Salah Duga Sakit Maag Ternyata Batu Empedu, Periksa dengan Teliti Biar Cepat Tertangani


Rawat Inap di Eka Hospital karena Batu Empedu

Bulan Ramadan lalu suami saya mengeluh nyeri ulu hati hebat disertai perut kembung, mual, muntah, dan tidak bisa buang angin maupun buang air. Dugaan pertama kami adalah maag. Kemudian saya beri promag tapi tidak mempan. Saya ganti dengan sirup Propepsa, kebetulan ada stock di rumah, sama saja tidak ampuh. Gejala lainnya adalah merasa makin sakit bila berbaring telentang dan berdiri tegak. Hanya bisa duduk dengan agak menyender. Saya merasa keadaannya gawat, lalu saya bawa ke UGD Eka Hospital.

Selama perjalanan bermobil ke rumah sakit yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari rumah, suami saya mengeluh sakit setiap kali mobil melewati speed bump (polisi tidur). Jadi, saya mesti memelankan laju sepelan-pelannya. Ucapan istighfar dan kata "Ya Allah" dari mulut suami saya terus terdengar sepanjang perjalanan, menambah kecemasan.

Rasa sakit di perut yang dialami oleh suami selalu datang di malam hari. Pernah dini hari. Kondisi jalan selama pandemi sering sepi, apalagi malam hari, lebih sepi. Jadi perjalanan saya membawa suami sangat lancar, tidak ada kendala hingga akhirnya bisa masuk ruang rawat UGD dengan selamat.

Yang tidak lancar adalah tindakan di ruang UGD. Dalam artian begini, pasien datang dalam kondisi nyeri hebat, disambut security di depan UGD membawakan kursi roda, diantar ke dalam, langsung dinaikkan ke ranjang pasien dibantu perawat sambil ditanya-tanya keluhannya apa, namun belum langsung ditangani misal langsung buru-buru diberi obat atau apa lah. Ok sampai sini saya mengerti, mungkin menunggu dokter dulu, baru lanjut tindakan. Tapi pernah sampai 1 jam nunggu nggak dipegang-pegang juga itu suamiku huhu. Padahal pasien di UGD saat itu cuma 1. Petugas di UGD banyak, ada 5-6 perawat dan 1-2 orang dokter jaga. 

Sementara itu saya ke bagian administrasi UGD, dijelaskan oleh staff (di situ standby 2-3 orang) nanti bakal ada biaya APD Rp 600.000, dan bila pakai asuransi nanti perlu informasi tambahan untuk pengajuan klaim, dan bila nanti dirawat bakal dikenakan biaya tes covid. Selesai bagian itu, tanda tangan ini dan itu, baru saya bisa mendekati suami dan menemaninya menunggu tindakan dari dokter di UGD.

Menurut saya pribadi nih ya, ruang gawat darurat itu nggak selalu penanganannya ala gawat darurat di mana saat kita masuk pasien langsung cus dapat penanganan secepat kilat. Meski suami saya sudah tulung-tulungan kesakitan, ya nggak usah ngarep ada yang buru-buru menenangkan langsung suntik ini itu. Perlu waktu buat urus administrasi dulu, nunggu dokter free dulu. Ya siapa tahu pas kita datang itu dia lagi sibuk ama pasien lain. Jadi kudu antri ya kan. 

Cek LAB dan USG

Singkat cerita, setelah mendapat pertolongan pertama berupa obat pereda nyeri, obat lambung, dan dipasang infus, suami saya dilab dan USG. 

Pemeriksaan lab meliputi Hematologi Lengkap sebanyak 29 item. Hasilnya 14 item tidak baik yaitu:
Leukosit tinggi, eosinofil rendah, neutrofil tinggi, limfosit rendah, neutrofil limfosit ratio tinggi, MCH rendah, MCHC rendah, SGOT tinggi, SGPT tinggi, Amilase tinggi, Lipase tinggi, bilirubin total tinggi, bilirubin direk tinggi, bilirubin indirek tinggi.

Dari hasil tersebut yang paling diperhatikan adalah bilirubin tinggi (terkait dengan hati), lipase dan amilase tinggi (pankreas). Hasilnya mengarah ke batu empedu, makanya kemudian dilanjut dengan USG Abdomen Atas dan Bawah. 

Kesan dari USG:
Sludge dan multiple cholelithhiasis disertai hidrops ringan kandung empedu, kemungkinan ada batu impacted belum dapat disingkirkan. Saat itu tidak tampak tanda-tanda cholecystitis/bendungan bilier USG hepar, lien, pancreas, ginjal, vesica urinaria dan prostat normal. Tidak tampak ascites/pemesaran kelenjar.

Dari dua pemeriksaan tersebut paling kuat memang karena batu empedu. Nah, sebetulnya ini cocok dengan hasil MCU (medical check up) yang dilakukan oleh suami saya pada bulan September 2019, batu empedu terdeteksi berukuran 0,9 cm. Namun, karena tergolong kecil, saat itu suami dan saya masih cuek. Tidak pantang makan, tidak pula terpikir untuk operasi. Kenapa? Dari hasil baca sana sini tanya ke sana kemari, batu empedu mulai dianggap besar di atas 1 cm. 

Bukan Maag

Sampai pada dua pemeriksaan terakhir, saya dan suami kini paham, gejala yang dialami seperti yang biasa terjadi saat sakit maag belum tentu maag, buktinya setelah diperiksa ternyata batu empedu.

Tadinya yakin banget itu maag karena 5 tahun lalu suami pernah maag hebat sampai dirawat selama 1 minggu dan harus endoskopi.

Selain itu...

Saya tadinya sempat berujar ke teman-teman, jangan ke rumah sakit kalau gak penting-penting banget. Misal tiba-tiba muncul gejala maag, obati sendiri di rumah, atasi dengan obat yang ada. Jika nyeri tahan saja, sembuhkan sebisa mungkin. Daripada ke RS, musim pandemi gini ribet, banyak tes ini itu dan bakal bikin biaya bengkak, kamu pun nggak aman siapa tahu ketemu pasien covid di RS.

Sekarang.....

Saya menganjurkan jangan anggap sepele sakit yang dianggap sepele, pergi ke rumah sakit, tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan ya, lalu periksa dengan teliti apa yang terjadi pada diri.

Saya, kalau tidak bawa suami saya periksa ke dokter penyakit dalam, tidak tahu kalau sakit mirip maag itu, yang ternyata batu empedu, membawa derita hebat pada tubuh suami saya. Ukuran batu empedu suami memang kecil, sekecil beras, tapi batunya keluar dari kantong empedu (dokter bedah menyebutnya jatoh) dan masuk ke saluran sehingga menyebabkan sumbatan.

Sumbatan inilah yang menyebabkan terganggunya fungsi hati dan pankreas, dan itu terbaca dari hasil lab di mana bilirubin tinggi, amilase tinggi, lipase tinggi.

Biar sembuh gimana? Operasi.

Tetapi tindakan operasi hanya aman dilakukan bila lipase dan amilase dalam keadaan normal. Disebut tak normal karena sedang radang, alias ngamuk. Nah, bila dioperasi, bisa jadi terjadi perdarahan. Ini kondisi bahaya yang dikhawatirkan.

Operasi Batu Empedu

Begini, nilai normal amilase 13-53, suami saya ada di angka 159. Nilai normal Lipase <60, suami saya 686. Selama 5 hari dirawat akhirnya lipase turun ke angka 92 dan amilasi 42. 

Sudah aman untuk operasi? Sudah. Tapi saat itu kami menunda operasi. Kami minta ke dokter bedah agar dilakukan setelah lebaran saja. Suami ingin lebaran di rumah bersama kami dalam keadaan masih segar bugar. Mungkin biar bisa salat Ied di rumah dalam keadaan normal, tidak berbaring sakit karena habis operasi, kira-kira begitu.

Tapi apa yang terjadi teman-teman?

Malam takbiran dan di hari lebaran, suami saya nyeri hebat lagi, masuk UGD lagi dengan kondisi lipase mencapai 1390 (normalnya <60) dan amilase 332 (normalnya 13-53) Sangaaaat sangat tinggi...

Otomatis tidak bisa operasi. Yang ada adalah rawat inap lagi menurunkan lipase dan amilase tersebut.

Untuk operasi batu empedu, pemeriksaan tidak hanya sebatas LAB dan USG, tapi juga MRCP Kontras yang biayanya mencapai 6 juta per sekali periksa. Pemeriksaan MRCP ini untuk melihat secara detail seluruh organ di perut meliputi kandung empedu, pankreas, dan hati. 

Jika Nyeri Perut Hebat

Saya sudah terbiasa menganggap mual muntah mulas dan nyeri di ulu hati yang saya alami sebagai maag. Tapi kini, belum tentu maag. Bisa jadi pankreas dan hati yang sakit akibat batu empedu. Periksa lebih lanjut dan mendalam memang perlu biaya, tapi bila dikenali lebih cepat bisa ditangani dengan tepat.

Selain itu, tidak selamanya batu empedu kecil tidak bahaya dan tidak butuh buru-buru operasi. Karena ukurannya yang kecil, bisa jadi keluar kantong, masuk saluran, malah bisa menyebabkan sumbatan. Sumbatan ini yang bisa menyebabkan masalah pada hati dan pankreas. Jika pankreas sakit, maka nyeri yang timbul persis seperti maag ketika kambuh. Dalam istilah kedokteran disebut Pankreatitis.

Bagaimana mencegah timbulnya batu empedu?
Diet apa yang harus dilakukan untuk menormalkan lipase dan amilase?
Pemeriksaan apa saja pra operasi batu empedu?


Tunggu tulisan saya pada postingan selanjutnya ya.

Saya bukan ahli kesehatan. Apa yang saya tulis di sini hanya berdasarkan pengalaman pribadi suami saya. Saya selalu mendampinginya selama pengobatan dan perawatan sehingga tahu banyak soal kondisi yang terjadi. Saya merekam semuanya dalam ingatan dan menuliskannya berdasarkan rekam medis yang saya pegang sejak awal sampai saat ini.

Semoga bermanfaat.

Btw, ada yang bertanya-tanya, kenapa blog travel ini kini isinya tulisan tentang informasi kesehatan bukan perjalanan? Hmmm.....ini juga tulisan perjalanan lho...perjalanan hidup di saat pandemi 😛 

Baca juga:


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Leave your message here, I will reply it soon!