Tampilkan postingan dengan label wisata tidore. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata tidore. Tampilkan semua postingan

Petang Horor di Benteng Torre Tidore

BENTENG TORRE - TIDORE MALUKU UTARA

Sepenggal cerita horor saat mengunjungi Tidore pada bulan April 2017. Sebuah kejadian yang dialami langsung oleh teman trip, dan saya hanya kebagian cerita saat telah pergi dari tempat itu. Entah kenapa, seringkali seperti itu, tahunya ada sesuatu saat sudah beda waktu dan tempat. Mungkin supaya penakut seperti saya, tidak pingsan ketakutan di tempat kejadian 😂

Ada horor di Benteng Torre dan di penginapan yang kami tempati selama 6 hari tinggal di Tidore. Dari penampakan kakek cebol di benteng, hingga rombongan kunti main perosotan di kolam. Belum terlalu basi untuk diceritakan, bukan? 😁

Oh ya, kenalkan ini teman-teman saya saat 7 hari di Tidore. Yuk Annie Nugraha, Mas Dwi Setijowidodo, Deddy Huang, Haryadi Yansyah Omnduut, Mbak Zulfa EmakMbolang, Rifky Papan Pelangi, Mas Eko Nurhuda, Ayu, Mpok Tati. Tentunya ada Bu Woro dan Ci Ita, dalam foto.

Dengan teman-teman travel blogger, berfoto bersama di depan Kedaton Kesultan Tidore

Tidore, Maluku Utara, 12 April 2017.

Hari itu adalah puncak peringatan hari jadi Tidore ke-909 yang digelar di Kedaton Kesultanan Tidore. Saya dan rekan-rekan blogger undangan dari pihak Sultan, hadir sejak pagi hingga siang, mengikuti acara demi acara, yang berujung dengan makan siang di istana bersama para tokoh masyarakat/adat, pejabat istana dan pemerintahan, dan tamu-tamu penting kesultanan Tidore. 

Sebuah pengalaman istimewa untuk diceritakan di sini, sependek saya menjadi travel blogger, hadir di acara penting Tidore. Kalian bisa baca banyak tulisan saya tentang Tidore di blog ini, dengan mengetik kata Tidore di pencarian.

Kelar dari acara di Kedaton pada siang itu, sorenya saya dan kawan-kawan bepergian mengunjungi tempat-tempat wisata terkenal Tidore, salah duanya Benteng Tahula yang berada tak jauh dari penginapan, dan Benteng Torre yang berada di bagian belakang Kedaton Tidore.

Semua berangkat, semua gembira. Inilah Benteng Torre yang saya maksud:
Bangunan Benteng Torre berdiri sejak 1578. Kalau Katerina, berdiri disitu pada 12/4/2017, hanya beberapa menit saja 😅 

Ada pemandangan gunung yang terlihat dari Benteng Torre

Ada pemandangan laut dan Gunung Gamalama di Ternate yang terlihat dari Benteng Torre

Ada sunset dan sunrise yang bisa disaksikan dari Benteng Torre

Sekilas tentang BENTENG TORRE

Benteng Torre dibangun atas perintah Sancho de Vasconcelos atas ijin dari Sultan Gapi Baguna pada tanggal 6 Januari 1578. Ijin tersebut didapat setelah Portugis diusir dari Ternate oleh Sultan Baabullah karena Portugis telah membunuh Sultan Khairun pada tahun 1570. Nama Torre kemungkinan berhubungan dengan nama kapten Portugis pada saat itu yaitu Hernando De La Torre.

Benteng Torre terletak di ketinggian bukit, tepat di bagian belakang Kedaton Kesultanan Tidore. Secara keseluruhan Benteng Torre telah mengalami kerusakan dan hanya menyisakan kurang lebih 30% dari keseluruhan bangunan. Hanya dinding keliling bagian depan saja yang masih berdiri. Diduga akibat gempa yang seringkali terjadi di masa lalu. Setelah berabad-abad, baru pada tahun 2014 Benteng Torre dipugar. 

Benteng Torre berdiri menghadap ke arah tenggara dan berbentuk persegi empat dengan tambahan bangunan setengah lingkaran di sisi barat daya atau bagian kanan depan. Benteng yang dulu berdiri angkuh tersebut, sekarang hampir tiap hari hanya melamun syahdu menyaksikan angin dan ombak bersabung di lautan. 

Untuk mencapai benteng, kita harus menaiki tangga tinggi dan panjang, cukup untuk bikin nafas ngos-ngosan. Tapi di sini udara tidak terlalu gerah, cenderung sejuk, khas udara di ketinggian. Sesampainya di atas, mata kita akan disambut oleh warna-warni bunga yang tumbuh subur di taman benteng. Bersihnya taman, menambah rasa nyaman.  
Benteng Torre -  Bersih dan nyaman

Benteng Torre - Banyak bunga di taman benteng
 
Jika diperhatikan, tumpukan bebatuan muntahan dari gunung masih ada di sekitar benteng. Selebihnya, adalah pemandangan sekeliling yang amat memukau. Ada gunung yang berdiri gagah, desa-desa yang makmur, laut biru dengan kapal melintas sesekali, bahkan pemandangan Gunung Gamalama di Ternate. Semua itu adalah pemandangan gratis yang bisa kita nikmati dari benteng.

Tidore dikenal minim polusi, langitnya senantiasa biru, dan bila malam, bintang-bintang bertaburan, berkelip indah. Maka sudah tentu, saat duduk-duduk sore di benteng bersama kawan, tak cuma mata, paru-paru pun jadi amat dimanjakan.  

Dari benteng yang kian dilanda uzur dan bermetamorfosis menjadi artefak dari masa silam yang hanya dibanggakan warga sekitarnya ini, kita dapat menyaksikan betapa menawannya matahari terbit maupun terbenam di Tidore.

Tangga yang dikeliling batu-batu muntahan dari gunung


Tangga naik, sebab benteng berada di ketinggian bukit

Pemandangan yang terlihat ketika menaiki tangga

Petang Mistis di Waktu Magrib

Keterangan waktu pada foto yang saya ambil dengan kamera Canon EOS 70D saat tiba di Benteng Torre adalah jam 3.58 sore. Artinya, jam 5.58 sore waktu Tidore. Tentunya, jelang magrib saat itu, jam-jam rawan setan, kata orang tua dulu he he

Namun, langit masih benderang. Suasana di benteng pun belum nampak redup, saya pun tidak merasakan ada aura negatif, ataupun sinyal takut ketika sampai di sana. Itu sebabnya, saya percaya diri memasuki benteng, berfoto, sendiri maupun bersama yang lain. Saya mencoba berbagai sudut, berpose dengan kain yang saya bawa. Kalian bisa lihat dari foto yang sudah saya tampilkan di atas.

Salah seorang yang jadi perhatian saya adalah Yayan, sebab dari awal saya lihat cuma dia yang paling berani dan sering berada di tempat-tempat ekstrem benteng. Maksud saya, di bagian tertinggi dan pinggir benteng dengan berbagai pose, mulai dari berdiri, duduk, bahkan berbaring. Tapi, saya tidak menegurnya, sebab saya sendiri sibuk dengan kain kodian, properti berfoto.

Hingga, sampailah saya pada suatu sudut benteng, ada ruang kecil semi terbuka, saya mulai merasa tidak enak berlama-lama berdiri di sana. Tapi tetap saja saya berdiri di sana, mencoba segala gaya, demi foto. Selepas itu, langit mulai gelap, ada warna kemerahan pertanda langit akan tenggelam, dan kami masih di sana, belum mau pergi.

Sesuatu yang tak kasat mata, berkeliaran, entah. Hanya mereka yang "peka" yang melihat, tetapi Yayan, tiba-tiba diberi "keistimewaan" sesaat. Untuk pertama kali dalam hidupnya, mata Yayan melihat penampakan seram!!!!
Yayan banyak terlihat di sini, sekedar BERDIRI atau berjalan kecil lalu balik lagi

Dari DUDUK dan kemudian berbaring, lalu selfie

Sosok cebol dari balik pohon kelapa

Amati 2 foto yang ada Yayan di atas, ada dua pohon kelapa berdiri tegak di sana, di luar benteng. Dari balik salah satu pohon itulah, sesosok mahluk muncul menampakkan diri pada Yayan.

"Seperti apa Yan rupanya? Anak-anak apa orang tua?" tanya saya penasaran.

"Mukanya sih orang tua, mbak. Tapi badannya kayak anak-anak. Persis kayak setan di Film Anak Ajaib!"

Lalu Yayan menunjukan sebuah foto, saya hampir terjengkang kaget melihatnya. Ngeri sekali lah penampakan sosok itu.

"Bandel, sudah dibilangin jangan lihat-lihat ke situ," kata Yuk Annie.

Ternyata, sebelumnya Yayan sudah diperingatkan, tapi masih bandel. Mungkin penasaran ya, akhirnya ditunjukkan wujudnya. Kapok kau Yan!!! hahaha

Magrib, di benteng tua, dan Yayan yang bandel, perpaduan sempurna buat bikin salah seorang dari kami ketakutan. Dan itu, jatuh pada Yayan ha ha 😂

Pantesan, setelah magrib, suasana di benteng mulai nggak enak. Tapi nggak sampai bikin saya merasa ketakutan dan merinding. Mungkin karena banyak temennya, pemberani-pemberani pula he he. Sebetulnya, ada sosok lain di sana, banyak, kata Yuk Annie. Syukurlah saya gak liat apa-apa. Amit-amit jangan sampai, bisa-bisa ga mau bepergian lagi nanti haha.

Kalau diingat lagi, telah magrib saat itu, kami masih di sana, di bagian dalam benteng yang tak beratap. Yang lain masih bernafsu berfoto dengan latar langit jingga, saya sudah menyimpan kamera dan pingin lekas turun. Pingin cepat balik ke penginapan. Penginapan yang ternyata, tak kalah horornya.
Di tempat ini saya agak merinding, tidak berani masuk, padahal disuruh masuk buat foto

Senja, di atas benteng, Ayu.

Ada Horor di Penginapan

Ini bagian terseram yang terjadi selama di penginapan. Tapi lagi-lagi, saya tidak melihat secara langsung, hanya dapat cerita dari sesama teman trip yang menginap di losmen yang sama.

Ohya perlu kalian tahu, pada saat itu belum ada hotel berbintang yang berdiri di Tidore. Hanya ada rumah-rumah yang dijadikan penginapan, atau pun losmen seperti yang kami tempati.

Penginapan kami berada di Kota Tidore, tepat di pinggir jalan utama. Bagian belakangnya amatlah menyenangkan karena langsung menghadap ke laut, tentunya tiap saat punya view terbaik. Tak ada aura angker, atau pun kesan seram pada losmen tersebut. Baik dilihat dari depan, maupun belakang. Kamarnya pun biasa, tidak membuat saya merinding atau merasakan sesuatu. Pada dasarnya, saya memang tidak peka sih, tidak pula bisa melihat atau mendengar sesuatu yang aneh dari dunia lain. Jadi, kesan saya ya selalu sama. Nggak angker he he

Saya menempati kamar yang cukup besar, di dalamnya ada beberapa kasur dan bisa kami tempati berempat, yaitu saya, Yuk Annie, Mbak ZUlfa, dan Mbak Tati. Sedangkan Ayu sendiri di kamar yang lain. Deddy, Mas Eko, Yayan, dan Rifqy, entah di kamar yang mana. Pastinya mereka dapat 1 kamar untuk berdua.

Nah, pada suatu sore jelang magrib, lagi-lagi magrib ya, saya bersama Mas Eko, Deddy, dan Mbak Tati berenang di belakang penginapan. Bukan kolam renanglah pastinya ya, wong langsung laut gitu. Yak, kami berenang di laut, tapi bukan di laut luas, hanya di area terbatas yang diberi pembatas. Kalau kata Rifqy sih, batas antara dunia nyata dan dunia lain wkwk

Di sana ada perosotan, bak kolam bermain anak-anak. Nah, kami berenang-renang di sekitar perosotan itu saja. Kayak gini perosotannya

Area wisata di belakang penginapan

"Kolam Alami" terlihat dari balkon penginapan

Kumpul Main Para Mahluk Halus

Malam itu, suara angin laut begitu ribut. 

Oh ya, tiap malam suara-suara memang terdengar berisik di balik dinding kamar. Entah suara angin, maupun debur ombak. Kadang, saking ributnya, jendela kecil yang menghadap ke laut itu seperti diketok-ketok. 

Ternyata....

Sore selepas kami berenang di belakang penginapan, malamnya ada yang ikutan bermain dan berenang. Ramai sekali, hingga suaranya sangat ribut, bak suara anak-anak yang girang saat bermain bersama teman-temannya. 

Katanya, kata Mas Dwi lho ya, yang pada main itu segerombolan mahluk halus. Dari kunti, sampai pocong juga ada . Hadeuuuh!!!

"Ayu juga liat, Mbak Rien," kata Yayan.

"Jangan-jangan Yuk Annie juga lihat," tebak saya.

"Iya kali mbak."

Alamaaaaak!! Ngeri kali lah. Kenapa pula main di sana malam-malam. Apa karena liat kami main perosotan seru, jadi pingin seru-seruan juga sama rombongan kalian dari alam gaib sana? 😅

Semoga jumpa lagi di trip lainnya tanpa cerita-cerita horor lagi 😃
 
Ada banyak tempat yang saya kunjungi selama di Tidore. Hanya di Benteng Torre saja ada  kejadian horor yang saya tahu. Entah juga kalau yang lain di tempat lain, mungkin ada lagi tapi tak cerita. 

Selama 7 hari 6 malam menginap di Tidore, di penginapan yang sama, hanya satu kali itu saja cerita horor yang ada di penginapan. Itupun bukan terjadi dalam penginapan, tapi di bagian luar, di tempat pemandian terbuka. 

Herannya, saya tidak kapok ke Tidore. Pada bulan Februari 2018, saya kembali ke Tidore, jalan-jalan lagi, dan menginap di penginapan yang sama, tapi beda bangunan, dan di kamar yang berbeda tentunya.

Tak ada cerita horor saat kunjungan kedua di Tidore.

Mungkin juga karena tak ada yang cerita he he.

Video Benteng Torre bisa dilihat pada channel saya berikut ini. Selamat menonton. Jangan lupa like, subscribe, dan komen ya. Terima kasih!


Festival Tidore | Kota Ake Dango & Ratib Haddad Farraj

Penerimaan Ake Dango oleh Sultan Tidore H. Husain Syah di Kedaton Kesultanan Tidore

Kota Ake Dango

Pada waktu Subuh, setelah prosesi Rora Ake Dango selesai, Sowohi Kie Matiti melakukan pelepasan Ake Dango dan disaksikan oleh para Sowohi Soa Romtoha Tomayou lainnya. Ake Dango selanjutnya akan diantar oleh anak keturunan Soa Romtoha Tomayou menuju Kadato Kie dan diterima dalam upacara adat sebagaimana lazimnya oleh Bobato Kesultanan Tidore.

Dalam upacara penerimaan di Gandaria Kadato Kie, Ake Dango yang berada dalam ruas bambu kemudian dituangkan ke dalam Rau (mangkuk putih) dan ditaburi bunga Manuru lalu disemayamkan di ruang dalam Kadato Kie karena akan didoakan dalam prosesi ratib Haddad Farraj oleh Imam Syara Kesultanan Tidore ba'da Magrib serta prosesi Sadat Boso oleh Imam Togubu.

Ratib Haddad Farraj & Sadat Boso dimaksudkan untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi Sultan, Jou Boki, Bobato Pehak Raha (Dewan Menteri) Kesultanan, bala rakyat dan negeri Tidore serta wilayah kekuasaannya.


Iring-iringan pengantar Ake Dango yang dibawa oleh anak keturunan Soa Romtoha Tomayou tiba di Kadato Kie

Ake Dango diserahkan kepada Sultan Tidore H. Husain Syah

Sultan Tidore menuang Ake Dango ke dalam Rau (mangkok putih)

Semua air suci dipindahkan ke dalam Rau yang sudah ditaburi bunga manuru


Doa bersama | Sultan Tidore, Walikota Tidore Kepulauan, Perdana Menteri Kesultanan Tidore, dan para Bobato

Festival Tidore 2017

Kota Ake Dango & Ratib Haddad Farraj merupakan ritual adat masyarakat Tidore yang masuk dalam rangkaian kegiatan Festival Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017. Festival Tidore diselenggarakan sejak tanggal 29 Maret 2017 hingga tanggal 12 April 2017.

Rangkaian kegiatan Festival Tidore 2017 terdiri dari Kota Tupa (29/3 & 2/4), Siloloa Sultan Tidore (7/4), Festival & Bazaar Guruabunga (8/4), Prosesi Tagi Kie (9/4), Rora Ake Dango (9/4), Kota Ake Dango & Ratib Haddad Farraj (10/4), Parade Juanga Sultan Tidore (10/4), Kota & Rora Paji (10/4), Perjalanan Paji Nyili-Nyili (11/4), Kirab Agung Kesultanan & Upacara Puncak Hari Jadi Tidore (12/4), Launching Museum Maritim Dunia (12/4), Ratib Taji Besi (12/4). 

Sultan Tidore dan Walikota Tidore

TIDORE
Momen pertama kali berkunjung ke istana Kesultanan Tidore

Panglima besar Kesultanan Tidore

Singgasana Kesultanan Tidore

Istana sepuh yang di sebut Kadato Kie ini adalah saksi bisu sepak terjang Kesultanan Tidore, masa saat Sultan Nuku berkuasa sejak 1797, hingga berjaya dengan mempersatukan seluruh kerajaan di perairan Maluku termasuk Papua dan mengusir kompeni Belanda tanpa pertumpahan darah.

Kini Kadato Kie hanya dipakai untuk acara seremonial, juga tempat menyimpan, merawat, dan memamerkan benda-benda pusaka milik kesultanan, seperti senjata (pedang dan perisai), mahkota, pisau keris Sultan, Al Quran tinta emas, pedang, pakaian Sultan, pakaian panglima perang/Kapita Lao.

Suguhan istana: Kue-kue khas Tidore



Kedaton Kesultanan Tidore, Senin 10 April 2017.

Bersama Annie Nugraha, Haryadi Yansyah, Deddy Huang, Eko Nurhuda, Rifki Faiza Rahman, Attini Zulfayah, Tati Suherman, Ayu, Dwi Setijo Widodo, Ibu Dwi Woro Retno, Anita Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel), Kak Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel). 

Prosesi Tagi Kie dan Rora Ake Dango di Festival Tidore 2017

Festival Tidore 2017 - Rora Ake Dango
Festival Tidore 2017 - Rora Ake Dango

Prosesi Tagi Kie

Prosesi Tagi Kie adalah perjalanan ke puncak Gunung Mar'ijang, dilaksanakan oleh Pemuka Adat Soa Romtoha Tomayou untuk mengambil air di puncak Gunung Kie Matubu. Air tersebut kemudian disemayamkan di rumah adat para Sowohi Soa Romtoha Tomayou selama satu malam untuk didoakan sehingga disebut Ake Dango.

Dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017, ritual Tagi Kie melibatkan elemen organisasi kemasyarakatan dan pemuda dalam ekspedisi Tagi Kie untuk membersihkan di kawasan Puncak Gunung Mar'ijang dalam rangka merawat dan menjaga kelestarian kawasan puncak sebagai situs ritual penting bagi masyarakat adat. 


Rora Ake Dango

Rora Ake Dano dilaksanakan di Sonine Guruabunga ba'da Isya hingga menjelang Subuh. Rora Ake Dango adalah upacara untuk menyatukan air yang telah disemayamkan di masing-masing rumah Sowohi Soa Romtoha Tomayou sebelumnya. 

Dalam ritual Rora Ake Dango, anak keturunan Soa Romtoha Tomayou akan melakukan moro-moro dan kabata yang berisikan pesan-pesan leluhur untuk dijaga oleh seluruh masyarakat adat Tidore. Prosesi Rora Ake Dango juga merupakan upacara Pembukaan Festival Tidore 2017 dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909.

Selepas magrib di Gurabunga, sebelum menyaksikan pembukaan Festival Tidore 2017. Blogger dan rombongan dari Jakarta berkumpul di rumah Alloed (Gogo), menikmati santap malam dengan menu ala masyarakat pegunungan; sayur lilin, ikan tuna goreng, dan sambal merah. Kebersamaan dan kenikmatan yang haqiqi!

Masjid dan musola dekat lapangan Desa Gurabunga, lokasi acara ritual Tagi Kie dan Pembukaan Festival Tidore 2017. Dari dua rumah ibadah inilah panggilan lantang tanpa pengeras suara terdengar "Hai ngofa se dano.." diawali tiupan panjang Tahuri menggema ke seluruh desa hingga puncak Kie Matubu. Tahuri = alat musik tradisional Maluku yang terbuat dari cangkang hewan.

Seluruh lampu listrik dipadamkan, hanya ada temaram lampu minyak di area tenda tamu undangan dan obor di area lapangan tempat ritual dilaksanakan
Iring-iringan para pembawa obor yang datang dari salah satu penjuru desa. Didahului oleh Sowohi, diikuti dengan seorang wanita yang membawa air dalam bambu berpenutup kain putih. Berjalan berbaris diikuti oleh keluarga dari marga Sowohi.

Proses penyerahan air suci yang dibawa dari rumah masing-masing Sowohi. Air suci yang dibawa dituang ke dalam bambu lebih besar (berpenutup kain putih), disaksikan oleh para Babato adat (pemangku adat).
Bambu berukuran lebih besar berpenutup kain putih ini berisi kumpulan air suci yang dibawa dari masing-masing rumah Sowohi. Bambu dipagari dan dihiasi Janur serta obor.

Berselimut aura mistis, ritual ini menjadi pamungkas dimulainya Festival Tidore 2017.
Pertunjukkan tarian Kapita oleh 30 pemuda dan anak anak.

Sambutan dari Sultan Tidore, H. Husain Syah
Para tamu undangan yang hadir di malam Pembukaan Festival Tidore 2017

Blogger Haryadi Yansyah (omnduut.com) dan Deddy Huang (Deddyhuang.com)

Pertunjukkan Seni Kabata, yakni seni berbalas pantun yang dilakukan penduduk sambil menumbuk padi. (tonton videonya pada akhir tulisan ini).

Dengan menggunakan topi besu, para lelaki berdendang saling berbalas pantun dengan disesuaikan irama hentakan Dulu Ma Ngofa (tongkat penumbuk padi).
Blogger dan rombongan dari Jakarta berfoto bersama Pak Abdullah Husain, Lurah Desa Gurabunga. Gurabunga terpilih sebagai lokasi prosesi Tagi Kie karena keberadaannya sebagai nadi kehidupan masyarakat Tidore. Desa tertinggi di Tidore ini mengayomi lima marga berbeda, yakni Mahifa, Toduho, Tosofu, Tosofu Malamo, dan Fola Sowohi.

Berfoto bersama Sultan Tidore dan Permaisuri di depan alat penumbuk padi yang dijadikan alat musik pengiring Seni Kabata

Berfoto bersama 6 Sowohi
Dalam acara adat ini, semua wajib berpakaian (atasan) warna putih. diutamakan model kebaya atau baju kurung. Sedangkan bawahannya kain atau rok bernuansa tradisional seperti batik atau tenun.
Saudara baru di Tidore: Eros, Bams, Alloed (Gogo)

Untuk melihat rangkaian acara ini dalam bentuk video, silakan tonton dalam video yang saya upload di channel Youtube saya pada akhir tulisan ini.

Gurabunga, Tidore, Maluku Utara.  Minggu, 9 April 2017.  

Bersama Annie Nugraha, Haryadi Yansyah, Deddy Huang, Eko Nurhuda, Rifki Faiza Rahman, Attini Zulfayah, Tati Suherman, Ayu, Dwi Setijo Widodo, Ibu Dwi Woro Retno, Anita Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel), Kak Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel).


Baca juga:
Mengenal Kuliner Tidore Lewat Festival Gurabunga
Tiada Gundah di Tidore
Nikmati Kuliner Khas Tidore Ini di Safira Beach Restaurant
Tidore di Bulan Februari dan Ingatan Menuju Napak Tilas Magelhans  
Liburan Seru di Pulau Failonga


. . .