnya. Namun saya mencari sesuatu yang berbeda. Saya mengajak Lestari, teman saya, dan mas Ari, guide kami, mendaki bukit yang memagari telaga. Lebih 2 km jaraknya dari area parkir bis. Jauh dicapai, letih di badan, namun saya teguh untuk melihat telaga dari atas bukit kendati kondisi menuju bukit ini cukup sempit dan licin dan hanya bisa dilalui oleh satu orang saja.

Telaga Warna dengan latar belakang Gunung Sindoro, Gunung Pakuwojo, dan Gunung Kendil

Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna warni. Dari atas bukit, airnya yang kehijauan terlihat tenang tanpa riak, begitu tenang.

Lalu, kata-kata apa yang bisa saya ungkapkan untuk melukiskan keindahan telaga ini? Rasanya tak ada. Tak terlukiskan dengan kata-kata. Nun di bawah sana, pohon-pohon yang melingkupi danau berpadu dengan kabut putih dan suasana hening yang magis, menciptakan suasana mistis yang membuat saya merasa ingin bertanya: “Masihkah saya di bumi?”


Hamparan perbukitan hijau dan pedesaan tradisional
Dataran tinggi Dieng, sepotong keindahan dunia yang tak akan ada habisnya untuk dinikmati.Tak akan pernah rugi datang ke tempat ini. Pemandangannya yang spektakuler, dramatis dan menakjubkan, serta hawa dingin sejuk dari dataran tinggi Dieng membuat saya mendapatkan kesan yang mendalam setelah mengunjunginya.  


Cara menuju Dieng:
Dataran tinggi Dieng terletak di Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Jadi, untuk sampai ke sana mesti mencapai salah satu kota yang ada di Jawa Tengah terlebih dahulu. Salah satunya adalah Semarang. Karena saya bedomisili di Jakarta, maka yang dapat saya informasikan adalah rute dari Jakarta. Ada 3 pilihan transportasi yang bisa digunakan, yaitu bis, kereta, dan pesawat. Saya menggunakan pesawat, naik Lion Air tujuan Semarang. Harga tiket sekitar Rp 400 ribu. Dari Semarang lanjut ke Wonosobo dengan menyewa mobil jenis Avanza. Tarif sewa mobil Rp 350 ribu. Biaya ini saya tanggung berlima bersama teman saya yang juga ikut trip ke Dieng. Kami diantar ke terminal Wonosobo. Dari terminal lanjut menggunakan bis yang sudah disewa sejak sebelumnya. Bisnya kecil, tapi bagus dan nyaman. Bis inilah yang membawa kami keliling Wonosobo selama 2 hari, termasuk menyambangi tempat-tempat yang saya ceritakan di atas.

Teman seperjalanan saya dari Jakarta banyak juga yang menggunakan bis. Mereka berangkat dari terminal Kampung Rambutan dengan tujuan Terminal Mendolo Wonosobo. Tarif bis sekitar 100 ribuan. Berangkat sore hari, tiba dini hari. Naik bis juga aman dan nyaman. Apalagi bisnya bis malam, bisa tidur sepanjang perjalanan.

Nah, mudah bukan menuju Dieng? Jadi, kapan ke Dieng? Kapan lagi kalau bukan sekarang ^_^
 
======

Tulisan ini diikut sertakan dalam kompetisi blog periode 1 yang diadakan @BlogJateng2015 dan @VisitJawaTengah, dengan tema "Wisata Alam Jawa Tengah".


Dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat Sabtu 17/01/2015


Assalamu'alaikum Wr Wb

Alhamdulillah keindahan wisata di Pengalengan yang saya tulis dalam artikel berjudul Permadani Hijau di Gunung Wayang Windu, dimuat di koran Kedaulatan Rakyat hari Sabtu tgl. 17 Januari 2015.

Penggalan artikel:

     Lipatan pegunungan Wayang dan Windu terlihat dari kejauhan. Saling berdampingan dilatari langit biru dan awan-awan tipis. Sepanjang mata memandang hanya ada hamparan teh. Luas laksana permadani hijau di lereng-lereng bukit. Sementara, asap putih tebal berasal dari geo thermal membubung tinggi di udara. Menghadirkan pemandangan fenomenal sepanjang waktu.

      Mobil yang saya kendarai berbelok mengikuti petunjuk papan nama bertuliskan Perkebunan Teh Malabar. Setelah menanyakan rute perjalanan pada seorang warga, saya mulai menyusuri jalan berbatu, melintasi Malabar Tea Corner. Pojok teh itu nampak sepi. Tiada seorang pun di sana. Mungkin terlalu pagi untuk menerima kunjungan. Saya meneruskan laju mobil, menyusuri perkebunan dalam dingin pagi yang menghadirkan gigil.

Dan seterusnya.


Selengkapnya bisa di baca di korannya dalam rubrik Pariwisata. Atau bisa juga dibaca versi digitalnya di epaper Kedaulatan Rakyat.


Bagi pecinta wisata pegunungan, kawasan Gunung Wayang Windu menyajikan keindahan alam yang sayang untuk dilewatkan. Keindahan fisik kawasan ini berupa hamparan kebun teh, hutan pinus, kebun sayur, gunung, perbukitan, danau, serta kolam air panas alami. Kawasan puncaknya tak hanya indah tetapi juga mudah dicapai. Suasana di tempat ini cenderung sepi dan tenang. Tidak padat dan macet seperti kawasan puncak lainnya di Jawa Barat. Sangat cocok untuk menyegarkan badan dan pikiran dari rutinitas harian di ibu kota.

Cantiknya Bunga Mawar Pelangi


Assalamu'alaikum Wr Wb

Mawar, siapa yang tidak tahu dengan bunga ini. Merupakan jenis bunga potong yang sangat cantik dan banyak digemari orang, termasuk saya. Setiap lapis kelopaknya, serta harum aromanya, selalu mempesona. Berduri namun cantik, dan juga sexy. Bagaimana saya tak tertarik untuk menanamnya di halaman samping?

Halaman samping hanya sebuah lahan mungil, saya menyebutnya taman minimalis. Sebenarnya, terlalu  keren disebut taman. Tapi tak apa ya, dijadikan doa supaya nanti benar-benar mirip taman. Meskipun kecil tapi asri. Saya berusaha membuatnya nyaman, bersih, dan rapi. Semua tanaman terawat walaupun saya bukanlah ahli tanaman, apalagi perawat tanaman profesional. Kalaupun saya bilang tanaman saya terawat, itu semata karena saya ingin bertanggung jawab atas apa yang saya tanam. Dan saya ingin, sekali membuat taman, harus indah! Harus bikin betah. Harus bisa membuat saya merindukannya dikala saya jauh dari rumah.

Memangnya bisa? Bisa kalau ada yang bantu :D

Jauh sebelum mawar menjadi focal point taman, deretan melati, nanas hias, bambu bunda belly, mimosa silver, bawang brojol, aglonema, lidah mertua, kenanga, lavender, bugenvil, lidah buaya, gelombang cinta, hingga jenis pakis-pakisan, sudah lebih dulu menghiasi halaman samping. Mawar hadir belakangan. Itu pun  setelah saya mulai menyadari ada sesuatu yang tidak lengkap dari taman minimalis yang saya ciptakan.
Ya, rasanya tidak lengkap sebuah taman tanpa mawar. Ada melati, mestinya ada mawar. Itu sih kata saya hehe.

Mawar jingga

Mawar yang saya tanam awalnya hanya mawar warna merah. Kemudian saya memilih jenis warna yang berbeda, untuk memberi kejutan, sebagai penarik perhatian, juga sebagai pembawa ritme di taman. Ragam warna ini ternyata bisa memberi penampilan yang berbeda, menjadi lebih menarik, dan tidak membosankan meski berulang-ulang dilihat.

Saat ini, bunga mawar yang saya tanam semata hanya sebagai tanaman hias. Tidak untuk dipotong lalu dimasukkan vas. Rasanya sayang jika dipetik. Saya memilih membiarkannya tetap berada ditangkainya, hingga kelopaknya menua, kering, dan akhirnya berguguran. Entah kenapa, melihat hidup sekuntum bunga mawar saya jadi sedih. Setelah cantik berseri, akhirnya terkulai dan mati. Orang-orang hanya menikmati kecantikannya saja, setelah layu dilupakan.

Habis cantik kuntum dibuang. Hiks.
Itu sebabnya saya membiarkan mawar tetap berada ditangkainya hingga mati. Masih memandanginya meski tak lagi cantik.

Bunga mawar sebenarnya memiliki banyak jenis. Namun, yang paling populer dan sering diperjual-belikan adalah jenis mawar semi holland. Rata-rata jenis bunga mawar memiliki bentuk dan warna bunga yang sangat cantik dan menarik, seperti Wild rose/mawar liar, Old garden Roses, Climbing Roses dll. Ragam bunga mawar ini tidak semuanya bisa ditemukan di daerah-daerah di Indonesia, karena pertumbuhan mawar tergantung ketinggian suatu tempat (dataran tinggi/rendah) dan kondisi iklim.

Mawar kuning
Mawar Putih

Saya sendiri saat ini baru punya 7 jenis mawar dengan 7 macam warna. Ada putih, merah marun, merah muda, kuning,  jingga, dan dua lagi warnanya campuran. Saya menyebutnya mawar candy, kelopaknya berwarna merah dan kuning. Satunya lagi campuran merah muda dan putih. Sampai saat ini ada satu warna yang sangat ingin saya miliki, yaitu mawar warna biru. Sayang sekali sampai saat ini saya belum juga mendapatkannya.

Melihat aneka warna mawar yang saya punya, bikin saya membayangkan seandainya semua warna mawar itu berkumpul dalam satu kuntum, alangkah cantiknya. Warnanya pasti akan serupa pelangi.

Apa ada mawar pelangi? Ternyata ada. Saya pernah melihatnya di internet. Orang menyebutnya Mawar Rainbow. Baru melihat lewat foto saja saya sudah terkesima. Gimana lihat aslinya ya? Benih mawar rainbow ini ternyata banyak lho dijual. Pingin nyoba nanem juga kapan-kapan. 

Semua tanaman mawarku, Alhamdulillah hidup semua. Pernah juga sih batangnya patah gara-gara diterjang kucing liar. Kucingnya mengeong kencang. Mungkin tertusuk durinya. Pernah juga patah gara-gara kena bola yang ditendang anak saya. Pokoknya kalo mawarnya binasa, penyebabnya bukan karena tidak dirawat, tapi karena faktor diluar kendali. Apa perlu mawar-mawar itu dijagain security ya? hehe

Selain dikenal sebagai tanaman hias yang indah dipandang mata, mawar juga sebagai penambah nilai estetik sebuah taman outdoor, dan untuk memperindah sebuah ruangan. Bunga mawar juga kerap dijadikan sebagai bunga tabur pada upacara kenegaraan atau tradisi ritual. Minyak mawar berguna sebagai bahan parfum atau obat-obatan (pada skala penelitian di Puslitbangtri) karena mengandung antidepresan, antiviral dan juga sumber dari vitamin C.

Mawar merah muda
Mawar Candy, merah dan kuning

Di Indonesia, jenis wild rose dan old garden roses paling banyak dijumpai. Old garden roses merupakan jenis bunga mawar terbaik yang bisa dipilih untuk mengisi kebun bunga. Mawar ini memiliki karakteristik yang sangat menarik. Old garden roses ini adalah hasil persilangan Hybird tea yang membuat bunga ini memiliki bau yang sangat harum. Sedangkan english rose merupakan jenis yang paling mudah ditanam untuk iklim Indonesia. English rose ini merupakan hasil persilangan antara bunga mawar old garden dengan mawar modern. Persilangan ini menjadikan bunga dengan jenis ini lebih memiliki bau yang harum dan bisa berbunga berulang-ulang.
 
Berikut ini adalah jenis mawar yang tumbuh di Indonesia. Saya salin dari berbagai sumber yang mengulas tentang mawar, sbb:
  • Wild rose/mawar liar,  mawar jenis ini  berbentuk sederhana,umumnya lebih cepat berkembang serta memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari hama penyakit dibanding mawar lainnya. Hal ini merupakan yang menjadi keunggulan mawar ini. Untuk itu Jenis mawar ini biasanya digunakan sebagai batang bawah untuk melakukan grafting mawar. 
  • Old garden Roses, jenis  ini adalah hasil persilangan yang diperkenalkan oleh Hybrid Tea tahun 1867. Bentuk bunga mawar ini sangat unik dan berbau harum, untuk jenis jenis mawar old garden Roses sangat banyak sekali, diantaranya Alba, Gallica, Damask, Centifolia, moss, China, Portland, Bourbon, Hybrid Perpetual, Tea, Bermuda "Mysterious" Rose
  • Climbing Roses dikenal dengan mawar memanjat  artinya, mawar ini merambat dipagar atau dinding bangunan pagar.
  • Shrub Rose disebut dengan mawar semak jenis mawar ini adalah semi memanjat, merambat pada pagar dan bangunan, mawar jeni ini lebih mekar lama.
  • Modern Garden Roses merupakan mawar keturunan Old garden dan bentuknya sangat beragam.
  • Buck Roses, merupakan jenis mawar penemuan Seorang ilmuan Profesor Griffith Buch (ahli hortikultura dari lowe state University), bunga mawar ini tahan terhadap penyakit dan keganasan musim dingin.
  • English Rose merupakan mawar hasil persilangan  antara bunga mawar old garden dan mawar modern, bunga lebih  ini berbau harum dan mampu berbunga berulang-ulang.
Mawar Rainbow impian :D


Bertandang Ke Baduy Jangan Lupa Beli Oleh-Oleh Madu Hutan

Desa Adat Suku Baduy

"Jangan pulang sebelum kau bawa pulang Madu Hutan Baduy."
  
"Madu Hutan?"

Pesan itu terlalu serius, bahkan terkesan 'mengancam'. Saya penasaran. Ada kelebihan apa pada madu hutan Baduy hingga saudara saya berpesan selebay itu :D

*********

Pagi itu Minggu 22/6/2014, hari terakhir kami –saya dan teman-teman- berada di Desa Cibeo, salah satu desa adat suku Baduy Dalam di Kabupaten Lebak, Banten. Setelah bermalam semalam di Baduy, saatnya untuk meninggalkan desa Cibeo, kembali ke Jakarta, pulang ke rumah masing-masing. Seusai berkemas dan sarapan, kami berkumpul di ruang dalam rumah Kang Jali, tuan rumah tempat kami menginap sekaligus guide kami selama berada di Cibeo. Kami mengerumuni product oleh-oleh Baduy yang dijual oleh kang Jali.

Sebetulnya sudah sejak Sabtu malam kang Jali menawarkan dagangannya, namun malam itu kami kurang begitu bersemangat. Bukan tidak tertarik, melainkan karena kami masih dalam kondisi capek sebab siangnya kami menempuh perjalanan jauh selama berjam-jam jalan kaki dari Ciboleger menuju Cibeo. Apalagi penerangan di rumah Kang Jali malam itu sangat minim, agak sulit melihat dan memilih dengan jelas barang yang ditawarkannya. Hanya madu hutan saja yang sempat menarik perhatian saya. Itu pun saya pesan akan diambil esok pagi.

Seperti diketahui, suku Baduy tidak menggunakan listrik dan segala hal yang berkaitan dengan teknologi modern untuk penerangan sebab bertentangan dengan aturan adat Suku Baduy. Untuk penerangan mereka menggunakan obor dari batang bambu yang diisi batang dan daun alang-alang.

Kain tenun oleh-oleh Baduy

Ada beraneka ragam produk oleh-oleh yang dijual Kang Jali, salah satunya kain tenun. Kain tenun merupakan produk paling etnik yang paling banyak diincar wisatawan. Harga kain ini beragam, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 350 ribu, tergantung pada produknya. Madu hutan dijual dengan harga Rp 80 ribu. Aneka gelang tangan dari anyaman kulit kayu dan kain seharga Rp 5 ribu, golok Baduy seharga Rp 100 ribu, baju kaos baduy seharga Rp 20 ribu-Rp 50 ribu, baju pangsi khas Baduy seharga Rp 180 ribu-Rp 200 ribu, dan aneka gantungan kunci yang terbuat dari kayu, batok kelapa, hingga biji buah-buahan.

Kain tenun terbilang mahal karena dibuat secara tradisional oleh wanita-wanita Baduy. Dikerjakan dalam hitungan minggu hingga bulan. Sedangkan madu hutan, dikemas dalam botol syrup Marjan. Harganya cukup terjangkau. Sebetulnya harga madu Baduy yang dijual di Kadu Ketuk (desa di Baduy Luar) hanya sekitar Rp 50 ribu – Rp 60 ribu saja, namun Kang Jali menjual dengan harga sedikit lebih mahal yaitu Rp 80 ribu / botol. Okelah, tak apa, hitung-hitung sebagai tanda terima kasih atas tumpangan rumah Kang Jali.

 “Ini madu asli, ya kang?” tanya saya.

“Enya, ieu asli meunang ngala ti leuweung,” jawabnya. Artinya kira-kira begini: Iya, ini asli kami mengambilnya dari dalam hutan.

Penjelasan Kang Jali dapat saya percayai. Apalagi hal ini diperkuat oleh penjelasan Kang Herman, seorang pemandu yang tinggal di Baduy Luar yang berpapasan dengan saya saat dalam perjalanan pulang dari Cibeo menuju Ciboleger. Menurut Kang Herman, madu yang dijual oleh warga Baduy Dalam adalah madu asli dari hutan Baduy. Madu hutan Baduy berasal dari lebah liar hutan di Baduy.

“Saya lihat banyak sekali madu yang dijual di sini, produksinya lancar, ya kang?”tanya saya lagi.

“Tidak tentu produksinya. Tergantung pada lebah yang berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Baduy,” jawab Kang Jali. Kali ini Kang Jali menjawab dengan bahasa Indonesia. Oh ya, jangan heran kenapa Kang Jali bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Sebab, meskipun bahasa sehari-hari suku Baduy adalah bahasa Sunda tapi sebagian warga suku Baduy Dalam bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Ini dikarenakan mereka telah bergaul lama dengan para pendatang yang kerap mengunjungi desa mereka.

Bentangan hutan alam di Baduy

Menurut penuturan singkat Kang Herman, hutan tempat madu diambil letaknya di daerah pegunungan. Kondisi hutannya masih sangat bagus dan jenis binatangnya pun bermacam-macam. Bahkan ragam spesies jenis burungnya masih tergolong lengkap. Selama ini masyarakat Baduy memproduksi madu dengan cara tradisional. Madu diambil langsung dari sarang untuk dikeluarkan cairannya. Sekali produksi madu bisa mencapai 3-4 botol.

Sebagaimana khasiat madu asli pada umumnya, madu asli Baduy pun bermanfaat untuk menambah dan menjaga stamina, mencegah infeksi (dapat menyembuhkan luka), memperkuat sel darah putih, mencegah osteoporosis, dan memulihkan kondisi tubuh setelah sakit. Bahkan dari keterangan yang saya baca dan dengar dari beberapa sumber, madu asli lebah liar hutan Baduy telah dipercaya sejak lama dapat mengobati berbagai penyakit seperti asam urat, rematik, kurang darah, batu ginjal, dan manfaatnya lainnya bagi tubuh.

Saya sendiri sangat menggemari madu, bahkan sudah lama menjadikan madu sebagai minuman yang wajib saya konsumsi setiap hari, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan kuat maupun lemah. Saya lebih suka memanfaatkan khasiat madu untuk kesehatan saya ketimbang minum aneka vitamin dan minuman suplemen buatan pabrik. Bukan tidak mau sih sebetulnya tapi karena suplemen buatan pabrik itu sering tidak cocok dengan lambung saya. 

Madu Hutan produksi Baduy yang dijual untuk oleh-oleh

Madu yang dijual kang Jali saya beli satu botol. Ya, satu botol saja. Satu botol yang akhirnya sangat saya sesali sekembalinya saya ke rumah sebab setiba di rumah seluruh orang rumah bilang itu madu bagus banget dan mestinya saya beli banyak untuk stock. 

Beli banyak untuk stock??

Hmm…maunya begitu. Tapi mengingat satu botol madu itu tidak ringan, rasanya saya harus mikir lagi untuk beli banyak. Bawa badan dan barang sendiri saja susah, bagaimana cara bawa madu berbotol-botol? Jarak Desa Cibeo ke Ciboleger itu 10 km. Mesti ditempuh jalan kaki. Medannya bukan medan mulus seperti tempat balapan F1, tapi berupa bukit-bukit terjal yang harus dilalui dengan kaki yang rasanya mau copot.Botol madu mbak Andrie yang dibawa oleh porter saja pecah. Porternya jatuh, botol madunya juga jatuh. Saya sempat melihat tumpahan madunya berceceran di jalan yang saya lewati saat perjalanan pulang.  Nah, porter yang biasa keluar masuk Baduy melewati belasan tanjakan saja bisa repot, apalagi saya hehehe.

Di tempat-tempat tertentu di Jakarta seperti di Monas kadang ada orang Baduy berjualan madu hutan yang mereka bawa dari desa mereka di Lebak Banten. Saya sih belum pernah lihat, tapi teman-teman saya yang sering lari pagi di Monas pada akhir pekan sering berjumpa. Orang Baduy itu kan mudah dikenali dari baju pangsi dan ikat kepalanya yang putih.

Nah, orang Baduy yang jualan ke Jakarta itu tahu gak jalannya pake apa? Mereka jalan kaki dari desa mereka di Baduy Dalam. Lamanya bisa sampe 7 hari! Kebayang kan perjuangan mereka untuk ke Jakarta itu seperti apa? Asal tahu saja, orang Baduy masih memegang teguh tradisi mereka untuk tidak menggunakan transportasi modern seperti motor dan mobil. Bahkan yang lebih ajaib lagi nih, mereka jalan kaki selama 7 hari itu tidak pakai alas kaki!

Laki-laki Baduy mengenakan baju adat pangsi

Jadi, kalau kalian melihat ada orang Baduy berjualan di Monas, entah itu jualan madu, golok, kain tenun, tolonglah dibeli. Memang sih tujuan mereka ke Jakarta (kadang ke Pamulang & Tangerang) bukan untuk berjualan semata, kadang mereka datang untuk bersilaturahmi dengan pendatang yang pernah menginap di rumah mereka di desa. Orang yang pernah menginap di rumah mereka, dan memberikan alamat kepada mereka, pasti didatangi lho. Mereka merasa seperti sudah punya ikatan saudara. Baik ya orang Baduy, demi silaturahmi rela jalan kaki jauh-jauh dari Lebak Banten sana.

Saya ingin berpesan kepada siapa saja yang ingin bertandang ke desa Baduy, jangan cuma meresapi nuansa tradisional desa adat Baduy saja, tapi juga ‘resapi’ perjuangan pria Baduy yang memanen madu dengan cara tradisional di hutan yang terletak nun jauh di gunung nan sunyi. Resapi langkah kaki mereka berjalan ratusan kilo mengantar madu ke pembeli di Jakarta yang belum tentu mau membeli. Resapi keringat wanita-wanita Baduy yang menenun helaian benang menjadi kain-kain cantik nan etnik hingga berminggu-minggu. Tolong resapi dengan sepenuh hati...

Saya sendiri sangat menyesal hanya membeli satu botol madu hutan.
Menyesal tidak membeli kain tenun sebagai kenang-kenangan berharga menjejak Baduy.
Sangat menyesal.

Sungguh….menemui kehidupan Suku Baduy Dalam adalah sebuah pengalaman luar biasa yang akan selalu melekat dalam ingatan saya. Selain gaya hidupnya yang masih terjaga secara tradisi, untuk menuju ke lokasi tempat mereka tinggal juga sebuah petualangan tersendiri.

Dari tiga desa yang berada dalam kawasan Baduy Dalam, yaitu Desa Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik, hanya Desa Cibeo yang dianggap paling dekat untuk dijangkau. Kendati dianggap paling dekat, jarak tempuh menuju Desa Cibeo sekitar 10 km dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam jalan kaki.

Andai jarak bisa dilipat, ingin rasanya melipat rute perjalanan yang saya lalui untuk masuk dan keluar dari Desa Cibeo. Setiap kali mencapai puncak bukit, pandangan saya terlempar jauh ke depan, mencari batas akhir perjalanan. Namun yang tampak hanya bukit, hutan, dan lembah-lembah. Ujung perjalanan seperti tak ada.

Jalan kaki melewati belasan tanjakan untuk masuk dan keluar Baduy

Perjalanan masuk dan keluar ke Baduy Dalam hampir membuat saya kapok untuk mengulanginya lagi. Tapi saya keliru, saya tidak boleh kapok. Rasa lelah tidak ada artinya dibanding pengalaman yang didapat di Baduy Dalam. Orang suku Baduy itu sangat baik dan memuliakan tamu. Mereka memang hidup sederhana tapi mandiri, berjiwa besar, ikatan persaudaraannya kuat, jauh dari kemajuan jaman, namun mereka sangat sayang pada alam yang mereka tempati. Sungguh kehidupan yang langka.

Tidak punya stamina yang kuat buat mencapai Baduy dengan jalan kaki?
Seperti saya dong, minum madu biar kuat. Kecil-kecil gini lincah menembus bukit dan hutan. Selama dan sehat sejak berangkat hingga pulang dari Baduy. Padahal luar biasa lho capeknya. Apalagi buat saya yang gampang sakit, aneh rasanya usai berlelah-lelah tetap baik-baik saja. Mau tahu rahasianya?
Minum madu hutan asli.
Bukan sulap bukan sihir, bukan dusta bukan pula pengalaman orang lain, tapi pengalaman saya sendiri hehe.

Disalin dari halaman bidanku.com, inilah manfaat super dari madu untuk kesehatan tubuh yang wajib diketahui.
  • Madu kaya akan senyawa humektan. Senyawa ini membantu mempertahankan kadar air di dalam kulit. Sehingga elastisitas dan kelembaban kulit akan selalu terjaga.
  • Zat antibakteri dan antimikroba di dalam madu mampu mencegah pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu madu baik digunakan untuk mengobati luka, luka bakar, dan lecet.
  • Selain itu madu juga mampu membersihkan luka, mengurangi rasa sakit, dan mempercepat proses penyembuhan.
  • Tak hanya mengandung zat antibakteri, madu sarat dengan antioksidan alami yang membantu melindungi kulit dari kerusakan ultraviolet.
  • Madu terdiri dari pemanis alami seperti glukosa dan fruktosa.
  • Madu juga mengandung mineral seperti magnesium, kalium, kalsium, natrium, belerang, besi, dan fosfat.
  • Madu membantu meringankan morning sickness saat hamil.
  • Madu bermanfaat untuk memodulasi sistem kekebalan tubuh dan mencegah terulangnya infeksi.
  • Mengonsumsi madu secara teratur dapat menurunkan kolesterol jahat sekaligus meningkatkan HDL atau kolesterol baik.
  • Makan madu juga dapat menguatkan tulang Anda sebab madu mampu meningkatkan penyerapan kalsium. Madu juga membantu meningkatkan jumlah hemoglobin untuk melawan anemia.
Anak-anak Baduy berbaju pangsi, menanti wisatawan yang akan menggunakan jasa mereka sebagai porter

Sejatinya, manfaat madu telah dirasakan peradaban manusia sejak dahulu kala. Orang Mesir Kuno telah mengonsumsinya. Penduduk Mesir Kuno sudah terbiasa memanfaatkan madu sebagai makanan bergizi tinggi serta  obat  berbagai macam penyakit yang mujarab. Meski begitu, peradaban kuno belum mampu menjelaskannya secara ilmiah. Adalah Ibnu Sina  seorang dokter legendaris sepanjang masa – yang telah berhasil  membuktikan kebenaran khasiat madu tersebut, dalam usia tua.  Konon, Ibnu Sina masih tetap kelihatan sehat dan segar bugar layaknya seorang pemuda, karena terbiasa mengonsumsi madu.

''Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.'' (QS An Nahl:69).

“ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.'' (QS An Nahl:69)

Foto bersama kawan-kawan trip dan beberapa orang Baduy sebelum kembali ke Jakarta


Keterangan:
Kawasan Baduy Dalam merupakan area terlarang untuk difoto. Pengambilan gambar merupakan hal tabu bagi warga suku Baduy. Semua foto di atas saya ambil di kawasan Baduy Luar. 

Meskipun demikian, bentuk rumah dan suasana kampung Baduy Luar tidak jauh berbeda dengan Baduy Dalam. Yang membedakan hanya pada busana yang dikenakan. Warga suku Baduy Dalam masih mengenakan baju adat, sedangkan suku Baduy Luar sudah mengenakan campuran baju adat dan baju modern. Misal, bawahan masih pakai celana pangsi atau sarung bagi wanita, maka baju atasannya berupa baju modern buatan pabrik.