Selincah Cuaca di Tangkuban Parahu


Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu terletak di Provinsi Jawa Barat. Secara administratif terletak di dua kabupaten, Subang dan Bandung Barat. Berjarak sekitar 20 km di utara kota Bandung.

Tangkuban Parahu merupakan gunung berapi yang masih aktif, terletak di ketinggian 2.048 meter di atas permukaan laut, atau sekitar 6.837 kaki. Pemandangan gunung, iklim udara yang sejuk, serta deretan kawah yang terbentang; Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, dan Kawah Domas, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tujuan wisata yang menarik di Jawa Barat. Suhu rata-rata harian 17 DC siang hari dan 2 DC di malam hari.  
  
*****

Ketika berkunjung ke Bandung pada tgl 3-5 Mei lalu, Tangkuban Parahu sebetulnya tidak masuk dalam rencana wisata kami. Selain Kawah Putih di Ciwidey, tujuan kami adalah Kampung Gajah dan D’Ranch di Lembang. Kedua tempat itu kami pilih karena cocok untuk tempat anak saya berlibur. Ada banyak wahana permainan yang bisa dinikmati dan ada tempat yang lapang untuk berkuda. Namun, Hotel Padma Bandung tempat kami menginap ternyata menyediakan banyak fasilitas bermain, bahkan berkuda. Berhubung anak saya sudah merasa puas, rencana pun kami ubah. Kampung Gajah dan D’Ranch batal, diganti dengan Tangkuban Parahu.

Selasa tgl 5/5/2015 pukul 11.00 WIB kami mulai meninggalkan Hotel Padma. Berdasarkan petunjuk bapak pemilik kuda di hotel Padma, kami menuju Lembang lewat jalan pintas, yakni lewat Cidadap dan Punclut. Katanya, waktu yang bisa dihemat bisa sampai 30 menit ketimbang melalui rute Bandung-Ledeng-Lembang. Jalan pintas yang kami lewati menanjak, menurun, kadang lebar, kadang sempit. Bagusnya, cuaca siang itu sangat cerah. Perjalanan kami ditemani pemandangan awan putih, langit biru, bahkan gunung menjulang. Melihat itu, gadis kecil kami terlihat gembira. Ia suka memandang awan putih.
 

wilujeng sumping di TWA Gn.Tangkuban Parahu

Perjalanan mencapai Lembang kurang dari 30 menit. Saya tak mengira secepat itu. Lancar, tanpa macet, dan mudah. Jadi teringat bapak pemilik kuda, merasa sangat berterima kasih padanya yang sudah memberi info bermanfaat. Andai saya tak pernah berbicara dan bertanya padanya tentang arah menuju Lembang, mungkin saat itu kami masih menyusuri rute lain yang biasanya macet dan padat. Berinteraksi dengan warga setempat itu memang berguna sekali :)

Dari Lembang, kami masih harus menempuh perjalanan sejauh 11 km ke arah Subang. Perlu waktu 30 menit untuk sampai di gerbang utama masuk KWA Tangkuban Parahu. Total waktu yang kami tempuh sejak dari Ciumbuleuit menjadi 1 jam. Sebelum melewati gerbang, saya sempat melihat-lihat keadaan, mencari barangkali ada tempat parkir kendaraan dan deretan ontang-anting (angkot wisata) seperti di Kawah Putih. Namun tidak ada.  

Tarif masuk untuk mobil Rp 25.000 per mobil. Sedangkan untuk wisatawan dikenakan Rp 20.000 per orang (domestic visitor). Saya sempat bertanya, kalau untuk foreign visitor dikenakan berapa? Rp 200.000 per orang. Waw! Agak kaget saya mendengarnya. Jauh sekali perbedaannya. Saya kira hanya sekitar 50 ribuan saja. Jujur, saat itu saya merasa kasihan dan tidak tega dengan tarif wisatawan asing semahal itu. Banyak alasan kenapa saya tidak tega. Ah, sudahlah.


di hutan ini ada akar naga (obat alami), pohon manarasa, dan buah buni (makanan Dayang Sumbi)

Saat memasuki kawasan TWA Tangkuban Parahu, waktu menunjukkan pukul 12 tepat. Waktunya makan siang, juga salat Dzuhur. Namun, saat itu tak satu pun dari kami ada yang sudah merasa lapar. Mungkin karena paginya kami sarapan sudah jam 9 lewat. Jadi, semua masih merasa kenyang.

Dari gerbang utama, saya kembali mengira jarak menuju Gunung Tangkuban Parahu itu dekat, ternyata masih agak jauh. Yang pertama kami jumpai adalah kebun teh. Letaknya di sisi kanan jalan. Mampir, kah? Tidak. Yang ada dalam pikiran kami saat itu hanya ingin berjumpa  gunung dan kawah.

Mobil terus melaju. Jalan yang kami lalui masih berkelok dan menanjak. Di kiri dan kanan jalan berderet pepohonan. Oh, hutan! Di dalam hutan inilah hidup hewan dan tumbuhan endemik Gunung Tangkuban Parahu. Ada Puspa (Shima Walichi). Sejenis tanaman langka yang pada bagian tertentu dapat menyebabkan gatal jika dipegang. Ada juga Pakis Emas. Mirip pakis langka yang pernah saya lihat di Lembah Harau, Sumatera Barat. Pakis langka ini bisa tumbuh tinggi sampai 10 meter. Habitatnya memang di hutan yang dingin dan daerah berkabut. Selain Puspa dan Pakis Merah, ada juga Anggrek Hutan. Sedangkan hewan endemik Tangkuban Parahu, di antaranya Elang Jawa, Meong Congkok, Surili (sejenis kera), dan Lutung Jawa.  


“Mas, itu bukan tempatnya?” tanya saya ke mas bojo saat di kanan jalan terlihat ada plang “Domas Parking Area”.

“Bukan, itu Kawah Domas.” Kami lanjut jalan. Tak berapa lama di sebelah kiri jalan ada belokan. Ada tulisan lagi “Jayagiri Bus Parking”.

“Kita ke sana kah, mas?” lagi-lagi saya bertanya.

“Enggak, itu tempat parkir bus.” Mobil lanjut jalan lagi. Hingga sampailah di sebuah tempat lapang yang terbuka. Tak ada lagi hutan. Mobil dan motor wisatawan berjejer. Sebuah papan nama berdiri tegak berlatar sebuah lubang raksasa: TWA. Gn.Tangkuban Parahu. Alhamdulillah akhirnya sampai juga di tujuan.
 
sebelum kabut, dan sebelum hujan membuat kami berlarian

Ini pertama kalinya saya mengunjungi Tangkuban Parahu. Dan inilah tempat yang saya bayangkan itu, sebuah pemandangan gunung dengan lubang raksasa di tengahnya. Ngeri dilihat, namun memesona.

Kapan terakhir kali saya melihat rupa kawah? Tahun 2012, saat di Gunung Bromo. Gadis kecil saya sangat excited. Tak henti-henti ia menunjuk ke bawah, ke arah kepulan asap yang tak henti bergerak. Tak ada air.

“Kenapa tidak sama seperti di Kawah Putih, Ma?” tanyanya heran.

Ada pagar pengaman di pinggiran kawah. Kami berdiri dan berpegang pada pagar itu. Melihat lama-lama, selagi kabut belum datang menutupi segalanya. Beberapa laki-laki penjual souvenir mendekat, menawarkan dagangan. Mungkin terasa mengganggu, karena kami baru saja tiba dan ingin menikmati pemandangan lebih dahulu. Tapi mereka hanya orang-orang mencari rejeki, dan saya hanya bisa bilang “Nanti, ya, Kang.”  

topi-topi lucu
tanjakan enak :D
Kami menaiki tanjakan. Gadis kecil saya berhenti. Capek? Ternyata tidak. Ia tertarik pada deretan topi dan tas berbulu berbentuk kepala hewan yang dijejer di pagar pembatas. Topi dan tas lucu-lucu itu dagangan orang. “Nanti, ya, sayang.” Humayra tersenyum mengangguk.

Cuaca sangat cerah, namun udara terasa sangat sejuk. Makin ke atas makin sejuk. Rasa lapar tiba-tiba datang. Oh, bukan. Tepatnya, rasa untuk mencari sesuatu yang hangat dimakan dan diminum. Ada beberapa pondok. Kami mampir. Si gadis kecil meminta mie instant. Hmm…tak ada yang lain. Ok, saya pesan 1. Jadilah, siang itu duduk di ketinggian, menemani anak makan mie panas. Saya? Cukup minum air putih saja. 

jual minuman kemasan , mie instant, kopi, jagung bakar


menunggu arang dinyalakan

Seorang laki-laki muda, bernama Cahyana, menghampiri. Saya kira dia wisatawan. Dandanan dan pakaiannya menyiratkan itu. Memakai ikat kepala, menggendong ransel, memegang kamera, dan bersepatu gunung. Eh ternyata bukan. Ia menyapa dan mulai mengajak berbincang. Lalu, ia pun bercerita tentang keadaan sekitar Gunung Tangkuban Parahu yang ada di hadapan kami, tentang Kawah Ratu yang ada di bawah kami, dan tentang Kawah Upas dan Kawah Baru yang ada di balik Gunung Tangkuban Parahu. 


Banyak yang diceritakan oleh Kang Cahyana. Ceritanya menarik, berisi informasi-informasi yang bermanfaat.

Lalu, siapa dia? Guide, kah? Bukan! Lalu apa? Penjual souvenir.
Di ujung cerita, ia menawarkan souvenir khas Tangkuban Parahu. Dari ranselnya, ia mengeluarkan bermacam pulpen, gantungan kunci, bahkan hiasan-hiasan khas TP. 

1 cup mie instant hangat, mengalihkan udara dingin yang membelai kulit


Lelaki berbandana, berdiri di ujung, dialah Kang Cahyana.

Untuk menghargai usahanya, kami membeli satu set pulpen (isi 10) dan gantungan kunci. Dan, setelah itu dia menawarkan untuk memotret kami. Gratis. Saya setuju. Namun sayang, sesaat setelah tawaran itu datang, kabut datang, melayang-layang memenuhi kawah. Semua jadi putih. Tak lagi nampak guratan liar dari tebing-tebing di pinggiran kawah. View yang diharapkan jadi latar belakang foto keluarga pun menghilang. 

Sekejab kemudian, kabut pergi, kami bergegas memotret, tak mau kehilangan moment lagi. Si akang penjual souvenir sudah kami biarkan pergi. Dan kami memotret sendiri tanpanya, hanya dibantu timer dan tripod :D 

meskipun berpagar, tetap hati-hati yaaa sama kawah di belakang itu


Kembali, cuaca berubah sangat cepat. Langit cerah tiba-tiba mendadak kelabu. Gerimis turun kecil-kecil, lalu lama-lama menjadi besar. Kami berlarian menuruni gunung. Bojoku menenteng kamera, tripod, dan dua ransel. Saya memegang tangan anak. 

“Pegang tangan mama yang kuat, ya, sayang. Jangan terlalu cepat jalannya.”

“Aaaw…”

Baru saja saya memperingatkan, si gadis kecil terpeleset. Jatuh dalam keadaan seperti merangkak. Saya lihat wajahnya, ingin tahu apa dia kesakitan, meringis, atau bahkan menangis.

“Hahaha.”


Gubraks. Malah tertawa.
 
Terpesona

Tinggi seperti ayah, langsing bak model seperti ibu *preeeet* :))

Telapak tangannya kotor. Ada batu-batu kecil dan tanah yang  menempel. Setelah dibersihkan, tampak kemerahan, tapi tidak ada luka. Bagian lutut celananya juga kotor, ada baretan halus seperti habis bergesekan dengan sesuatu yang agak keras. Luka, kah? Saya angkat ke atas celana jeansnya, juga celana legingnya. Ternyata enggak. Alhamdulillah.



Oh ya, Humayra sengaja saya pakaikan celana 2 lapis. Leging bahan wol di bagian dalam itu gunanya agar tidak merasa dingin. Sebab, jika jeans saja, akan terasa dingin di kulit. Bahan jeans biasanya mengikuti suhu udara. Jika udara dingin, jeans ikut dingin. Jika hangat, jeans pun jadi hangat.   

enak pakai jeans

Kenapa memilih celana jeans di bagian luar? Supaya ‘lebih keras’. Jadi ‘tameng’ untuk menahan sesuatu yang bisa membuat kulitnya tergores atau terluka. Entah terkena daun ilalang, ranting dan semak-semak, atau pun saat jatuh dan terbentur. Oh ya, celana jeans kan berat? Celana jeans anak perempuan yang dipakai anak saya tidak berat.  


Saat menuruni tebing, gerimis makin lebat, bapak-bapak penjual souvenir mengikuti langkah kami, bahkan hingga kami mencapai pintu mobil.
 
“Oleh-olehnya, bu. Hanya Rp 70.000 saja.”

Entah barang apa yang dijual. Saya tak memperhatikannya. Saat itu saya hanya fokus pada gerak langkah kaki anak saya. Menjaganya agar tak jatuh. Turunan basah, licin, dan itu berbahaya. Mungkin saya tak sopan tidak peduli pada bapak-bapak itu, tapi sungguh, bukan itu maksud hati. Saya hanya sedang ingin memperhatikan anak saya.

Setelah semua berada di dalam mobil, saya mulai memperhatikan 3-4 orang yang tadi mengikuti langkah kami. Semuanya pedagang souvenir. Baiklah.

Hujan semakin deras. Udara kian dingin. Mobil pun bergerak, kami pergi, memunggungi Kawah Ratu. Ada rasa tidak puas.

Ok. Suatu hari, saya akan kembali lagi ke TWA Gn.Tangkuban Parahu. Trekking ke Kawah Domas, Kawah Baru, Kawah Upas, dan mengajak gadis kecil kami ikut outbond di games area.  

Wisatawan asing

TWA Tangkuban Parahu buka setiap hari dari Jam 07.00 AM – 05.00 PM

Tiket price TWA Tangkuban Parahu
Weekday rates:
Domestic visitor Rp 20.000
Foreign visitor Rp 200.000
Motorcycles Rp 12.000
Four-Wheel Vehicles Rp 25.000
Six – Wheel Vehicles Rp 110.000 (bus)
Bicyle Rp 7.000

Weekend rates:
Domestic visitor Rp 30.000
Foreign visitor Rp 300.000
Motorcycles Rp 17.000
Four-Wheel Vehicles Rp 35.000
Six – Wheel Vehicles Rp 150.000 (bus)
Bicyle Rp 10.000

Shuttle bus : Jayagiri-Kawah Ratu (round-trip) Rp 7.000
Wedding photo session Rp 500.000 / day
Video shooting individual Rp 800.000 / day
Shooting a commercial event/company Rp 2 juta / day, Rp 1,8 juta > 1 day/day
Stand 4x4m Rp 500.000 /day 


Guide Rp 150.000 (untuk wisatawan lokal) Rp 300.000 (untuk wisatawan asing).


(*) 

Semua foto dokumentasi pribadi.
Photographer: Bojoku sendiri

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

20 komentar

  1. Suasananya bagus juga tuh buat foto prawedding .. hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang kerap dijadikan lokasi foto prewedding dan postwedding :)
      Tarif berlaku seperti yang sudah saya tuliskan di atas. Berminat untuk foto prewed ya? heheh

      Hapus
  2. Mashaa Allah cantiknya, Mbak Rien. Anakku yang cowok tergila-gila ama gunung berapi. Pasti hepi kalau diajak ke sini. Kalau cuaca dingin, emang anak-anak pakai legging tipis lagi di dalam celana jeans. Biar tambah nyaman. ira

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tangkuban Parahu menawan, ya, mbak :)

      Anak mbak Ira pasti happy kalau ke Tangkuban. Ke Kawah Ijen yang sangat dingin saja dia kuat dan senang ya mbak, apalagi ke Tangkuban Parahu yang udaranya nggak terlalu dingin ini :)

      Hapus
  3. Seruuu ngikutin ceritanyaaaa,,, salam buat ayra yaaaa... Namanya cantikkk *_*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca. Iya, sudah disalamin. Terima kasih tante Ima cantik :)

      Hapus
  4. Aby nya NAJIN bayar lokal :)))

    Disitu saya merasa iri kalau Ada yg langsing. Datang ke Bandung paling asyik kulineran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jyaaaah....pingin langsing tapi pingin kulineran hahaha...

      Perawakanku memang kecil mbak, mau diapain juga nggak bisa besar. Sudah dari sananya. Kadang, malah kepingin bisa besar. Tapi sudah dikasihnya begini. Ya sudah disyukuri aja. Mestinya bisa aku pake buat makan banyak-banyak ya kalo begini. Tapi anehnya porsi makannya ga bisa banyak haha.

      Abi Najin beneran bayar lokal? Bukannya wisatawan asing? hihihi

      Hapus
  5. Paling suka baca blog traveling kayak gini, keren bgt nih ulasan tangkuban perahu...nice sharing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga sudah mampir. Senang bisa berbagi. Semoga bermanfaat :)

      Hapus
  6. Jadi kangen sama Tangkuban Perahu Bandung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tangkuban Parahu selalu menanti untuk didatangi :)

      Hapus
  7. Luar biasa cantik banget pemandangannya, duh tangkuban perahu kapan bisa kesana :3

    http://sastraananta.blogspot.com/2015/05/surat-untuk-warung-blogger.html?spref=tw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kecantikan alam Indonesia begitu banyak dan mudah untuk dinikmati. Kapan pun bisa kalau sudah ada kemauan :)

      Hapus
  8. ya ampyun, udah lama banget ga ke tangkuban perahu..
    masih ada yang jualan arbei gak ya :'D

    BalasHapus
  9. Udah tiga kali nih ke tangkuban perahu, tapi enggak pernah bosen kesini, beli bandrek sama makan gorengan :9

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow sudah 3x dan nggak pernah bosan. Sama deh. Aku yang baru 1x saja masih ketagihan :D
      Kok aku nggak nemu penjual bandrek yo? :D

      Hapus
  10. Foto-fotonya WOW! Cakep-cakep banget, mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Aku beruntung. Terima kasih mbak Dian :)

      Hapus

Leave your message here, I will reply it soon!