Jelajah Kuliner Semarang

Kopdar sambil jalan-jalan dan jajan-jajan di Semarang

Kopdar di dunia nyata dengan teman-teman yang selama ini akrab di dunia maya, tentu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Apalagi, jika perjumpaan dikemas dengan acara jalan-jalan dan jajan-jajan bareng di suatu kota, rasanya istimewa, berkesan, dan ingin mengulanginya lagi. Inilah yang saya rasakan di Semarang pada bulan Agustus lalu, saat jumpa dan jalan-jalan bareng Mbak Dian (dari Batam), Mbak Dewi + Lestari + Mbak Indri + Mbak Uniek (keempatnya dari Semarang), Ihwan dan Ivon (dari Malang), dan mbak Ima (dari Jogja). Apalagi, di tengah kami turut hadir suami Mbak Dian, mertua mbak Dian, suami Mbak Ima (Mas Elthon), Fauzia (teman mbak Dian), serta duo bocah menggemaskan, Aim (putra Ihwan) dan Medina (putri Mbak Indri), makin menambah serunya acara kopdar.

Acara jalan-jalan dan jajan-jajan bareng di Semarang sudah kami rencanakan jauh-jauh hari. Lestari, Mbak Dewi, dan Mbak Uniek, banyak membantu menyusun itinerary. Setelah mencocokkan waktu dan kebutuhan, didapatlah 4 tempat wisata yang dapat kami kunjungi yaitu Lawang Sewu, Klenteng Sam Po Kong, Kota Lama dan Masjid Agung Jawa Tengah. Untuk jelajah rasa, kami menyambangi kedai Mi Kopyok, Es Pankuk, dan Nasi Gudeg Mbak Tum. Nah, dalam postingan kali ini, saya akan bercerita tentang acara wisata kulinernya saja. Untuk wisata lainnya, akan saya tulis pada postingan berikutnya.


Mi Kopyok Pak Dhuwur
Saya belum pernah mendengar nama Mi Kopyok, apalagi melihat rupanya dan mencicipi rasanya. Yang terlintas di pikiran saya kala mendengar kata kopyok adalah sesuatu yang penyok. Mi penyok. Hehe. Sempat pula terbayang es kopyor. Mungkin karena ada kemiripan kata. Setelah dilihat, ternyata makanan ini terbuat dari campuran mi kuning, tahu, dan lontong yang disiram dengan kuah bening plus air bawang mentah. Disajikan dengan tambahan kecap manis, potongan seledri, bawang goreng dan remasan kerupuk gendar. Dari penampakannya, sedikit mengingatkan saya pada Rujak Mi khas Palembang. Tak mirip sih, tapi kesan pertama saat mencicipi kuahnya memang mengingatkan saya pada rasa Rujak Mi.

Menurut mbak Uniek, pengunjung kedai ini biasanya sangat ramai. Saking ramainya, sampai terjadi antrian panjang. Mi-nya memang enak. Terbukti saya bisa menandaskan 1 porsi. Porsi yang pas buat saya, tidak kurang tidak lebih. Harganya juga pas, Rp 10.000,- / porsi.  Kedai Mi Kopyok Pak Dhuwur terletak di Jl. Tanjung No. 18 A Semarang. Lokasinya tak jauh dari stasiun kereta api Poncol.






membuat mi kopyok


lezatnyooo


kuahnya mirip kuah rujak mi :D


Mbak Dedew dan Alde


menikmati mi kopyok bareng teman-teman


Anda sudah coba mi kopyok?

Es Pankuk Pak Yono

Apa yang terbayang di benak saya saat mendengar nama es pankuk? Tidak ada bayangan apa-apa selain seporsi es yang dihidangkan dalam gelas besar dan lebar. Tapi  ternyata, olala…. Es Pankuk disajikan dalam sebuah piring yang berisi irisan agar-agar, irisan pankuk, irisan roti dan 3 scoop es. Kenapa menggunakan piring, dan bukan gelas? Karena bentuk esnya mirip es krim, tidak cair. Tidak akan tumpah ditaruh dalam wadah seperti piring. Namun es ini bukanlah es krim, melainkan es puter. Rasanya gurih dengan variasi rasa kelapa muda, coklat, dan alpukat campur durian. Kalau tak salah ingat, es bisa dipesan dengan 1 atau 2 macam saja, atau ketiganya. Karena saya tak ada masalah dengan berbagai rasa buah, termasuk durian, jadi saya coba saja tiga-tiganya dalam satu porsi. Lebih dari lumayan untuk memanjakan lidah, apalagi di siang hari yang terasa begitu panas dan menyengat, rasanya segeeeer.

Es Pankuk Pak Yono terletak di seberang kedai Mi Kopyok Pak Dhuwur. Masih berada di Jl. Tanjung (samping PLN), saling berhadapan, namun dipisah oleh jalan raya. Warungnya berupa tenda pinggir jalan yang didirikan di atas trotoar. Sangat dekat dengan jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Warung ini bukan semata menjual es pankuk, tetapi juga menjual gado-gado. Menurut cerita Lestari dan mbak Uniek, biasanya warung Pak Yono tak pernah sepi dari penikmat gado-gado. Pengunjung yang datang kebanyakan adalah karyawan yang bekerja di seputaran Jl. Tanjung. Saya jadi penasaran dengan gado-gado Pak Yono. Sayangnya saat itu saya sudah kenyang makan Mi Kopyok, tak ada ruang lagi untuk memasukkan gado-gado ke dalam perut. 

seru deh kalo kulineran rame-rame begini
 
segeeer


rasanya pingin dihabisi semua


gado-gado pak Yono


rasa strawberry


rasa coklat


Kami sudah mencicipi es pankuk. Kamu?


Warung Makan Mbak Tum
Menjajal kuliner yang satu ini, membuat pengalaman kuliner saya di Semarang kian unik. Letak warungnya tak jauh dari Star Hotel Semarang, tempat saya menginap. Awalnya Jumat malam (7/8/2015), saat saya ingin makan malam, Ninik yang sedang menghampiri saya di hotel menyarankan saya untuk mencicipi gudeg Mbak Tum. Katanya, Gudeg Mbak Tum itu termasuk salah satu kuliner legendaris di Semarang. Warung Mbak Tum sudah berdiri sejak sebelum Ninik SD. Sekitar 25-30 tahun yang lalu. Tapi, meski sudah berpuluh tahun berdiri, dan masih eksis sampai sekarang, kondisi warungnya tak pernah berubah. Begitu-begitu saja.

Warung Mbak Tum memang kecil, hanya sebuah tenda pinggir jalan yang sederhana. Tempat untuk pengunjung makan ada di dalam tenda, juga di luar tenda, di area parkir depan ruko. Jika makan di dalam tenda, bisa duduk di atas bangku. Namun, pasti akan berdesakan dengan meja penuh wadah gulai dan lauk. Udara di dalam tenda pun terasa panas. Selain karena banyaknya orang, juga karena adanya panci penuh gulai yang terus dipanaskan di atas tungku menyala. Sedangkan di luar tenda, ada tikar yang digelar, tempat untuk orang-orang duduk menikmati makanan.

Untuk menikmati makanan, pengunjung mesti punya kesabaran ekstra. Pasalnya, pesanan jarang cepat tersaji. Faktor ramainya pengunjung menjadi lambatnya makanan disuguhkan. Apalagi, yang melayani pembeli hanya satu orang. Saya tak tahu siapa wanita yang duduk di belakang meja yang sibuk melayani pembeli. Mungkinkah ia adalah Mbak Tum? Saya tak menanyakan namanya. Yang jelas, ia sibuk menyendokkan makanan ke dalam piring pembeli, satu persatu, piring per piring. Asistennya hanya membantu mengambilkan piring, atau lauk yang tak terjangkau oleh tangan.

Pada kunjungan saya yang kedua di Warung Mbak Tum (bareng mbak Uniek dkk), hampir 30 menit saya menunggu. Jika saya terus duduk menunggu pesanan datang tanpa mengingatkan ulang tentang pesanan saya, alamat bisa berjam-jam tidak diantar, dan bisa-bisa tepar akibat lapar. Bagi yang punya banyak waktu, santai dan tidak terburu-buru, menikmati makan di Warung Mbak Tum tentu patut dicoba, asal mau sabar. Masakannya enak kok. Kalau bagi saya sih sesuai selera. 











Makan malam bareng Ninik dan Lestari


Antri


sabar menunggu pesanan datang


Pesanan belum datang juga, maem kerupuk duluuu


Lahap yooo


Sepiring berdua


Loenpia Semarang
Siapa yang tak kenal loenpia? Inilah kuliner andalan Semarang yang wajib dicicipi ketika berkunjung ke Semarang, dan juga kuliner yang wajib dibeli untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Sewaktu jalan-jalan bareng mbak Dee dkk, kami sempat mengunjungi Loenpia Mbak Lien. Namun saat itu saya belum berminat untuk membeli. Selain karena masih kenyang oleh mi kopyok dan es pankuk, waktunya juga tak begitu leluasa untuk bersantai menikmati loenpia sebab saat itu kami terburu-buru hendak ke Kota Lama dan Masjid Agung Jawa Tengah. Keeseokan harinya saat hendak kembali ke Jakarta, baru saya mampir.

Loenpia Mbak Lien berisi rebung (bambu muda) dengan tiga varian rasa yakni rasa Udang, Ayam dan Spesial. Di sini, Loenpia dijual dengan harga Rp. 12.000,- per biji.  Loenpia bisa dipesan dengan pilihan basah atau goreng. Kalau tempat tinggal saya dekat, pinginnya sih loenpia basah. Nanti sampai rumah tinggal goreng sendiri. Berhubung saya jauh, saya pesan yang goreng saja. Setelah digoreng, loenpia lalu dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari anyaman bambu. Dengan kotak anyaman itulah saya membawa loenpia ke Jakarta. Sampai di rumah, siapa lagi yang paling girang menyambut loenpia Semarang kalau bukan suami saya :D 

warungnya di gang


goreng goreng asyik goreeng


loenpia basah dan loenpia goreng


di goreng sampai garing


isi loenpia


tim orange :D

 
Bandeng Presto
Kuliner satu ini nyaris tak pernah luput dalam daftar oleh-oleh Semarang. Baik saat nitip kepada orang lain yang hendak ke Semarang atau pun saat saya sendiri berkunjung ke Semarang. Selain lezat, olahan ikan yang dimasak dengan bumbu istimewa ini juga punya rasa yang khas. Saya sangat menyukainya.

Bandeng presto adalah bandeng yang dimasak dalam presto. Karena dimasak dengan presto, tulang ikan bandeng menjadi lunak dan gurih. Setelah dipresto, bandeng dikemas dalam plastik yang di vacuum agar kedap udara. Dengan divacuum, bandeng bisa bertahan sampai tujuh hari. Namun bisa bertahan sampai satu bulan jika disimpan dalam lemari pendingin. Biasanya, bandeg presto dilengkapi sambal dengan rasa pedas dan manis. Ada beberapa pilihan bandeng yang dijual, seperti bandeng vacuum, bandeng dalam sangkar, dan bandeng otak-otak. Untuk satu kotak bandeng isi 4 ekor dihargai Rp 118.000 / kotak. Bandeng dalam sangkar Rp 145.000,- / kotak dan bandeng otak Rp 150.000,- / kotak. 


tempat favorit belanja oleh-oleh


mari belanja duluuu


Es Dawet Duren
Boleh dibilang es ini adalah kuliner penutup selama saya di Semarang. Namanya Es Dawet Ayu Banjarnegara. Kami mampir saat dalam perjalanan menuju stasiun, sekitar 30 menit sebelum saya kembali ke Jakarta. Pedagangnya ada di depan Lawang Sewu. Saya sudah melihatnya sejak hari Sabtu saat jalan-jalan bareng mbak Dee dan kawan-kawan lainnya.
 
manis dan segeeeer


Neng Tari.....minta es dawetnya dong neng...




Kapan-kapan kita jalan-jalan dan jajan-jajan bareng lagi ya ^_^



*Semua foto dokumentasi Katerina



Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

15 komentar

  1. Bener-bener jelajah kuliner. Sayang aku nggak dibungkusin. Oke fine!

    BalasHapus
  2. Benar-benar seru pakai banget. Semoga berikutnya keluarga pelancong bisa gabung. Kalau bandeng prestonya, alhamdulillah dah pernah ngerasain.. ira

    BalasHapus
  3. Untung sudah makan pas buka tulisan ini hahaha. Tapiiii ngiler pas lihat Es Pankuk-nya!! Berapakah harga sepiring es-nya? Jadi pingin mlipir Semarang besok! Iya besok biar dedeknya nggak ngileran ^^

    BalasHapus
  4. Yuhuuu itu mah belom semua kulinernya. Aku donk sama mak Kajol bisa sepuas-puasnya. Pengen ngajakin ke sentra bandeng yang agak jauh. Home made. Lebih enak dari biasanya. Plus mau ngajakin ke pasar malam pecinan. Plus makan lunpia gang lombok. Endes! *komen propokator biar ke sini lagi*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kapan2 aku ke SMG ya Tariiii cantik nan shalihaaaat :)

      Hapus
  5. Baru tau ttg mie kopyok, kayak lontong mie suroboyo

    BalasHapus
  6. Wihhh seru bangett jalan-jalan ama jajan-jajan barengnya boleh ikut gabung nggak mba nanti? hehehe

    BalasHapus
  7. Mba Rien, mie kopyok itu dinamakan begitu karena cara mengempukkan taoge dan mienya di dandang berisi air panas dengan cara dikopyok2 (hampir sama artinya dg dikocok2).
    Nah klo es dawet yg paling top itu sebenarnya ada di Jl. Krakatau, masuk ke daerah Pasar Burung. Oya, Soto Pak Man di daerah situ juga legendaris loh mbaaaa... ditunggu kunjungan berikutnya ;)

    BalasHapus
  8. es krim nya klasik banget. seperti buatan emak nih

    BalasHapus
  9. Bikin kangeeeeen.... Masih belum sempat nyoba gado2 Pak Yono. Eh awalnya aku ngira es pankuk itu juga disajikan dalam gelas loh mbak.. Hihihi gara2 kita ngeliat foto yang dikirim di grup WA ama Taro ya :D

    BalasHapus
  10. Ya Allah.... Belum dicoba semuanya =(

    BalasHapus
  11. Hlah ane juga deket dengan Semarang mbak kok gak diajakin sih :D Hehehehe

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!