Hanya Topi Di Pantai Kuta Bali


Assalamu'alaikum Wr Wb,

Hampir 2 jam lewat dari puncaknya siang. Panas bukan main. Sinar matahari seperti menusuk-nusuk kulit. Perih rasanya. Meskipun begitu, kami tetap ingin berkunjung ke Pantai Kuta. Saya mengira, jika cuacanya seterik ini, pasti tak banyak wisatawan bermain-main di pantai. Siapa yang sudi tersengat matahari?

Ah, rupanya saya salah duga. Pantai Kuta tetap ramai oleh wisatawan. Siapa bilang mereka tak sudi? Itu di sana, turis-turis asing justru asyik memanggang diri. Pria dan wanita, tak ada bedanya. Sementara, di laut sana, di antara ombak-ombak yang menderu, para penggemar olah raga surfing terlihat menggila.

Mana penampakan turis-turis asingnya? Nun jauh di dekat pohon-pohon itu :D

Pak supir memilihkan arah untuk kami, ke tempat yang lebih sepi. Mungkin ia mengerti saya tak senang dengan pemandangan pantai yang tak pantas untuk kami lihat. Kami menyingkir dari keramaian, tapi terlalu jauh, sebab sisi lain yang kami tuju ternyata bak pantai kesepian. 

Ke Pantai Kuta, kami memang tak berniat untuk bermain air. Sekedar melihat, itu saja. Sayapun tak menyiapkan kostum khusus pantai, hanya memakai gamis seadanya. Jadi, coba bayangkan keadaan saya yang tertutup rapat, dibungkus gamis dan jilbab, akan nampak salah kostum dan jadi korban cuaca. Ah, keliru itu. Saya nyaman saja kok berpakain begini. Justru saya terlindung dari pancaran sinar matahari yang garang itu. Eh tapi, coba intip sandal di kaki saya....wedges! Oke, saltum.

Sepi

Sebelum menjejak pasir-pasir di pantai, kami menuju kios-kios di sekitar pantai. Melihat jualan topi. Sebuah topi menarik hati, warnanya putih, bahannya wol. Topinya terlihat kaku, padahal lembut jika dipegang. Bahkan bisa ditekuk-tekuk sesuka hati. Penjualnya memberi harga Rp 70ribu. Saya menawar 25ribu. Gila!

Pak supir telah berpesan pada saya, katanya kalau mau belanja, tawarlah separuhnya. Sebab penjual di pantai, biasanya menaikkan harga hingga 2x lipat dari harga semestinya. Ingat pesan itu, maka saya praktekkan. Tapi saya menyebut 25ribu, bukan 35ribu. Jelas-jelas penjualnya menolak. Ya sudah, ga jadi. Saya berlalu. Eeeeeh...baru mau membalikkan badan, saya dipanggil lagi.

Ini bagian dari "pagar' Pantai Kuta

"Ini mbak, mau berapa?" kata si ibu sambil mengulurkan topi yang saya incar.

Saya terdiam. Menatap tak percaya.

"Udah, ini ambil, 30ribu saja."

Saya bergegas menjawab dengan mata berbinar.

"Oh, iya, 1 saja bu. Terima kasih."

Akhirnya, topi itu saya miliki dengan senang hati. Langsung saya kenakan saat itu juga. Saya pakai untuk berjalan-jalan di pantai. 

Jinak-jinak Merpati

Sepotong batang kayu, tergeletak bisu di atas pasir. Di dekatnya, seekor burung jinak-jinak merpati. Saya seperti menangkap angin ketika berusaha mendekatinya. Maksud hati ingin berfoto bareng dengan si burung, sambil duduk di atas kayu, berlatar belakang laut biru, langit biru, awan putih cemerlang....namun apa daya, itu hanya tinggal harapan. Jadi, di mana saya ingin bergaya?

Ada perahu-perahu di pantai. Berjejer rapi. Manis dilihat. Jadi, disitulah saya berpose. Kepanasan. Demi menuntaskan hasrat model tak kesampaian. Arrgh....

Birunya selaras 

Menurut cerita pak supir, pantai ini dulunya terbuka untuk umum. Siapapun dan jam berapapun, orang bisa memasuki area pantai sesuka hati. Perbuatan mesum kerap terjadi di pantai. Bukan itu saja, Pantai Kuta yang ketenarannya begitu mendunia itu, keindahannya seakan telah punah oleh banyaknya sampah. Konon kabarnya, sampai di Pantai Kuta mencapai 7 ton dalam sehari. Ulah siapa? 

Makanya, oleh pemda setempat, Pantai Kuta di "pagar". Pagar sungguhan, berupa tembok panjang (entah berapa panjang). Pintu-pintu di pagar itu dikunci pada jam-jam tertentu (jam malam pastinya). 

Sebuah tugu, dengan tulisan dalam huruf (huruf Jawa kali ya)
Bagian dari "pagar" Pantai Kuta juga

Sebuah hotel di tepi Pantai Kuta

Saat itu, saya melihat kondisi Pantai Kuta bersih dan rapi. Tak ada sampah seperti yang diceritakan. Keindahan pantainya memang terlihat. Namun entah kenapa, buat saya seperti tak ada sesuatu yang spesial. Atau mungkin saat itu saya tak bisa benar-benar menikmati pantainya karena sedang dilanda gerah dan panas yang dahsyat? Bisa jadi. Mungkin cuaca telah membuat saya malas menemukan 'hidden beauty' si Pantai Kuta. 

Lalu, apa yang spesial dari Pantai Kuta?
Topi. Topi putih kebanggaan....yang dikemudian hari selalu saya bawa-bawa kemanapun saya berwisata.

Topi kenangan dari Pantai Kuta

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Leave your message here, I will reply it soon!