Pemeriksaan Hamil yang Menegangkan di Tengah Terjangan Penyakit Tipes dan DBD


Akhir tahun 2021 liburan ke mana? Ke rumah sakit! 😂

Tak saya kira jelang ujung tahun diberi nikmat sakit sampai harus dirawat selama lima hari untuk menjalani sejumlah pemeriksaan dan pengobatan, melakukan test pack segala, hingga mencicipi pemeriksaan Covid dengan swab antigen. 

Soal swab antigen itu, saya sudah beberapa kali menghindari bepergian ke tempat yang mensyaratkan harus di-swab. Saya memang punya ketakutan tersendiri terhadap tindakan colok-colok hidung, sama takutnya dengan apapun yang dilakukan dengan jarum suntik. Jika bisa dihindari akan saya hindari. Namun jika tidak, ya nggak ngibrit juga, tetap dihadapi. Misalnya demi alasan kesehatan seperti saat vaksin Covid, atau sekarang untuk kebutuhan perawatan di RS. Masa iya melarikan diri dari RS hanya karena takut dicolok hidung atau takut jarum suntik wkwk. 

"Sus, pelan-pelan ya. Tolong jangan dalam-dalam. Jangan diaduk-aduk," kata saya memelas. Minuman kali pakai diaduk-aduk. Susternya tersenyum sambil berkata lemah lembut: "Iya bu, tenang saja ya."

Seusai di-swab: "Lho kok biasa saja, gak berasa apa-apa?" Ternyata, rasanya di-swab itu gak semengerikan yang saya bayangkan! Kalau tahu gitu, saya ambil deh job kampanye SWAB PCR yang ditawari oleh teman dokter di bulan Oktober 2021 lalu. Iya lho, saya tolak jobnya hanya karena nggak mau dicolok hidung padahal fee-nya kelihatan lumayan buanget! Ciri kalau saya ini tidak mata duitan yak 😆

"Sakitnya kok bukan si Covid yang sedang ngetrend?" canda teman. Wadow! Covid kok diajak becanda. 

Memang sih, di saat beberapa orang yang saya kenal seperti tetangga, sahabat, teman, bahkan adik-adik ipar saya sendiri pada kena badai covid, saya (beserta keluarga) alhamdulillah aman dan sehat (naudzubillah jangan sampai kena, aamiin). Eh ini malah kena terjangan bakteri tipes dan virus dengue. Serentak pula. Mantap dah!  Lantas gimana? Ya berobat dong. Masa joget 😅

Muka sih manis manja grup, tapi badannya sedang sakit 😂 Ini saya selfie buat dikirim ke suami yang saat itu masih di luar kota. Saya pasang muka cantik maksimal biar suami tenang ga terlalu khawatir bininya ini masuk RS tanpa bisa didampingi olehnya.

Demam Tinggi Tanpa Batuk Pilek, Hanya Nyeri di Otot dan Perut. Hari ke-5 Baru Cek Lab

Sejak Rabu tgl. 22 Des 2021 badan terasa tak enak. Undangan private gathering dari ASUS bertajuk ASUS ROG Berkolaborasi dengan Film Spiderman No Way Home yang digelar pada hari itu gagal saya hadiri.

Diawali rasa menggigil, kepala agak sakit, lalu suhu tubuh naik mencapai 39 derajat celcius. Saya minum 1 butir panadol biru yang mengandung paracetamol, setelah itu saya tertidur. Satu jam kemudian terbangun dengan kening, kepala, hingga badan basah oleh peluh. 

Panadol berhasil menurunkan demam. Saya bersegera makan, minum, mandi, memasak sesuatu, bahkan duduk di meja membuka laptop mengerjakan sebuah tugas. Baru 3 jam saja merasa enakan, demam itu datang lagi. Saya minum paracetamol lagi, panas pun turun lagi, tapi tak lama si demam datang lagi dengan suhu sesekali mencapai 39,5 derajat. Gitu aja terus sampai saya masuk IGD baru si demam minggat.

Hari Kamis (23/12) saya merasakan otot punggung sangat nyeri. Terutama ketika hendak bangkit dari berbaring, atau berdiri dari duduk. Sakitnya seperti dihantam benda keras. Tulang seakan bergeser dan mau copot. Supaya tak kesakitan, saya mengurangi bergerak sebanyak mungkin.

Hari Jumat (24/12) nyeri otot itu sudah tiada, berganti sakit di perut kiri bagian bawah. Seperti ada sesuatu yang keras menekan perut dengan sangat kuat, membuat saya tidak bisa berdiri apalagi berjalan. Tiap bergerak, perut jadi sakit. Tak ada pilihan lain saat itu selain berbaring saja di tempat tidur.

Hari Sabtu (25/12) demam belum berhenti. Panadol 1 strip sudah habis. Saya merasa kondisi saya sudah nggak bener. Masa iya sampai hari ke-4 tak ada perubahan. Hanya saja, nyeri di otot dan di perut yang dirasakan sebelumnya sudah lenyap. Hal ini pula yang membuat saya menunda pergi ke IGD RS. Lagipula hari Natal, weekend pula, apa ada dokter spesialis? Padahal ya, kalau saya ke IGD Eka Hospital atau RS Medika BSD, pasti ada dokter jaga beserta para perawat, dan saya bisa dapat penanganan secepatnya.

Minggu sore saya ke Klinik Amira yang lokasinya cukup dekat dari rumah. Di situ ada dokter umum praktek 24 jam. Lab klinik juga buka. Diantar oleh Alief, saya pergi memeriksakan diri. Dokter memeriksa, lalu saya disuruh cek lab saat itu juga.  Hasilnya? 

"Tipesnya banyak bu. Trombosit ibu juga turun banyak," kata dokter klinik. 

Dokter menyarankan bedrest di rumah dan minum obat. Nanti hari ke-3 jika masih sakit langsung temui dokter lagi. Saya langsung telpon suami minta pendapat. Ternyata suami ingin saya langsung dirawat di RS biar lebih terjamin. Ok saya nurut suami. Dokter mengatakan bahwa opsi itu lebih baik.

Malam itu juga saya masuk RS? Enggak. Saya ke RS besok pagi 😃

Hasil 2x cek darah & 1x thorax. Trombosit turun banyak. Tipes juga. Positif kena DBD dan Tipes.

Saya Kena Tipes, Bukan Tifus. Bedanya apa?

Saya termasuk orang yang masih mengira Tipes dan Tifus adalah penyakit yang sama, padahal berbeda. Untuk menjelaskan kedua penyakit tersebut, saya menyalin dari artikel Hallo Sehat: Perbedaan Penyakit Tipes dan Tifus, sebagai berikut:

Tipes atau demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyerang usus. Penyakit ini bisa menyebar melalui makanan, air, atau ditularkan dari orang yang terinfeksi (melalui fesesnya). Selain dari makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri S. typhi, tipes sesekali juga bisa disebabkan melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi. 

Beberapa orang yang saya kenal mengatakan saya tipes karena kecapekan. Padahal, saya ini ngapain coba sehari-hari? Banyak santainya. Pikiran berat pun gak ada. Makan minum dan istirahat sangat cukup dan teratur. Nggak repot sama anak karena udah pada gede-gede. Sibuk ngejob di blog? Wuah mana ada wkwkw. Adanya sibuk drakoran haha. Intinya gak ada kerja keras bagai kuda yang bikin saya kecapekan.

Keluyuran traveling keliling Indonesia? Boro-boro. Ada undangan liburan mewah dan GRATIS di suatu resort di Bali, suatu villa di Bandung, dan private island di Belitung, tidak satupun saya ambil karena memang lagi nggak mau pergi kemana-mana.

Jadi, seperti yang terlihat dari hasil lab bahwa saya terinfeksi bakteri S. Thypi (dan virus dengue). Bulan Desember itu saya memang sedang sering jajan (tapi tidak sembarangan) dan kemungkinan daya tahan tubuh sedang menurun, sehingga mengalami demam tifoid. 

Setelah menelan bakteri S. typhi yang terdapat pada makanan atau minuman yang terkontaminasi, bakteri kemudian masuk ke dalam aliran darah. Bakteri dibawa oleh sel darah putih ke hati, limpa, dan sumsum tulang. Selanjutnya, bakteri berkembang biak pada organ tersebut dan masuk kembali ke aliran darah. Saat bakteri menyerang aliran darah, saya mulai mengalami gejala tipes yakni demam. 

Demam merupakan respon tubuh saat tahu bahwa ada benda asing masuk ke dalam tubuh dan membahayakan. Bakteri kemudian masuk ke dalam kantong empedu, saluran empedu, dan jaringan limfatik usus. Di sinilah kemudian bakteri berkembang biak dalam jumlah banyak. Bakteri kemudian masuk ke dalam usus. 

Sementara itu, tifus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia typhi atau R. prowazekii. Selain demam tinggi, gejala lain dari tifus yang dapat muncul adalah sakit perut, sakit punggung, batuk kering, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, mual, serta muntah.

"Makanya Rien, vaksin tifoid sana. Masa jadi KOL kampanye vaksin tifoid malah kena tifoid?"   😂😂

Akhirnya dirawat inap di RS Medika BSD karena Tipes dan DBD

Trombosit Tiap Hari Turun, Hari ke-8 Sejak Demam Pertama Baru Naik

Jumlah trombosit saya turun drastis dan terjadi dalam waktu singkat. Sewaktu cek lab di klinik (26/12) kadar trombosit  110 ribu. Cek lab kedua di RS (27/12) turun lagi menjadi 95 ribu, esoknya cek lagi sudah 70 ribuan, dan makin turun. Normalnya minimal 150 ribu. 

Menurut perawat yang menangani saya, demam yang dialami pengidap DBD akan  berangsur mereda pada hari ke-5. Karena itu pasien DBD mengira sudah sembuh. Padahal saat itu justru berada pada fase kritis, dan yang patut diwaspadai justru trombosit yang semakin turun. 

Penurunan suhu tubuh bukanlah pertanda kesembuhan. Sebaliknya, pengidap justru sedang memasuki masa paling berbahaya di mana komplikasi yang bisa mengancam nyawa dapat terjadi. 

Fase kritis adalah masa di mana pembuluh darah mengalami kebocoran plasma darah yang efeknya menimbulkan tanda-tanda perdarahan pada kulit dan organ lainnya, misalnya mimisan, perdarahan saluran cerna. Hal inilah yang sebenarnya mengakibatkan suhu tubuh menurun. Keluarnya bintik-bintik merah adalah salah satu gejala khas pada fase kritis. (Halodoc: Kenali lebih dalam fase kritis demam berdarah)

Sewaktu masih periksa di klinik, dokter sempat ada tanya saya apakah ada darah saat BAB, saya jawab tidak. Gejala berupa muntah terus-menerus, maupun kesulitan bernafas sama sekali tidak ada. Sakit perut ada tapi tidak parah. Gejala lesu juga ada. Soal pembesaran hati juga ada tapi baru tahu setelah dicek di lab di RS Medika BSD pada keesokan hari setelah cek di lab klinik. 

Diurus oleh Alief, Suami Terharu Anak Laki-Lakinya Sudah Bisa Diandalkan

Hari di mana saya pergi ke RS (Senin 27/12), suami sedang bekerja di luar kota sejak Senin (20/12) dan baru akan kembali ke rumah pada Selasa (28/12). Saya hanya bersama Alief dan Aisyah. Kedua anak inilah yang mengurus saya. Dari urusan makan dan minum, menyiapkan keperluan untuk menginap di RS, hingga membawa saya ke rumah sakit.

Alief mengemudi mobil, Aisyah yang menjaga saya di bangku belakang. Saat Alief pergi memarkir mobil di basement, Aisyah membawa saya dengan kursi roda menuju tempat pendaftaran pasien rawat jalan/inap. 

Betapa lemahnya saya saat itu sehingga harus dibawa dengan kursi roda. Di tengah kondisi seperti itu, saya tersentuh menyaksikan kedua anak bekerja sama mengurus saya di RS. Betapa masa telah lama berlalu. Dulu kedua anak itu yang saya urus kesehatannya untuk periksa atau berobat di RS. Kini saya lah yang mereka urus 😭 

Setelah mendaftar, saya diminta ke IGD untuk pemeriksaan rawat jalan, baru nanti diputuskan rawat inap atau nggak. Alief membawa saya ke IGD dan Aisyah sibuk mengurus barang bawaan berupa tas berisi pakaian buat menginap 3 hari (ternyata rawat inapnya 5 hari!), dan tas lainnya berisi dompet, HP, dan dokumen pribadi.

Alief mengurus semua administrasi di IGD dan di pendaftaran rawat inap sampai saya berhasil masuk kamar rawat. Masya Allah. Takjub sendiri saya melihat anak sudah bisa diandalkan begini. Suami pun bangga dan bahagia mengetahui hal itu. 

Malam pertama di RS saya ditemani Alief. Sementara Aisyah dijemput oleh adik ipar dibawa ke rumah mertua menginap di Depok. Esoknya saat suami sudah kembali dari luar kota, gantian suami yang temani saya pada malam ke-2 sampai ke-3. Malam ke-4 sampai 5 kembali ditemani Alief karena suami mendadak harus pergi keluar kota lagi selama 2 hari.

Di tengah sakit yang melanda, saya menyaksikan dua anak yang menjadi cahaya hidup saya bersinar semakin indah menerangi dunia, dunianya saya sebagai orang tua 💗

Anakku sayang, anakku soleh, Masya Allah

Kamar kelas 1 yang saya tempati terdiri dari 2 tempat tidur. Satu bed kosong, tidak ada pasien selama saya di rawat di kamar ini. Perawat membolehkan Alief menggunakan bed kosong tersebut untuk istirahat di malam hari. Alhamdulillah. Selama jagain mama tetep sambil mengerjakan tugas-tugas walau gak maksimal 😅

Alhamdulillah ditemani suami. Ini suami bukan sedang memijati, tapi sedang mengelap kaki saya seusai dari kamar mandi 😁

Tentang Kamar Kelas 1 yang Saya Tempati, Kamar yang Sama Saat Alief Rawat Inap Operasi Lepas Pen

Saya dirawat di RS Medika BSD. Tanpa sengaja saya dirawat di kamar yang sama dengan kamar yang ditempati Alief waktu operasi lepas pen patah tulang tangan bulan Januari 2021 lalu. 

Kamar kelas 1 yang ditempati terdiri dari 2 bed untuk 2 pasien. Dulu selama Alief dirawat, tak ada pasien lain. Suami yang saat itu menjaga Alief, boleh menempati bed yang kosong itu untuk beristirahat di malam hari.

Sekarang, ketika saya dirawat di kamar yang sama, juga tidak ada pasien lain selama 5 hari saya dirawat sampai pulang. Terasa sangat tenang dan leluasa sendirian. Saya sedang beruntung.

Sebenarnya jaminan biaya kamar rawat inap dari asuransi yang saya punya, nilainya di atas biaya kamar kelas 1, tapi tidak ada kamar di atas itu yang nilainya sama persis dengan yang dijamin asuransi. Adanya kamar VIP dengan biaya lebih tinggi. Dari pada nambah biaya pribadi, mending saya turun ke kamar yang di bawahnya 😃

Kamar yang saya tempati memiliki standar pelayanan dan fasilitas yang baik. Serba bersih (rutin dibersihkan 2x sehari), AC sejuk (terlalu dingin malahan), semua penerangan berfungsi dengan baik, bed modern dan canggih, kamar mandi kinclong dan wangi dengan keran dan shower air panas yang berfungsi dengan baik, serta menu makan yang lengkap dan bergizi. Ahli gizi tiap hari berkunjung ke kamar menawarkan pilihan menu untuk makan pagi, siang, dan malam. Saya bebas memilih, dan boleh request jika ingin sesuatu, misalnya ingin jus jambu di saat sarapan, atau ingin buah tertentu di menu makan siang. Sprei dan sarung bantal diganti tiap hari. Peralatan mandi lengkap. Di BSD, RS Medika BSD ini recommended ke-2 setelah EKA Hospital yang biayanya mahal sekale bagi saya 😅

Kamar kelas 1 dengan 2 bed untuk 2 pasien. Selama 5 hari dirawat, hanya saya yang menghuni kamar ini. Rasanya tenang dan leluasa. Bed yang kosong itu diperbolehkan oleh perawat dipakai buat yang jaga. Jadi, saat malam hari, Alief maupun suami bisa tidur di bed itu. Gimana kamarnya? Nyaman banget kalau buat saya.

Siang hari biasanya saya sendiri. Alief saya suruh pulang buat mandi dan mengerjakan tugas. Bisa sih mandi di kamar mandi tempat saya dirawat, tapi Alief pengen mandi di rumah saja. Terasa agak kesepian juga sih kalau sedang sendiri. Tapi suami selalu telpon dan video call dari kantor. Malamnya baru datang menginap.  

Tidak Ada Biaya APD. Adanya Biaya Swab Antigen Bagi Penjaga Pasien (Tidak Ditanggung Asuransi)

Sejak pandemi, saya pernah 2 kali mengalami suami dan anak dirawat di RS. Jadi tahu biaya apa saja yang dikenakan terkait prosedur kesehatan di masa pandemi. Tahun 2020 saat suami dirawat di Eka Hospital, ada biaya APD sebesar Rp 600.000.  Begitupun ketika Alief dibawa ke IGD Eka Hospital karena kecelakaan, juga kena biaya APD yang tidak sedikit.

Sekarang giliran saya masuk RS (bukan di Eka Hospital tapi di RS Medika), tidak kena biaya APD. Adanya biaya swab buat yang jaga. Jadi, ketika Alief menemani saya dirawat, syarat wajibnya mesti swab antigen.

Yang mau saya bahas adalah, baik biaya APD yang dulu dikenakan ketika anak dan suami dirawat, maupun sekarang biaya swab untuk yang jaga, sama-sama tidak ditanggung oleh asuransi (asuransi saya swasta). Sebagai catatan, asuransi yang dulu digunakan suami dan anak, dengan asuransi yang saya gunakan sekarang, adalah dua perusahaan asuransi (swasta) yang berbeda. 

Selain itu, biaya swab (khusus yang jaga) dibayar langsung sebelum tindakan. Tidak ditagihkan bersama tagihan rawat inap pasien.

Dari sisi hemat, masih mending bayar swab cuma Rp 90 ribu dibanding bayar APD Rp 600 ribu. Tapi tentu saja, sehemat apapun biaya, lebih mending gak sakit 😂

View di balik jendela kamar: Jalan Letnan Soetopo, BSD. Di seberang sana cluster Giri Loka, clusternya orang-orang tajir melintir di BSD 😀 

Tensi selama sakit selalu rendah, paling tinggi 90 per sekian. Ada banyak penyebab. Salah satu yang perlu saya lakukan adalah bergerak. Jika sudah agak bugar. Kalau masih pening dan lemas ya jangan, nanti jatoh emang enak? wkwk. Jadilah saya jalan keliling kamar sambil seret-seret tiang infus 😂

Hasil Liver Function Screen Test + Sejumlah Keluhan Nyeri Membuat Saya Menjalani Sejumlah Pemeriksaan Dalam dengan USG, Bahkan Melakukan Tes Kehamilan!

Hasil pemeriksaan darah di hari pertama masuk RS (saat di IGD), salah duanya menunjukkan hasil  test SGOT/AST 104 (ref range 7-44), dan SGPT/ALT 90 (ref range 7-48).

Dari sekilas penjelasan dokter spesialis penyakit dalam yang saya ingat, pada pasien yang  terinfeksi bakteri tipes, maupun virus dengue, hal itu bisa terjadi. 

Saat pasien terinfeksi bakteri thypi, bakteri masuk ke dalam kantong empedu, saluran empedu, dan jaringan limfatik usus. Di sinilah kemudian bakteri berkembang biak dalam jumlah banyak dan menyebabkan peradangan.

Sementara itu, virus dengue menyerang sistem peredaran darah yang menyebabkan trombosit turun, dan hati merupakan organ yang terdampak penyakit dengue baik shock dengue maupun non-shock dengue. Peningkatan kadar ALT dan AST yang mengindikasikan kerusakan hati dapat digunakan sebagai biomarker derajat keparahan dan perjalanan penyakit demam dengue. *[art. Dengue dan Implikasinya Pada Liver]

Selain dari hasil test liver, saya juga menceritakan pada dokter adanya keluhan tentang nyeri hebat pada tulang dan otot di hari ke-2 sejak demam, juga soal nyeri perut di hari ke-3 sejak demam.

Dari sinilah awal mula adanya permintaan dari dokter Adi Ayu Mada Prahara, Sp.PD untuk dilakukan USG menyeluruh pada perut saya.

Terakhir di USG saat masih hamil Aisyah, dan itu belasan tahun yang lalu. Sudah lama sekali. Kali ini di USG karena sakit, perasaan saya jadi nano-nano, sekaligus merasa canggung. Dokter radiologinya perempuan,  dr. Ilma Fiddiyanti, Sp.Rad (K) RI, M.Kes. Keramahannya membuat saya jadi agak rileks. 

Pemeriksaan pada hati, kantung empedu, lambung, ginjal, bahkan rahim, dilakukan dengan teliti. Telinga saya pasang tajam, setajam silet, agar bisa mendengar semua ucapan dokter yang tengah memeriksa. Saya dengar dokter Ilma mengatakan kondisi hati bagus, tidak terluka dan patah hati, eh# haha Ya intinya aman. Tidak ada batu di empedu dan ginjal. Kondisi lambung yang cukup parah, asam lambungnya tinggi. Selain itu aman, KECUALI kemudian ada penampakan "kantong air" di rahim. Nah!

"Ibu kapan terakhir haid?"

Jegeeer!! Pertanyaan mengejutkan. Saya terperanjat. Pikiran seketika tertuju pada satu tanya dalam hati: Apakah saya HAMIL?!

"Saya lupa dok, sudah agak lama sekitar...." kata-kata saya terhenti. Saya lupa kapan terakhir haid. Antara lupa dan mungkin shock dengan pertanyaan soal haid 😂

Selanjutnya, suara dokter terdengar tidak jelas, seperti bergumam. Mungkin karena saya berhenti memasang telinga tajam-tajam, atau teralihkan oleh pikiran yang iya-iya. 

"Untuk detail hasilnya mohon ditunggu ya bu. Nanti dr Adi Ayu Sp.PD akan menjelaskan lebih lengkap kepada ibu, tapi untuk rahim kita akan melakukan pemeriksaan lanjutan dengan testpack. Nanti sama perawat testpack nya..."

Kata-kata penutup yang menenangkan sekaligus menegangkan. Saya deg-degan sejak keluar dari ruang radiology sampai kembali masuk kamar rawat.

Saya ceritakan semua itu kepada suami, Alief dan ibu. Apa reaksi suami saat saya cerita langsung? Dia memandang saya dengan mata membesar, abis itu mukanya nge-freeze 😂

Saya tidak tahu apa yang dipikirkan suami dan Alief. Saya tidak mau bertanya. Mereka juga tidak berkata-kata. Jadi, saya cuma bisa bilang: "Kita lihat hasil pastinya besok, ya." 

Hasil USG

Tensi Rendah Terus Selama Sakit, Dianjurkan Nonton Layangan Putus Buat Naikin Tensi! 😱

"Mbak Rien, nonton Layangan Putus saja buat naikin tensi," kata teman di sebuah WA grup. Kata teman lho, bukan kata dokter saya 😆

Saya termasuk telat tahu ada drama Layangan Putus. Pas tahu pun juga nggak buru-buru nonton. Mana sempat nonton wong tahunya pas lagi sakit. Ada saat saya buka IG memang sempat lihat meme dan parodi Layangan Putus berseliweran, heboh melebihi PKL yang seliweran di pantai Kuta! Komen-komennya bernada emosi, dari yang memaki hingga membenci. 

Setelah sembuh dan bebas rawat inap, saya baru nonton, tanpa marathon. Karena katanya cocok buat naikin tensi. Ternyata, gak naik juga tensi saya! Haiyah! 😅

Kata suami, "Mana bisa naik tensimu wong kamu punya suami setia bernama Mas Arif, bukan Mas Aris !"

Hua ha ha ha. Cakep!

Jadi ceritanya, saya ini memang punya tensi rata-rata rendah. Paling mentok ya 100 per sekian itu aja. Super jarang sampai 110 apalagi lebih dari itu. Malahan lebih sering 90 per sekian. Sekalinya tensi tinggi dulu pas lahiran Aisyah, sampe masuk kategori gawat darurat dan dapat perhatian khusus. Tapi abis itu enggak pernah tensi tinggi lagi.

Selama dirawat di RS, tiap hari ditensi 2 kali. Hasilnya merata di 80an sekian per sekian (saya ga hafal hasil persisnya). Sulit sekali untuk stabil di 90 per sekian saja. Makan daging udah, makan yang asin-asin juga udah. Mungkin jumlah yang dimakan harus diperbanyak?

"Nanti kalau tensinya tinggi berubah jadi pemarah lho, Ma," kata suami.

Ha ha ha. Istrinya gak ada daya buat jadi pemarah. Daripada marah-marah, enakan makan! 😂 Dah lah, saya share foto makanan selama di RS aja ya. Fotonya cukup banyak karena tiap makan saya laporan kirim foto ke suami. Soalnya suami selalu nanya, "udah makan belum? Makanannya dimakan nggak?" Galeri HP saya banyak foto makanan. Daripada dibuang, saya posting saja di sini 😃

Saya: "Bisa request jus jambu di menu sarapan?"
Mbak ahli gizi: "Tentu bisa." 😍

Suami kirim pesan di WA: "Sudah sarapan, sayang?"
Saya: Cekrek! *bergegas kirim foto*

Suami: "Makan apa siang ini?"
Saya: Cekrek! *kirim foto makanan yang baru sampe kamar dan belum dibuka plastik penutupnya* 😅

Saya: "Alief, mama pengen makan yang pedes-pedes, nanti malam sebelum ke RS bisa beliin Mie Aceh di Golden Vienna?"
Alief: "Bisa, Ma. Tapi nanti saya laporkan ke dokternya mama dulu ya." *ngancem*

Dokter Sp.PD : "Makannya gimana bu, habis nggak? Makan yang banyak ya, bu."
Saya: "Habis, dok. Habis separuh." 😬

Snack sore yang paling disukai? SEMUANYA! 

Jus Jambu dan Efeknya Pada Trombosit

Beberapa orang memberi saran pada saya untuk minum jus jambu biji tanpa gula guna menaikkan trombosit. Saya juga telah lama mengetahui hal tersebut. Jadi, keinginan untuk minum jus jambu itu sudah pasti ada, terlebih saat trombosit makin turun ke 75 ribu.

Hari pertama di RS masih hectic, banyak hal lepas dari pikiran, termasuk soal jus jambu, tak terkatakan. Hari kedua saat trombosit perawat menyebut hasil tes trombosit makin turun di 75 ribu, baru saya tersentak, dan bersegera meminta jus jambu pada Alief dan membuat permintaan pada petugas gizi agar disediakan pada saat sarapan.

Sore itu juga (Selasa 28/2) Alief keliling mencari jus jambu, alhamdulillah ketemu, dan saya dibawakan dua cup. Saya habiskan semua sore itu juga. 

Esok pagi, jus jambu datang di menu sarapan rumah sakit.

Alhamdulillah pada hari ke-3 sejak dirawat atau hari ke-7 sejak kena DBD, kadar trombosit bergerak naik dan semakin naik tiap harinya. Apakah hasil minum jus jambu biji?

Saya tidak berani mengatakan kenaikan trombosit adalah hasil minum jus jambu atau bukan. Dari berbagai artikel yang saya baca, belum ada penelitian mengenai hal tersebut, baik untuk menaikan trombosit maupun menyembuhkan DBD. 

Saya masih berpegang pada keterangan dr Adi Ayu Sp.PD yang menangani saya bahwa kadar trombosit akan naik dengan sendirinya pada hari ke-7.

Kalau bisa naik sendiri, lantas apa fungsinya dirawat? Kembali pada keterangan dr Adi Ayu bahwa ada fase-fase kritis atau berbahaya yang dialami penderita, karena itu perlu dirawat untuk memantau kondisi pasien agar tidak mengalami perdarahan pada masa kritis yaitu hari ke-5 sampai ke-7.

Kondisi saya sendiri memang terasa membaik pada hari ke-3 sejak dirawat, namun karena kena tipes juga, saya tetap lanjut dirawat sampai hari ke-5. 
Jus jambu tanpa gula beli di luar rumah sakit

Jus Jambu dari rumah sakit, disajikan saat sarapan

Drama Pasang Infus, Gagal Dua Kali Karena Vena Tipis

Gabut di kamar rawat saat sendiri, jadi menghitung jumlah jarum suntik yang menembus kulit, totalnya 9 kali! 😆

1 kali saat ambil darah di klinik (26/12). 1 kali saat ambil darah sekaligus pasang infus di IGD RS (27/12). 4 kali selama 4 hari berturut-turut (28-31 Des) buat ambil darah (cek trombosit dll). 2 kali saat ganti tempat pasang infus (30/12), tapi keduanya gagal karena vena pecah. 1 kali berikutnya baru berhasil. 

Proses ambil darah dan pasang infus seharusnya sebentar saja, tapi karena saya ini salah satu orang di dunia yang takut jarum suntik, prosesnya jadi lama sebab saya lebay nge-drama. Bukan drama Korea, China, apalagi drama Layangan Putus 😐 Suster sampai hafal dengan kelakuan saya tiap liat jarum suntik. Dari yang nanya-nanya gak penting buat basa-basi dengan tujuan ngulur-ngulur waktu, sampai teraduh-aduh kesakitan sambil ngucap Allah dan istighfar berulang-ulang 😂

Percaya nggak, sebatang jarum amat kecil itu mampu bikin saya menitikkan air mata. Saking takutnya, saking sakitnya. Sakit karena dirasa. Dirasa karena takut. Terlebih saat ambil darah, durasi jarum dalam vena lebih lama, dan jarumnya sangat terasa.

Drama memindah infus lebih seram. 3 hari pertama infus dipasang di lengan kanan. Kemudian di pindah ke lengan kiri karena mulai agak bengkak. Hampir 15 menit vena yang dicari tidak ketemu. Semuanya tipis. Ada 1 yang keliatannya bisa, dekat jari manis. Tapi karena sayanya tegang, suster harus menunggu sampai saya rileks, baru jarum ditusukkan. Hasilnya gagal, vena pecah. 2 jam kemudian dicoba lagi, kali ini di tangan kanan dekat jari tengah, tapi gagal lagi. 

Sore hari dicoba lagi ke tangan kiri. Kali ini susternya 2 orang. Kedatangan 2 suster itu membuat saya berasa jadi pasien dengan "kasus serius susah dipasangin infus" Alhamdulillah kali ini berhasil dengan mudah, cepat, dan nggak pakai drama! 😂😂

3 hari pertama di RS diinfus di lengan kanan dengan 2 selang sampai hari ke-5. Selang cairan infus dan selang cairan antibiotik. Obat lambung serta obat lainnya juga disuntikan lewat infus. Lengan terlihat agak kemerahan sebagai reaksi pertama dari antiobitik yang masuk. Sempat agak gatal, tapi sebentar dan tidak membengkak. Ada drama di balik antibiotik yang diberikan, baca di paragraf tulisan ya 😃

Hari ke-4 sampai ke-5 selang infus pindah ke tangan kiri. Tak lupa pakai drama susah cari vena. Sampai ditusuk jarum 3 kali baru berhasil. Awalnya di punggung tangan kiri atas, tapi hasilnya pecah. Lalu ke punggung tangan kanan atas dekat jari, pecah juga. Dua perawat mengatakan hal yang sama bahwa vena saya tipis. Yang ke-3 pindah ke punggung tangan kiri lagi agak ke atas, baru berhasil. Sampai perlu menghadirkan dua perawat untuk menangani urusan mencari vena ini 😂 

Kok Ada Antibiotik Generik Dalam Obatku?? Sakitnya Bukan Main 😅

"Bu, untuk penggunaan antibiotiknya kami informasikan ke pihak asuransi dulu ya, karena harganya mahal."

Soal ini saya agak kurang berkenan. Kalau memang dibutuhkan untuk pengobatan yang sifatnya urgent, harusnya langsung gunakan saja. Soal biaya urus belakangan, yang penting saya cepat sembuh. Tapi kemudian saya melihatnya dari sudut pandang lain, bahwa pihak RS punya standar kerja sendiri terkait obat-obatan maupun tindakan untuk pasien dengan jaminan asuransi. Bukan hanya urusan obat, urusan pemeriksaan dengan USG dan lainnya juga dikonfirmasikan dulu ke pihak asuransi.

Dari sisi lain, hal ini sebetulnya bagus. Pasien jadi bisa mengetahui mana biaya yang dicover dan enggak, dan bisa mengambil keputusan untuk lanjut dengan obat mahal atau yang sedikit lebih ekonomis. Beda dengan RS tempat dulu suami saya dirawat. Tahu-tahu jebret angka berpuluh-puluh juta yang tidak ditanggung asuransi muncul ditagihan😅

Alhamdulillah semua obat, tindakan, dan proses pemeriksaan untuk saya telah disetujui oleh pihak asuransi. Tidak ada masalah, makanya lanjut jalan sesuai intruksi dokter spesialis penyakit dalam yang menangani saya. TETAPI......TERNYATA....

Cairan antibiotik pertama yang masuk ke tubuh saya adalah antibiotik  GENERIK. Lhoo, katanya pakai yang mahal (paten)?? 

Ceritanya gini: 

Antibiotik pertama yang akan diberikan ke saya berupa cairan dalam kemasan botol, sebesar botol YOU C-1000. Cairannya berwarna kuning, persis cairan YOU C-1000. Sebelum dimasukkan lewat selang infus di lengan kanan, antibiotik itu dites dulu di lengan kiri saya untuk melihat reaksi alergi yang terjadi. Cairannya disuntikan di bawah kulit. Sakit? Banget. Mana lama pula tesnya 😂

Tes alergi antibiotik generik. Ada bujet buat biaya obat mahal, tapi yang diberikan obat generik 😅 Untunglah saya lapor soal reaksinya yang bikin sakit lengan, dan dokter segera mengganti dengan obat paten bebas sakit. Seandainya saya tidak lapor, mungkin sampai pulang saya kesakitan di lengan dan tidak bisa tidur tenang di malam hari. Ket: 20:30 adalah catatan waktu tes.

Titik tes di lengan diberi tanda lingkaran dengan spidol dan diberi angka sesuai jam saat penyuntikan. Hasilnya? Lengan saya memerah tapi tidak gatal. Suster lalu berkoordinasi dengan dokter dan kemudian antibiotik itu tetap disuntikan ke badan saya lewat infus. Ternyata sakit! Sakitnya hampir bikin saya melolong wkwkw.

Seluruh lengan terasa nyeri, ngilu, pegal, sakit, pokoknya serba gak nyaman. Saya sampai nangis. Akhirnya suster memasukan cairan antibiotik itu dengan cara disilang (dimasukkan bareng dengan cairan infus). Laju tetesan pun diperlambat. Rasa serba sakit itu mereda tapi tidak benar-benar hilang, dan saya jadi tidak bisa tidur sampai jam 3 pagi!

Esoknya saat dr Adi Ayu Sp.PD berkunjung ke kamar, saya ceritakan perihal rasa sakit dari antibiotik itu. Nah, saat itulah dr Adi Ayu menyebut kalau antibiotik yang digunakan itu generik. Saya sempat agak heran. Bukankah sebelumnya perawat menyebut obat mahal sampai mesti konfirmasi dulu ke pihak asuransi. Lantas katanya sudah disetujui, tapi kenapa yang diberikan yang generik? 😅

Kemudian dokter Adi Ayu memberi instruksi pada perawat untuk mengganti dengan yang paten. 

Sorenya, saat jadwal pemberian antibiotik, saya lihat kemasannya beda, diganti sesuai instruksi dokter. Berhubung saya agak trauma dengan rasa sakit pada pemberitan antibiotik sebelumnya (kemasan botol kaca), saya jadi agak drama saat antibiotik diberikan. Padahal, ternyata rasanya jauh lebih nyaman ketimbang kemasan botol yang generik itu. Malamnya saya bisa tidur dengan tenang.

Bisa beda gitu ya obat generik dengan yang paten. Sama-sama untuk mengobati, tapi yang satu bikin kesakitan.  Ada harga ada rupa. Ada paten ada nyaman.

"Drama" cairan antibiotik kemasan botol yang bikin tangan serba sakit akhirnya selesai setelah diganti dengan yang paten dalam kemasan kantong 😃

Jam Besuk Ditiadakan. Teman, Tetangga dan Keluarga Gagal Jenguk

Aturan besuk selama pandemi masih ditiadakan, bahkan jika itu keluarga sendiri. Satu-satunya yang boleh menemui pasien hanya yang menjaga pasien, itu pun dibatasi 1 orang saja, dan wajib swab antigen, setelah itu baru boleh masuk kamar rawat.

Teman sesama content creator, tetangga saya yang baik hati, juga adik ipar yang ingin datang menjenguk, sama-sama tak bisa melakukan kunjungan. Meskipun orangnya tidak bisa datang, tapi makanan dan parsel buah tetap meluncur ke RS menemui saya 😄 Pastinya disertai doa untuk kesembuhan saya. Alhamdulillah. Sangat berarti. Terima kasih. 

Hari ke-3 Baru Bisa Ngabarin Sakit Lewat Medsos

"Lho, udah pulang dari RS, kok nggak ngabarin sejak masuk RS, posting apa kek di medsos?"

Ha ha ha. Masuk RS dalam keadaan lemas tak berdaya mana sempat dan mana kuat ngabarin dunia saat itu juga. Lagian saya ini siapa sampai dunia harus tahu? Nggak segitunya juga cari perhatian di dunia maya. Cukup keluarga dan orang dekat saja yang tahu. Soal kemudian di berbagai grup WA jadi tahu, itu karena 1 teman yang saya beritahu telah membawa berita sakitnya saya ke beberapa tempat.

Setelah santai saya baru buka WA buat ngabari keluarga. Sesekali ambil foto sekedarnya buat kirim ke suami yang masih di luar kota biar nggak cemas-cemas amat. Sisanya sibuk ketakutan sama jarum suntik dan kesakitan sama cairan antibiotik generik 😂

Buka IG dan WA iya, hanya bila sedang santai dan memungkinkan. Kebanyakan hanya baca-baca, atau membalas pesan seperlunya yang bisa saya balas saja. Hari ke-3 dirawat baru bisa bikin story di IG, saat lengan sedang bebas selang infus (karena proses pindahan infus dari tangan kanan ke kiri yang gagal).

Ternyata, ada beberapa DM yang telah saya lewatkan beberapa hari. Tawaran kerjasama dari brand kosmetik  M*********y yang KOL nya deretan para artis ternama itu. Ada pula tawaran jadi KOL H****y sekaligus reviewer dari produk pembersih rumah tangga yang mau ngadain GA pada bulan Januari. Ada chat di WA dari Temmy, teman content creator yang mau konsul rate jadi narasumber di suatu event online. Ada Intan, teman penyiar RRI yang undang bikin voice note terkait dunia traveling untuk suatu siaran. 

Gak banyak sih pesan yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai content creator, tapi yang sedikit itu berharga 💗 

Meskipun begitu, yang namanya sakit ya prioritas sembuh dulu, baru nanti mikirin konten. 

Efek bikin satu kali story IG dengan gambar tangan penuh selang, ada bejibun yang reply, dan gak mungkin banget saya baca dan balas satu-satu saat itu juga. Akhirnya, cuma bisa mengucapkan terima kasih atas segala perhatian dan doa yang datang melalui sebuah story. Beberapa hari kemudian setelah baikan, reply story dari teman-teman baru bisa saya balas satu persatu. TERIMA KASIH 💗

1. Story IG  (29/12) 2. Story IG lagi buat balas DM dari 78 orang yang reply story (30/12) 3. 78 story reply dari teman-teman follower
 

Travelerien adalah nama untuk sebuah cerita perjalanan hidup

Menuliskan pengalaman sakit di blog travel ini adalah bagian dari cerita perjalanan hidup saya. 

Karena perjalanan bukan hanya tentang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tapi juga berpindah dari suatu waktu ke waktu yang lain. Berpindah dari sehat menjadi sakit, dari sakit menjadi sembuh. Dari kecil menjadi besar. Dari kekanakan menjadi dewasa. Dari bengal menjadi taat. Dari pecicilan menjadi kalem. Apapun itu, atau juga sebaliknya, sama-sama menghadirkan cerita dari perjalanan yang bermakna sangat luas.

Jika dipersempit tentang perjalanan dari satu tempat ke tempat lain seperti bepergian untuk liburan, atau melihat tempat baru, terus terang 2 tahun ini saya miskin dari cerita perjalanan semacam itu.

Meskipun begitu, dari cerita perjalanan yang dulu (sebelum pandemi), membawa saya pada rejeki tak terduga di tahun yang senyap dari cerita perjalanan baru, sebagai content creator. Salah duanya adalah hal-hal berikut ini:

Jika dulu biasanya saya yang rutin menulis cerita perjalanan di media cetak dan online, tahun ini justru ada media ternama yang menulis berita tentang saya sebagai seorang blogger.

Jika dulu biasanya saya yang jadi juri, atau terlibat dalam kepanitiaan suatu lomba, kali ini saya yang dijuri oleh para orang kompeten di dunia media dalam suatu event internasional. 

Terima kasih Tribun News 👉 Berawal dari Hobi Jalan-Jalan, Travel Blogger Katerina Hasilkan Uang Lewat Tulisan

Terima kasih Malaysia Healthcare Travel Council 👉 Pemenang Best Medical Travel Influencer event Medical Travel Media Award 2021 di Malaysia

Tribun News -  Diliput oleh Tribun NEWS jadi pengalaman baru di tahun 2021 sebagai seorang content creator.

MTMA 2021 - Menang di ajang penghargaan Medical Travel Media Award 2021 sebagai Best Medical Travel Influencer International, mendapatkan hadiah cash RM 8000 (+/- USD 2000 + Trophy + Certificate) merupakan pengalaman baru yang saya dapat di tahun 2021 sebagai seorang content creator.

9 Des 2021. Satu frame dengan orang-orang keren ini. Tak berkurang senang dan bangga akan hal ini meskipun 2 minggu kemudian saya berhadapan dengan penyakit. Itu tandanya saya hidup.

Beberapa bahkan banyak hal dalam hidup harus memiliki keseimbangan.

Bila mengungkit sakit, ungkit juga hal-hal yang pernah membuat senang dan gembira. Supaya tidak mengeluh. Supaya tetap bersyukur. Supaya tidak lupa, bahwa di antara 1 kesakitan telah ada banyak kesehatan dan kesenangan memeluk diri.

Alhamdulillah Jumat tgl. 31 Desember 2021 sudah diijinkan pulang oleh dokter. Tutup tahun yang indah, berhasil melawan terjangan tipes dan DBD 😊

Mendarat di tanggal 1 Januari 2022 dalam keadaan baru habis sakit dan harus banyak beristirahat, saya melupakan urusan liburan, apapun itu yang orang pikirkan tentang perayaan tahun baru. Kesembuhan dan memiliki kesehatan adalah hal paling utama yang saya inginkan di hari pertama 2022.

Ada banyak sekali harapan dan doa baik yang saya panjatkan pada Tuhan sekembalinya dari rumah sakit. Pastinya, tentang semua hal baik.

Semoga sehat senantiasa memeluk saya dan keluarga. Semoga semua urusan lancar, ibadah lancar, rejeki lancar, dan jalan menuju semua yang dicita-citakan lancar. Semoga hubungan pribadi dengan Allah SWT semakin baik. Semakin taat dan bertaqwa. Semoga hubungan dengan sesama manusia juga semakin baik dalam segala hal.

Doa yang sama untuk semua orang yang mendoakan saya :)

Hanya Sedikit Cemas, Banyak Senangnya

Sakit ini hanya sedikit kecemasan dari segudang kebahagiaan dan kesenangan yang Allah limpahkan sepanjang 2021. 

Jika mengungkit sakit saja sebagai suatu keluhan dan penderitaan, alangkah tidak bersyukurnya saya pada Allah padahal telah dan akan (insha Allah) diberi lebih banyak kesehatan, kegembiraan, dan kebahagiaan.

Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhuma, dari nabi shallalahu'alaihi wasallam, beliau bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.

"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya."

(HR. Al-Bukhari No. 5642 dan Muslim No. 2573) 🌹🌼🌻🌺

Sebelum tulisan ini usai, saya tampilkan hasil testpack-nya, eh maksudnya hasil tagihan rumah sakitnya 😄

Saya kira bakal bayar NOL Rupiah, ternyata ada tagihan yang harus dibayar secara pribadi (tidak ditanggung perusahaan asuransi) senilai Rp 103.500 untuk alat tes kehamilan. Eh, iya, jadi ingat hasil testpack itu, gimana ya? Duh mau lanjut nulis lagi udah capek. Ya udah sampai di sini saja ya ceritanya. Sekian dan terima kasih 💗😅😱😮



Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

55 komentar

  1. nah ini ya terasa manfaatnya asuransi kesehatan ya mba, layanan kamar kelas 1 ini pun udah enak dan lebih enak lagi karena ga ada pasien lainnya, jadi tetep punya privacy ya ga rikuh ada keluarga lain. Kok enak sih ada nanya menu tiap pagi, jadi ga makan makanan hambar bosen ala RS huhu :(, mana pake dihias-hias juga serving nya , tapi ya tetep ya mba emang lebih enak kalau ga usah sakit, sehat ajaaaa. Sehat-sehat terus mba!

    BalasHapus
  2. Wah nyesel jadinya ya mba nolak job yang feenya gede 😊. Gapapa belum rezeki ya. Aku juga bingung banyak yang bilang di swab itu sakit dicolok colok. Tapi pas aku rasain waktu naik pesawat, rasanya ga sakit. Makanya aku bingung kenapa ada yang bilang sakit banget di SWAB itu.

    Mba Katerina gimana sekarang keadaannya? Aku baru tahu juga antara tipes dan tipus itu ternyata berbeda. Kirain aku sama

    BalasHapus
  3. waduh nolak job karena takut swab hahaha. tapi aku juga gak suka di-swab hadeh 😂

    senengnya ya cah lanang udah bisa bantu ngurus ibunya yang lagi sakit. sehat-sehat terus Kak Rien :)

    BalasHapus
  4. Kagum saya, saking kreatifnya momen ketika sakit pun dijadikan bahan materi artikel, semoga ibu katerina selalu diberikan kesehatan untuk terus share positif experience

    BalasHapus
  5. Saya pun sama menghindari bepergian yang mengharuskan swab tapi qadarullah dapat job offline dan ternyata harus swab. Mau nggak mau. Dan ternyata, tidak semengerikan yang saya kira wkwkkw

    BalasHapus
  6. Yaaaaa ga ditulis hasil testpack nyaaa 🤣🤣🤣.

    Aku jadi inget pas hamil anak kedua, samasekali ga tau kalo hamil. Yg ada aku tepar Krn dibilang tipes. Krn hasil cek darah trombosit turun. Tapi anehnya pas periksa test pack, itu negatif. Jadi obat2an antibiotik dll LGS mereka masukin pas tau hasil negatif. Kluar dari RS , aku mulai ngerasa aneh Krn memang blm haid. Beli test pack sendiri, ternyata positif 🤣🤣🤣🤣🤣.

    Ga ngerti kenapa test pack RS negatif pdhl jauh LBH mahaaaal harganya. Dan aku kuatir Krn udh diksh bermacam antibiotik. Untungnya si adek sehat2.

    Jadi gimana nih, apakah mba rien juga pregnant 😁?

    Sehat2 ya mbaaaa, musim pandemic , kalo sampe opnam memang rempong. Yg jaga harus swab segala.ngerasain pas suami opnam Krn asam lambung akhir tahun kemarin

    BalasHapus
  7. Luar biasa bu kisahnya, inspiratif sekali. Walaupun dalam keadaan sakit, tetap menemukan kebaikan-kebaikan dan momen-momen edukatif.

    Saya kira ini karena hasil dari Ibu Katherina beserta keluarga yang selalu menebar inspirasi baik, bisa di blog, medsos, dll. Sehingga Allah SWT beserta semestaNYA bersedia membalas dengan hal yang baik juga.

    Amplopnya memang sakit, harus dirawat di RS, tapi isinya... wow banget, ya.. saya takjub dengan Ibu.

    Semoga selalu diberi kesehatan dan kemudahan ya, bu.

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah skrg sudah kembali fit dan pulih ya mba, semoga kita bisa mengambil hikmah dari cerita mb Rien tadi, sehat sehat semuanya... ini tipes yg sekaligus malarindu tropikangen ya kayaknya..

    BalasHapus
  9. Yaaah mbak. Udah panjang2 cerita endingnya gimana? Jadinya hamil ga? Hihihiiiii. Tapi aku sendiri masih terheran-heran. Kok bisa ya dapet 2 penyakit sekaligus? Ya Allah semoga ke depannya ga pernah dikasih lagi.

    BalasHapus
  10. Aku kaget waktu mba share lagi sakit itu. Bener2 kaget. Mana sakitnya main gabung pula. Tapi, yang namanya sakit milik siapa aja kan ya. Alhamdulillah mba pulih kembali. Bisa beraktivitas lagi, bisa cerita-cerita en ceria lagi.
    Eh, aku juga mikir tipes ama tifus sama lho.

    Oya, kalau ngomongin DBD, jadi ingat si bocah pas awal 2020 kena DBD. Pas RSnya prepare nanganin situasi pandemi. Sampai dokternya berharap banget pasien2nya (yang saat itu anak2 semua) bisa cepat2 pulang. Dia nyuruh si bocah minum sari kurma, selain jus jambu, biar trombosit cepat naik. Maklum, dbd belum ada obat katanya, jadi yang dilihat trombositnya. Aku juga tau sih teori itu, tapi bener2 gak bisa mikir jambu dan sarkum. Akhirnya total 3 hari rawat inap.

    Dokternya juga bilang hal yang sama kayak dr. adi, kalau kadar trombosit bisa naik dengan sendirinya pada hari ke-7, dan aku juga penasaran kenapa harus rawat inap kalau gitu, sampai dokternya juga jelasin serupa penjelasan dr. adi.

    Btw, ni yang komen kok pada nunggu hasil tespek ya, hihihi.

    BalasHapus
  11. pas sekarang udah sehat, baca ceritanya jadi campur2 kan ya mba. Udah banyak bahagianya ini, anak2 udah bisa jagain mamanya ya terharuuu ikut mrebes miliii aduuh. Nanti lapor ke dokter mama dulu ya hahahaha.
    jadinya gimana hasilnya :p apa pun hasilnya aku mendo'akan sehat selalu semuanya ya mba sekeluarga. Iyaa dulu bude aku di EKA, muhul bgt aku mah enggak sangghuup :))
    makasih info rs nya ya mba, aku jadi tau cerita yg tentang rs medika nih nggak cuma tau gedungnya aja hehe

    BalasHapus
  12. Ternyata typus dan tipes beda ya mba, aku pikir sama lho... ga kebayang lha ini kalau jadi mba, perjuangan untuk pemeriksaan dan perawatan luar biasa banget. speedy recovery ya mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe makin paham beda kedua penyakit ini. semoga kita semua diberi kesehatan ya... siapa yg mau sakit? gak enak. meski saat sakit, kita jd tahu bagaimana sayangnya orang2 terdekat pada kita. sikap mereka penuh kasih, huhu terharu sendiri bacanya

      Hapus
  13. Maaak, aku udah baca dari awal sampai akhir, penasaran sama hasil test packnya, eeeeh malah ngga terjawab. 😄

    Tapi Alhamdulillah bisa tertangani dengan baik ya, Mak.. Senang rasanya denger cerita Kak Alief dan Kak Aisyah yang benar-benar berbakti pada ibunya. Love banget.

    BalasHapus
  14. Mba Rieeennn, semogaaa kita semua sehat2 sekeluarga yaaa
    sakit tuh memang ngga enak :D Tapii, ya anggap aja ini teguran karena rahmat dan kasih sayang Allah untuk kita, ya
    Manakala tengah bergumul dgn sakit, saya selalu ingat2 Hadits ini jugaaa
    "Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya."

    Thanks for writing this comprehensive blogpost mbaaaa

    BalasHapus
  15. Kirain saya doang yang menghindari yg namanya test swab itu, ternyata gak semengerikan itu yah. Eh btw sy brubyau bedanya tipes dan tifus haha, untung mampir di blog kk. Btw sehat selalu ya kak, semoga semuanya dilancarkan, amiinn

    BalasHapus
  16. Senang sudah bisa kembali beraktivitas ya mba Rien. Aku termasuk orang yg takut jarum juga, hihi kalau baca tulisannya mba jadi merasa sama dengan aku malah tertawa sendiri bacanya nih. Dan aku baca dari awal sampai akhir mba, dan sakit itu datang kadang agar kita bersyukur sebanyak itu nikmat dan kebahagiaan yang didatangkan buat kita yaa mba.

    Oiya ditunggu next tulisannya mba, hahaha mba penasaran sama hasilnya...

    BalasHapus
  17. Tulisannya sedih tqpi bikin ketawa bun karena lucu, Alhamdulillah ya bun sudah sehat semoga tidak sakit lagi, sekeluarga di beri kesehatan dan bisa traveling lagi tanpa takut di colok colok 😁

    BalasHapus
  18. Mba Katerina aku sangka awalnya Mba Katerina hamil lho. Soalnya ada yang nanyain di grup ibu ibu blogger tangsel. Aku kan jadi kepo hihihi 😂. Soalnya kalau beneran aku mau kasih selamat 😍

    BalasHapus
  19. Hai kak salam kenal,aku Dennise. Wow...panjang ceritanya luar biasa.Terharu,kagum.Karena aku termasuk orang yang paling takut dirawat di rumahsakit terutama kena jarum suntik & jarum impus.Tetapi memang tidak ada pilihan ya kak akhirnya yang aku takuti dialami juga.Masuk rumahsakit karena vertigo parah hingga muntah.Nah karena urat nadiku halus banget bolak-balik ditusuk,sakitttt... Sehat selalu ya kakak & congratulations untuk kemenangannya

    BalasHapus
  20. ya ampun, mbak, kebayang lagi hamil trus sakit. apalagi masa pandemi seperti sekarang.

    ingat pernah nungguin saudaranya yg hamil besar lalu bleeding.

    ah tapi sudah beres ya. impaslah ya perjuangannya. sehat selalu.

    BalasHapus
  21. Saat sakit, anak sholeh dan sholeha penambah imun ya mba. Sakit tidak pernah permisi untuk datang, yang memiliki asuransi akan fokus ke pengobatan terbaik.

    Saya termasuk yang agak rada2 juga kalau berhadapan dengan jarum suntik, terbayang dramanya disuntik untuk diinfus itu :) .
    Btw, saya membaca sampai teliti hingga bawah, penasaran dengan hasil tastpack-nya berapa garis kah?
    Sehat-sehat untuk mba Rien dan keluarga, serta kita semua.

    BalasHapus
  22. Wah seru ceritanya sampai dikira hamil segala ..btw soal swab mirip banget sama aku. Menghindar pergi2 an yg pke swab Krn takut, sekalinya di swab krn terpaksa ikut acara blogger eh ternyata saat di tekape harus diswab terpaksa deh Krn sdh di TKP...tp ternyata ga semengerikan yg dibayangkan hehe ..

    BalasHapus
  23. walau udah nulis,trus diterangin Mbak Vicky, tetep ja saya pikir tipes sama dengan tyfus hahaha

    Ngiri Mbak, ngiri ditemanin anak lanang sseperti Alief

    Tapi di lain pihak, saya gak mau sakit, takut dicuekin anak

    kumaha atuh?

    BalasHapus
  24. ya Allah ga kebayang lagi hamil terus sakit, yang sabar ya kakak, untung saja punya anak yang soleh bisa menemani ibunya, luar biasanya

    BalasHapus
  25. Daku pikir rajah tangan itu tangan sampe di spidolin hehe.
    Alhamdulillah support system keluarga mantul ya.
    Jaga kesehatan mbak Rien, apalagi tensi rendah.. deuh daku juga tensi nya rendah, jadi deg-degan juga dan kudu rutin memang ya.

    BalasHapus
  26. syukurlah mbak Rien udah sehat lagi dan bisa melincah lagi buat jalan, bikin konten dan happy-happy lagi..

    asli netijen dibuat penasaran dengan hasil test pack XD

    BalasHapus
  27. Iya mbak, sehemat apa pun, walau dicover asuransi juga, tetap milih sehat aja ya. jangan sampai deh dikasih sakit dan harus rawat inap di RS.

    Duh terharu saya baca bagian Alief dan Aisyah kompak merawat dan membawa mamanya ke RS.

    BalasHapus
  28. Penasaran sama hasil testpack-nya, Mba.

    Semoga Mba Rien sekeluarga selalu diberi kesehatan yaa, dan sakit tipesnya jangan datang-datang lagi

    So sweet banget lihat anak cowok Mba Rien yang care banget pada mamanya

    BalasHapus
  29. Alhamdulillah sekarang sudah sehat dan lebih baik ya Mbak Katerin. Maaf malah ga tahu nih kalau sedang sakit beberapa hari lalu itu.
    Jadi tahu nih buat naikin tensi itu gak hanya makan daging kambing, tapi juga bisa dengan nonton layangan pedhot to ya... Hehehe

    BalasHapus
  30. Aku pernah ngalamin Tipes dan DBD dengan gejala-gejala yg mirip seperti di atas. Sakit dan melemah mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Karena ketidakmampuan ini psikis juga ikut down. Apalagi setelah tahu bahwa trombositku hanya 1/3 dari angka normal. Bahkan sampe saat ini setengahpun tak sampai.

    Jadi waktu jadi pesakitan Covid, harus mengalami long covid hingga hampir 3 bulan lamanya.

    Sehat-sehat terus ya Rien. Semoga kita bisa ketemu lagi dalam kondisi sehat dan banyak kelimpahan berkah dari Allah SWT

    BalasHapus
  31. Sehat selalu mbak, keren banget ini lagi sakit tetap berprestasi hehe. Anak-anaknya juga keren banget, udah dewasa, gantian yang menjaga bundanya ya!

    BalasHapus
  32. jujurly, aku baca ulasannya ngakak, sedih, salut, terenyuh, bergantian mbak. semoga diganti ya job² yg dicancel atau GK bisa hadir karena takut di swablah dll. Alhamdulillah semua sudah terlewati...dan bersyukur ya mbak, putra-putrinya begitu empaty dan care bingit......Masha allah

    BalasHapus
  33. wah mba Rien, memang paling gak enak yaaa sakit tuh, untung ada asuransi yang bantu cover biayanya yaa, dulu aja ex suamiku pas masuk RS di billnya masa ada produk pembersih kewanitaan wkkwkwkwk... kadang absurd memang, but the point is memang nikmat banget sehat yaa

    BalasHapus
  34. Ya Allah ujiannya, memang penenang disaat genting ya asuransi apalagi kalo bill melebihi dana darurat

    BalasHapus
  35. Saya gagal fokus sama kalimat ini "nonton layangan putus aja, biar tensi bisa naik"
    Lha kalo yang sakit bapack-bapack kayak saya, terus tensinya tinggi, nonton layangan putus... Bisa turun gitu ya? Hehehe...
    Saya kok jadi kepo ya sama kelanjutan kehamilannya.... Ditunggu part 2 may ya...
    Salam buat Alief ya...

    BalasHapus
  36. Jadi ingat pengalaman saya beberapa tahun lalu ketika kena DBD. Baru ke dokter di hari ke-4 atau 5 gitu, deh. Kondisinya udah enak dan gak demam. Tapi, dokter meminta rawat inap berdasarkan hasil lab.

    Saya sempat menolak. Merasa udah sembuh kok disuruh dirawat. Baru nurut setelah dijelasin tentang fase kritis. Bener juga sih, besoknya kondisi saya ngedrop lagi. Hihihi.

    Sehat selalu setelah ini ya, Mbak :)

    BalasHapus
  37. saya ikut terhari saat baca Alief nyetir, Aisyah jaga. Anak2 hebat, karna ortu hebat. Dan inilah pentingnya asuransi, berobat mahal hehe

    BalasHapus
  38. Jadi gimana nih hasil test packnya? Apapun itu, yang penting Mbak Rein sehat selalu, ya.

    Colok-colok hidung buat swab gitu deh rasanya. Saya juga selama ini menghindari. Tapi awal tahun kemarin, di kantor banyak yang kena, mau gak mau ikutan diswab. Wkwkwkw.

    BalasHapus
  39. Masyallah. Nikmat sekali sakitnya ya mbak. Liat infus aja aku ngeri mbak. Eh btw, sayang banget ditolah job tes PCR nya mbak. Hahaha... Tapi itu menandakan kalau mbak emang gak mau dicolok-colok. Sejenis phobia gitu ya mbak?

    Oya, salam buat alief ya mbak. Si anak sholehnya. Moga mbak sekeluarga sehat selalu. Aamiinn

    BalasHapus
  40. Setiap orang gak menginginkan sakit ya, Mbak. Tapi kalau udah sakit dan kita bisa menerimanya dengan ikhlas, tentunya menenangkan hati banget..
    Btw aku ikut terharuuu ngebayangin Alief dan Aisyah nemenin mamanya dari rumah sampai di RS, nemenin jaga, ngurus segala macem, masya Allah.. bener-bener qurrota a'yun 😍
    Semoga sehat selalu ya Mbak sekarang. Dan aku kok berharap mb Rien hamilll.. hihihi.. Alhamdulillah ❤️

    BalasHapus
  41. Mba, sesuatu yang tak mudah sakit dalam kondisi seperti ini dan juga pas sakit tak ditemani suami. Syukurlah juga anak sudah besar-besar dan mereka bisa menjaga dengan baik. Kebayang sih mba pas bilang tes kehamilan dalam kondisi seperti ini. Hehe. Syukurlah semua baik baik saja kelak perjalanan hidup mba. Ulasannya panjang dan jelas sekali

    BalasHapus
  42. aku termasuk yg masih menganggap tipes dan tifus itu sama haha.. RS Medika BSD enak juga ya ruangannya dan keliatannya makanannya juga enak *eh xD Alhamdulillah Alief sudah bisa diandalkan ya mba dan mba bisa cepet dapet penangangan medis. sehat selalu yaa <3

    BalasHapus
  43. Jadi hamil apa enggak nih Mbak? Penasaran bin kepo wkwkw. Apapun hasilnya, moga sehat terus Mbak Rien dan tidak kumat lagi penyakitnya.

    BalasHapus
  44. Makanan rumah sakit tuh biasanya gak menggugah selera banget buat disantap..Tapi kalo di rumah sakit Jakarta dan sekitarnya yang emang bagus2..malah menggoda buat disantap ya..haha Btw sehat selalu ya kak...aku baca ini pas lagi jaga anakku yang lagi dirawat di RS karena DB juga nih...

    BalasHapus
  45. Sehat-sehat ya, Mbak. Selamat juga buat prestasinya

    Btw, aku dari lama sudah tahu tipes itu karena salmonella typhi soalnya ini masuk pelajaran, hehehe. Tipes + DBD, asoy banget itu pasti. Alhamdulillah teetangani dengan baik. Btw, penasaran juga sama testpack-nya

    BalasHapus
  46. Alhamdulillah sekarang sudah sehat ya Mba, moga sehat terus yah. Aku tuh yah suka agak gimana kalo baca artikel ssoal sakit typus sebab, pas kehamilan anak kedua karena sakit itusaya harus kehilangan janin bayi lelaki saya, hiiks. Tapi semoga semua ada ibrahnya yah buat saya dan Mba juga yang sudah sakit, kita semangat sehat di tahun 2022 ini yah

    BalasHapus
  47. Mbak masih penasaran dengan hasil testpack nih, kira-kira positif atau negatif ya?

    Btw, foto lagi sakit aja cantik apalagi kalau pas lagi sehat dan happy. Panutan banget nih soal tulisan, rapi, komplit pula, bikin pembaca betah buat baca sampai habis.

    Sehat selalu mbak 💕

    BalasHapus
  48. MasyaAllah panjaaang bener ini mbak. Layangan Putus mah udah lewat ini, hahaha. Lebih seru nunggu hasil test pack. *Pembaca kepo.

    SELAMAT yaa Mbak Rien. Selamat berhasil melalui tantangan akhir tahun, semoga sakitmu jadi penggugur dosa. Sehat-sehat bu...

    BalasHapus
  49. lanjutin dong hasil tes kehamilannya gimana tesnyaaaa
    semoga hasilnya baik2 saja ya mbak dan sehatttt
    alhamdulillah jadi content creator tetep jalan walau lagi sakit. nanti dilakukan pas udah sehat benerrrrr. seneng ya mba, saat sakit anak-anak dah gedean bisa nemeni
    sehat-sehat mbak e semoga selalu sehat sekeluarga

    BalasHapus
  50. Subhanallahu kak Rien..
    Syafakillahu yaa..

    Meski sakit, kak Rien selalu terlihat ceria dan cantik. Ini yang bikin aku kagum. Aku kalo sakit kok rembes banget yaak..huhuu...

    Sayangnya anak-anak untuk kak Rien ini yang bikin aku nyeess..
    MashaAllah~
    Gak henti-hentinya bersyukur yaa...kak Rien.

    Terakhir,
    Berdoa terus untuk kesehatan dan kebahagiaan kak Rien.
    Semoga kembali travelling~
    Yeaay!

    BalasHapus
  51. Asuransi memang penting banget ya mba, karena kita gak tau kapan akan sakit. Btw diksinya bagus mba, aku betah baca dari awal sampai akhir.

    Ikutan terharu juga anak udah bisa ngerawat ibunya pas sakit. Aku jadi tersadar, sekarang anakku masih kecil, jadi harus menikmati momen ini sebaik mungkin karena anakku nggak selamanya kecil. Ada masa ia akan bertumbuh dan nggak mai dikelonin ibunya lagi. Hehe

    Makasih Mba tulisannya bikin merasakan banyak rasa. Eh, tapi masih penasaran sama hasil tespeknya???? 🤭

    BalasHapus
  52. kesehatan memang paling penting ya mba, karena rezeki apapun yang diberikan oleh-Nya tidak bisa kita nikmati jika tidak sehat dan fit. Alhamdulillah semua proses pengobatan lancar ya mba. Semangat sehat selalu

    BalasHapus
  53. Saya salfok sama infusnya yang banyak banget Mba Katerina. Astaga~ gak ngebayangin kalau hal itu terjadi pada saya.
    Btw makanan rumah sakitnya kayaknya enak-enak banget tuh, estetik pula. Kamar kelas satu mah beda yaa.

    Saya penasaran sama hasil USG perutnya, gak paham saya sama hasilnya itu, hamil kah?

    BalasHapus
  54. Aku kira tipes sama dengan tifus, baru tahu loh perbedaannya.
    Aku juga pernah Mbak, trombosit turun drastis, DB sih waktu itu, dan rasanyaa? Sampai di rawat juga waktu itu.
    Emang ya kesehatan mahal, semoga ya kita selalu diberi kesehatan.

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!