Liburan di Bogor, Tapi Lidah Nyasar ke Sentul, di Bumi Aki Signature

Review Bumi Aki Signature Sentul
 
Jadi ceritanya kami sedang staycation santai di Kota Bogor. Nggak ada itinerary ambisius. Niat awal cuma satu: makan enak, rebahan panjang, dan pura-pura lupa cucian di rumah belum dijemur. Tapi seperti biasa, hidup tuh suka random. Suami tiba-tiba nyeletuk, “Ma, ke Sentul yuk.

Ya sudah, kami gas ke Sentul. Mobil melaju tanpa GPS, cuma bermodal feeling dan harapan ketemu masakan Sunda yang bisa meluluhkan perut. Di tengah perjalanan yang masih ngawang-ngawang, muncul sebuah bangunan kalem di balik aneka tumbuhan tropis. Dari luar sih, vibe-nya kayak taman pribadi milik sosialita yang doyan yoga tapi tetap jago bikin sambel terasi.

Plangnya: Bumi Aki Signature Sentul.

Saya langsung senyum. Ini yang sempat saya sebut-sebut waktu masih di hotel, tapi niat awalnya yang di Bogor, bukan yang ini. Ternyata semesta emang hobi ngasih plot twist, dan Google Maps kadang lebih tajam dari intuisi ibu-ibu.

Dan ya, “Signature.” Di zaman sekarang, semua berlomba kelihatan premium. Bahkan gorengan kalau ditata cantik di atas piring keramik bisa naik kasta jadi Assorted Golden Crunchies. Tapi Bumi Aki Signature ini bukan sekadar gaya-gayaan. Dia hadir sebagai bukti kalau tradisi bisa tampil elegan tanpa kehilangan rasa. Ini tuh memang Bumi Aki dengan paket lengkap: suasana, pelayanan, dan rasa yang serius tapi tetap bisa diajak santai.

Bagian depan Bumi Aki Signature Sentul. Area parkirnya luas, dan ini baru kelihatan sepertiganya

Masuk ke Dalam: Estetika yang Nggak Kaku

Interiornya rapi dan manis. Jauh lebih mewah dibanding cabang-cabang Bumi Aki lain yang pernah saya datangi. Mungkin memang didesain buat jadi versi upgrade-nya. Tanaman hijau di mana-mana, kolam air kecil mengalir pelan, suasananya kayak ngajak meditasi tapi sambil ngunyah tahu goreng. Adem, teduh, dan bisa bikin lupa kalau sebenernya ini tempat makan, bukan tempat healing

Baca juga: Staycation di Sandalwood Boutique Hotel Lembang

Kolam dalam vs kolam luar. Yang kiri di dalam resto, yang kanan di luar, sebelah kiri bangunan

Saat kami datang, jam masih menunjukkan pukul 11. Resto belum rame. Kami langsung naik ke lantai atas, ambil posisi di teras belakang yang semi-outdoor. Baru ada dua orang di sana. 

Kami duduk di area teras belakang yang menghadap ke pondok-pondok lesehan dengan tirai putih dan bantal empuk. Tampaknya seperti hasil kawin silang antara gazebo dan ruang tamu pernikahan Sunda versi Pinterest. 

Kalau nggak inget tujuan awal, bisa-bisa saya leha-leha seharian di situ sambil nungguin disuapi. Tapi ternyata duduk di pondok itu tidak disarankan oleh stafnya. Katanya, panas. Memang sih, ini hampir tengah hari, cukup terik, dan panasnya tetap terasa meski tiap pondok dilengkapi kipas angin mahal. Jadi kami memilih duduk di teras saja, di sofa empuk berkapasitas 6 sampai 8 orang. Buat kami yang cuma berempat, ini jelas lega banget. 

Pondok lesehan di area belakang lantai 2

View dari tempat kami duduk. Terlihat ada 4 pondok lesehan.

Teras belakang lantai 2, tempat kami duduk makan siang. Jam 11, masih lengang.
 

Dihampiri dengan Gaya Hotel Bintang Lima

Rasanya, setiap belokan di resto ini ada staf. Semua tampil rapi berseragam, lengkap dengan rompi formal dan senyum default yang seolah sudah dikalibrasi sejak hari pertama pelatihan. Tiap papasan, mereka menyapa. Badan sedikit membungkuk, tangan kanan ke dada, seolah berkata, "Ibu, saya siap bahkan sebelum Ibu sadar butuh bantuan."

Di sekitar meja kami, ada tiga orang yang standby. Salah satunya langsung mendekat, penuh senyum dan sigapnya sudah level bodyguard. Dari awal sampai selesai, dia yang layani. Tidak perlu dipanggil. Tidak sempat menghilang. Dia berdiri sekitar lima meter dari meja, mengamati tanpa mengganggu, tapi langsung bergerak kalau ada yang perlu dibantu. Misalnya saat air minum habis, dia langsung datang dan isi ulang. Tanpa diminta. Tanpa drama.

Mungkin ini yang bikin versi Signature terasa beda. Bukan cuma makanannya yang niat, tapi cara mereka memperlakukan tamu juga tidak setengah-setengah. Di tempat lain, kita harus angkat tangan tinggi-tinggi dulu, seperti nelayan yang minta ditolong kapal. Di sini, pelayannya lebih peka dari sinyal Wi-Fi.

Bumi Aki lain yang pernah saya kunjungi, jujur saja, belum pernah nemu servis segini niatnya.

Drama Nasi Liwet: Satu Paket, Banyak Realita

Kami pesan Paket Nasi Liwet Signature. Namanya aja udah bikin jiper. “Signature.” Kayak ada tanda tangan chef-nya di bawah daftar harga. Isinya? Nah meski Paket 1 resminya buat dua orang tapi lauknya terbilang melimpah kalau buat berdua saja. Ini menurut saya yang makannya masih beradab lho ya 😆

Paket 1 terdiri dari dua ayam goreng, dua empal, dua tahu, dua mendoan, pencok kacang, sambal terasi, lalapan, ikan peda (yang tampilannya seperti minta validasi), kerupuk, cemilan, buah potong lima macam, dua es teh tawar, dan satu bakul nasi yang seakan bilang: “Saya cukup banyak untuk dua orang biasa atau tiga orang yang sedang insyaf.”

Total lauk sembilan. Sedangkan kami berempat. Secara matematika dan spiritual, ini sah. Satu orang dapat dua lauk, sisanya si ikan peda bisa dimakan rame-rame. Simbol kebersamaan dalam bentuk lauk asin.



Kami sengaja nggak pesan paket empat orang. Soalnya dari deskripsinya aja udah kayak pesta panen. Mas Arif dan Alief sih makannya banyak, tapi nggak berarti tiap orang sampai butuh lima lauk juga kali. Kami masih punya logika dan batas kolesterol.

Tambahan kami? Aisyah pesan jus alpukat. Alief, demi tampil edgy dan tetap halal, pilih beer pletok sparkling. Katanya ini cara aman menikmati sensasi minuman bir tanpa risiko penuh penyesalan. Sebuah usaha mencari sensasi dalam batas halal. Kita doakan istiqamah.

Waktu makanan datang, nggak ada rebutan lauk, nggak ada air mata karena tahu terakhir, dan yang paling penting: nggak ada yang merasa kurang. Sebuah pencapaian keluarga yang layak didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya makan cukup.

Suami saya, seperti biasa, punya prinsip hidup yang mulia: tidak membiarkan makanan tersisa. Bukan karena hemat, tapi karena dia yakin dosa membuang makanan lebih besar dari telat bayar listrik. Tapi karena porsinya pas, nggak ada yang dikorbankan demi kesalehan sosial hari itu.

Video makan siang di Bumi Aki di IG saya @travelerien :

Total tagihan? Tepatnya Rp 781.122. 

Paket nasi liwetnya sendiri hanya Rp 450 ribu. Sisanya tagihan untuk tambahan 2 nasi liwet Rp40.120, 2 nasi putih Rp31.000, 2 minuman di luar paket yakni Beer Pletok Sparkling Rp65.000 dan Avocado Juice Rp40.535, Ice Tea TW Rp37.000. Service charge tax nya 7% Rp46.456 dan ada PBI 10% Rp71.011.

Bagi seseorang, harga per item dan totalnya mungkin tergolong masih wajar, mungkin juga terasa agak mahal bagi yang lain.

Dua-duanya nggak salah. Namanya juga perspektif.

Murah atau mahal, semua itu bagian dari pengalaman. Pengalaman makan enak, duduk nyaman, dan ngerasain momen bareng keluarga di Bumi Aki Signature.

Nggak semua tagihan harus ditangisi... atau diketawai dengan santai. Kadang cukup dikenang sambil senyum. Terutama karena... ya rasanya enak, porsinya mantep, dan perut pulang dalam keadaan damai sentosa. 

Suami saya? Beliau sungguh sumringah. Keinginannya makan masakan Sunda di Sentul tercapai tanpa hambatan dan drama😀

Mas pelayannya nawarin motret kami, oke siapa nolak 😁

Sedikit Observasi dan Saran Moral

Kami datang di jam yang pas. Suasana masih adem, belum terlalu ramai. Tapi itu ternyata cuma teaser sebelum… ya bukan badai sih, lebih tepatnya keramaian yang tetap tertib. Nggak ada yang saling sikut, tapi ritme gerak mulai berubah. Yang tadinya bisa duduk sambil pilih-pilih spot kece, sekarang harus sedikit lebih lincah.

Lantai dasar dan atas sudah penuh. Sisanya tinggal pondokan di samping, yang posisinya dekat dengan kolam-kolam biru. Dari jauh tampak seperti kolam renang. Tapi bukan, dan tidak perlu ditanya bedanya. Pokoknya bukan tempat buat nyebur-nyebur.

Pondokan ini dikelilingi tanaman dan elemen air. Secara teori, harusnya bikin suasana adem. Tapi siang bolong adalah musuh alami teori kenyamanan. Matahari sedang semangat, pantulan dari air dan keramik ikut berkontribusi. Suasananya jadi mirip oven yang dikasih sentuhan alam.

Baca juga: Staycation Keluarga di Lembang Asri Resort

Elemen air dan tanaman di area luar emang bikin adem di mata, tapi nggak cukup ngelawan panasnya matahari siang. Untung pelayan-pelayannya pengertian banget. Daripada nyuruh tamu duduk di luar, mereka minta nunggu saja sampai ada meja kosong di dalam.

Buat yang perfeksionis urusan tempat duduk dan pemandangan, sebaiknya ambil jalan aman. Rencana. Jangan sok-sokan mengandalkan spontanitas. Hidup boleh penuh kejutan, tapi berebut meja saat perut sudah berisik itu bukan kejutan, itu bagian dari ujian spiritual.

Apalagi datang dalam rombongan. Jalan sambil celingukan, berharap ada meja kosong, sambil menahan emosi tiap kali lihat orang mulai berdiri dari kursi. Itu bukan momen kulineran. Itu semacam kompetisi tersembunyi. Siapa cepat, dia kenyang. Siapa kurang cepat, dia jadi penonton.

Intinya, kalau bisa disusun dengan rapi, kenapa harus pilih jalur drama. Reservasi!

Area favorit buat foto. Siang itu gak ada yang makan di area ini karena masih panas.  

Penutup yang Bukan Basa-Basi

Bumi Aki Signature ini bukan cuma soal branding. Ia tempat yang berhasil meramu suasana tradisional dan kenyamanan modern tanpa kehilangan jati diri. Dari makanan, pelayanan, sampai suasananya, semuanya punya kualitas yang bikin pulang bawa rasa puas.

Awalnya kami cuma pengin makan masakan Sunda di Sentul. Udah gitu aja. Tapi ternyata malah pulang bawa cerita gak sengaja ketemu Bumi Aki versi Signature. Jujur aja, saya masih pengin balik lagi ke sini, buat cobain menu-menu lainnya tanpa drama pilihan menu paket. Haha.

Kalau ada yang penasaran sama Bumi Aki Signature Sentul, silakan cek IG mereka di @bumiaki.signature. Menunya bisa kamu lihat lewat link yang ada di bio, biasanya tertulis MENU. Atau kalau link di drive Menu Bumi Aki Signature masih aktif, bisa juga kamu akses lewat sana.


Sentul, 05 Juli 2025.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

4 komentar

  1. Sebuah plot twist yang berkesan banget. Berawal dari random otw Sentul mau cari makanan Sunda, ternyata bertemu dengan Bumi Aku Signature 🤩🤩🤩

    Tempatnya beneran luas banget, adem kalau pagi dan sore ya mba. Kalau tengah hari sudah pasti tetap terasa panas karena akhir-akhir ini matahari Bogor lagi cetar membahana.

    Oke, jadi kalau mau ke Bumi Aki Sentul memang sebaiknya reservasi apalagi kalau kesana bareng sama rombongan ya. Tentu tujuannya supaya lebih tertib dan nyaman.

    Makannya menarik, bikin ngiler dan laper hehehe. Menunya ajib sekali paketan udah bikin kenyang berempat. Nggak ada makanan kebuang itu adalah bagus, sebagai pegiat hidup berkelanjutan aku selalu salut sama yang nggak menyisakan makanan.

    Biar pletok, sebetulnya ini bukan khas Sunda. Tapi gapapa lah Jakarta kan tetanggan sama Bogor yak hehehee.

    Nah bener, terkait harga bisa beda-beda tanggapannya. Buatku saat yang menikmati merasa puas dan mendapat kesan baik yaudah itu seimbang saja dengan uang yang di keluarkan.

    Ku nantikan cerita kulineran lainnya mba 🥰

    BalasHapus
  2. Baca dan lihat foto-fotonya udah kebanyang nyamannya suasana di sana kalau sore hari. Kayanya gak akan sepanas siang hari ya. Datang sore menikmati suasana sampai makan malam boleh gak sih? Atau harus cepet-cepet makannya karena ramai? Hehehe

    Di Bandung juga ada Bumi Aki tapi sepertinya tidak senyaman ini ya pelayanannya. Kalau di Sentul ini berasa diladeni banget ya

    BalasHapus
  3. Masih punya logika dan batas kolesterol kalimat epic yang membuatku tersenyum penuh arti. Sebagai penyuka kata dan melihat lapisannya, itu kebijaksanaan yang tidak banyak melihatnya.

    Kehidupan itu memang suka banget bercerita dengan plot twisnya, ada saja kejutannya, kadang manis kadang ya gitu deh. Soal bertemu dengan resto inipun waktu itu bukan sengaja. Kalau kata-ku Hak Menjadi Hak.

    Memang ya, sekarang tuh antara tempat makan dan healing seperti garis cemburu dan sayang, tipis. Kadang ketika menemukan tempat senyaman bumi aki ini-pun jadi healing, melupakan kalau tujuan utama hanya mengisi perut.

    BalasHapus
  4. Aku tadi baca judul bumi aku pikanku ke bengkel lo mbaa aku pikir aki mobil tapi kok makan duhhhh pikiran sama mata kemana ini yaaa...
    Ternyata Bumi Aki memang sudah terkenal ya mba di jabodetabek dan banyak cabangnya beneran Tuhan menjawab harapan ini mba yg ngomongin bumi aku suami yg pengen masakan sunda akhirnya dipertemukan dengan bumi aku signature..kerenn...
    Nahh kan bener kalo porsi ber2 itu memang yaa kadang membohongi paket ber2 namun cukup buat 3-4 orang mana sudah komplit semua itu yaaakkk
    Bener sie urusan mahal atau murah itu relatif karena kita juga mesti melihat pelayanan dan tempat akomodasinya juga,,klo aja disini juga ada Bumi Aki aku juga pengen cobain deh soalnya komplit banget menunyaaa

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!