Berwisata di Palembang Melihat Pesona Sriwijaya


Saya sedang beruntung. Tulisan sederhana berjudul “Pagar Alam, Mutiara Dari Bumi Sriwijaya” yang saya buat, di mana di dalamnya saya sertakan gambar kebun teh Gunung Dempo karya Mas Yopie Pangkey, meraih juara pertama. Berkat kemenangan tersebut saya diundang untuk hadir selama dua hari di Festival GMT 2016 Palembang dengan biaya transport dan akomodasi ditanggung seluruhnya oleh Disbudpar Sumsel. 

Pemenang lomba blog #PesonaSriwijaya


Halo Palembang!
Selasa tanggal 08 Maret 2016. Burung besi bernama Sriwijaya Air mengantarkan saya dengan selamat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Sudah ada mbak Elly (EO blogger dari disbudpar) yang menunggu kedatangan saya. Pagi itu, selain saya ada mbak Swastika dan Adis Takdos juga yang baru mendarat. Mereka dua dari sekian blogger undangan disbudpar yang akan mengikuti Fam Trip selama satu minggu di Sumsel. 

Rupanya saya dan mbak Tika (panggilan mbak Swastika) naik pesawat yang sama dari Jakarta. Saya belum pernah kenal dan bertemu dengan mbak Tika, tapi sudah pernah membaca artikel di blognya yang dishare oleh akun twitter @PesonaSriwijaya. Kalau Adis, saya sudah lama tahu tapi belum pernah bertemu. Akun sosmednya sudah saya follow sejak pertama saya bikin akun Twitter. Bahkan, Adis ini pernah berada dalam satu buku dengan saya di Love Journey #2; Mengeja Seribu Wajah Indonesia. Hoo…ternyata dia orangnya. Sebuah kejutan!
 
Bareng mbak Tika @sabaiX, @Mamaniss, Mas Jony, dan @Takdos

Sambil menunggu waktu check-in di Batiqa Hotel jam 14.00, saya diajak jalan-jalan dulu ke beberapa tempat di Palembang. Tidak banyak tempat, sebab waktunya terbatas, begitu menurut info yang saya dapat. Dari Bandara, kami bertiga diajak mampir ke kantor Disbudpar Sumsel. Di sana kami bertemu Mas Jony dan Maman yang nantinya akan ikut kami jalan-jalan. Nggak nyangka, di kantor disbudpar saya bersua tetangga sekaligus orang tuanya teman sekelas anak saya hehe.  O ya, kalau mau kenalan dengan Maman bisa follow akun twitter dan Instagramnya di @mamanisss. Kalau Mas Jony itu siapa ya? Ada deh hehe. Rahasia. Yaaah…

Sarapan Anti Mainstream
Jam 8.40 WIB kami sarapan bareng di Pasar Kuto, di sebuah warung makan bernama Warkop H. Madina. Di warung ini, aneka kuliner khas Palembang tersedia. Mulai dari laksa, ragit, celimpungan, aneka pempek, kue-kue khas seperti bolu kojo, srikaya, dll. Bikin ngeces pokoknya.

Sarapan pempek? Ngirop cuko pagi-pagi itu enaknya dahsyat. Nonjok di perut. Haha. Tapi saya tidak makan pempek, hanya makan laksa, dan saya menyesal karena laksa bikin perut jadi kenyang! Akibatnya saya tidak bisa lagi mencicipi bolu kojo idaman. Termasuk juga pempek dan yang lainnya. Huhuhu. 

Sarapan di sini bareng +Adis Takdos 

Sarapan laksa dan ragit

Aneka kuliner Palembang, dari pempek, laksa, celimpungan dan aneka kue khas

Bertemu Kawan-Kawan Blogger di Dunkin Donut
Selanjutnya, rombongan kami diantar ke Dunkin Donut Angkatan 45. Di sana mbak Tika akan berbagi ilmu untuk Akber Palembang. Dia duet dengan mas Sutiknyo ‘Lostpacker’. Nah, di Dunkin inilah saya bertemu dengan Yayan @omnduut dan Deddy Huang @Coffeeoriental. Duo blogger beken asal Palembang yang bikin saya nyesel kalau tidak berteman dengan keduanya *lalu ada yang GR :D
 
@Omnduut @Mamaniss @Coffeeoriental @Lostpacker @Yopiefranz

Selain Yayan dan Deddy, ada Mas Yopie Pangkey juga, fotografer sekaligus travel blogger Lampung yang fotonya saya pakai dalam lomba blog #PesonaSriwijaya. Mas Yopie memang sengaja datang ke Palembang untuk menyaksikan GMT. Dia datang bersama mbak Rossie dan lainnya, kawan Mas Yopie sesama fotografer. Mereka bareng naik kereta dari Lampung. Mas Yopie dijemput oleh Yayan di stasiun Kertapati, lalu sama-sama berangkat ketemu kami di Dunkin Donut. Mas Yopie bukan orang baru bagi Lostpacker dan Yayan, mereka sudah saling kenal dan pernah bertemu sebelumnya dalam festival di Lampung. 

Mbak Tika sharing tentang fun blogging

Saya sebetulnya tidak diharuskan mengikuti acara Akber-nya mbak Tika dan Mas Tikno, tapi Mas Jony mengajak kami untuk naik ke lantai 2, melihat sebentar, setelah itu langsung cabut berangkat ke Jaka Baring. Semua berangkat kecuali Maman dan Adis, katanya mereka akan ke hotel Batiqa, istirahat dan mengurus beberapa hal. Kami berangkat berlima saja; Dedy, Yayan, Johny, Mas Yopie, dan saya. Ayo jalan-jalaaan…

Menggelora di Gelora Sriwijaya
Ini pertama kalinya saya berkunjung ke Gelora Sriwijaya. Disambut tugu Jaka Baring dengan desainnya yang unik, cukup membuat saya merasa kagum. Di sinilah stadion terbesar ketiga di Indonesia berada. Stadion bertaraf internasional kebanggaan warga Palembang yang pernah menjadi tuan rumah perhelatan bergengsi Asean Games 2011. Nuansa khas Palembang sebagai identitas budaya melekat pada bangunan stadion di sisi barat dan timur berupa motif songket berwarna kuning keemasan pada dinding berwarna merah.
 
Motif songket terlihat pada dinding stadion

Kami tidak masuk stadion, tapi keliling dari satu venue ke venue lainnya saja. Kawasan sport center Jaka Baring ini luas sekali. Selain Gelora Sriwijaya Stadium, di sini terdapat Dempo sport Hall, Ranau Sport Hall, Athletic Stadium, Aquatic Center, Baseball and Softball Field, Shooting Range, Athlete Lodging, Artificial Lake for outdoor Water Sports, Rowing, Water Ski, dan Golf Course. Tak ketinggalan ada pula wisma atlit yang dulu pernah heboh dibicarakan karena ‘sesuatu’.
 
Di venue ski air

Kepanasan tapi tetap senyum

Tahan panas demi foto :))

Setelah menemukan tempat yang cocok untuk berfoto, kami singgah. Venue ski air jadi saksi betapa siang itu cuaca panas sekali tapi kami tetap melakukan sesi foto-foto dalam tempo sesingkat-singkatnya. Meski kepanasan tapi nggak nyesel deh, sebab langitnya sedang biru banget. Awannya juga putih berseri. Perpaduan yang sempurna. Tinggal Mas Yopie, entah betah entah enggak, sibuk angkat kamera motret kami. Kami? Saya saja kali. Sabar ya mas :D

Masjid Cheng Ho
 
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 saat kami tiba di Masjid Cheng Ho. Sebelum keluar dari mobil, ada yang mengabari Mas Jony via telpon. Rupanya  kami diminta untuk pergi makan siang di RM Pindang Pegagan H. Abdul Halim. 
Nah, karena itulah acara mampir di Masjid Ceng Ho tidak berlangsung lama. Memang perut sudah lapar juga sih. Saya juga sudah kehilangan kosentrasi buat motret. Masjid yang didominasi warna merah itu terlihat seperti makanan saja rasanya. Gawat banget ya bawaan lapar, bisa menyebabkan salah lihat hehe. 

Pintu masuk Masjid Cheng Ho

Mesjid Cheng Ho adalah masjid Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jakabaring Palembang. Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang. Desain dan arsitekturnya yang khas merupakan perpaduan unsur Cina, Melayu, dan Nusantara. Nama masjid diambil dari nama Laksamana Cheng Ho yang tak bisa dipisahkan dari Palembang karena sejak melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Cheng Ho sempat tiga kali datang ke Palembang. Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
 
Unsur Cina melekat pada desain arsitektur masjid

Tahan nafas ya Omnduut

Usai foto-foto dari luar masjid kami segera meninggalkan lokasi. Tidak jadi ambil foto dari dalam. Saat itu situasi juga tidak memungkinkan, masjid sedang ramai oleh jamaah salat Dzuhur. Ya sudah lain kali kalau ke Palembang mampir lagi.

Pindang Pegagan H.Abdul Halim Aduhai Lezatnya
Di sini kami bertemu lagi dengan mbak Tika dan mas Tikno. Asyik jadi makan siang bareng. Awalnya kami duduk di balkon lantai dua yang menghadap ke jalan. Karena panas, akhirnya pindah ke dalam. Lumayan ada kipas angin, jadi nggak keringatan. Sebelum hidangan pokok keluar, ada suguhan ikan seluang goreng. Wiiih gurih banget ikannya. Tanpa harus pakai nasi, itu ikan langsung saja digado dijadikan cemilan. Nggak pakai lama ikannya langsung habis tak bersisa karena jadi rebutan. Enaaaak…

Ikan Seluang goreng

Ada bermacam pindang yang tersedia di sini, di antaranya pindang patin badan, pindang kerang, pindang tulang, dan pindang baung salai. Saya pesan pindang baung salai karena saya anggap nggak biasa. Meski disalai, tekstur ikannya tetap lembut. Rasa kuahnya cenderung asam dengan rasa terasi yang menonjol. Jangan tanya gimana semangatnya saya menikmati kuliner maknyus satu ini. Apalagi ada pepes tempoyak ikan dan sambal segala. Terlena banget rasanya kalau ketemu kuliner khas seperti ini. Bikin lupa sekeliling haha. 

Pindang baung salai, Pindang Patin, Pepes Tempoyak Ikan, Sambal terasi...Maknyuuuus semuanyaaa :))

 
Makan enak sampai kenyang! :D

Sayangnya nih, meski saya sudah kelaparan akut, plus tergila-gila banget sama pindang, tetap saja pindang satu mangkok itu tidak habis huhu. Emang dasar punya perut kecil, kapasitasnya pun sedikit. Untunglah di hadapan saya ada yang porsi makannya besar. Jadilah dia yang menyantap sisanya. No mention yak…wakakak

Senja di Benteng Kuto Besak
Selasa siang rombongan blogger dari Malaysia dan Singapura sudah tiba. Saya bergabung bersama mereka untuk mengikuti kegiatan sore di Benteng Kuto Besak (BKB). Setelah istirahat selama 2 jam di Hotel Batiqa, saya merasa lebih segar dan bersemangat. Walau ternyata saat berada di BKB itu kami tidak melakukan apa-apa selain berbaur bersama warga yang tengah asik menikmati suasana. Penjual mainan dan jajanan berseliweran. Anak-anak gembira berlarian. Kami rame-rame berfoto membuat kenangan. 

Awan hitam tebal di atas Sungai Musi

Suasana di lapangan BKB sore itu

Awan hitam tergantung tebal di atas Jembatan Ampera. Seperti hendak jatuh menumpahkan isinya. Rasanya tak lama lagi akan turun hujan. Kapal motor dan perahu hilir mudik di atas sungai Musi. Rumah-rumah di seberang sungai terdiam dalam pelukan petang. Sebentar lagi magrib. Saya agak gelisah. Entahlah, saya tak dapat menikmati apa-apa di sini. Untunglah kami segera digiring ke Kuto Besak Theater Restaurant untuk makan malam. Lain kali saat BKB tak dipadati warga mungkin akan terasa romantis suasana senja di tepian Musi ini ya… 

Suatu sore di tepi Sungai Musi

Makan Malam di Restaurant Bergaya Eropa
Kuto Besak Theater Restaurant (KBTR) berlokasi di Jalan Sekanak No.26 Palembang. Tepatnya berada di belakang kantor Walikota Palembang. Cukup dekat dari Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Resto bernuansa klasik modern ini menempati sebuah gedung kuno yang dibangun sekitar tahun 1959. Dulunya, bangunan resto merupakan gedung bekas kantor Polisi Pamong Praja.
 
Arsitektur gaya jadul

Klasik dan modern

Sebetulnya banyak yang ingin saya ketahui tentang sejarah KBTR. Sayangnya, saya lebih kosentrasi menyantap makanan ketimbang mencari seseorang untuk dimintai keterangan. Lapar mempengaruhi kosentrasi ya hehe.. Meski begitu, saya tetap bisa makan sambil memperhatikan detail isi ruangan restoran. Tak banyak pernak-pernik antik seperti yang saya bayangkan pada awalnya. Kesan klasik hanya melekat pada desain ruang saja. 

Seperti namanya, resto ini memiliki panggung untuk pementasan. Saya dengar, ada live band tiap hari Kamis dan Sabtu. Saya membayangkan acara dansa di ruangannya yang besar itu. Dansa ala tuan dan nyonya Belanda, memakai gaun lebar dan panjang, ditemani pasangan yang mengenakan setelan jas rapi. Mari melintasi jaman….

@cumilebay  +Pojiegraphy Journal 

Makan malamku di KBTR
Untuk menu, resto ini menyajikan makanan Western dan makanan Palembang. Tapi malam itu saya tak menemukan makanan Palembang dalam menu prasmanan. Tapi tenang, kedatangan Mbak Rossie (temannya Mas Yopie) ke KBTR malam itu seperti bintang jatuh, membuat keinginan saya menyantap kuliner Palembang jadi tercapai. Di KBTR? Tentu bukan. Tempatnya di Toko Harum. Nah, malam itu usai dinner bareng blogger, saya dan Mas Yopie berpisah dari rombongan, lalu bareng-bareng dengan mbak Rossie dan temannya berjalan kaki menuju Toko Harum yang terletak di Jalan Merdeka No. 811.

Kulineran di Toko Harum, Ketan Durennya Nendang Banget!
Mbak Rossie ingin sekali mendatangi suatu tempat yang asik buat nongkrong  santai sambil menyeruput kopi lokal. Informasi kafe yang diberikan oleh mbak Elly cukup banyak, tapi ide dari Mas Rangga-lah yang akhirnya mengantarkan kami ke Toko Harum.  

Nggak nyesal datang kemari

Memilih berpisah dari rombongan blogger menjadi pilihan yang tidak pernah saya sesali malam itu. Meski harus berjalan kaki dari KBTR, menyusuri jalanan di belakang Kantor Wali Kota yang  ramai, sedikit becek, bahkan gerimis sempat turun, tapi akhirnya kelelahan itu terbayar lunas sesampainya di Toko Harum.

Toko Harum adalah kedai bernuansa kafe yang bikin siapa saja merasa nyaman untuk duduk sambil menikmati kudapan khas. Rasanya, inilah tempat yang paling cocok untuk didatangi malam itu. Kue-kue tradisional tersusun dalam lemari kaca yang menempel di dinding. Sudah tak banyak lagi jumlahnya, mungkin sisa penjualan hari itu. Mbak Rossie memesan ketan duren dan sepotong kue. Tapi ketan duren itu hanya dicicip dengan satu kali sendok. Sisanya kami yang disuruh habiskan. Dan ternyata sodara-sodara…..makanan satu ini cetar banget rasanya. Enaaaaak! Tanya Mas Yopie deh kalo nggak percaya :D
 
Ini ketan duren yang super enak itu :D

Enaknya kebangetan kata Mas Yopie :D

Kedai kudapan khas Palembang ini menyediakan Pempek Tabok, Celimpungan, Ragit, Laksa, dan aneka kue khas seperti Kue 8 Jam, Lapis Kojo, Maksuba, Lapis Palembang, Engkak Ketan, Kue Senting, Kue Suri, Kue Kojo, Manan Sahmin, Bluder, Engkak Medok, Dadar Jiwo, dan Srikayo.

Bobok Cantik di Hotel Batiqa :D
Usai kulineran di Toko Harum kami kembali ke hotel. Saat sedang mencari angkutan umum, eh ada mbak Elly lewat. Kami pun diajak naik ke mobilnya, lalu diantar ke Hotel Batiqa. Untung hotelnya dekat, jadi cepat sampai. Ngantuk dan kekenyangan bikin saya ingin langsung tidur. Tidur cantik setelah jalan-jalan seharian :D
 
tidur dulu abis jalan-jalan seharian he he

Batiqa Hotel Palembang terletak di Jl. Kapt. A. Rivai No.219. Lokasinya mudah dijangkau karena berada di pusat kota. Semua blogger undangan disbudpar menginap di Hotel Batiqa, baik blogger Indonesia, Malaysia, maupun Singapura.  Senang bisa merasakan bermalam di Hotel Batiqa, walau hanya satu malam tapi saya merasa nyaman dan bisa tidur dengan nyenyak.  


Fasilitas di kamar

Jam 4 pagi sudah kumpul di lobi Hotel Batiqa siap-siap berangkat ke Jembatan Ampera *photo +Cumilebay MazToro *

Melihat Songket di Tangga Buntung
Rabu pagi tanggal 09 Maret 2015 adalah momen yang paling ditunggu-tunggu, yaitu Gerhana Matahari Total di Jembatan Ampera. Pengalaman menyaksikan peristiwa langka ini nantinya akan saya tuliskan dalam artikel lain. Seusai GMT, rombongan blogger dibawa kembali ke hotel untuk persiapan check-out. Selanjutnya, berangkat keluar kota untuk memulai kegiatan Fam Trip.

Karena waktu sebelum check-out masih panjang, saya dan Mas Yopie memutuskan untuk jalan-jalan ke Tangga Buntung untuk melihat rumah songket. Kami hanya mendatangi satu rumah songket milik Hj. Nana. Lihat-lihat sebentar dan tanya-tanya. Setelah itu lanjut jalan kaki untuk melihat rumah-rumah panggung yang katanya mudah dijumpai di sekitar Tangga Buntung. Setelah disusuri ternyata nggak mudah dijumpai he he

Songket lepus merupakan jenis songket dengan kualitas tertinggi dan termahal. Harga per kain berkisar dari 9 juta hingga 10 juta. Proses pembuatan kain sekitar 1-2 bulan.

Busana dari kain songket

Makan Siang di Kedai 3 Nyonya
Di resto inilah kebersamaan saya dengan teman-teman blogger berakhir. Saya yang hanya diundang untuk menyaksikan GMT harus berpisah dengan rombongan Fam Trip yang akan meneruskan perjalanan untuk berwisata keliling Sumsel selama satu pekan.   

Material kayu pada dinding ruangan, desain interior unik, furniture antik, dan perabotan jadul

Kedai 3 Nyonya merupakan restoran yang tergolong wah. Material kayu pada bangunannya, serta desain interior restorannya, membuat restoran tampil berkelas. Konsepnya unik dan sangat menarik. Menu makanan khas Palembangnya pun beragam dengan cita rasa yang patut diacungi jempol. Makan di sini memberi pengalaman baru dalam khazanah kuliner saya di Palembang.
  
Mari makan...

Kebersamaan ditutup dengan foto bareng di tangga resto bagian luar. Saat bus yang membawa rombongan blogger meninggalkan resto, saya kembali ke dalam. Bersantai bersama Mas Yopie dan Mbak Rossie menikmati sisa waktu sebelum saya kembali ke Jakarta. Mobil dan supir yang akan mengantar saya ke bandara sudah disiapkan. Dan sore itu, Lion Air membawa saya terbang tepat waktu sesuai jadwal. Tak sangka semua lancar dan tanpa kendala.

Perjalanan berkesan ini terasa sangat singkat. Tapi saya yakin kenangannya akan sangat lama bersemayam dalam ingatan saya.

Terima kasih Disbudpar Palembang!
 
Selamat menikmati Pesona Sriwijaya




*Foto oleh Katerina dan Yopie Pangkey
*Video GMT 2016 Jembatan Ampera Palembang dapat dilihat di sini : GMT 2016 Palembang
*Video Toko Harum dapat dilihat di sini : Kedai Kudapan Khas Palembang
*Catatan saya tentang GMT tgl. 9/3/2016 di Jembatan Ampera akan saya tulis pada postingan berikutnya.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

24 komentar

  1. Uhuk...

    Lain kali lebih lama lah main di Palembang, yuk Rien.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Minimal seminggu ya Ded. Lima harinya khusus buat kulineran :D

      Hapus
  2. Paling enak itu memang makan di dekat orang yang makannya sedikit,
    siap nampung pindang baung salai & ketan duren :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu juga dari sisi orang yang makan sedikit. Paling enak makan dekat orang yang makannya banyak, nggak bakal ada makanan mubazir :D

      Hapus
  3. Kompleeet tulisannya :) walau sebentar semoga berkesan kunjungannya ke Palembang ya mbak Rien. Sampai jumpa lagi di tempat yang baru. *ya kali dapet undangan ke yurop misalnya hahaha amiiiiiinnnnnn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lumayan lengkap, semua cerita dua hari dimasukkan semua dalam satu artikel, walau cerita utamanya saat GMT tidak diceritakan di sini :D

      Aamiin moga ada undangan ke yurop bareng-bareng ya kita haha

      Hapus
  4. Traveling paling seneng kalau bisa nyicipi makanan lokal nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan juga rasanya nggak afdol kalau nggak mencicipi kuliner lokal ya mbak

      Hapus
  5. Ibu saya asli bangka mbak, dulu bangka sebelum jadi propinsi sendiri, jadi satu sama sumsel. Makanan khasnya pun mirip. Empek2,laksa,dan ketan durian adalah makanan kami sehari-hari. Kalau bulan puasa, Mama hampir ga pernah absen bikin ketan duren. Yummy. Pingin deh suatu hari naik perahu menyusuri sungai Musi=)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, saya dengar kuliner Bangka sama dengan sumsel karena Bangka dulunya memang bagian dari sumsel ya :)

      Saya kalau dengar atau baca nama ketan duren disebut, langsung ngiler dan rasanya pingin langsung terbang ke Palembang mbak haha

      Yuk kapan-kapan susur sungai Musi pakai perahu :D

      Hapus
  6. Kedai 3 nyonya itu sayang banget oake nama itu, padahal kalo mau pake nama sendiri khas palembang pasti jauh lebih menyenangkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama resto yang bernuansa Palembang banget itu kira-kira seperti apa ya mas?

      Hapus
  7. Pengalaman yang sangat berkesan dan berharga pastinya ya Mbak, aku mupeng liatnya bisa hadir di event langka bersama para seleb travel blogger itu. Apalagi difoto-foto sama fotografer sehebat Mas Yopie.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah berkesan dan berharga. Berkat doa Ihwan juga.
      Ihwan selamat ya beberapa kali kemarin menang GA.

      Kapan-kapan jalan bareng yuk biar kita difoto-foto juga oleh Mas Yopie :)

      Hapus
  8. Ulasannya lengkap banget jd pengen ke palembang lagi hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mari mbak main ke Palembang. Siapa tahu bisa bareng-bareng yuk :)

      Hapus
  9. Ngga nyobain makan disitu Mbak. Saya coba menu di river side resto itu. Anak2 suka banget sama cumi goreng garingnya.

    BalasHapus
  10. Langitnya biru banget pas di Jakabaring. Fotonya jadi bagus banget. Terima kasih buat tulisannya mbak Erien.

    BalasHapus
  11. aku terlihat nyengeh semuringah sekaleee difoto kkwkwkkwkw

    BalasHapus
  12. Langit Palembang cantik, birunya itu...gak ada deh di Jabodetabek.

    BalasHapus
  13. Lihat Gelora Sriwijaya jadi teringat pertandingan Persib sama Persipura
    pengen ke palembang lagi :D

    BalasHapus
  14. saya nggak tau, kenapa rasa mpepek disan selalu lebih enak dibnadingkan kota manapun, dan itu menyulitkan saya ketika saya kangen sama mpekmpek.

    BalasHapus
  15. Saya sih kurang tertarik dengan kulinernya brok, yang bikin mata saya melek tuh Di venue ski air. indah banget pemandangannya.. saya suka.

    BalasHapus
  16. Palembang emang keren.. sudah berkembang :)

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!