Jangan Lewatkan 3 Destinasi Ini Saat Berwisata ke Palembang

Travelerien.com 

Liburan Asyik di Palembang - Menutup bulan April dengan jalan-jalan ke Palembang bersama keluarga. Hanya dua hari, Sabtu dan Minggu, tapi berkesan. Anak-anak pun senang. Hari Sabtu menghadiri acara diskusi “Ngeblog itu Asyik” di Stisipol Candradimuka dari siang sampai sore. Baru pada hari Minggu mulai jalan. Bersama Yayan, Deddy, Mbak Tati, kami sekeluarga berkunjung ke Bayt Al Quran Al Akbar (Al Quran ukir terbesar di dunia), Museum Balaputra Dewa dan Rumah Limas (rumah adat Palembang). 

al quran ukir raksasa
Bayt Al Quran Al Akbar

Museum Al Quran Ukir Terbesar di Dunia


“Mbak Rien wajib lihat Al Quran ukir raksasa. Bagus, mbak. Mesti ke sana pokoknya,” ujar Yayan berpromosi.

Saya memang tidak membuat rencana akan mengunjungi apa saja. Hanya ikut kemana Yayan menyarankan. Yayan sempat sebut Pulau Kemaro dan Kampung Al Munawar. Saya bilang sudah ke sana. Baru kemudian Yayan sebut Museum Al Quran raksasa. Nah, setelah mendengar kata “wajib”, saya langsung setuju. Kalau sudah disebut ‘wajib’, tentu istimewa untuk dikunjungi.

Nama Al Quran Al Akbar sudah lama santer terdengar. Rasa kagum dari cerita orang-orang yang pernah berkunjung sukses bikin saya penasaran. Seindah apa? Sebesar apa? 

Berkunjung bareng keluarga, Yayan, Deddy, dan Mbak Tati

Museum Al Quran raksasa berlokasi di Jl. M. Amin Fauzi, Soak Bujang RT. 03 RW. 01, Kelurahan Gandus, Kecamatan Gandus, Palembang. Tepatnya di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus Palembang. Bagi wisatawan yang berasal dari luar kota, akses menuju lokasi bisa dimulai dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Selanjutnya naik transportasi umum seperti Trans Musi, turun di Halte Jembatan Musi II, kemudian dilanjut naik angkot jurusan Gandus.

Kami berangkat dari rumah Yayan di Silaberanti sekitar jam 10 menggunakan mobil. Mas Arief yang menyetir. Meski pernah lama tinggal di Palembang, Mas Arif sudah tidak begitu hafal jalan. Kami beruntung sekali ada Yayan dan Deddy yang menemani. Jam 11 kami tiba di lokasi. 


Baca juga: Menikmati Liburan Akhir Pekan di Palembang Bersama Keluarga





Sesi terakhir perjalanan kami melewati jalan yang tidak terlalu mulus. Setelah menemukan papan petunjuk bertuliskan Ponpes Al Ihsaniyah kami belok kanan, kemudian lurus terus sampai di ponpes. Ada area parkir yang tidak terlalu luas di sebelah kiri dekat gerbang ponpes. 


Terdapat beberapa pondok souvenir di sisi lainnya. Setelah memarkirkan mobil, kami jalan kaki menuju museum yang terletak di seberang jalan. Museum berada di pinggir jalan, bersebelahan dengan rumah pemiliknya. Untuk memasuki museum kami membeli tiket di loket dekat pintu masuk. Harga tiket Rp 5.000 per orang.




Usai melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tersedia, kami melangkah masuk. Rekaman suara orang mengaji, terdengar mengalun syahdu menyambut kehadiran setiap pengunjung museum. Seiring dengan itu pula mata disambut oleh pemandangan lembaran-lembaran kayu yang bertuliskan ukiran ayat-ayat suci. Tertata rapi mulai dari lantai dasar hingga lantai 3 paling atas. 


Ayat suci Al Quran sebanyak 30 juz terukir indah pada lembaran-lembaran kayu trembesi (kayu ulin). Berhiaskan ukiran khas Palembang yang dicat warna emas. 

Menurut keterangan tertulis yang terbentang tinggi pada sisi kiri dinding museum, kurang lebih ada 40 meter kubik kayu yang digunakan untuk membuat Al Quran raksasa. Biaya pembuatan keseluruhan sekitar 2 miliar.  Masing-masing lembaran kayu berukuran 177x140 dengan ketebalan 2,5 cm. 


Photo taken by Yayan @omnduut

Saya jadi tahu kenapa ayat suci Al Quran diukir di atas lembaran kayu trembesu (kayu ulin). Tujuannya agar mushaf jadi awet dan tahan lama. Kayu trembesu dikenal sebagai kayu terbaik dan berkelas. Penggunaannya mempermudah dan memperindah ornamen-ornamen ukiran khas Palembang sehingga disamping untuk mensyiarkan Islam, juga untuk mempromosikan budaya dan tradisi Palembang.

Untuk melihat lebih banyak lagi lembaran kayu, kami masuk galery. Di balik lembaran kayu yang paling depan ternyata ada banyak lembaran lainnya di belakang. Humayra tampak asyik berpindah dari lembar kayu yang satu ke lembar lainnya sambil sesekali menatap kagum ukiran huruf-huruf hijaiyah yang dilihatnya. Mungkin merasa ajaib melihat ada Al Quran raksasa seindah itu. 




Pengunjung hanya bisa melihat-lihat galery di lantai dasar. Tangga menuju lantai 2 dan 3 ditutup terkait faktor keamanan. Hari itu pengunjung museum ramai. Ruang galery penuh. Jika lebih banyak orang lagi kemungkinan tidak leluasa untuk lalu lalang. Berfoto di antara lembaran-lembaran kayu pun jadi buru-buru.

Proses pembuatan Al Quran ukir raksasa memakan waktu sekitar 7 tahun. Dipublikasikan pertama kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada 30 Januari 2012. Peresmiannya dihadiri oleh seluruh delegasi parlemen OKI. Ayat-ayat Al Quran yang diukir pada kayu berwarna dasar coklat terdiri dari 630 halaman dilengkapi dengan tajwid serta doa khataman bagi pemula.

Kemegahan dan keindahan Al Quran Al Akbar sangat mengagumkan. Tak heran bila Al Quran raksasa ini menjadi terkenal di seluruh penjuru Tanah Air. Tak hanya Museum Rekor MURI saja yang memberi pengakuan, bahkan dunia internasional pun mengakuinya sebagai Al Quran Ukir terbesar di dunia yang pernah ada saat ini. 





Museum Balaputra Dewa dan Rumah Limas

Usai mengagumi keindahan Bayt Al Quran Al Akbar di Gandus, kami meluncur ke Museum Balaputera Dewa yang berlokasi di Jalan Srijaya I No.288 KM 5.5, Alang Alang Lebar, Sukaramai, Srijaya, Kota Palembang. Museum ini jadi destinasi terakhir sebelum kami kembali ke Jakarta.

Dalam perjalanan menuju museum, kami mencari tempat makan siang. Sayangnya rumah makan pindang yang dicari tidak dijumpai. Hari itu saya ingin makan gulai pindang. Memang sudah diniatkan sejak dari Jakarta agar tidak melewatkan masakan pindang jika sedang di Palembang. Berhubung belum ketemu, akhirnya pencarian ditunda. Kami teruskan perjalanan menuju museum. 




Hari itu Minggu, hari libur, tapi museum tampak sepi. Area parkir kendaraan mobil pun kosong. Yayan sudah lebih dulu masuk dan membelikan kami tiket saat kami masih di luar. Di dalam saya jumpai pengunjung lainnya, hanya tiga orang pemuda.

Bangunan museum terlihat megah dari luar, begitu pula di dalamnya. Dinding lobinya berhiaskan ukiran khas Palembang. Museum Balaputera Dewa memiliki luas lahan sekitar 23.565 m2. Di dalamnya tersimpan 10 jenis koleksi. Jumlah koleksi mencapai 3.882 item terdiri dari koleksi dari zaman pra-sejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga ke zaman kolonialisme Belanda. Berbagai koleksi tersebut dipamerkan di dalam tiga ruang pamer utama. 




Karena waktu terbatas, kami tidak memasuki ruang pamer museum. Kami hanya bisa  menyaksikan berbagai koleksi arca yang ada di selasar museum saja. Berbagai replika arca tersebut berasal dari zaman megalith di Sumatera Selatan. Menurut keterangan, benda-benda pra-sejarah berupa arca yang menjadi koleksi Museum Balaputera Dewa berasal dari 22 lokasi pemukiman budaya megalith yang berada dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan di sisi sebelah barat Sumatera Selatan, yakni wilayah dataran tinggi Pagaralam. 


Berbagai arca yang saat ini menjadi koleksi museum antara lain arca megalith ibu menggendong anak, arca orang menunggang kerbau, hingga arca manusia dililit ular. 




Mungkin lain waktu saat punya waktu lebih lama, saya akan kembali lagi ke museum untuk melihat-lihat koleksi yang tersimpan di ruang pamer. Sebab dari koleksi-koleksi di ruang pamer itulah pengunjung seperti saya bisa mendapatkan informasi tentang awal mula sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya di Nusantara.

Museum Balaputera Dewa dibuka setiap hari kecuali Senin mulai pukul 08.30 WIB hingga 15.00 WIB. Untuk bisa menikmati kekayaan sejarah yang tersimpan di dalam museum, pengunjung cukup membayar tiket dengan harga Rp 2.000 untuk orang dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Relatif murah, ya :) 


Baca juga: Diskusi "Ngeblog Itu Asyik" Bersama Kompasianer Palembang

Rumah tradisional Palembang
Rumah Limas - Rumah tradisional Palembang

Rumah Limas Rumah Tradisional Palembang

Pernah mengamati lembaran uang kertas Rp 10.000,-? Gambar pada lembaran uang tersebut sangat mewakili Palembang, Sumatera Selatan. Selain gambar Sultan Badaruddin, di baliknya ada gambar Rumah Limas yang bisa ditemukan di halaman belakang Museum Balaputra Dewa. 


Saya jadi teringat bulan April lalu saat berkunjung ke Tidore dan Ternate. Pemandangan Pulau Maitara dan Tidore yang saya lihat dari Ternate juga tergambar dalam lembaran uang kertas senilai Rp 1.000,- 

Bagian paling depan dekat tangga adalah beranda yang tertutup
 
Rumah Limas merupakan rumah tradisional Palembang yang seluruh bagiannya terbuat dari kayu. Dinamakan Rumah Limas karena mempunyai bentuk limasan dengan gaya panggung. Kalau belum pernah melihat langsung wujud asli Rumah Limas, bisa lihat dulu gambarnya pada lembaran uang Rp 10.000,-. Bentuknya sama persis.

Secara kebetulan di dompet ada uang Rp 10.000 yang masih bagus dan kaku. Langsung deh dipakai buat foto. Saya dan Mas Arif bergantian memegang uang tersebut, lalu berfoto dengan latar Rumah Limas. Mungkin norak ya, tapi kami senang-senang aja :) Bangga saja rasanya ada pahlawan Palembang dan rumah adat Palembang tergambar dalam lembaran uang Indonesia.


Terdapat semacam jembatan penyambung antara dua bangunan rumah

Anak-anak juga senang. Abang Al berkomentar soal ukuran rumah Limas yang besar dan juga halamannya yang luas. Lalu saya tanya, suka rumah besar dengan halaman kecil atau rumah kecil dengan halaman luas? Al suka yang kedua. Kenapa bukan suka dengan rumah besar dan halaman luas? “Nanti kalau sudah tua kesepian, capek pula ngurusnya.” Saya tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya Al bercermin pada rumah eyang putrinya (ibu mertua) dan rumah buyutnya (kakek saya) :))

Setelah puas mengambil foto dari luar rumah, kami diajak Yayan masuk Rumah Limas dengan ijin khusus :D  


Oh ya, saya kira untuk masuk bisa lewat bangunan pertama yang paling depan, ternyata lewat bangunan kedua yang paling belakang. Setelah melepas alas kaki, kami menaiki tangga kayu yang berjumlah 5 anak tangga. Di ujung tangga sudah berdiri seorang penjaga sekaligus guide yang siap memberikan informasi terkait rumah Limas dan isinya. 

Ukiran khas Palembang berbentuk bunga, fauna, dan alam menghiasi perabotan dan dinding dalam rumah

Saat menaiki tangga itulah saya merasa dejavu. Sebuah kenangan masa kecil tiba-tiba muncul. Rasanya saya pernah ke rumah ini. Pernah menaiki tangganya. Pernah masuk dan melihat kamar-kamar di dalamnya. Pernah berfoto di berandanya. Pernah….Ya, saya pernah ke sini! Dulu sekali ketika masih SD, seusai mengikuti lomba cerdas cermat di TVRI Palembang. Masa ketika saya masih ingusan, menjadi siswi di Sekolah Yayasan Pertamina Pendopo. Ah, iya, saya ingat itu.

Di masa kini, Rumah Limas sebagai rumah tradisonal sudah jarang digunakan oleh masyarakat Palembang. Selain keterbatasan lahan, membangun rumah limas harus memiliki lahan yang sangat luas dan membutuhkan dana yang lebih banyak ketimbang membangun rumah pada umumnya. Oleh karena itulah, masyarakat Palembang percaya, pemilik rumah limas di zaman kesultanan Palembang adalah mereka yang memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang tinggi di masyarakat. 


Kursi singgasana untuk pengantin dan timbangan cinta

Rumah Limas didirikan sejak tahun 1830. Pemilik awalnya Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsi dan berakhir di tangan Belanda pada awal abad ke-20. Setelah sering dipindahkan oleh pemiliknya, pada 1985, rumah ini dipindahkan ke Museum Balaputra Dewa, dan dijadikan museum tersendiri yang diberi nama Museum Rumah Bari. 

Terdapat sejumlah koleksi barang tua peninggalan masa lampau seperti meja dan kursi yang sudah ada sejak jaman Belanda. Ratu Beatrix dari Belanda bahkan pernah duduk di kursi ruang tamu ini. Di depan pintu masuk terdapat piano antik yang masih berfungsi hingga sekarang. Petugas museum memperbolehkan kami mencobanya. Humayra yang tampaknya penasaran langsung memainkan jemarinya dengan sedikit malu-malu. Di lain waktu, Yayan memintanya bermain piano lagi, lalu merekamnya. Saya jadi penasaran ingin lihat videonya :D 

Perabotan dalam salah satu kamar Rumah Limas
 
Di ruang utama terdapat sejumlah perabotan, antara lain kursi singgasana untuk pengantin, timbangan cinta, kulkas tradisional, radio dan pemutar piringan hitam dari tahun 1896.

Total ada sekitar 6 kamar di dalam Rumah Limas. Ada yang berfungsi sebagai kamar tidur pengantin, kamar tidur utama, serta ada pula kamar pembantu di bagian belakang rumah. Semuanya punya ciri khas tersendiri, beberapa kamar dilengkapi Grobok Leket, yaitu lemari penyimpanan yang menyatu dengan dinding rumah.


Pondasi rumah limas terbuat dari kayu ulen. Pemilihan kayu ini bukan tanpa sebab mengingat kayu ulen mempunyai struktur yang kuat dan tahan air. Sementara bagian rumah yang lain  seperti pintu, pagar, dan lantai terbuat dari kayu trambesi tanpa menggunakan satu pun paku.


"Jembatan" penyambung antara rumah depan dengan rumah belakang

Rumah limas dalam budaya Palembang mempunyai makna filosofis yang mendalam. Tiap ruangan diatur dengan menggunakan filosofi kekijing. Dalam kekijing terdapat lima tingkatan ruangan yang diatur berdasarkan penghuninya, yaitu usianya, jenis kelamin, bakat, pangkat, dan martabat.

Rumah Limas kini menjadi koleksi terbesar Museum Balaputra Dewa Palembang. Mata uang pecahan 10.000 rupiah yang bergambar rumah limas merupakan upaya pemerintah untuk menjaga dan melestarikan bentuk Rumah Limas Palembang yang kaya akan makna filosofis.


Jembatan Ampera di latar belakang, landmark Kota Palembang

Liburan Menyenangkan di Akhir Bulan


Rumah Limas menjadi penutup jalan-jalan kami di Palembang. Meski durasi kunjungan sekitar 1 jam saja, tapi sudah cukup untuk mengenalkan anak-anak pada bentuk asli rumah tradisional Palembang. Ini menjadi pengalaman pertama mereka dalam berwisata di Palembang, kota kelahiran mamanya. Saya juga senang melihat Mas Arif terkesan saat wisata religi mengunjungi Bayt Al Quran Al Akbar. Masih ingin balik lagi katanya, mau ajak bapak dan ibu mertua.

Usai dari Museum Balaputra Dewa, kami kembali mencari tempat untuk makan. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.37. Humayra sudah mulai merintih lapar. Disaat seperti itu kami diberi kemudahan, rumah makan yang dicari cepat ketemu. Alhamdulillah akhirnya makan siang di French Bakery & Bistro.


Di French Bakery & Bistro

haus...

Aneka pempek, gulai pindang ikan patin, mie rebus jawa, ayam keriting, ayam keremes, kwetiaw,  jadi menu makan siang kami. Tak ketinggalan minuman-minuman segar seperti es ‘darah dingin’, coral blue, jus kedondong, jus kiliminjaro, dan jus alpukat. Senang deh, akhirnya kesampaian juga makan gulai pindang patin di Palembang.

Bertujuh kami makan bareng sebelum akhirnya berpisah. Mbak Tati pulang lebih dulu karena pesawatnya jam 3. Kemudian berpisah dengan Yayan di Gramedia. Sedangkan Deddy ikut kami mengantarkan mobil ke rumah kak Digno dekat YPAC. Setelah itu saya dan keluarga melanjutkan perjalanan ke bandara, Deddy pulang ke rumahnya. 


Pindang Patin idaman

Paket nasi ayam keremes

Makanan terenak di dunia :D  - Pempek Pistel, Pempek Kulit, Pempek Telok, Pempek Lenjer

Paket Perjalanan Hemat

Dua hari di Palembang terasa berkesan. Meski akhir bulan, saat duit di dompet sudah menipis, tetap bisa jalan-jalan senang dan makan-makan kenyang. Padahal lumayan lho tiket pesawat PP buat 4 orang hehe. Belum lagi hotelnya. Tapi syukurlah kemarin belanja tiketnya di Traveloka. Dapat harga hemat. Liburan akhir bulan tetap aman di kantong.

Sore itu kami tiba di bandara tepat waktu. Tidak telat, tidak pula terlalu cepat. Saat menunggu di ruang tunggu pesawat, saya teringat kembali kejadian di awal bulan April saat memesan tiket ke Palembang. Seperti biasa, saya memesan tiket pesawat lewat Traveloka


Nah, tiket ke Palembang yang sudah saya beli terpaksa di-reschedule karena saya mendapat jadwal menjadi narasumber diskusi “Ngeblog Itu Asyik” di Kampus Stisipol Palembang. Urusan resechedule ini sempat membuat saya mengira bakal ribet. Tapi itu tidak terjadi, dengan adanya fitur Easy Reschedule Traveloka ternyata urusan ubah jadwal tiket pesawat jadi mudah. Saya tidak perlu telpon maskapai. Hanya dengan beberapa klik saja langsung selesai.

Liburan asyik bawa pulang oleh-oleh dan cerita seru. Terima kasih krupuknya, Om!

Selain kemudahan reschedule, Traveloka kini juga memberikan kemudahan berlibur dalam bentuk paket tiket pesawat dan hotel. Karena yang  namanya liburan tentu tidak hanya butuh tiket tapi juga hotel. Jika biaya tiket dan hotel bisa dihemat, dana lebih bisa digunakan untuk hal lain. Misalnya untuk tambahan biaya makan-makan, beli kebutuhan saat di perjalanan, bahkan untuk tambahan beli oleh-oleh.

Selain lebih hemat, memesan paket tiket pesawat dan hotel di Traveloka juga praktis tanpa repot. Prosesnya cepat dan mudah. Tinggal melakukan beberapa klik, tiket pesawat dan hotel sudah ditangan.

Keuntungan lainnya adalah Pilihan Variatif, di mana ada ratusan tawaran ekslusif yang bisa diubah sesuka hati untuk mendapatkan kombinasi terbaik. Kita bisa tentukan sendiri paketnya sampai benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Beragam Pilihan Pembayaran juga makin mempermudah kita dalam bertransaksi. Kita bisa bayar dengan cicilan, Transfer & ATM, dan kartu kredit. Berapapun nilainya.


Baca juga: Pengalaman Merencanakan Liburan Tanpa Ribet

Pergi liburan senang, pulang liburan tenang

Liburan nyaman dengan harga aman di kantong adalah harapan banyak orang. Merencanakan liburan tanpa ribet juga keinginan banyak orang. Nah, kalau dengan bertransaksi di Traveloka saya bisa dapatkan itu, yang lain mestinya juga bisa.

Tepat pukul 18.00 kami boarding. Anak-anak membawa tasnya masing-masing. Barang bawaan bertambah karena ada oleh-oleh yang dibawa pulang. Ada kantong besar berisi kerupuk oleh-oleh dari Yayan. Ada dus isi pempek Candy yang kami beli saat dalam perjalanan menuju bandara. Dan yang paling penting, ada oleh-oleh cerita dan pengalaman jalan-jalan yang kami bawa pulang. Semua menjadi kenangan dalam benak dan hati kami masing-masing.

Sampai jumpa lagi Palembang. Kota kelahiran dengan seribu kenangan.


Liburan berkesan bersama mereka. Terima kasih! :)


**

Palembang, 29-30 April 2017

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

17 komentar

  1. Waaahh mau diajak ke Palembang, penasaran foto di landmark kota tersebut ni mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jembatan Ampera lebih cantik lagi saat difoto malam hari :)

      Hapus
  2. Waaaah, liburan yang menyenangkan, saya selalu berusaha liburan or ke luar kota bareng anak-anak beberapa hari supaya lebih kerasa menyenangkannya, hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Liburan dekat-dekat dan tanpa nginap pun sudah bikin anak2 senang. Apalagi jauh dan pakai nginap beberapa hari. Lebih menyenangkan lagi.

      Hapus
  3. Ngeliat foto-fotonya Al Quran Al Akbar aja rasanya udah merinding gini yaaa... Subhanallah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus lihat langsung mbak biar makin berasa merindingnya. Takjub. Wujudkan ke Palembangnya di lain waktu ya mbak :)

      Hapus
  4. Waaah diam-diam Palembang menyimpan sejuta pesona ya
    Wajib nih mengunjungi tempat2 kecenya kalau nanti ada rejeki main ke Palembang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak mbak. Ada berbagai destinasi yang bisa dikunjungi di Kota Palembang. Mulai dari wisata sejarah, wisata budaya, wisata kuliner,hingga wisata religi. Di kotanya saja mbak Arni bisa puas jalan2 ke banyak tempat. Belum lagi kalau jelajah Musi, bisa sekalian ke Pulo Kemaro dan Kampung Arab :)

      Hapus
  5. Palembang seru bgt ya mba.. Aku waktu itu pernah ke sana cuma seharian pp, ke nikahan teman.. Jd jln2nya cuma sempat ke Ampera sama makan pempek.. :D Mesti ke Palembang lagi nih kayaknya hihi. Pingin liat museum Al Quran itu mbaa, bagus bangeeet..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di bawah Ampera asyik tuh mbak makan di warung terapungnya. Iya, Al Quran raksasanya bagus banget :)

      Hapus
  6. Iya, wajib banget ke tempat-tempat ini kalo ke Palembang. Dan juga, WAJIB SELFIE SAMA AKU muahahahaha. Ya ampun ini tuan rumahnya narsisnya jebol hwhwhwhw.

    Semoga bisa jalan-jalan lagi sama mb Rien dan kakak pertama (serta duo krucil hwhwhw) amiiin.

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha..udah selfie sama Yayan berkali-kali :D
      Aamin...thanks banget Yayan sudah temani jalan-jalan. Salam sudah disampaikan.

      Hapus
  7. Waaah, kangen Palembang. Aku masih penasaran pengen makan tekwan sama model, dulu pas masih kecil kalo main ke rumah bude di Plaju biasa dibeliin model enak banget sama Ibu. Cuma lupa apa nama warungnya dan apakah masih jualan model. Btw, Museum Balaputeradewa itu deket banget sama rumah masa kecilku. Cuma seumur-umur belum pernah ke sana. Hiks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Eko kapan terakhir makan tekwan dan model? Waktu kita bareng ke Palembang thn 2016 ga sempat makan kah? Ayo mas liburan ke Palembang lagi, ajak keluarga icip2 makanan Palembang yang sudah dikangeni itu. Nah, itu sekalian napak tilas rumah masa kecil, sekaligus mampir ke museum. Aku aja terakhir ke museum itu pas masih SD :D

      Hapus
  8. Sejak Yayan posting tentang Al-Quran raksasa itu aku udah punya keinginan jika ntar ke Palembang harus ke sana.
    Nanti jangan bosan ya Yan jika kami minta dianterin ke sana juga he3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau keluarga biru ke Palembang kami bareng yaaa :D

      Hapus
  9. Destinasi wisata di Palembang memang terbatas ya Rin. Seharian jalan juga udah cukup. Wisata kulinernya yg terus bikin kangen.

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!