Tampilkan postingan dengan label Sumsel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumsel. Tampilkan semua postingan

Menengok Dua Objek Wisata Religi Khas Wong Kito

Mengunjungi Objek Wisata Religi Kota Palembang

Palembang adalah kota tua yang layak berbangga diri. Di Kota yang pernah menjadi pusat peradaban Kerajaan Sriwijaya ini terdapat banyak objek wisata bernilai tinggi. Dua di antaranya adalah Museum Alquran Raksasa dan Kampung al-Munawar. Bagi wisatawan muslim seperti saya, kunjungan ini tentu tak hanya memberikan pengalaman yang berkesan, tetapi juga membekaskan nilai spiritual.

kampung al munawa
Kampung Arab al-Munawar Palembang
Museum Alquran Raksasa 

Bayt Al Qur’an Al Akbar merupakan mahakarya asli Wong Kito berupa Alquran yang dipahat di permukaan kayu tembesu berukuran panjang 177 centimeter dengan lebar 140 centimeter dan ketebalan 2,5 centimeter. 

Museum Alquran raksasa berlokasi di Jalan M. Amin Fauzi, Soak Bujang RT. 03 RW. 01, Kelurahan Gandus, Kecamatan Gandus, Palembang. Tepatnya di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus Palembang. Bagi wisatawan yang berasal dari luar kota, akses menuju lokasi bisa dimulai dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Selanjutnya naik transportasi umum seperti Trans Musi, turun di Halte Jembatan Musi II, kemudian dilanjut naik angkot jurusan Gandus. 

Sesi terakhir perjalanan yang saya tempuh melewati jalan desa yang tidak mulus dengan pemandangan rumah-rumah yang berdiri di atas rawa. Setelah menemukan papan nama bertuliskan Pondok Pesantren Al Ihsaniyah, mobil belok ke kanan, lalu lurus. Tak lama setelah itu, kami pun sampai. Di kawasan ponpes yang didirikan oleh DR. H.Marzukie Ali ini terdapat area parkir dan pondok-pondok tempat penjualan cinderamata. Museum berada di seberang ponpes, bersebelahan dengan rumah pemiliknya. Untuk masuk, kami membayar tiket sebesar Rp 5.000 per orang.

Bangunan museum tampak seperti rumah tinggal pada umumnya. Namun, siapa sangka di dalamnya tersimpan karya seni yang mendunia. Setelah melepas alas kaki, saya memasuki museum. Di dalam, mata langsung disambut Alquran raksasa berbentuk lembaran kayu yang dipasang seperti jendela di bangunan bertingkat lima. Rasa takjub langsung memenuhi ruang hati. Terdengar lantunan ayat suci Alquran yang diputar dari MP3, membuat suasana museum kental dengan nuansa religi. 


alquran raksasa di palembang
Museum Alquran Raksasa di Palembang

Sekilas Sejarah Pembuatan Alquran Raksasa

Menurut sejarahnya, gagasan pembuatan Alquran terbesar tercetus pada tahun 2002 setelah Ustad H.Syowatillah Mohzaib merampungkan pemasangan kaligrafi, pintu dan ornamen Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Sebagai pecinta seni kaligrafi dan ukiran khas Palembang, serta demi kelestarian seni, gagasan tersebut dikerjakan dan akhirnya satu keping lembaran kaligrafi Alquran (Surat Al-Fatihah) berhasil dibuat. Tepat pada tanggal 1 Muharram 1423/15 Maret 2002, atas inisiatif H. Marzuki Alie dan pengurus Masjid Agung Palembang, satu keping Alquran raksasa yang terbuat dari kayu tembesu berukuran 177cmx140cm dengan ketebalan 2,5cm, dipajang pada acara bazar peringatan tahun baru Islam yang diketuai oleh H. Marzuki Alie sendiri.

Proses pembuatan Alquran ukir dikerjakan di kediaman Ustad H. Syofwatillah, di jalan Pangeran Sido Ing Lautan Lr Budiman, No. 1009 Kelurahan 35 Ilir Tangga Buntung Palembang. Awalnya, pembuatan Alquran raksasa diperkirakan selesai tahun 2004, tapi meleset dari target karena terkendala dana dan bahan kayu tembesu yang sudah mulai langka. 


Alquran ukir raksasa dibuat dengan tujuan utama untuk memuliakan Alquran dan mensyiarkan Islam. Supaya awet dan tahan lama, maka digunakanlah kayu tembesu. Sedangkan ornamen-ornamen ukiran khas Palembang dibuat untuk menambah keindahannya, sekaligus untuk mempromosikan budaya dan tradisi Kota Palembang dalam karya seni ukir yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan masa Kesultanan Palembang Darussalam.

Teknik pengukiran yang rumit dan tidak bisa dikerjakan sendirian, menyebabkan lamanya proses pembuatan. Proses pembuatan mendapat pengawasan yang ketat dan melibatkan berbagai keahlian personil dalam tim. Dari sebelum diukir di atas papan, ayat-ayat Alquran terlebih dahulu ditulis di atas kertas karton, lalu tulisannya dijiplak ke kertas minyak. Sebelumnya, tulisan ayat Alquran di atas karton dikoreksi dulu oleh tim pentashih yaitu para ulama ahli Alquran dan para hafidz sehingga jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki. 


Pembuatan Al Quran Al-Akbar rampung pada tahun 2008. Ayat Alquran dari juz 1 hingga juz ke-30 berhasil diukir dalam 630 halaman atau 315 lembar kayu. Kurang lebih ada 40 meter kubik kayu yang digunakan. Biaya pembuatan keseluruhan menghabiskan dana sekitar 2 miliar. Peluncurannya dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2009 di Masjid Agung Palembang oleh Kepala Departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan, H.Najib Haitami. Hadir dalam peluncuran para hafizh dan hafizhah se-Sumatera selatan.

Alquran ukir raksasa dipublikasikan pertama kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 30 Januari 2012. Peresmiannya bertepatan dengan momentum Konferensi Persatuan Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kota Palembang yang dihadiri oleh sekitar 51 negara Islam di dunia. Disamping peluncuran, dilakukan juga penandatanganan prasasti Al Quran Al Akbar di hadapan peserta konferensi PUIC. Seluruh peserta yang hadir saat itu sepakat menobatkan Al Quran Al Akbar sebagai satu-satunya Alquran terbesar di dunia dari jenis ukiran kayu.

Untuk melihat lebih banyak lagi lembaran kayu, kami masuk ruang galeri. Di balik lembaran kayu yang paling depan terdapat banyak lembaran kayu lainnya di bagian belakang. Beberapa pengunjung tampak berpindah dari lembar kayu yang satu ke lembar lainnya. Saat itu, pengunjung hanya bisa melihat-lihat galeri di lantai dasar. Tangga menuju lantai 2 dan 3 sedang ditutup, sepertinya terkait faktor keamanan.

Kemegahan dan keindahan Al Quran Al Akbar mengundang decak kagum bagi setiap pengunjung yang melihatnya. Tak heran bila Alquran raksasa ini menjadi terkenal di seluruh penjuru Tanah Air. Tak hanya Museum Rekor MURI saja yang memberi pengakuan, bahkan dunia internasional pun mengakuinya sebagai Alquran Ukir terbesar di dunia yang pernah ada saat ini. 


Kampung Arab al-Munawar

Kampung al-Munawar tak hanya memesona dari segi bangunan lawasnya, tapi juga dari rekam sejarah dan budaya. Komunitas Arab yang tinggal di kampung ini adalah bagian dari kekayaan sejarah, budaya, dan intelektualitas kota Palembang. Mereka telah memberi banyak andil dalam perkembangan kota Palembang.

Kampung Arab al- Munawar merupakan salah satu kampung Arab paling termasyhur di Indonesia. Terletak di Kelurahan 13 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II, Kota Palembang, atau di sisi bagian Ulu (Selatan) Palembang. Kampung ini tepat berada di pesisir Sungai Musi, tak jauh dari Jembatan Ampera. Untuk mencapai lokasi kampung Arab bisa melalui dua jalur. Jalur pertama lewat darat, jalur kedua lewat sungai dengan menggunakan perahu.

Saya berangkat menggunakan perahu sewa dari Dermaga 16 Ilir Palembang dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Kampung al-Munawar mudah ditemukan karena bagian tepinya yang menghadap ke sungai terpampang tulisan ‘al Munawar’ dan logo ‘Pesona Indonesia’. Ada pijakan kayu untuk mendaratkan kaki, semacam jembatan penghubung menuju daratan. Pagar hitam dan bangku-bangku kayu bercat oranye kecoklatan di jembatan bersanding dengan pot-pot bunga berbentuk kubus, menjadi bagian yang langsung menarik perhatian. 

Kampung Arab alMunawar

Ada rasa nyaman kala melihat bagian tepi sungai al-munawar yang tertata rapi. Nuansa tradisional dibalut dengan sentuhan modern membuat tempat ini menarik untuk dipandangi. Pada sebuah belokan, sebelum kaki menyentuh daratan, ada sebuah Musala yang lokasinya menjorok langsung ke permukaan sungai. Beribadah di sini tentu punya sensasi yang sangat berbeda. Sesampainya di daratan, kami melewati jalan tidak lebar menuju sebuah lapangan, pusat Kampung Al Munawar. Di sini, nuansa tradisional dan kota tua mulai terasa kental.

Di sekitar lapangan yang menjadi pusat kampung Arab terdapat rumah-rumah panggung berusia ratusan tahun yang memiliki keunikan berbeda antara satu dan lainnya. Salah satunya milik Pak Muhammad al-Munawar, Ketua RT yang juga merupakan generasi keenam keturunan langsung leluhur kampung: Habib Hasan al-Munawar. Cicitnya cicit Habib Hasan. Beliau adalah orang pertama yang saya jumpai di sini dan darinya saya memperoleh banyak cerita. 




Dinamakan Kampung Arab karena di sinilah awal para pedagang-pedagang arab bermukim. Sedangkan nama Al-Munawar diambil dari seorang tokoh yang dihormati warga setempat yakni Habib Abdurrahman Al Munawar. Ia adalah salah satu tokoh yang menyebarkan agama Islam di masa awal masuknya Islam ke Palembang. Bagi orang Palembang, nama al-Munawar sudah sangat familiar sejak dulu, tapi baru belakangan mulai ramai dikunjungi wisatawan. Tak hanya weekend, tapi juga weekdays.

Sebagai sebuah kawasan yang cukup tua di Palembang, Kampung Arab memiliki delapan rumah tua berusia hingga lebih dari 250 tahun. Terdapat rumah panggung tradisional bergaya limas, ada pula rumah dengan arsitektur yang kental dengan nuansa Timur Tengah dan Eropa. Rumah-rumah tersebut masih kokoh berdiri hingga kini. Rahasianya ada pada kayu yang dipakai sebagai material bangunan yaitu kayu Ulin. Nuansa vintage dan eksotis dari Kampung Arab membuat saya bagai tersedot ke masa lalu.



Sebagian besar rumah-rumah tua telah dihuni secara turun-temurun, sehingga lumrah bila dalam satu rumah dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Pak Muhammad al-Munawar mengajak kami melongok ke dalam rumah Ibu Lathifah al-Kaab, yang masih satu garis keturunan dengan Pak Muhammad. Ibunya Bu Lathifah bermarga al-Munawar. Namun karena menikah dengan pria bermarga al-Kaab, Bu Lathifah dan seluruh saudaranya menyandang nama keluarga al-Kaab.

Rumah Bu Lathifah merupakan salah satu dari delapan rumah asli Kampung al-Munawar yang dibangun di era Habib Hasan. Rumah-rumah tersebut dibangun untuk anak-anak Habib Hasan, dan kemudian menjadi cikal-bakal kampung. Meski berusia nyaris 300 tahun, bangunan lawas dan eksotik ini masih tampak kokoh dan gagah. Nuansa Eropa terlihat dari pintu-pintu dan jendela yang berukuran besar dan tinggi. Bahkan, lantai rumahnya bukan marmer biasa, melainkan granit yang didatangkan langsung dari Italia. 

Salah satu rumah tua di Kampung al-Munawar



Terdapat Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Kautsar, tempat belajar anak-anak Kampung Arab Al Munawar dan sekitarnya. Sebagaimana kampung tua, bangunan madrasah tersebut juga mempunyai bentuk bangunan yang vintage dan eksentrik. Di Kampung ini, Jumat adalah hari libur, termasuk untuk kegiatan sekolah. Uniknya, di hari Minggu justru sekolah tetap berlangsung. Didekat madrasah juga terdapat sebuah klinik yang dikelola langsung oleh warga setempat.

Ada sekitar 30 kepala keluarga yang mendiami Kampung Al Munawar. Mereka semua mempunyai tali darah persaudaraan karena aturan yang tidak membolehkan mereka untuk menikah dengan orang di luar kampung. Namun aturan itu hanya berlaku untuk para perempuan saja. Para pria tetap boleh menikahi perempuan di luar kampung namun tetap saja darah Arabnya masih kental dari garis keturunan Ayah. Penduduk kampung Arab umumnya berprofesi sebagai pedagang.



Di masa lampau Palembang menjadi salah satu kota tujuan utama para pendatang Arab, selain Aceh dan Pontianak. Mereka adalah pendatang Arab yang benar-benar meninggalkan tanah kelahirannya dan menetap di Palembang, bukan hanya mampir di pelabuhan Palembang dan menetap sementara. Para keluarga Arab telah menetap di Palembang sejak tahun 1732. Di antaranya adalah marga Al-Habsyi, Bin Syihab, As-Saqqaf, Al-Jufri dan Al-Munawar. Sebagian besar pendatang Arab di Palembang berasal dari keluarga Sayyid, yang diyakini sebagai keturunan langsung pendiri agama Islam.

Singkat kata, pendatang Arab yang tiba di Palembang adalah orang Arab dengan garis keturunan terhormat, dari kelas ekonomi menengah, dan terdidik dengan baik. Kombinasi ketiga hal ini yang membuat komunitas Arab di Palembang berkembang pesat secara ekonomi dan membuatnya menjadi sangat penting.



Kampung Al-Munawar dapat dikunjungi setiap hari. Untuk kegiatan wisata dapat dilakukan mulai dari jam 7:30 pagi sampai 5 sore. Hari Jumat adalah hari libur di kampung ini sehingga kegiatan wisata juga tidak diizinkan. Jika dulu bebas biaya, kini Kampung Al-Munawar sudah mematok tiket sebesar Rp 2.000 untuk tiap wisatawan yang datang berkunjung.

Nilai-nilai Islam menjadi atmosfer utama di Kampung Arab. Karena itu, para warga menyediakan sarung bagi laki-laki, serta penutup aurat bagi perempuan. Hal tersebut menunjukkan norma dan budaya kesopanan yang selalu dijaga, baik oleh warga setempat maupun wisatawan yang berkunjung. Dalam moment-momen khusus seperti Tahun Baru Islam, Maulid Nabi, dan Ramadhan, warga kampung Arab menggelar berbagai acara budaya seperti kesenian gambus. Inilah yang juga menjadikan Al-Munawar sebagai salah satu lokasi wisata religi terbaik di Palembang. 




Kampung Arab Al-Munawar tetap terjaga kelestariannya meskipun sudah berusia ratusan tahun. Sejak tanggal 11 Februari 2017, Kampung Al Munawar resmi sebagai destinasi wisata budaya dan religi di Palembang. Ke depannya, sejumlah rumah tua juga akan diplot sebagai homestay demi menyambut perhelatan Asian Games 2018 dan MotoGP. Kampung bersejarah nan unik ini termasuk luar biasa karena dari hulu dan sepanjang Sungai Musi, bergulir keberagaman budaya. Indonesia tentu bangga memiliki kampung al Munawar. 

Wisata Religi Khas Wong Kito dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 2017


**

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 2017
Semua foto oleh Katerina www.travelerien.com

Jangan Lewatkan 3 Destinasi Ini Saat Berwisata ke Palembang

Travelerien.com 

Liburan Asyik di Palembang - Menutup bulan April dengan jalan-jalan ke Palembang bersama keluarga. Hanya dua hari, Sabtu dan Minggu, tapi berkesan. Anak-anak pun senang. Hari Sabtu menghadiri acara diskusi “Ngeblog itu Asyik” di Stisipol Candradimuka dari siang sampai sore. Baru pada hari Minggu mulai jalan. Bersama Yayan, Deddy, Mbak Tati, kami sekeluarga berkunjung ke Bayt Al Quran Al Akbar (Al Quran ukir terbesar di dunia), Museum Balaputra Dewa dan Rumah Limas (rumah adat Palembang). 

al quran ukir raksasa
Bayt Al Quran Al Akbar

Museum Al Quran Ukir Terbesar di Dunia


“Mbak Rien wajib lihat Al Quran ukir raksasa. Bagus, mbak. Mesti ke sana pokoknya,” ujar Yayan berpromosi.

Saya memang tidak membuat rencana akan mengunjungi apa saja. Hanya ikut kemana Yayan menyarankan. Yayan sempat sebut Pulau Kemaro dan Kampung Al Munawar. Saya bilang sudah ke sana. Baru kemudian Yayan sebut Museum Al Quran raksasa. Nah, setelah mendengar kata “wajib”, saya langsung setuju. Kalau sudah disebut ‘wajib’, tentu istimewa untuk dikunjungi.

Nama Al Quran Al Akbar sudah lama santer terdengar. Rasa kagum dari cerita orang-orang yang pernah berkunjung sukses bikin saya penasaran. Seindah apa? Sebesar apa? 

Berkunjung bareng keluarga, Yayan, Deddy, dan Mbak Tati

Museum Al Quran raksasa berlokasi di Jl. M. Amin Fauzi, Soak Bujang RT. 03 RW. 01, Kelurahan Gandus, Kecamatan Gandus, Palembang. Tepatnya di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus Palembang. Bagi wisatawan yang berasal dari luar kota, akses menuju lokasi bisa dimulai dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Selanjutnya naik transportasi umum seperti Trans Musi, turun di Halte Jembatan Musi II, kemudian dilanjut naik angkot jurusan Gandus.

Kami berangkat dari rumah Yayan di Silaberanti sekitar jam 10 menggunakan mobil. Mas Arief yang menyetir. Meski pernah lama tinggal di Palembang, Mas Arif sudah tidak begitu hafal jalan. Kami beruntung sekali ada Yayan dan Deddy yang menemani. Jam 11 kami tiba di lokasi. 


Baca juga: Menikmati Liburan Akhir Pekan di Palembang Bersama Keluarga





Sesi terakhir perjalanan kami melewati jalan yang tidak terlalu mulus. Setelah menemukan papan petunjuk bertuliskan Ponpes Al Ihsaniyah kami belok kanan, kemudian lurus terus sampai di ponpes. Ada area parkir yang tidak terlalu luas di sebelah kiri dekat gerbang ponpes. 


Terdapat beberapa pondok souvenir di sisi lainnya. Setelah memarkirkan mobil, kami jalan kaki menuju museum yang terletak di seberang jalan. Museum berada di pinggir jalan, bersebelahan dengan rumah pemiliknya. Untuk memasuki museum kami membeli tiket di loket dekat pintu masuk. Harga tiket Rp 5.000 per orang.




Usai melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang tersedia, kami melangkah masuk. Rekaman suara orang mengaji, terdengar mengalun syahdu menyambut kehadiran setiap pengunjung museum. Seiring dengan itu pula mata disambut oleh pemandangan lembaran-lembaran kayu yang bertuliskan ukiran ayat-ayat suci. Tertata rapi mulai dari lantai dasar hingga lantai 3 paling atas. 


Ayat suci Al Quran sebanyak 30 juz terukir indah pada lembaran-lembaran kayu trembesi (kayu ulin). Berhiaskan ukiran khas Palembang yang dicat warna emas. 

Menurut keterangan tertulis yang terbentang tinggi pada sisi kiri dinding museum, kurang lebih ada 40 meter kubik kayu yang digunakan untuk membuat Al Quran raksasa. Biaya pembuatan keseluruhan sekitar 2 miliar.  Masing-masing lembaran kayu berukuran 177x140 dengan ketebalan 2,5 cm. 


Photo taken by Yayan @omnduut

Saya jadi tahu kenapa ayat suci Al Quran diukir di atas lembaran kayu trembesu (kayu ulin). Tujuannya agar mushaf jadi awet dan tahan lama. Kayu trembesu dikenal sebagai kayu terbaik dan berkelas. Penggunaannya mempermudah dan memperindah ornamen-ornamen ukiran khas Palembang sehingga disamping untuk mensyiarkan Islam, juga untuk mempromosikan budaya dan tradisi Palembang.

Untuk melihat lebih banyak lagi lembaran kayu, kami masuk galery. Di balik lembaran kayu yang paling depan ternyata ada banyak lembaran lainnya di belakang. Humayra tampak asyik berpindah dari lembar kayu yang satu ke lembar lainnya sambil sesekali menatap kagum ukiran huruf-huruf hijaiyah yang dilihatnya. Mungkin merasa ajaib melihat ada Al Quran raksasa seindah itu. 




Pengunjung hanya bisa melihat-lihat galery di lantai dasar. Tangga menuju lantai 2 dan 3 ditutup terkait faktor keamanan. Hari itu pengunjung museum ramai. Ruang galery penuh. Jika lebih banyak orang lagi kemungkinan tidak leluasa untuk lalu lalang. Berfoto di antara lembaran-lembaran kayu pun jadi buru-buru.

Proses pembuatan Al Quran ukir raksasa memakan waktu sekitar 7 tahun. Dipublikasikan pertama kali oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada 30 Januari 2012. Peresmiannya dihadiri oleh seluruh delegasi parlemen OKI. Ayat-ayat Al Quran yang diukir pada kayu berwarna dasar coklat terdiri dari 630 halaman dilengkapi dengan tajwid serta doa khataman bagi pemula.

Kemegahan dan keindahan Al Quran Al Akbar sangat mengagumkan. Tak heran bila Al Quran raksasa ini menjadi terkenal di seluruh penjuru Tanah Air. Tak hanya Museum Rekor MURI saja yang memberi pengakuan, bahkan dunia internasional pun mengakuinya sebagai Al Quran Ukir terbesar di dunia yang pernah ada saat ini. 





Museum Balaputra Dewa dan Rumah Limas

Usai mengagumi keindahan Bayt Al Quran Al Akbar di Gandus, kami meluncur ke Museum Balaputera Dewa yang berlokasi di Jalan Srijaya I No.288 KM 5.5, Alang Alang Lebar, Sukaramai, Srijaya, Kota Palembang. Museum ini jadi destinasi terakhir sebelum kami kembali ke Jakarta.

Dalam perjalanan menuju museum, kami mencari tempat makan siang. Sayangnya rumah makan pindang yang dicari tidak dijumpai. Hari itu saya ingin makan gulai pindang. Memang sudah diniatkan sejak dari Jakarta agar tidak melewatkan masakan pindang jika sedang di Palembang. Berhubung belum ketemu, akhirnya pencarian ditunda. Kami teruskan perjalanan menuju museum. 




Hari itu Minggu, hari libur, tapi museum tampak sepi. Area parkir kendaraan mobil pun kosong. Yayan sudah lebih dulu masuk dan membelikan kami tiket saat kami masih di luar. Di dalam saya jumpai pengunjung lainnya, hanya tiga orang pemuda.

Bangunan museum terlihat megah dari luar, begitu pula di dalamnya. Dinding lobinya berhiaskan ukiran khas Palembang. Museum Balaputera Dewa memiliki luas lahan sekitar 23.565 m2. Di dalamnya tersimpan 10 jenis koleksi. Jumlah koleksi mencapai 3.882 item terdiri dari koleksi dari zaman pra-sejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga ke zaman kolonialisme Belanda. Berbagai koleksi tersebut dipamerkan di dalam tiga ruang pamer utama. 




Karena waktu terbatas, kami tidak memasuki ruang pamer museum. Kami hanya bisa  menyaksikan berbagai koleksi arca yang ada di selasar museum saja. Berbagai replika arca tersebut berasal dari zaman megalith di Sumatera Selatan. Menurut keterangan, benda-benda pra-sejarah berupa arca yang menjadi koleksi Museum Balaputera Dewa berasal dari 22 lokasi pemukiman budaya megalith yang berada dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan di sisi sebelah barat Sumatera Selatan, yakni wilayah dataran tinggi Pagaralam. 


Berbagai arca yang saat ini menjadi koleksi museum antara lain arca megalith ibu menggendong anak, arca orang menunggang kerbau, hingga arca manusia dililit ular. 




Mungkin lain waktu saat punya waktu lebih lama, saya akan kembali lagi ke museum untuk melihat-lihat koleksi yang tersimpan di ruang pamer. Sebab dari koleksi-koleksi di ruang pamer itulah pengunjung seperti saya bisa mendapatkan informasi tentang awal mula sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya di Nusantara.

Museum Balaputera Dewa dibuka setiap hari kecuali Senin mulai pukul 08.30 WIB hingga 15.00 WIB. Untuk bisa menikmati kekayaan sejarah yang tersimpan di dalam museum, pengunjung cukup membayar tiket dengan harga Rp 2.000 untuk orang dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Relatif murah, ya :) 


Baca juga: Diskusi "Ngeblog Itu Asyik" Bersama Kompasianer Palembang

Rumah tradisional Palembang
Rumah Limas - Rumah tradisional Palembang

Rumah Limas Rumah Tradisional Palembang

Pernah mengamati lembaran uang kertas Rp 10.000,-? Gambar pada lembaran uang tersebut sangat mewakili Palembang, Sumatera Selatan. Selain gambar Sultan Badaruddin, di baliknya ada gambar Rumah Limas yang bisa ditemukan di halaman belakang Museum Balaputra Dewa. 


Saya jadi teringat bulan April lalu saat berkunjung ke Tidore dan Ternate. Pemandangan Pulau Maitara dan Tidore yang saya lihat dari Ternate juga tergambar dalam lembaran uang kertas senilai Rp 1.000,- 

Bagian paling depan dekat tangga adalah beranda yang tertutup
 
Rumah Limas merupakan rumah tradisional Palembang yang seluruh bagiannya terbuat dari kayu. Dinamakan Rumah Limas karena mempunyai bentuk limasan dengan gaya panggung. Kalau belum pernah melihat langsung wujud asli Rumah Limas, bisa lihat dulu gambarnya pada lembaran uang Rp 10.000,-. Bentuknya sama persis.

Secara kebetulan di dompet ada uang Rp 10.000 yang masih bagus dan kaku. Langsung deh dipakai buat foto. Saya dan Mas Arif bergantian memegang uang tersebut, lalu berfoto dengan latar Rumah Limas. Mungkin norak ya, tapi kami senang-senang aja :) Bangga saja rasanya ada pahlawan Palembang dan rumah adat Palembang tergambar dalam lembaran uang Indonesia.


Terdapat semacam jembatan penyambung antara dua bangunan rumah

Anak-anak juga senang. Abang Al berkomentar soal ukuran rumah Limas yang besar dan juga halamannya yang luas. Lalu saya tanya, suka rumah besar dengan halaman kecil atau rumah kecil dengan halaman luas? Al suka yang kedua. Kenapa bukan suka dengan rumah besar dan halaman luas? “Nanti kalau sudah tua kesepian, capek pula ngurusnya.” Saya tersenyum mendengar jawabannya. Sepertinya Al bercermin pada rumah eyang putrinya (ibu mertua) dan rumah buyutnya (kakek saya) :))

Setelah puas mengambil foto dari luar rumah, kami diajak Yayan masuk Rumah Limas dengan ijin khusus :D  


Oh ya, saya kira untuk masuk bisa lewat bangunan pertama yang paling depan, ternyata lewat bangunan kedua yang paling belakang. Setelah melepas alas kaki, kami menaiki tangga kayu yang berjumlah 5 anak tangga. Di ujung tangga sudah berdiri seorang penjaga sekaligus guide yang siap memberikan informasi terkait rumah Limas dan isinya. 

Ukiran khas Palembang berbentuk bunga, fauna, dan alam menghiasi perabotan dan dinding dalam rumah

Saat menaiki tangga itulah saya merasa dejavu. Sebuah kenangan masa kecil tiba-tiba muncul. Rasanya saya pernah ke rumah ini. Pernah menaiki tangganya. Pernah masuk dan melihat kamar-kamar di dalamnya. Pernah berfoto di berandanya. Pernah….Ya, saya pernah ke sini! Dulu sekali ketika masih SD, seusai mengikuti lomba cerdas cermat di TVRI Palembang. Masa ketika saya masih ingusan, menjadi siswi di Sekolah Yayasan Pertamina Pendopo. Ah, iya, saya ingat itu.

Di masa kini, Rumah Limas sebagai rumah tradisonal sudah jarang digunakan oleh masyarakat Palembang. Selain keterbatasan lahan, membangun rumah limas harus memiliki lahan yang sangat luas dan membutuhkan dana yang lebih banyak ketimbang membangun rumah pada umumnya. Oleh karena itulah, masyarakat Palembang percaya, pemilik rumah limas di zaman kesultanan Palembang adalah mereka yang memiliki kedudukan sosial dan ekonomi yang tinggi di masyarakat. 


Kursi singgasana untuk pengantin dan timbangan cinta

Rumah Limas didirikan sejak tahun 1830. Pemilik awalnya Pangeran Syarif Abdurrahman Al-Habsi dan berakhir di tangan Belanda pada awal abad ke-20. Setelah sering dipindahkan oleh pemiliknya, pada 1985, rumah ini dipindahkan ke Museum Balaputra Dewa, dan dijadikan museum tersendiri yang diberi nama Museum Rumah Bari. 

Terdapat sejumlah koleksi barang tua peninggalan masa lampau seperti meja dan kursi yang sudah ada sejak jaman Belanda. Ratu Beatrix dari Belanda bahkan pernah duduk di kursi ruang tamu ini. Di depan pintu masuk terdapat piano antik yang masih berfungsi hingga sekarang. Petugas museum memperbolehkan kami mencobanya. Humayra yang tampaknya penasaran langsung memainkan jemarinya dengan sedikit malu-malu. Di lain waktu, Yayan memintanya bermain piano lagi, lalu merekamnya. Saya jadi penasaran ingin lihat videonya :D 

Perabotan dalam salah satu kamar Rumah Limas
 
Di ruang utama terdapat sejumlah perabotan, antara lain kursi singgasana untuk pengantin, timbangan cinta, kulkas tradisional, radio dan pemutar piringan hitam dari tahun 1896.

Total ada sekitar 6 kamar di dalam Rumah Limas. Ada yang berfungsi sebagai kamar tidur pengantin, kamar tidur utama, serta ada pula kamar pembantu di bagian belakang rumah. Semuanya punya ciri khas tersendiri, beberapa kamar dilengkapi Grobok Leket, yaitu lemari penyimpanan yang menyatu dengan dinding rumah.


Pondasi rumah limas terbuat dari kayu ulen. Pemilihan kayu ini bukan tanpa sebab mengingat kayu ulen mempunyai struktur yang kuat dan tahan air. Sementara bagian rumah yang lain  seperti pintu, pagar, dan lantai terbuat dari kayu trambesi tanpa menggunakan satu pun paku.


"Jembatan" penyambung antara rumah depan dengan rumah belakang

Rumah limas dalam budaya Palembang mempunyai makna filosofis yang mendalam. Tiap ruangan diatur dengan menggunakan filosofi kekijing. Dalam kekijing terdapat lima tingkatan ruangan yang diatur berdasarkan penghuninya, yaitu usianya, jenis kelamin, bakat, pangkat, dan martabat.

Rumah Limas kini menjadi koleksi terbesar Museum Balaputra Dewa Palembang. Mata uang pecahan 10.000 rupiah yang bergambar rumah limas merupakan upaya pemerintah untuk menjaga dan melestarikan bentuk Rumah Limas Palembang yang kaya akan makna filosofis.


Jembatan Ampera di latar belakang, landmark Kota Palembang

Liburan Menyenangkan di Akhir Bulan


Rumah Limas menjadi penutup jalan-jalan kami di Palembang. Meski durasi kunjungan sekitar 1 jam saja, tapi sudah cukup untuk mengenalkan anak-anak pada bentuk asli rumah tradisional Palembang. Ini menjadi pengalaman pertama mereka dalam berwisata di Palembang, kota kelahiran mamanya. Saya juga senang melihat Mas Arif terkesan saat wisata religi mengunjungi Bayt Al Quran Al Akbar. Masih ingin balik lagi katanya, mau ajak bapak dan ibu mertua.

Usai dari Museum Balaputra Dewa, kami kembali mencari tempat untuk makan. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.37. Humayra sudah mulai merintih lapar. Disaat seperti itu kami diberi kemudahan, rumah makan yang dicari cepat ketemu. Alhamdulillah akhirnya makan siang di French Bakery & Bistro.


Di French Bakery & Bistro

haus...

Aneka pempek, gulai pindang ikan patin, mie rebus jawa, ayam keriting, ayam keremes, kwetiaw,  jadi menu makan siang kami. Tak ketinggalan minuman-minuman segar seperti es ‘darah dingin’, coral blue, jus kedondong, jus kiliminjaro, dan jus alpukat. Senang deh, akhirnya kesampaian juga makan gulai pindang patin di Palembang.

Bertujuh kami makan bareng sebelum akhirnya berpisah. Mbak Tati pulang lebih dulu karena pesawatnya jam 3. Kemudian berpisah dengan Yayan di Gramedia. Sedangkan Deddy ikut kami mengantarkan mobil ke rumah kak Digno dekat YPAC. Setelah itu saya dan keluarga melanjutkan perjalanan ke bandara, Deddy pulang ke rumahnya. 


Pindang Patin idaman

Paket nasi ayam keremes

Makanan terenak di dunia :D  - Pempek Pistel, Pempek Kulit, Pempek Telok, Pempek Lenjer

Paket Perjalanan Hemat

Dua hari di Palembang terasa berkesan. Meski akhir bulan, saat duit di dompet sudah menipis, tetap bisa jalan-jalan senang dan makan-makan kenyang. Padahal lumayan lho tiket pesawat PP buat 4 orang hehe. Belum lagi hotelnya. Tapi syukurlah kemarin belanja tiketnya di Traveloka. Dapat harga hemat. Liburan akhir bulan tetap aman di kantong.

Sore itu kami tiba di bandara tepat waktu. Tidak telat, tidak pula terlalu cepat. Saat menunggu di ruang tunggu pesawat, saya teringat kembali kejadian di awal bulan April saat memesan tiket ke Palembang. Seperti biasa, saya memesan tiket pesawat lewat Traveloka


Nah, tiket ke Palembang yang sudah saya beli terpaksa di-reschedule karena saya mendapat jadwal menjadi narasumber diskusi “Ngeblog Itu Asyik” di Kampus Stisipol Palembang. Urusan resechedule ini sempat membuat saya mengira bakal ribet. Tapi itu tidak terjadi, dengan adanya fitur Easy Reschedule Traveloka ternyata urusan ubah jadwal tiket pesawat jadi mudah. Saya tidak perlu telpon maskapai. Hanya dengan beberapa klik saja langsung selesai.

Liburan asyik bawa pulang oleh-oleh dan cerita seru. Terima kasih krupuknya, Om!

Selain kemudahan reschedule, Traveloka kini juga memberikan kemudahan berlibur dalam bentuk paket tiket pesawat dan hotel. Karena yang  namanya liburan tentu tidak hanya butuh tiket tapi juga hotel. Jika biaya tiket dan hotel bisa dihemat, dana lebih bisa digunakan untuk hal lain. Misalnya untuk tambahan biaya makan-makan, beli kebutuhan saat di perjalanan, bahkan untuk tambahan beli oleh-oleh.

Selain lebih hemat, memesan paket tiket pesawat dan hotel di Traveloka juga praktis tanpa repot. Prosesnya cepat dan mudah. Tinggal melakukan beberapa klik, tiket pesawat dan hotel sudah ditangan.

Keuntungan lainnya adalah Pilihan Variatif, di mana ada ratusan tawaran ekslusif yang bisa diubah sesuka hati untuk mendapatkan kombinasi terbaik. Kita bisa tentukan sendiri paketnya sampai benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Beragam Pilihan Pembayaran juga makin mempermudah kita dalam bertransaksi. Kita bisa bayar dengan cicilan, Transfer & ATM, dan kartu kredit. Berapapun nilainya.


Baca juga: Pengalaman Merencanakan Liburan Tanpa Ribet

Pergi liburan senang, pulang liburan tenang

Liburan nyaman dengan harga aman di kantong adalah harapan banyak orang. Merencanakan liburan tanpa ribet juga keinginan banyak orang. Nah, kalau dengan bertransaksi di Traveloka saya bisa dapatkan itu, yang lain mestinya juga bisa.

Tepat pukul 18.00 kami boarding. Anak-anak membawa tasnya masing-masing. Barang bawaan bertambah karena ada oleh-oleh yang dibawa pulang. Ada kantong besar berisi kerupuk oleh-oleh dari Yayan. Ada dus isi pempek Candy yang kami beli saat dalam perjalanan menuju bandara. Dan yang paling penting, ada oleh-oleh cerita dan pengalaman jalan-jalan yang kami bawa pulang. Semua menjadi kenangan dalam benak dan hati kami masing-masing.

Sampai jumpa lagi Palembang. Kota kelahiran dengan seribu kenangan.


Liburan berkesan bersama mereka. Terima kasih! :)


**

Palembang, 29-30 April 2017

Sumsel Sajikan Atraksi Wisata Sungai Kelas Dunia Lewat Event #MusiTriboatton


Naik perahu jelajah Sungai Musi
*Photo : Katerina*

“Melintas di Jembatan Ampera sudah sering. Melihat Sungai Musi secara langsung juga sudah berkali-kali. Kulineran di pinggir Sungai Musi pun sudah pernah. Tapi apa kamu sudah pernah merasakan naik perahu menyusuri Sungai Musi?”

“Belum sih, mas.”


“Nah, sekarang saatnya. Mumpung jadwal pesawat kita masih 3 jam lagi. Ayo!”

Itu pembicaraan kami (saya dan suami) saat ke Palembang tahun 2014 lalu. Perjalanan sehari untuk urusan bisnis dengan sebuah perusahaan industri ternama yang berlokasi di dekat Sungai Musi. Ada waktu cukup banyak sebelum kembali ke Jakarta. Bingung ingin kemana setelah puas melahap pempek dan martabak, antara menikmati suasana kota atau berwisata di sekitaran sungai. Ajakan naik perahu itu pun tercetus. Saya tercenung. ”Iya juga ya, saya sudah bolak-balik melihat Sungai Musi tapi belum pernah merasakan berperahu di atasnya, apalagi berenang di airnya”

“Ok, mas! Ayo kita jelajah Sungai Musi




Menikmati wisata air di Sungai Musi
*Photo : Katerina*

Siapa yang tidak kenal Sungai Musi? Sungai terpanjang di Pulau Sumatera yang membentang sepanjang 750 km, dan membelah kota Palembang menjadi dua bagian (Ilir dan Ulu) ini merupakan ikon kota Palembang. Sungai Musi dikenal juga dengan sebutan Sungai Batanghari Sembilan karena ada delapan sungai besar lainnya yang bermuara ke Sungai Musi, yaitu Sungai Komering, Sungai Rawas, Sungai Leko, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Lematang, Sungai Smangus, dan Sungai Ogan. Wow banyak ya! Tidak heran deh kalau Palembang dijuluki Venice of the East.

“Berapo hargo sewa perahunyo, mang?” tanya saya pada lelaki penyewa perahu. Saya tanya pakai bahasa Palembang, jurus jitu agar tidak dimahalkan hehe.

“Limo puloh ribu bae, yuk,” jawabnya. Yuk=Ayuk=Kakak Perempuan.
 

Restoran terapung  *Photo Katerina*

Tanpa tawar menawar lagi, harga itu langsung kami sepakati. Tarif yang tergolong murah untuk pengalaman mengesankan yang saya dapatkan setelahnya. Selama ini tak terbayang oleh saya bagaimana rasanya melintas di bawah Jembatan Ampera. Dari bawah, apa yang saya lihat dan rasakan ternyata sungguh berbeda. Berperahu membuat saya seperti menyatu dengan kehidupan ala masyarakat tepi sungai. Seakan ada denyut yang tak biasa.

Ada keasyikan tersendiri kala mengamati beragam aktivitas masyarakat sekitar sungai, baik di Ulu maupun di Ilir. Perahu-perahu tampak berpacu, seperti berkejaran dengan waktu. Dari dalam perahu saya melihat rumah-rumah rakit, SPBU apung, Restoran terapung Riverside, Restoran terapung Warung Legenda, penjual sayur dalam perahu, Pasar 16 Ilir, Masjid Lawang Kidul, Pelabuhan Boom Baru milik IPC Pelindo, dan masih banyak lagi.
 

Rumah ibadah, Pasar 16 Ilir, Rumah rakit *Photo Katerina*


SPBU terapung, Pelabuhan Boom Baru IPC Pelindo *Photo Katerina*


Biasanya melintas di atas, sekarang cobain lewat bawah *Photo Katerina*


Akhirnya merasakan juga lewat kolong Jembatan Ampera :D *Photo Katerina*

Jika saat itu masih punya banyak waktu, saya pastikan akan mampir di Pulau Kemaro, Kampung Kapitan, dan Kampung Arab yang semuanya merupakan objek wisata di tepi Sungai Musi. Sayang waktu saya terbatas. Apa yang saya alami baru sebatas melintas.

Saya adalah pelancong di tanah kelahiran saya sendiri. Merasakan berwisata air di Sungai Musi adalah pengalaman yang menarik. Apa yang ada dalam benak saya seusai menikmati wisata air Sungai Musi adalah tentang keberadaan sungai sebagai beranda depan.

Berbicara tentang beranda depan berarti berbicara tentang suguhan menarik. Inilah yang dimiliki Sungai Musi, sebuah pesona wisata sungai. Pesona yang kemudian diangkat oleh Kementrian Pariwisata RI melalui penyelenggaraan event International #MusiTriboatton. 



Menikmati wisata air di sungai terpanjang di Sumatra *Photo : Katerina*

Apa itu Musi Triboatton?
International Musi Triboatton merupakan event wisata olahraga internasional yang dilaksanakan di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Event ini memadukan wisata dan olah raga dengan menghadirkan ajang balap perahu terunik sedunia.

Musi Triboatton sudah menjadi agenda rutin tahunan Kementrian Pariwisata RI. Event ini pertama kali dilaksanakan pada tahun 2012. Tahun ini, International Musi Triboatton memasuki tahun kelima dan akan diadakan pada tanggal 11 – 15 Mei 2016 di lima kabupaten dan satu kota di Sumatera Selatan. Kabupaten MUBA akan menjadi Tuan Rumah.
 


Ajang balap perahu teunik di dunia
*sumber foto dari twitter @pesonasriwijaya *

Wisata olahraga ini dimulai dari hulu di Kabupaten Empat Lawang melalui Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Banyuasin, dan akan berakhir di hilir Kota Palembang meliputi lintasan berarus deras dan berarus tenang.

Kegiatan akan berlangsung sebanyak lima etape, sbb:
  • Etape pertama akan diadakan pada tanggal 11 Mei 2016 di Desa Tanjung Raya - Jembatan Kuning, Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang.
  • Etape kedua akan diadakan di kabupaten Musi Rawas pada tanggal 12 Mei 2016.
  • Etape ketiga akan diadakan pada tanggal 13 Mei 2016 di kota Sekayu kabupaten Musi Banyuasin.
  • Etape keempat akan diadakan di kabupaten Banyuasin pada tanggal 14 Mei 2016
  • Etape terakhir sekaligus penutupan akan diadakan di kota Palembang pada tanggal 15 Mei 2016.



#MusiTriboatton
*sumber foto www.trendezia.com *

Yuk kenali objek wisata di tempat pelaksanaan Musi Triboatton
Jika datang dan menyaksikan #MusiTriboatton sejak etape pertama hingga kelima, berarti akan mendatangi empat kabupaten dan satu kota di Sumsel. Nah, selain menyaksikan lomba perahu, juga dapat mengunjungi objek wisata yang terdapat di daerah tersebut. 

Kabupaten Empat Lawang
Kabupaten Empat Lawang memiliki puluhan objek wisata alam seperti air terjun, pemandangan alam dan air panas. Objek wisata tersebut cukup banyak dan tersebar di sejumlah kecamatan yang ada. Wisata alam yang cukup digemari para wisatawan mancanegara dan lokal antara lain air panas, air terjun termasuk terowongan.

Objek wisata alam yang ada di kabupaten ini antara lain Air Terjun Curup Embun, Air Panas, Pantai Air Bayau di Kecamatan Muara Pinang, Air Terjun Tujuh Panggung, Air Bayau Belerang, Bendungan Karang Tanding di wilayah Kecamatan Lintang Kanan, Rumah Batu, Rumah Adat Empat Lawang, Tungku Raksasa, Jembatan Kawat dan Batu Betangkup.  



Air Terjun Tujuh Panggung di Kab. Empat Lawang *sumber http://pemkabempatlawang.tribunnews.com*


Kabupaten Musi Rawas
Kabupaten yang beribu kota Muara Beliti ini berbatasan dengan Jambi di Utara, Lahat di Selatan, Bengkulu dan Kota Lubuklinggau di Barat, serta Musi Banyuasin dan Muara Enim di Timur.

Sejumlah tempat wisata yang tersebar di banyak kecamatan yang ada di Musi Rawas antara lain:
  • Kecamatan Selangit: Air Terjun Bunyi
  • Kecamatan Muara Beliti : Air Terjun Kou, Air Terjun Menai, Air Terjun Panjang, Air Terjun Satan, Curug Menai, Danau Raya, Danau Satan.
  • Kecamatan BKL Ulu Terawas: Air Terjun Rehun Tinggi, Air Terjun Rimba, Air Terjun Sri Pengantin, Air Terjun Tiga Beradik. Bukit Botak (merupakan sebuah kawasan hutan lindung), Danau Barata, Danau Sukahati.
  • Kecamatan Tugumulyo: Bendung Bharata di Desa E Wonokerto,
  • Kecamatan Purwodadi : Bendung Tingkip, Danau Tingkip
  • Kecamatan Selangit : Bukit Batu Putih di Desa Taba Gindo
  • Kecamatan Sumber Harta : Bukit Cogong di Desa Sukakarya, merupakan kawasan hutan lindung seluas 800 Ha.
  • Kecamatan Jayaloka : Danau Gegas di Desa Sugih Waras, dengan panorama sekitar yang masih asli.
  • Kecamatan Ulu Rawas : Gua Batu Napalicin, gua dengan panjang 500 m, lebar 20 m, dan tinggi 15 m, di ujung gua terdapat sebuah ruangan besar. Hutan Wisata Taman Nasional Kerinci Seblat di Kecamatan Ulu Rawas, di bagian barat kabupaten, berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Bengkulu.


Gua Batu Napalicin di Kabupaten Musi Rawas *sumber http://southsumatratourism.com/*

Kabupaten Musi Banyuasin
Kabupaten ini beribukota Sekayu, berbatasan dengan wilayah Jambi di Utara, Muara Enim di Selatan, Musi Rawas di Barat, dan Banyuasin di Timur.

Tempat wisata di Musi Banyuasin :
  • Danau Konger : Di pinggiran Desa Sungai Dua, Kecamatan Sungai Keruh, 45 Km dari Kota Sekayu, berbentuk bundar, dan airnya sangat jernih.
  • Danau Ulak Lia : terletak di Desa Soak Baru, Kecamatan Sekayu, 2,5 Km dari Kota Sekayu, dikelilingi pohon rindang dan suasananya alami.
  • Jembatan Musi : Membentang di atas Sungai Musi, dibangun pada 1987 – 1988 dengan konstruksi besi baja.
  • Perkampungan Suku Kubu Kandang : Desa Muara Bahar, yang tersebar di Teluk Beringin, Bungkal dan Telapan, yang diakses dengan menggunakan perahu motor. 


Danau Ulak Lia di Kabupaten Musi Banyuasin *sumber www.jalanjalanyuk.com*

Kabupaten Banyuasin
Kabupaten Banyuasin dengan motto "Bumi Sedulang Setudung dengan Ibukota Pangkalan Balai memiliki objek wisata antara lain:
  • Monument Front Langkan. Front bersejarah yang terletak di Jalan Palembang - Betung KM 35. Banyuasin III. Monumen ini merupakan salah satu ikon Kabupaten Banyuasin yang dibangun untuk memperingati peristiwa pertempuran lima hari lima malam di kota Palembang tanggal 1 Januari s/d 5 Januari 1947.
  • Danau Kedukan Air Batu. Danau ini terletak di Kelurahan Air Batu Kecamatan Talang Kelapa, tepatnya terletak di Desa Talang Bungin berjarak tidak terlalu jauh dari pusat kota Pangkalan Balai.
  • Wisata Air Sungsang. Sungsang sebagai Desa Wisata Air yang terkenal mempunyai pemandangan alam yang indah.
  • Wisata Budaya Adat Perkawinan Desa Sungsang. Adat istiadat pernikahan Desa Sungsang dikenal dengan nama Basengi.


Danau Kedukan Air Batu di Kabupaten Banyuasin *sumber : www.panoramio.com*

Kota Palembang
Ibukota provinsi Sumatra Selatan ini memiliki banyak tempat wisata populer, diantaranya Jembatan Ampera, Sungai Musi, Benteng Kuto Besak, Masjid Cheng Ho, Bukit Siguntang, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Palembang, Gedung Kantor Walikota, Kembang Iwak Family Park, Hutan Punti Kayu, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Wisata Kuliner Kampung Kapitan, Monumen perjuangan Rakyat Palembang, Pulau Kemaro, Wisata Kuliner Martabak HAR, Wisata Kuliner Pempek Candy, Gelora Sriwijaya, Rumah Limas.
 

Pulau Kemaro *sumber www.anekatempatwisata.com*

Ajang Olahraga Terunik Sedunia
Keunikan ajang olahraga Musi Triboatton adalah mengabungkan tiga cabang olahraga yaitu Kayak, Kano, dan Perahu Naga. Olahraga ini bisa jadi ikon dunia, karena menjadi satu-satunya di dunia.

Peserta Musi Triboatton tahun 2016 ini datang dari 12 Negara termasuk tuan rumah Indonesia.
 

International Musi Triboatton 2015 *sumber: sisijalan.com*

Sport, Challenge, and Tourism
Perlombaan Musi Triboatton tidak semata fokus pada kompetisi olah raga namun juga mengangkat sektor pariwisata dan budaya yang ada di Sumatera Selatan sehingga memberi manfaat bagi masyarakat dan daerah Sumsel, di antaranya: .
  • Mempromosikan pariwisata Sumatera Selatan ke tingkat dunia melalui kegiatan olahraga dan budaya  dengan mengoptimalkan potensi Sungai Musi sebagai ikonnya
  • Meningkatkan kegiatan wisata alam dan budaya di Indonesia
  • Memacu bidang pengembangan sarana prasarana dan perbaikan pola hidup masyarakat setempat ke tingkat yang lebih baik dengan membuka akses dan peluang investasi ke pasar nasional dan internasional.
  • Meningkatkan kualitas daerah aliran sungai dan mempopulerkan wisata river cruise dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sungai Musi dan sekitarnya.
  • Sebagai media pengembangan bakat atlet dayung Indonesia

Kolaborasi antara olahraga dan pariwisata tentu akan membantu perkembangan pariwisata di Indonesia, khususnya Sumsel. Dengan terselenggaranya event ini, Sumsel akan menjadi destinasi pariwisata dunia melalui olahraga air serta meningkatkan sensasi di Sumatera Selatan sebagai tujuan wisata petualangan.
 


Mari Jelajah Musi Triboatton ^_^
*Photo : Katerina*

Wisata Sumsel memang menggiurkan. Tak cukup wisata kuliner, budaya, dan wisata alamnya yang tersebar di kabupaten-kabupatennya, Sungai Musi yang menjadi ikon di ibukota provinsi pun menyuguhkan keunikan tingkat dunia.

Jika berperahu menyusuri Sungai Musi sesaat saja sudah membuat saya merasakan sensasi petualangan yang tak biasa, bagaimana jika ditambah dengan menyaksikan olah raga terunik sedunia dalam ajang Musi Triboatton, ya?

Tunggu apa lagi? 
Ayo ke Palembang!

Buat kamu para blogger, kamu punya kesempatan gratis menyaksikan Musi Triboatton di hari terakhir. Caranya ikuti lomba blog bertema Jelajah Musi Triboatton. Informasi lengkap dapat dibaca di website http://southsumatratourism.com/news/