Prioritas Keluarga yang Berharga

Wisma BNI 46 (sumber: www.wisma46.com)

Fenomena Akhir Tahun

Desember, bulan yang selalu dihiasi oleh gelombang status di media sosial yang berisi sekilas perjalanan setahun, pencapaian, kegagalan, serta daftar resolusi dan cita-cita di tahun yang akan datang. Fenomena ini tak hanya terjadi pada orang-orang yang tak saya kenal, tetapi juga di akun-akun yang saya ikuti karena sudah mengenalnya. Saya sendiri pernah menjadi "pelaku" dari rutinitas tersebut bertahun-tahun yang lalu, entah hanya untuk meramaikan atau mungkin dengan sedikit niat untuk mendapatkan perhatian. Namun, seiring waktu saya menyadari, "Apakah ada gunanya saya menceritakannya?" Kini, saya hanya bisa tersenyum bila mengingatnya, tanpa bermaksud menertawakan orang lain yang masih melakukannya.

Prioritas yang Mengalihkan

Desember kali ini fokus perhatian saya sedang beralih sepenuhnya kepada keluarga, terutama pada kedua anak saya, Alief dan Aisyah. Salah satu aspek yang terus menjadi perhatian utama saya adalah masalah pendidikan. Kali ini, perhatian saya terfokus pada magang Alief dan rencana GTC Aisyah yang akan membawanya ke luar negeri ke dua negara. Hal-hal ini menjadi prioritas, mengalihkan perhatian saya dari pertanyaan tentang "Apa saja yang telah saya lakukan pada tahun 2023?" atau "Apa yang ingin saya capai di 2024?" atau bahkan pertanyaan santai seperti "Liburan tahun baru ke mana ya?" dan "Di mana kita akan menginap?" Aiiih mana ada waktu buat itu semua! 😅

Alief Magang

Informasi mengenai magang sudah diterima Alief sejak awal semester 5. Kampus, Binus University, memberikan sejumlah nama perusahaan beserta posisi dan kriteria yang sesuai dengan jurusan masing-masing mahasiswa. Sebagai mahasiswa semester 6, Alief memiliki kebebasan untuk memilih perusahaan yang diminatinya, mengajukan lamaran, menunggu panggilan, menjalani wawancara, dan jika lolos, bersiap untuk memulai magang sesuai jadwal yang telah ditentukan. Meskipun kampus menyediakan opsi yang mudah, Alief memiliki keinginan kuat untuk mencoba melamar di perusahaan di luar daftar yang disediakan oleh kampus. Meskipun terbersit pikiran, "Mengapa memilih yang sulit ketika ada yang mudah?" kami sebagai orang tua mendukung keputusannya, melihatnya sebagai sebuah tantangan yang berani dan positif.

Bikin Akun LinkedIn

Salah satu strategi yang diambil oleh Alief dalam menjalani pencarian, penemuan, dan perolehan kesempatan magang adalah dengan membuat akun di LinkedIn. Di sana, ia mengisi seluruh data dan informasi dirinya dengan sangat lengkap, kemudian mengajukan lamaran setelah menemukan peluang yang sesuai. Suami dan saya juga jadi ikut aktif di LinkedIn. Meski saya sebelumnya tidak memiliki akun di platform tersebut, namun akhirnya saya membuatnya khusus untuk membantu urusan Alief. Peran saya lebih sebagai pengamat dalam proses pencarian, dan kadang memberikan informasi jika ada peluang yang cocok untuk Alief.

Sampai Nanti Untuk Aisyah

Tentang akun LinkedIn yang saya buat, semata-mata diperuntukkan bagi Alief. Saya sendiri tidak memiliki niatan untuk menggunakannya dalam upaya pencarian pekerjaan. Oleh karena itu, akun tersebut tidak berisi informasi apapun mengenai diri saya. Berbeda dengan akun-akun teman yang umumnya memajang sejumlah informasi terkait pengalaman kerja, prestasi, keterampilan, dan sebagainya. Meskipun nantinya perihal Alief selesai, saya tetap mengaktifkan akun tersebut. Ini karena setelah Alief, giliran Aisyah yang akan menghadapi pengalaman serupa ketika menempuh pendidikan tinggi nanti. Mungkin Aisyah juga akan tertarik untuk mencoba sendiri mencari perusahaan magang. Dengan demikian, saya bisa menyaksikan lagi momen-momen Aisyah seperti yang sedang dialami oleh Alief saat ini.

Ikhtiar Aja Dulu, Jodoh & Rejekinya Kemudian

Setelah dua bulan sejak pendaftaran magang dibuka, pihak kampus akhirnya menutup kesempatan tersebut. Hal ini berarti bahwa mahasiswa harus bersifat proaktif dalam mencari peluang secara mandiri. Sementara itu, Alief belum menerima panggilan. Meskipun saya agak merasa cemas, Alief tetap menunjukkan ketenangannya. Suami memberikan semangat, bahwa yang terpenting Alief telah berusaha, dan jika memang rejeki, pasti akan ada jalannya.

Seingat saya, ada kesempatan magang dari Sinar Mas Land yang sesuai dengan kriteria yang dicari oleh Alief. Ada dua lowongan, satu untuk kantor pusat di Kuningan dan satunya lagi untuk kantor Green Office di BSD City. Alief telah mengirimkan CV untuk kedua lowongan tersebut. Saya sendiri dalam hati sangat berharap Alief diterima di kantor BSD City karena tempatnya dekat dari rumah, menghemat biaya transportasi, dan tidak perlu menyewa tempat tinggal baru. Sayangnya, panggilan dari Sinar Mas Land tidak kunjung datang. Hingga akhirnya, Alief mendapatkan informasi bahwa kampus kembali membuka pendaftaran magang dengan menyediakan beberapa perusahaan yang telah dipilihkan.

Kabar baik ini disambut gembira oleh Alief, yang segera memilih beberapa perusahaan. Alhamdulillah, dia mendapat panggilan dari 3 perusahaan, termasuk salah satunya dari perusahaan farmasi. Meskipun demikian, Alief akhirnya memilih perusahaan lain yang menurutnya lebih cocok.

Alhamdulillah, urusan magang Alief berhasil diselesaikan di bulan Desember. Perusahaan tempat dia magang berkantor di Sudirman, tepatnya di gedung BNI 46. Kegiatan magangnya dijadwalkan akan dimulai pada bulan Februari, selama 10 bulan. Meskipun perusahaan menginginkan magang selama 12 bulan, kampus membatasinya menjadi 10 bulan.

Wisma BNI46, Sudirman Jakarta. 31 Desember 2023

Survey Lokasi

Setelah Alief berhasil menemukan tempat magangnya, tahap selanjutnya adalah memikirkan cara menuju tempat kerja. Diskusi panjang pun terjadi di keluarga kami. Pertanyaan seputar naik KRL untuk efisiensi waktu dan biaya, atau membawa mobil untuk kenyamanan dengan konsekuensi biaya lebih tinggi, menjadi bahan pembahasan kami. Opsi sewa rumah atau apartemen dekat kantor juga muncul sebagai alternatif menarik.

Alief berinisiatif menjajal rute naik KRL dari BSD ke Sudirman dan berkendara mobil dari rumah ke BNI 46 untuk mengecek durasi perjalanan dan situasi pada jam tertentu. Kami sebagai orang tua mendukung langkah ini bahkan turut menemani. Aisyah, adik Alief, juga ikut serta dalam "petualangan" ini.

Tes perjalanan dari rumah menuju Wisma BNI46 kami realisasikan pada ujung bulan, tepatnya pada hari terakhir tahun 2023, tanggal 31 Desember 2023. Sebenarnya, waktunya agak kurang tepat karena Jakarta sedang sepi, banyak orang bepergian keluar kota, dan kami justru masuk ke dalam kota. Meski begitu, tetap bermanfaat buat Alief. Setidaknya dia sudah mengetahui rute mana yang paling efisien untuk perjalanan normal atau cepat jika berkendara sendiri ke kantor.

Aisyah GTC ke 2 Negara

Desember juga menjadi bulan sibuk saya untuk Aisyah yang akan berangkat ke luar negeri pada bulan Februari. Persiapannya melibatkan banyak hal, seperti dokumen perjalanan dan keperluan identitas karena Aisyah masih di bawah umur. Perjalanan ini akan menjadi pengalaman baru bagi Aisyah, seperti halnya abangnya yang memulai magang pada bulan yang sama.

Aisyah akan bersama teman-temannya, didampingi oleh beberapa guru, mengunjungi 2 universitas di Singapura dan Malaysia. Semua kegiatan sudah diatur oleh pihak sekolah dan travel yang bekerjasama. Alhamdulillah, segala persiapan dan dokumen penting selesai sebelum tenggat waktu.

Imigrasi Tangerang. Desember 2023

Kemudahan Tanda Kebaikan Allah

Alhamdulillah, meskipun dihadapkan pada beragam tantangan, urusan Alief dan Aisyah berhasil diselesaikan bersamaan di bulan Desember, tepat sebelum batas waktu. Saya merasa sangat lega.

Dalam menjalankan proses ini, saya menyadari betapa banyaknya kemudahan yang Allah berikan selama menangani berbagai tugas untuk anak-anak. Saya bersyukur atas kebaikan Allah yang senantiasa menyertai langkah-langkah keluarga kami. Alhamdulillah.

Tantangan Membimbing Anak Menuju Kedewasaan

Dulu saya berkeyakinan bahwa seiring bertambahnya usia anak-anak, saya akan meraih lebih banyak keleluasaan. Sayangnya, realitasnya tidak selaras dengan prakiraan tersebut. Meskipun Alief dan Aisyah sudah memasuki fase kedewasaan, tahap tersebut belum sepenuhnya tercapai. Hal ini menuntut perhatian dan dukungan lebih lanjut, bukan membiarkan mereka mengemban perjalanan hidup secara mandiri.

Mereka harus beradaptasi di tengah dunia yang makin kompleks dan sarat tantangan. Tempat mereka menjelajahi di luar rumah tak selalu mencerminkan nilai-nilai islami atau mendukung aspirasi yang kami, sebagai orang tua, harapkan. Kondisi lingkungan yang tak selalu aman dan risiko yang mengintai mengindikasikan bahwa perhatian serta bimbingan yang intensif menjadi imperatif. Pembebasan anak tidak sama dengan melepas mereka tanpa panduan di dalam dunia yang penuh risiko dan ketidakpastian. Meskipun ada berbagai strategi untuk membantu anak-anak mencapai kemandirian, perspektif saya mengenai melepas anak dalam segala hal, sejauh mungkin, bukanlah jawaban mutlak. Maka, hal-hal familiar seperti: "Suruh pergi yang jauh, merantau, tidak perlu diawasi terus, tidak perlu dikit-dikit dibantu, tidak perlu tahu dia ngapain....biar mandiri"  tidak selalu relevan dalam konteks kemandirian anak. Saya menegaskan bahwa pembimbingan dan batasan tetap penting dalam proses pendewasaan mereka. 

Tentang Anggapan Negatif Itu

Terdapat pandangan yang menyiratkan bahwa saya terkesan "memanjakan anak-anak" karena selalu terlibat secara aktif dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Bagaimana jika merenungi hal itu dari perspektif positif, di mana partisipasi saya yang konstan dalam urusan anak-anak merupakan ekspresi nyata dari fokus saya pada peran orang tua? Jika waktu yang saya luangkan untuk memberikan perhatian penuh pada anak-anak berkontribusi pada kehidupan mereka yang harmonis dan bahagia, mengapa hal tersebut patut dicurigai?

Fokus, sebagai kunci keberhasilan, menjadi fokus utama bagi saya, sembari mengabaikan penilaian yang kurang relevan. Saya suka bisa terus memusatkan perhatian pada upaya positif yang saya niatkan dan lakukan.

Kepercayaan

Terkadang terkesan bahwa saya selalu hadir dalam setiap langkah anak-anak, seolah-olah tidak memiliki kepercayaan pada mereka. Asumsi tersebut tidaklah mutlak benar. Sebenarnya, saya memiliki kepercayaan yang besar terhadap anak-anak yang saya asuh. Sebagai contoh, dalam hal Alief, saya yakin untuk memberinya keleluasaan. Meski demikian, tidak memberinya kebebasan tidak berarti sebaliknya. Ada aspek-aspek penting lain yang juga memerlukan perhatian.

Kepercayaan saya yang mendalam terhadap Alief didasarkan pada kedisiplinan dan keteguhan hatinya dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Dalam konteks ini, fondasi fundamental dari aspek keagamaan menjadi dasar kuat yang membentuk keyakinan saya. Kehadiran kedisiplinan dan dedikasinya terhadap nilai-nilai Islam memberikan keyakinan bahwa Alief mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan integritas yang tinggi dan penuh komitmen.

Kesuksesan Seorang ibu

Sering kali saya mendapat pertanyaan, "Bagi Anda, apa definisi kesuksesan?" Jawaban saya selalu beragam, mengikuti tahapan hidup dan pengalaman yang saya alami. 

Saat ini, jika ditanya apa itu kesuksesan sebagai seorang ibu?

Dalam perjalanan sebagai seorang ibu, kesuksesan bagi saya tidak hanya diukur dari pencapaian materi, melainkan lebih pada kesejahteraan dan perkembangan menyeluruh anak-anak. Kesehatan jasmani yang didukung oleh gizi yang cukup, kesehatan rohani yang tercermin dalam nilai-nilai keagamaan, disiplin, dan kepedulian sosial, serta kebahagiaan dan kematangan emosional anak-anak, semuanya menjadi tolak ukur kesuksesan sebagai seorang ibu.

Pentingnya pengembangan potensi anak-anak juga menjadi aspek kunci. Dengan memberikan mereka pendidikan yang baik dan sesuai minat, kita memberi mereka ruang untuk tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan bakat dan kecenderungan masing-masing.

Dalam pandangan saya, fokus sebagai seorang ibu adalah pada upaya menciptakan kondisi yang mendukung agar anak-anak dapat mencapai potensi terbaik mereka. 

Kesuksesan sejati terletak pada kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak, serta pada kemampuan mereka untuk menjalani hidup dengan penuh kematangan emosional dan spiritual.

Apakah saya sudah sukses? 

Jika saya tanyakan hal itu ke orang lain, dalam rangka menilai diri saya, jawabannya mungkin berbeda tergantung sudut pandang dan standar kesuksesan masing-masing orang. 

Saya pribadi, tidak pernah merasa telah sukses, melainkan sedang terus berproses. 

Yang pasti, fokus saya adalah menjadikan anak-anak menjadi pribadi yang sehat, bahagia, dan bertanggung jawab, serta memiliki dasar keimanan yang kuat. Jika saya berhasil mencapai hal tersebut, itulah yang saya anggap sebagai kesuksesan sejati sebagai seorang ibu.

Kebahagiaan Seorang Ibu

Menyaksikan anak tumbuh dan menjalani berbagai tahapan hidup adalah suatu perjalanan emosional. Salah satu momen ketika anak mencapai pencapaian tertentu, walau sekadar menemukan tempat magang. Pencarian tersebut bukan hanya menjadi langkah anak dalam membangun karir, tetapi juga perjalanan mendalam bagi saya yang bukan hanya menyaksikan dari kejauhan, tetapi turut serta mendukung, memberikan nasihat, dan merasakan setiap tantangan yang dihadapi anak. Rasa harap, kecemasan, dan kegembiraan adalah sebagian dari rentetan perasaan yang saya alami dalam setiap langkah anak. Momen-momen sederhana seperti ini meninggalkan kenangan tak terlupakan yang akan saya kenang sepanjang hidup.

Tulisan ini menjadi catatan saya tentang bagaimana setiap momen berharga bersama anak, terutama dalam pencapaian-pencapaian kecil, menjadi inti dari kebahagiaan saya sebagai seorang ibu. 

 

Beneran Gak Sempat Liburan?

Hari di mana kami melakukan pengecekan rute perjalanan dari kediaman di BSD City menuju BNI46 di Sudirman, lokasi magang Alief yang telah direncanakan, merupakan hari penutup dari tahun 2023. Ternyata, kesibukan dan prioritas kami terus mengikat hingga akhir tahun. Meski begitu, hal ini tidak berarti saya mengabaikan aspek lain yang tak kalah penting, seperti kegiatan wisata keluarga.

Jadi, sambil ngecek rute, kami juga menyisihkan waktu untuk berwisata, sebuah kegiatan yang tetap dilaksanakan meskipun beriringan dengan prioritas utama. Pagi harinya, kami berada di Jakarta, dan siang harinya di Sentul, di mana kami memutuskan untuk menikmati makan siang di The Upper Clift Sentul. Ini yang namanya 1 hari di 3 provinsi: Banten, Jakarta, Jawa Barat 😅

Sebuah pengalaman menghabiskan satu hari di dua tempat dengan karakteristik yang berbeda. Di Jakarta, kami dikelilingi oleh hutan beton, sedangkan di Sentul, suasana alami ditemani oleh pepohonan hijau. Pemandangan tambahan dari perbukitan dan gunung, udara yang sejuk, serta sajian kuliner lezat yang memuaskan selera, semuanya menjadi bonus yang kami syukuri di penghujung tahun. Alhamdulillah.

Sampai jumpa dalam cerita Makan Siang di Sentul! 

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

32 komentar

  1. Wah aku jadi keinget akun Linkedin yang ga pernah dioptimalkan wkwkwk..Baca ni jadi kefikiran mau buka lagi Mba :p alhamdulilah ya senang sekali bisa membersamai keluarga karena memang prioritas ya Mba smg sehat selalu Mba dan keluarga

    BalasHapus
  2. Masya Allah... Mamahnya keren banget ini, tapi aku pun setuju mbak Rien, namanya kita orang tua ya memang sudah sepantasnya kita terjun dalam urusan pendidikan anak. Karena kalau kata alm mamahku, sampai kamu kuliah itu masih tanggung jawab mamah. Nanti kalau sudah bisa kerja dan menghasilkan uang bisa bertanggung jawab sama dirinya sendiri.

    BalasHapus
  3. Tahun ini juga jadwal sulung aku untuk GTC Mba Rien, awal tahun ini bakalab GTC di sekitaran jawa, mulai dr Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nah sekitar Maret nanti bau ada GTC ke Singapura dan Malaysia. Wah zaman sekarang semua bs berkesempatan buat melihat langsung calon universitasnya ya.

    BalasHapus
  4. Barakallah ya Alief dan Aisyah banyak kegiatannya dan alhamdulillaah berhasil dicapai dengan baik. Alief dengan urusan magangnya selama 10 bulan di BNI '46 dan Aisyah persiapan GTC ke 2 negara. Memang deh pendidikan anak itu nomor satu. Ingat saat Rafa dan Fakhri sama-sama lulus2an dan daftar2an semua, aku riweuh pisan rasanya, waktu, pikiran dll semuaaa tercurahkan buat mereka, keluarga. Semoga sukses dan bahagia ya mbak Katerina yang hebat menjadi mamah dan Mas Arif juga ayah yang keren! Aamiin.

    BalasHapus
  5. Setuju pakai banget Mba Kat!
    Keluarga adalah prioritas!

    Melewati 30th anniversary Agustus 2023 lalu, semakin mengukuhkan posisi "keluarga" dalam hidupku, terutama.

    Karena apa?

    Karena hanya keluarga, terutama keluarga intilah sebenar~benar keluarga, suami dan anak. Titik!

    Kepada merekalah, kita "pulang" dan merasa nyaman, jadi diri sendiri, gak perlu topeng. Hihihi. Duh, emosionil bingit aku yak.

    Ada kepuasan tersendiri saat mengikuti proses demi proses buah hati terutama saat mengikuti aktivitas yang memang istimewa dalam kehidupan mereka.

    Yang hanya terjadi sekali dalam hidup, apalagi!

    So, welcome to the Family Priority Club, Mba Kat!

    Last but not least,
    Sukses buat magang Mas Alif dan Goes To Campus si Cantik Aisyah ya!
    Big hug for them, Mba Kat!

    BalasHapus
  6. Baca tulisan ini bikin aku banyak melakukan refleksi diri sebenernya. Tahun ini aku juga berhenti menulis resolusi atau pencapaian apa saja tahun kemarin. Aku fokus pada satu hal aja yang penting on track.

    Daaan aku baru ngeh juga lho mba kalo sekarang cari magang tuh kaya ngelamar kerja. Beberapa saat kemari nada anak temen juga sampai bikin profil Linkedin, aku pikir mau lamar kerja ternyata baru mau magang. Ya ampunn kerennya. Dulu mah udah ada list dari kampus haha. Congrats ya mas Alief, moga lancar! Mba Aisyah juga 😊

    Bagian kesuksesan seorang ibu dan apa saja parameternya tuh bikin ketampar juga. Apa standar kesuksesan seorang ibu, tentu beda-beda juga tiap orang. Dan menuju semua itu adalah sebuah perjalanan panjang untuk berproses.

    Sekali lagi terima kasih sudah menulis cerita yang menginspirasi ini.

    BalasHapus
  7. Karena keluarga adalah tempat untuk pulang. Tempat bebagi yang sesungguhnya. Membaca ini, saya jadi belajar banyak sebagai Ibu. Memang sudah selayaknya kita hadir dalam setiap moment anak, bukan untuk mendikte/mengatur/mengintervensi. Tapi hadir sebagai sahabat, pendamping, tempat bertimbang rasa dan pikiran. Hadir sebagai orang tua, tempat mereka mengadu, berkeluh kesah dan bercerita.

    Selamat buat mas Alief untuk magangnya. Semoga berjalan lancar sampai 10 bulan ke depan. Selamat juga buat mba Aisyah untuk perjalanannya. Semoga mendapat banyak pengalaman baru yang bermanfaat untuk kebaikan.

    Dan tentu saja, selamat buat mbak Rien dan mas Arief, menjadi orang tua yang sesungguhnya, tempat anak-anak pulang dengan cinta dan kasih sayang.

    BalasHapus
  8. Masya Allah, keren banget mbak... Saya setuju, bukan berarti ngemanjain anak-anak ya, karena keputusan dan konsekuensinya tetap tanggung jawab mereka... Orang tua cuma mendukung dan membimbing...

    BalasHapus
  9. Masyaallah baca ini kok jadi terharu dan degdegan juga ya mbak. Anak2 saya masih pada kecil dan Insyaallah nanti akan melewati masa - masa anak menuju dewasa. Ah, semoga diri ini terus dan terus belajar menjadi orang tua yang baik :)

    BalasHapus
  10. mbak Rien terima kasih sharingnya dalam membersamai anak-anak, keren sekali dan inspiratif . Suka pada kalimat dan setuju banget "Setiap momen berharga bersama anak, terutama dalam pencapaian2 kecil, menjadi inti dari kebahagiaan seorang ibu" masyaallah luar biasa sekali mbak 😭😍

    Saya setuju bahwa selalu hadir dalam setiap langkah anak bukan berarti tidak percaya. Anak-anak pasti senang dan bahagia jika kita membersamai mereka sembari memberikan kepercayaan.

    Masyaallah berkaca-kaca saya membaca tulisan ini mbak. Sekali lagi terima kasih

    BalasHapus
  11. Sama mba saya juga prioritas anak2 dan keluarga, dan membersamai anak-anak ga berarti memanjakannya, tergantung bentuk dukungannya, yg pasti anak jd pede kalau dpt dukungan ortu dalam keputusannya

    BalasHapus
  12. Senang bacanya kak... Ibu selalu jadi pendamping tepatnya ya .. seksea buat Alief dan Aisyah semoga betah magang dan banyk mendapatkan pengalaman baru, kalau dunia kerja tdk seindah yg dilihat, juga utk Aisyah suskes utk studyny

    BalasHapus
  13. Ah iyaaa...bulan2 kemarin terkait kepindahan, anak saya meminta tidak ikut pindah. Dia sdh sangat nyaman dg sekolahnya. Namun, masih SMP lhoo...saya belum berani melepasnya. Mungkin nanti kalau sdh SMA, sepertinya saya sdh lebih berani melepas ke kpta lain sembari tetap dalam pengawasan.

    BalasHapus
  14. Btw jadi ingat bulan ini saya gak jadi daftar sebuah job di sebuah komunitas karena lupa password akun LinkedIn. Haha... Setelah bisa reset password, eh form nya malah udah tutup.

    Sebagai seorang ibu memang kebahagiaan yang tidak bisa disandingkan itu ialah berhasil menghantarkan anak menjadi diri mereka dengan kesuksesannya ya.

    Semoga semua harapan di tahun 2024 untuk Mba Rien dan keluarga tercapai dengan mudah ya...

    BalasHapus
  15. LinkedIn itu kalau dioptimalkan bener-bener bisa ngebuka banyak opportunity sih Mak. Aku sendiri kembali aktif menjadi jobseeker sejak awal 2023 hingga sekarang dan LinkedIn jadi aplikasi yang sering banget aku buka. Nggak cuma buat networking, tapi juga bisa buat belajar dan dapet kesempatan kerja yang mungkin nggak banyak orang tahu.

    BalasHapus
  16. Kyknya sejak dahulu hampir enggak ada emak yang enggak terlibat urusan anaknya, apalagi soal pendidikan ya mbaak.
    Wah sayang banget yang SML Green Office gak jadi ya, tapi pengganti tempat magangnya insyaAllah juga ok. Aku kepoh kenapa kampus membatasi 10 bulan mbak?
    GTC tu apa mbak? Kek studi banding gitu kah? Wah seru bisa melihat2 universitas di luar negeri yaa.

    BalasHapus
  17. Masya Allah.. ikut senang membaca cerita tentang perjalanan pendidikan Alief dan Aisyah, Mbak. Termasuk bagaimana perkembangan sosial emosional dan spiritualnya.
    Dari sini saya bisa belajar tentang parenting juga. Saya setuju sama Mbak Rien, membuat anak mandiri bukan berarti melepas tanpa panduan dan kontrol. Dukungan dan panduan (jika diperlukan) juga kontrol
    dan nasihat sangat penting ya, Mbak. Agar anak-anak enggak keluar jalur (terutama agamanya). Saya juga merasa bahagia kalau anak-anak bahagia dalam setiap fase tumbuh kembangnya.
    Terima kasih sharing ceritanya, Mbak Rien :)

    BalasHapus
  18. Alhamdulillaaah ya mbaaa... congratulations for all the achievement! dan in sya Allah semua niat baik kita sebagai orang tua bisa mendapat kemudahan dari-Nya. Like it or not, dukungan dan juga sharing ilmu dan guidelines penting buat anak - anak kita juga. Semoga sukses semuanya yaa... doakan yang sama untuk anakku Bo yang akan segerea memulai fase kehidupan mandirinya soon..

    BalasHapus
  19. Ikut happy bacanya dan bisa menjadi ilmu buat saya, makasih banyak sharingnya mbak Rien, seneng deh kalau baca cerita tentang keluarga gini.

    BalasHapus
  20. semoga segala hal yang diprioritaskan menjadi lillah ya mba, semua demi masa depan anak-anak yanga lebih baik. sehat selalu untuk mba sekeluarga

    BalasHapus
  21. Aku membaca artikel ini dengan dada bergetar. Betapa urusan anak adalah tugas ibu sepanjang hayat. Jatuh, bangun, suka, duka yang dialami anak, disadari atau tidak, adalah banyak hal yang mempengaruhi hidup seorang Ibu. Jadi kalau Rien tulis "menyaksikan anak tumbuh dan menjalani berbagai tahapan hidup adalah suatu perjalanan emosional" aku langsung setuju. Aku sedang di tahap itu dan menikmati keikhlasan, kesabaran, dengan banyak doa serta titik air mata di setiap sudut. Tiada ada fase terindah kecuali membersamai anak-anak untuk setiap situasi dan kondisi yang ada.

    Semoga semua hal baik dan kemudahan dunia akhirat menjadi milik Fauzi, Fiona, Alif, dan Aisyah. Aamiin Yaa Rabbal alaamiin.

    BalasHapus
  22. BTW, WA aku ini pake font apo yo Rien hahaha. Cantik nian font nyo. Tapi yang ditubuh artikel awak ini kekecik'an untuk mato aku. Aku sampe merapat ke layar laptop supayo pacak mbaconyo hahahaha. Dasar tuek

    BalasHapus
  23. Baca ini jadi terharu kak Rien.. bener banget meskipun udah remaja orang tua g bisa lepas untuk memberi perhatian lebih .. bukan maksud untuk memanjakan tapi setidaknya mereka tidak mencari perhatian di luar. Keluarga memang prioritas diatas segalanya.. bahagia selalu untuk keluarganya kak

    BalasHapus
  24. Ikut banggggaaaa........
    Hebat Mbak Rien, sukses anak merupakan sukses ibu mendampingi mereka
    Keduanya bekerja keras untuk mencapai tujuan, Mbak Rien "hanya" mendampingi
    Karena dengan malu hati, saya harus akui anak-anak saya dulu magang berkat ordal (orang dalam)
    Beruntung mereka kemudian bisa mendapat pekerjaan dan berkarir dengan hasil kerasnya sendiri, sehingga saya gak terlalu malu. :D :D

    BalasHapus
  25. Daku punya LinkedIn malah tahunya dari abangtua daku hihi, dan baru bikinnya setelah kerja huhu. Kalau bisa dimanfaatkan dari semenjak kuliah bakalan lebih asik sih ya.
    Sukses buat anak²nya Mbak Rien yang sedang menempuh pendidikan maupun yang sedang magang.

    BalasHapus
  26. MashaAlla~
    Barakallahu fiikum, kak Rien dan keluarga.

    Aku jadi mikir kalau sedang on duty, dengan catatan, ada banyak agenda keluarga yang dilakukan, maybe someday aku juga bener-bener menikmati fase itu, kali yaa..

    Melepaskan menuju gerbang kemandirian pada anak ini tentunya membutuhkan komunikasi yang intens dan penanaman akidah akhlak sedari dini. Proses yang gak instan ini menjadikan anak-anak bisa berada di lingkungannya dengan "ujian"nya masing-masing.

    Semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi anak-anak dengan sebaik-baik perlindungan.
    Seneng banget bacanya, ka Rien.

    Sambil ngawang-ngawang bayangin kalo anak-anakku uda seusia anak-anak ka Rien, semoga ada kesempatan untuk mendampingi setiap fase kehidupan anak-anak.

    BalasHapus
  27. Alhamdulillah, magang Alif dan persiapan kegiatan sekolah Aisyah ke 2 Negara sudah tinggal menjalaninya aja ya mba. Beruntungnya Alif dan Aisyah yang memiliki kedua orangtua yang sangat mensupport. Semoga kegiatan anak-anak nantinya berjalan sukses, Mba.

    BalasHapus
  28. Keren ceritanya mbak
    Membimbing anak selalu ada tantangannya ya
    Nggak hanya saat balita, saat menuju dewas pun ada tantangannya
    Aku jadi bisa belajar dari pengalamanbak Rien nih

    BalasHapus
  29. Menikmati pencapain-pencapaian kecil anak dan anggota keluarga lainnya jadi puzzle kebahagiaan hidup ya Mba. Tak ada ibu yang sempurna, dan defenisi sukses setiap orang pasti berbeda-beda. Menikmati cerita Mba Rien, dan turut bahagia melihat anak2 tumbuh belajar dewasa ya Mba

    BalasHapus
  30. Seru Mbaaa. Jadi termotivasi nih baca poin-poin penting di sini. Setiap keluarga tentu punya tantangan masing-masing ya. Btw saya jadi terinspirasi untuk mulai melengkapi laman LinkedIn haha

    BalasHapus
  31. btw saya agak kudet nih, barusan googling dulu GTC itu singkatan apa ya? ternyata Goes To Campus ya? wah, bakalan jadi pengalaman yang seru dan menyenangkan pastinya buat Aisyah GTC ke 2 negara sekaligus. Dan saya juga baru tau kalo program magang anak kuliah jaman sekarang itu durasinya mpe 12 bulan gitu ya? semoga aktivitas kedua anak mba Rien berjalan lancar sesuai harapan. saya juga setuju kalo salah satu kebanggan menjadi ibu itu adalah mampu memebrsamai anak dan melihat perkembangannya di setiap detail

    BalasHapus
  32. Masyaallah mba, pencapaian anak-anak memang tak lepas dari dukungan orang tua ya .
    Semoga selalu diberikan kelancaran dan kemudahan ya, aamiin

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!