Tampilkan postingan dengan label tidore untuk indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tidore untuk indonesia. Tampilkan semua postingan

Tiada Gundah di Tidore

Padanan permai antara gunung dan laut menjadi simfoni unik Bumi Marijang, bersanding sejarah yang menghidupkan julukan legendaris The Spice Island.

tidore kepulauan maluku utara
Tidore Kepulauan - Maluku Utara

Nama Tidore berasal dari rangkaian kata "To Ado Re" yang berarti "Aku Telah Sampai". Sebelum itu, Pulau Tidore dikenal dengan sebutan "Limau Duko" atau "Kie Duko" karena di pulau tersebut terdapat gunung berapi. 

Adalah Kie Marijang, gugusan pulau tertinggi kepulauan Maluku, yang berdiri tegak di sana. Kini gunung tersebut sudah tidak aktif lagi. Marijang dalam bahasa Tidore bermakna gunung atau puncak yang indah.

Tidore kerap disandingkan dengan Ternate karena letaknya bersebelahan. Dua pulau ini hanya terpisah selat dan Pulau Maitara. Keindahan pemandangannya diabadikan dalam uang kertas Rp. 1000, di mana tergambar Pulau Maitara yang berada di antara keduanya. Dengan menumpang kapal cepat, pulau kecil yang dijuluki The Spice Island ini dapat dicapai dalam waktu sekitar 15 menit dari Pelabuhan Bastiong, Ternate.


pulau maitara tidore
Pulau Maitara yang tergambar dalam uang Rp 1.000,-

BENTENG TAHULA

Bagi penggemar wisata sejarah dan budaya, ada 3 destinasi yang wajib dikunjungi di Tidore yaitu Benteng Tahula, Benteng Torre dan Kedaton Kesultanan. Ketiganya bukan hanya tercatat dalam kisah Indonesia, tapi mengguncang dunia sebagai titik pembuktian teori Heliosentri-nya Copernicus. Benteng Torre dan Tahula peninggalan Bangsa Portugis, menunjukkan bukti bahwa salah satu bangsa besar Eropa pernah berada di Pulau Tidore.

Benteng Tahula terletak di Jalan Syaifudin, Desa Soa Sio, Kota Tidore Kepulauan. Lokasi benteng berada di atas bukit yang curam di daerah pesisir. Untuk mencapai Benteng Tahula harus mendaki ratusan anak tangga hingga puncaknya. Di atas benteng terlihat jelas seluruh kota Sia Sio juga sebagian lekuk Pulau Tidore. Terdapat makam dan semacam kolam di halaman benteng.

Tonton juga video : Travel Blogger goes to Tidore

benteng tahula di soa sio
Salah satu sisi Benteng Tahula yang menghadap ke Soa Sio

Benteng Tahula dikenal juga dengan nama Benteng Tohula atau Kota Hula. Pembangunannya baru dimulai pada tahun 1610 oleh Chirstobal de Azcqueta Menchacha (1610-1612), gubernur Spanyol saat itu. Pekerjaan pembangunan selesai tahun 1615 pada masa gubernur Spanyol Don Jeronimo de Silva (1612-1617) dan benteng ini diberi nama Santiago de los Caballeros de Tidore atau Sanctiago Caualleros de los de la de ysla Tidore. Spanyol menggunakan benteng ini hingga tahun 1662. Setelah kepergian Spanyol, pada tahun 1707, Belanda yang berkuasa saat itu meminta Sultan Tidore untuk menghancurkan Benteng Tahula. Namun, sebelum Benteng Tahula sepenuhnya dibongkar, Sultan Tidore Hamzah Fahroedin (1659-1700) meminta benteng dipertahankan sebagai tempat tinggal kerajaan.

Benteng Tahula adalah salah satu penanda perdagangan rempah di masa lalu. Benteng ini menjadi saksi ribuan pelayaran setiap harinya keluar masuk Pulau Tidore. Bukan hanya angkutan rempah, tapi juga pelayaran rakyat penghubung antar pulau-pulau di Maluku Utara. 

Tangga menuju puncak benteng


BENTENG TORRE

Benteng Torre dibangun atas perintah Sancho de Vasconcelos yang mendapat ijin dari Sultan Gapi Baguna tanggal 6 Januari 1578. Ijin ini didapat setelah Portugis diusir dari Ternate oleh Sultan Baabullah karena Portugis telah membunuh Sultan Khairun pada tahun 1570. Nama Torre kemungkinan berhubungan dengan nama kapten Portugis pada saat itu yaitu Hernando De La Torre.

Benteng Torre tidak berada di tepian laut, melainkan di atas bukit, tepat di buritan Kedaton Kesultanan Tidore. Secara keseluruhan Benteng Torre telah mengalami kerusakan dan hanya menyisakan kurang lebih 30% dari keseluruhan bangunan. Hanya dinding keliling bagian depan saja yang masih berdiri. Diduga akibat gempa yang seringkali terjadi di masa lalu. Setelah berabad-abad, baru pada tahun 2014 benteng ini dipugar.

Benteng-benteng yang dulu berdiri angkuh, sekarang melamun syahdu menyaksikan angin dan ombak bersabung di lautan. Tumpukan bebatuan muntahan dari gunung masih ada di sekitar benteng. Benteng yang berada di ketinggian ini menghadap ke arah tenggara dan berbentuk persegi empat dengan tambahan bangunan setengah lingkaran di sisi barat daya atau bagian kanan depan. Duduk-duduk sore di sini, mata saya dimanjakan oleh panorama laut Tidore yang biru. Sedangkan pada pagi hari, dari atas benteng yang kian dilanda uzur dan bermetamorfosis menjadi artefak dari masa silam yang hanya dibanggakan warga sekitarnya ini, kita dapat menyaksikan betapa menawannya matahari terbit di Tidore.


cara menuju benteng torre
Benteng Torre di atas bukit


NEGERI ATAS AWAN

Gura Bunga merupakan desa tertinggi di Tidore, berada di lereng Gunung Marijang yang mempunyai ketinggian 1.730mdpl, menjadikannya sebagai gunung tertinggi di Maluku Utara. Gunung berbentuk kerucut hampir sempurna ini, dindingnya digurat banyak sumber air dan dirimbuni dengan tumpukan batu untuk ritual adat.

Untuk mencapai Kie Matubu (puncak Kie Marijang) diperlukan lima jam lagi perjalanan kaki. Dari puncaknya kita dapat menikmati panorama Pulau Ternate dan Maitara, Pulau Mare yang teluknya menjadi persingggahan kahia (lumba-lumba), serta hutan-hutan hijau di lembah sekeliling gunung yang memeluk hangat rimbun pohon pala dan cengkih, muara segala pelayaran akbar bermula.

Salah satu Negeri Atas Awan di Tidore ini seringkali diselimuti oleh kabut yang menimbulkan kesan magis. Dari sudut mana pun, suasana desa ini diselimuti ketenangan. Warganya senantiasa menyapa ramah. Rumah-rumah dengan halaman yang sangat bersih dihiasi bermacam bunga yang beraneka warna, membuat desa ini tampak menawan. 

Tonton juga video : Negeri di Atas Awan Tidore

desa gura bunga tidore
Rumah tradisional Tidore di Desa Gura Bunga

Di Gurabunga masih terdapat rumah asli Tidore. Di sini pula para sowohi,  yang menjadi penghubung Kesultanan Tidore dengan roh para leluhur, menetap. Kelurahan yang berada di ketinggian 900mdpl ini dihuni oleh lima marga dengan rumah adat masing-masing marga, menjadi simbol persatuan keanekaragaman adat budaya. Berbaur dengan masyarakat setempat dan mencoba merasakan sentuhan kehidupan dan kearifan lokalnya, menjadi pengalaman berharga yang saya dapat dari Gura Bunga.

Bulan April lalu, Gura Bunga menjadi lokasi pelaksanaan kegiatan Sonine Gurua, yaitu perayaan masyarakat pegunungan untuk mengekspresikan kegembiraan dan sukacita sebagai ungkapan syukur menyambut datangnya Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017. Dalam acara tersebut diadakan perjamuan bagi tamu yang datang dengan suguhan kuliner khas pegunungan seperti kofi dabe (kopi rempah) dll, serta atraksi-atraksi seni dan budaya masyarakat pegunungan. Di sini pula diadakan prosesi Tagi Kie, yaitu prosesi pengambilan air oleh masyarakat adat Soa Romtoha Tomayou.

kie matubu gura bunga
Gura Bunga di malam hari, berlatar Kie Matubu

KAMPUNG KALAODI

Tidore mempunyai kampung Kalaodi yang disebut sebagai Kampung Ekologi Pelindung Tidore. Terletak di bagian utara Tidore dan berada di ketinggian sekitar 900mdpl. Kebun-kebun di kampung Kalaodi termasuk dalam kawasan hutan lindung Tagafura yang kaya dengan tanaman-tanaman produktif seperti cengkih dan pala.

Kedua komoditi ini adalah penghasilan utama sebagian besar warga Kalaodi. Di sela-sela tanaman rempah itu, warga juga menanam kenari, kayumanis dan pinang. Beberapa kerajinan dari bambu seperti Saloi dan Tolu yang banyak dijual di Pasar Goto (pasar tradisional Tidore) juga dihasilkan dari sini. Saloi semacam keranjang untuk dipakai ke kebun, sedangkan Tolu  sejenis topi lebar pelindung kepala dari hujan dan panas. 

pesona kalaodi
Dari ketinggian Desa Kalaodi, terlihat Pulau Maitara dan Pulau Ternate

Suasana kampung Kalaodi sangat tenang. Jalanannya kerap lengang. Sesekali saja motor berlalu santai. Di kebun-kebunnya, pohon-pohon rempah tinggi menjulang, tumbuh rapat hampir sepanjang jalan. Buah cengkih dan pala dijemur begitu saja di tepi jalan tanpa khawatir akan hilang. 

Kampung dengan udara sejuk sepanjang waktu ini tak hanya kaya akan rempah, tapi juga kaya akan keindahan panorama. Pemandangan menawan kota Tidore dan Pulau Halmahera di timur, juga Pulau Maitara dan Pulau Ternate di sebelah barat, menjadi suguhan yang bisa dinikmati setiap saat.

desa kalaodi tidore
Sejuk, bersih, dan tenang

EKSOTISME PULAU FAILONGA

Pulau Tidore memiliki 12 pulau besar dan kecil, di antaranya Pulau Failonga, Pulau Mare, Pulau Maitara, Pulau Tamong, Pulau Pasi, Pulau Woda, Pulau Joji, Pulau Guratu, dan Pulau Sibu. Masing-masing pulau menawarkan keanekaragaman hayati laut timur yang pesonanya sulit untuk ditolak. Saya mengunjungi salah satunya yaitu Pulau Failonga. Sebuah pulau dengan air laut bagaikan cermin, membuat awan putih tidak hanya berkeliaran di langit, tetapi juga di air laut.

Failonga terkenal dengan keindahan pasir putih dan bebatuan yang indah. Cocok untuk tempat rekreasi, memancing, diving dan snorkeling.  Dari Pelabuhan Goto, pulau seluas 1,1 km2 ini dapat ditempuh selama 10 menit dengan menggunakan speedboat. Pulau Failonga masuk dalam kategori pulau-pulau kecil, hanya butuh sekitar 20 menit untuk mengitarinya

Sembilan puluh delapan persen Failonga adalah tebing batu yang sebagiannya tergolong curam. Sisanya berupa pantai dan batuan berukuran kecil yang melandai. Pantai pasir putih nan halusnya juga dilindungi batuan berukuran raksasa dari deburan ombak. Airnya yang sangat jernih, hangat, dan dangkal, membuat siapapun betah untuk menikmati panorama bawah lautnya yang menawan. Benar-benar surga tersembunyi di laut Tidore. 


pulau failonga maluku utara
Pantai pasir putih dan air jernih di laut Pulau Failonga yang menawan


KULINER KHAS TIDORE

Mempelajari pengaruh rempah dalam kehidupan masyarakat Tidore makin lengkap jika disertai dengan mencicipi tradisi kulinernya. Masyarakat Tidore yang terkenal gemar mengunyah menawarkan pilihan menu yang beragam. Beberapa diantaranya sudah sering terdengar, namun baru kali ini saya makan langsung di tempatnya.

Sagu Singkong atau biasa disebut Kasbi menjadi makanan pokok pengganti nasi di Tidore. Sagu Singkong dibuat dari parutan singkong kering yang dimasukkan ke dalam sebuah cetakan yang terbuat dari gerabah yang terlebih dahulu dibakar diatas sebuah tungku panjang. Di masa lampau, Kasbi merupakan makanan yang awet sampai satu tahun, sehingga sering dibawa oleh para pejuang dan pelaut Tidore ataupun pelaut kolonial yang singgah di Tidore sejak jaman dahulu sebagai bekal untuk perang ataupun pergi berlayar di lautan. 

kuliner gohu kasbi tidore
Beberapa kuliner khas Tidore: Gohu, Ikan bakar dabu-dabu, kasbi

Kasbi secara umum seperti roti tawar bakar, tapi bentuknya pipih persegi panjang. Kasbi lebih berserat dan lebih cepet mengenyangkan.  Lebih legit dari roti tawar. Kasbi biasanya dikonsumsi bersamaan dengan lauk ikan yang dibakar, panggang, berkuah ataupun goreng.  Bisa juga ditambahkan selai, jadi kudapan teman minum teh. Di Tidore, Kasbi yang dibuat oleh pembuat rumahan dijual seharga 10.000/8pcs. 

Ada pula Gohu, kerap disebut sashimi ala Tidore. Terbuat dari ikan mentah segar yang dicampur beberapa bumbu masak dan dibiarkan matang dengan cara disiram minyak kelapa mendidih. Salah satu kekayaan kuliner khas Nusantara ini tak hanya lezat, tapi juga sehat karena menggunakan ikan dan bahan-bahan alami yang segar. Selain teman yang cocok untuk nasi hangat, Gohu juga pasangan yang tepat untuk Popeda, kuliner khas Tidore lainnya. Olahan ikan lainnya berupa Kakap Goreng yang disiram sambal dabu-dabu, sambal khas Maluku Utara.

 
istana kesultanan tidore
Kedaton Kesultanan Tidore

KEDATON KESULTANAN TIDORE

Istana sepuh yang di sebut Kadato Kie ini berkedip manis menghadap laut. Tempat di mana semua sabda Sultan diampu dan dipatuhi di seantero wilayah kekuasaannya. Di sinilah saksi bisu sepak terjang Kesultanan Tidore, masa saat Sultan Nuku berkuasa sejak 1797, hingga berjaya dengan mempersatukan seluruh kerajaan di perairan Maluku termasuk Papua dan mengusir kompeni Belanda tanpa pertumpahan darah.

Abad berganti, masa berlalu. Kejayaan Kesultanan Tidore menjadi kenangan yang diabadikan dalam catatan sejarah. Kini Kadato Kie hanya dipakai untuk acara seremonial, juga tempat menyimpan, merawat, dan memamerkan benda-benda pusaka milik kesultanan, seperti senjata (pedang dan perisai), mahkota, pisau keris Sultan, Al Quran tinta emas, pedang, pakaian Sultan, pakaian panglima perang/Kapita Lao.

Pada perayaan Hari Jadi Tidore ke-909 bulan April lalu, beberapa rangkaian acara dan adat istiadat Tidore dilaksanakan di Kadato Kie. Melalui kegiatan inilah saya akhirnya punya kesempatan menginjakkan kaki di dalamnya, bertemu Sultan dan Permaisuri, ikut dalam acara makan Saro (makan adat), bahkan duduk lama menyaksikan ritual Rakib Taji Besi.


Baca juga: Menjadi Juri Lomba Menulis Blog Tidore

Sultan Tidore Jou Husain Syah dan Permaisuri di Hari Jadi Tidore ke-909

Festival Tidore, April - Setiap Tahun

Prosesi Tagi Kie, Rora Ake Dango, Parade Juanga Sultan Tidore, Rora Paji, Panji Nyili-Nyili, hingga Kirab Agung Kesultanan, merupakan tradisi dan adat istiadat Tidore yang masih dilestarikan hingga saat ini. Kegiatan budaya ini bisa disaksikan saat memperingati Hari Jadi Tidore yang rutin diadakan tiap tahun pada bulan April.

Parade Juanga adalah ekspedisi hongi Tidore di mana Sultan Tidore dan Bobato melakukan pelayaran mengelilingi teritori Kesultanan Tidore dan singgah di Kadaton Sultan Ternate dalam lawatan silaturahim, juga untuk mengunjungi masyarakat Tidore yang berada di Ternate. Selanjutnya, di Kadato Tidore di Ternate, Sultan akan singgah beberapa waktu untuk bersilaturahim sekaligus mengundang (dawaro se siloloa) masyarakat adat Tidore di Ternate untuk pulang menghadiri perayaan Hari Jadi Tidore (HJT). 

festival tidore
Dua dari puluhan kapal yang mengikuti Parade Juanga
Pasukan pengamanan dari istana ikut serta Parade Juanga

Setelah Parade Juanga, malamnya dilaksanakan perjalanan Paji Nyili-Nyili. Dalam perjalanan ini, duplikat paji diarak melalui soa (kampung) menuju Kadato Kie melalui perjalanan laut dan darat sesuai rute Napak Tilas Perjuangan Sultan Nuku. Para Bobato Kesultanan Tidore ikut dalam acara Perjalanan Paji Nyili-Nyili. Kurang lebih 700 orang dari lima negeri yakni Raja Ampat, Seram, Maba, Patani, Weda dan Nyili-Nyili dalam Kesultanan Tidore. Tepat tanggal 12 April 2017, seluruh pasukan Paji Nyili-Nyili dari 4 penjuru bertemu di depan Kadato Kie, disambut oleh Sultan, Bobato dalam upacara adat.

Moment menggetarkan yang jangan dilewatkan menjelang upacara puncak HJT adalah saat Pasukan Kirab Agung Kesultanan menerima Paji Angkatan Perang, Paji Gimalaha & Famanyira di tempat penyatuan Paji (Limau Soasio), untuk kemudian diarak memasuki lokasi upacara di Sinoni Salaka, Kadato Kie. 

Paji Nyili Nyili

Mari sejenak pulang ke Tidore, tanah di mana tradisi dan kearifan dirawat dalam kebijaksanaan, kesabaran, dan kerendahhatian para sowohi dan Joguru sejak ratusan tahun lampau.  

Syukur dofu-dofu, Joo.


CARA KE TIDORE 
 
Pulau Tidore cukup mudah dicapai dari Ternate, di mana bandara yang menghubungkan Provinsi Maluku Utara dengan daerah-daerah lain di Indonesia berada. Dari Ternate naik speedboat dari pelabuhan Bastiong dengan ongkos Rp. 10.000,- selama 10 menit menuju Pelabuhan Rum di Tidore. Setelah itu baru naik angkot atau sewa bentor (becak motor) untuk membawa kita keliling Tidore. Ongkos bentor Rp 5.000,- – Rp 10.000,-

PENGINAPAN

Seroja adalah satu-satunya penginapan di Tidore yang sudah beroperasi puluhan tahun.  Rumah dengan luas sekitar 500an m2 ini, walaupun tampak sangat sederhana di bagian luar, tapi mampu memberikan kenyamanan bagi yang singgah. Terletak di jalan utama Kelurahan Soasio, penginapan ini berada tak jauh dari beberapa tempat wisata sejarah seperti Benteng Tahula, Masjid Kesultanan (Sigi Kolano), Makam Sultan Nuku, Dermaga Kesultanan (Doro Kolano), dan Kadato Kie (Istana Kesultanan Tidore). Harga sewa kamar Rp 300.000,- – Rp 350.000,-/kamar. Sudah termasuk sarapan kue dengan secangkir teh atau kopi.  Tersedia juga jasa cuci baju.

RESTORAN 
 
Tidore minim restoran. Hanya ada warung-warung makan kecil pinggir jalan atau pinggir pantai yang bisa dijadikan tempat makan. Satu dari sedikit restoran yang saya rekomendasikan sebagai restoran yang menyajikan menu-menu khas Tidore adalah Restoran Safira Beach di Cobodoe.  

Di sini tersedia Kasbi, Gohu, Soup Ikan, Kakap dabu-dabu, dan lain-lain. Restoran Safira terletak di pinggir pantai, mempunyai view ke laut lepas dan pulau-pulau di sekitar Tidore. Safira Beach:  IG @safirabeachresto, Telepon: 0813-2698-4446

inflight magazine xpressair
Xpressair inflight magazine Juy 2017

Tulisan Tidore ini dimuat di Majalah Xpressair edisi Juli 2017. Saya posting di sini dalam versi sedikit berbeda dari yang dimuat di majalah, tetapi dari segi isi tetap sama. Semoga bermanfaat :)
  
Semua foto diambil oleh saya, Katerina, dan menggunakan kamera saya. Saya tidak perkenankan kepada siapapun untuk menggunakan foto yang saya posting di sini kecuali dengan ijin saya terlebih dahulu.

Terima kasih kepada Ngofa Tidore Tour & Travel yang telah membawa saya ke Tidore selama 6 hari (plus 3 hari di Ternate) untuk mengikuti Festival Tidore 2017 dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909. Sebuah pengalaman berharga yang sangat berkesan dan tidak terlupakan 😍💜💕

Cerita tentang Tidore akan saya tulis kembali pada postingan-postingan berikutnya dalam versi berbeda dari tulisan versi majalah. Untuk video-video tentang Tidore, dapat dilihat dalam channel youtube saya di www.youtube.com/katerinas



Contacts: Anita Gathmir – 0815.1433.7014, Gathmir – 0816.829.959, Annie Nugraha – 0811.108582. Emails: anitagathmir99@gmail.com, gathmir@yahoo.com, annie.nugraha@gmail.com, visittidore@gmail.com



Liburan Seru di Pulau Failonga, Tidore Kepulauan

Failonga, pulau kecil tak berpenghuni yang menawarkan keanekaragaman hayati laut timur. Sebuah pulau dengan air laut bagaikan cermin, membuat awan putih tidak hanya berkeliaran di langit, tetapi juga di air laut. Keindahan pasir putih, bebatuan di pantainya yang landai, airnya yang dangkal dan sebening kristal, bagai magnet yang membius. Pulau sunyi dengan kecantikan alami ini dapat dicapai sekitar 10 menit saja dari Pelabuhan Goto Tidore.

tidore kepulauan
Pulau Failonga - Tidore Kepulauan

Gagal Snorkeling

Selama di Tidore, saya sering tidur larut malam. Beberapa kali memang karena ada kegiatan yang baru kelar agak malam, bahkan ada yang pernah sampai tengah malam. Tapi di luar itu, karena mata memang jadi sulit terpejam. Hal yang biasa terjadi saat saya sedang dalam keadaan haid. Ya, siklus bulanan itu menghampiri sejak pertama tiba di Tidore hingga pulang dari Tidore.

Seperti malam itu, Senin 10 April 2017, usai nyanyi-nyanyi senang di Kora-kora Kafe milik Bams, rasa kantuk tak jua berbuah tidur meski badan telah terbaring di atas kasur di salah satu kamar Seroja. Semestinya saya lekas istirahat karena esok hari rombongan blogger akan berangkat pagi-pagi untuk snorkeling di Pulau Failonga.  

Suasana nyaman di balik jendela kamar kami

Alhasil, selasa pagi saya terbangun dengan mata yang masih digelayuti kantuk. Bayangan tidak bisa ikut bersenang-senang main air di Pulau Failonga, menambah rasa kantuk itu. Urusan haid ini memang mempengaruhi mood. Syukur alhamdulillah masih sehat-sehat saja. Biasanya ada acara pusing, mual, mules, bahkan muntah segala.

Soal berendam di laut dalam keadaan haid, sebetulnya bukan masalah. Tekanan dalam air membuat darah haid berhenti keluar. Yang jadi soal adalah di pulau tidak ada tempat ganti. Bisa sih sekedar nyebur, tapi saat keluar dari air, apa yang lain bisa tahan melihat ada yang merah-merah berceceran? Kalo balik ke Pulau Tidorenya berenang sih tak apa hehe. Saya kan baliknya tetap naik speedboat bareng rombongan.

Jadi, syarat untuk nyebur saat haid itu cuma satu saja: Bisa ganti pakaian basah dengan pakaian kering, maka urusan nyebur-nyebur beres. Kalau tidak ada tempat ganti pakaian, harus rela berkering-kering ria sambil gigit jari. 


Baca juga : Nikmatnya Kuliner Tidore di Restoran Safira

Penginapan kami dan mobil oren kebanggaan :D

Keliling Tidore dengan Kendaraan BNPB

Kami berangkat menggunakan mobil bak terbuka warna oren, mobil kebanggaan blogger selama di Tidore. Ada mobil bagus semacam Avanza, tapi kami lebih suka naik mobil bak! Supir andalan kami Rifqi. Dia yang menyetir mobil itu kemanapun kami pergi.


Ada sensasi tak biasa naik mobil bak terbuka, meski naiknya rada susah. Saat naik mesti dibantu dengan ditarik. Saat turun mesti dengan sedikit meloncat.

Duduk di bak mobil jadi lebih leluasa memandangi suasana Kota Tidore yang senantiasa lengang. Kerudung berkibar-kibar ditiup angin. Mata dimanjakan oleh pemandangan gunung dan laut. Serunya, kalau sedang bicara mesti pakai nada sedikit tinggi, supaya bisa melawan deru angin dan suara jadi kedengaran.
 

Seru!

Kapan lagi bisa seseru ini?

Rifki menyetir tidak santai. Mobil Avanza yang dikemudikan mas Gathmir sudah lebih dulu di depan. Kami menuju Pantai Tugulufa. Di sana, speedboat oren sudah menunggu. 


Oren lagi?

Ya, setelah mobil BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), kali ini speedboat-nya pun pakai punya BNPB. Kendaraan penyelamat semua. 


Mungkin kami ini punya tampang-tampang yang patut diselamatkan. Atau mungkin juga kami ini punya tampang penyelamat. Makanya punya chemistry dengan kendaraan-kendaraan oren itu *lol.

Apapun kendaraannya, yang penting kami happy. Hidup tim Oren! 

Mobil oren dan speedboat oren. Hidup Oren!

Pantai Tugulufa

Turun dari mobil bak dengan sedikit gaya loncat indah, lalu menuju speedboat dengan mode slow motion *ngana pikir ini syuting film?!

Ternyata kami tidak boleh naik speedboat dari Tugulufa. Katanya, harus naik dari Pelabuhan Goto. Bayar retribusi dulu di sana, baru meluncur ke Failonga. Olala…kalau tahu gitu kami turun di pelabuhan saja.

Speedboat itu meluncur ke Goto, kami menyusul dengan jalan kaki. Siapa paling cepat? Pesawat Jet!

Saat itu mobil-mobil kami sudah tidak ada. Rifki, entah dia kemana dengan mobil orennya. Ditelpon tidak bisa, di kirimi pesan lewat WA tapi tidak ada sinyal. Ternyata Rifki mengikuti mas Gathmir, dikiranya mau menaruh mobil di rumah Bang Yudi. Pagi yang seru ketika dua orang saling cari akibat gagal paham haha. 

Suasana jalan di pinggir Pantai Tugulufa, lengang, disaksikan Kie Matubu

Suasana pagi di Pantai Tugulufa terasa syahdu. Matahari sedang merayapi langit, hangatnya terasa lembut menyentuh setiap inci kulit. Jalanan masih lengang, dan selalu begitu. 

Puncak Kie Matubu tanpa awan, menjulang gagah di pagi yang damai. Saya, Dedi, dan mas Dwi menyempatkan berfoto pada sebuah bangku di pinggir pantai.

Saya membayangkan duduk di situ bersama belahan jiwa. Menikmati pagi dengan sunrise-nya. Atau bercengkerama sore menanti terbenamnya matahari. Berduaan di bawah langit keemasan. Bicara tentang masa tua nanti, menikmati sisa hidup di tempat setenang Tidore. Alangkah indahnya..

“Ayo jalan, nanti keburu siang.” Lamunan itu buyar.   






Pantai Tugulufa merupakan salah satu pantai terkenal di Tidore. Di sini tidak ada pantai pasir, tempat di mana kita bisa berjalan kaki sambil bersentuhan langsung dengan air laut. Pinggiran pantai telah disemen, bagian atasnya dibuat trotoar. Ada jarak dengan air laut dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. Ada taman dengan bangku-bangku di beberapa titik, tempat duduk gratis bagi siapapun yang  ingin bersantai di Tugulufa.

Jadi, kalau ke sini kita hanya datang untuk menikmati suasana pinggir laut saja. Ada pemandangan selat dan Pulau Ternate di kejauhan, juga sunrise dan sunset yang bisa disaksikan pada waktunya masing-masing.

Istimewanya, meski tempat ini gratis dan terbuka untuk umum, tapi suasananya tenang, tidak ada keramaian yang membuat orang jadi tidak nyaman. Tidak ada pedagang asongan yang hilir mudik menawarkan dagangan. Mungkin karena Tidore itu dikelilingi laut, ya. Jadi warganya tidak melulu harus ke Tugulufa untuk bersantai menikmati suasana pinggir laut, di mana saja bisa.

Ada beberapa warung di pinggir pantai yang menjual bermacam menu seperti bakso, soto, ayam bakar, mie ayam, dan cemilan-cemilan seperti pisang goreng. Kawasan pantai ini cukup bersih dan nyaman, bikin mood tetap baik ketika duduk-duduk sambil menikmati makanan yang dipesan. 



Kendaraan umum bentor melintas di jalan utama Tidore

Pelabuhan Goto

Tak lama mobil Mas Gathmir datang, begitu juga mobil yang dibawa oleh Rifky. Kami naik lagi, ngebut menuju pelabuhan yang jaraknya ternyata tidak begitu jauh dari Pantai Tugulufa. Tapi, kalau ditempuh dengan jalan kaki sih lumayan gempor.

Sampai di pelabuhan, mobil mengambil tempat di area parkir yang tersedia. Tempat parkirnya tidak terlalu luas, tapi cukup untuk menampung 10-15 mobil. Ada beberapa angkot dan bentor di bagian depan pelabuhan, menunggu penumpang. Di sisi kanannya ada warung-warung makanan dan minuman.

Kami memasuki pelabuhan dengan riang. Ada seorang petugas duduk dekat meja kecil di tengah jalan masuk menuju dermaga. Kami membayar retribusi padanya. Suasana pelabuhan Goto tidak seramai pelabuhan Rum. Mungkin karena Goto adalah pelabuhan peti kemas, tidak banyak orang mondar mandir. Oh, tapi pelabuhan ini melayani rute Tidore – Sofifi dengan kapal ferri.  


Baca juga : Lomba Menulis Blog Tidore Untuk Indonesia


Bentor, warung, dan area parkir di depan Pelabuhan Goto


Angkot di Pelabuhan Goto

Nuansa biru mendominasi Pelabuhan Goto. Mulai dari warna cat bangunan di kiri kanan gerbang pelabuhan, hingga gerbang pelabuhan itu sendiri, dari atap hingga tiangnya. 


Keluar dari gerbang utama langsung disambut laut biru nan jernih, juga langit yang tak mau kalah biru. Jika berlama-lama di sana, saya khawatir badan jadi ikut biru, seperti smurf haha.

Speedboat oren kami tampak paling ngejreng di antara speedboat lain yang dominan warna putih dengan variasi warna biru. Satu persatu kami naik. 


Jumlah kami 17 orang, terdiri dari Bang Yudi, Bang Udin, Fia, Mas Gathmir, mbak Anita, yuk Annie, saya, mas Eko, Rifqi, mbak Zulfa, Yayan, Dedi, mas Dwi, Ayu, mbak Tati Suherman travel blogger, serta 2 orang awak speedboat


Pelabuhan Goto
Speedboat di Pelabuhan Goto

Menyeberang ke Pulau Failonga

Jaket pelampung, bekal sarapan pagi, alat snorkeling, dan barang bawaan masing-masing semua sudah masuk. Speedboat penuh. Entah sudah melebihi batas maksimum muatan atau belum.

Perjalanan dimulai, boat melaju dengan kecepatan maksimal. Suara mesin menderu, menerjang gelombang dan angin, menciptakan buih-buih di buritan. Orang-orang bicara agak berteriak, berusaha menaklukkan suara mesin. Tawa dan canda tercipta, menyambut gembira perjumpaan pertama dengan Failonga yang selama ini membuat penasaran bagi kami yang belum pernah ke sana.

Bagi pelancong yang ingin berkunjung ke Pulau Failonga, kapal cepat memang harus disewa, lantaran tidak ada transportasi umum yang khusus menuju Failonga. Waktu yang tepat untuk ke Failonga adalah pagi hari, saat gelombang belum terlalu tinggi, saat emosi belum meninggi #eh.



Kapal penuh, Kapten!

Waktu tempuh menuju Failonga sekitar 10 menit saja. Ini menguntungkan mereka yang mudah dilanda mabok laut, jadi tidak terlalu lama menahan derita mual dan pening. Saya bukan termasuk yang mudah mabok laut, tapi disaat haid, biasanya mendadak jadi serba sakit. Entah itu mual, mules, bahkan pingin muntah.

Saya sempat merasa keliyengan, tapi yakin banget itu bukan karena bawaan haid, melainkan karena belum makan! Yes, jam 8.30 WIT, dan saya belum makan nasi (kudu nasi!). 


Lambung yang memang mudah bermasalah, langsung deh kena. Akibatnya muncul nyut-nyutan di kepala, perut pun jadi mual. Untuk menghindari kejadian tidak enak (baca: muntah), nasi bungkus yang dibawa dari Tidore, langsung saya makan. 


Pendekar Tidore duduk di buritan

Eksotisme Failonga

Failonga nan cantik akhirnya di depan mata. Begitu dekat, begitu nyata. Dari kejauhan, pasir putihnya yang cemerlang tampak berkilau terkena sinar matahari. Perpaduan batu dan pasir di pantainya yang landai, bagai Xena, si warrior princess, cantik sekaligus garang. *siapa tuh Xena? :))

Pulau Failonga hanya seluas 1,1 km2. Sekitar 20 menit saja untuk mengitarinya dengan perahu. Hutan pulaunya yang lebat, bisa jadi tempat berteduh dari sinar matahari yang menyengat tanpa ampun. 


Bagi yang sayang kulit, pakailah sunblock tebal-tebal di sini. Sekali kena sengat, bisa menyebabkan bolak balik melakukan perawatan kecantikan kulit hihi. 


Pulau Failonga, kecil-kecil cantik

Speedboat fiberglass kami mengapung ringan. Bagian bawahnya tidak menyentuh terumbu karang, aman jika mendekati daratan. Tapi sayang tak bisa tenang, ombak terlalu kencang.

Akhirnya perahu pindah ke tempat lain. Ombaknya lebih tenang, tapi tempatnya lebih dangkal. Perahu berhenti agak jauh, sekitar 20 meter dari pantai. Teman-teman mesti berenang untuk mencapai tepian. 


Semua mengenakan jaket pelampung, lalu turun satu persatu. Saya agak cemas melihatnya, karena ada yang harus ditarik segala, tidak kuat melawan arus air.
 


Betapa susahnya untuk turun. Jika ada dermaga, tentu akan lebih mudah bagi perahu untuk bersandar. Wisatawan pun bisa mencapai daratan tanpa harus berenang-renang sambil membawa barang bawaan.  

Dan yang paling penting, dengan adanya dermaga yang menjorok agak jauh ke laut, bisa menyelamatkan terumbu karang dari kerusakan yang disebabkan oleh perahu yang mungkin saja bakal kerap merapat ke tepian tanpa menghiraukan keberadaan terumbu karang yang ada di bawahnya.

Kalau bawah laut sudah rusak, keindahan apa lagi yang bisa dilihat di Failonga? 







Kembali ke Tidore


Semua telah turun, tinggal saya sendiri. Tak ada cara untuk turun dalam keadaan tanpa basah. Saya memotret saja. Tak lama, mesin dihidupkan, speedboat kembali ke Tidore, menjemput Bams, Oji, Aka, dan semua bahan makanan untuk makan siang. Saya ikut serta.

Kembali merasakan ngebut di laut Tidore, tapi dalam keadaan lebih santai. Perahu seperti melayang, sesekali seperti melompat. Apa yang terjadi? Tampaknya gelombang tak lagi sependek ketika berangkat. 


Beberapa saat saya tercenung sendirian, memperhatikan ombak yang diterpa angin, berbuih-buih panjang di buritan. Failonga semakin jauh, makin kecil dari pandangan. Bisa kah speedboat ini membawa saya ke Surga? Fyuuuh….mulai deh berhalusinasi. 

Baca juga : Menjadi Juri Lomba Blog Tidore Untuk Indonesia


Pantai Tugulufa berlatar Kie Matubu, dilihat dari perahu yang masih dilaut

Speedboat kembali ke Pantai Tugulufa, bukan Pelabuhan Goto. Pria yang sejak awal sibuk dengan mesin, menelpon seseorang untuk minta diantar bahan bakar. 


Waktu menunjukkan jam 9.45 WIT. Saya bergegas menelpon Bam. Bam bilang, 30 menit lagi berangkat. Ditunggu 30 menit, belum ada juga. Saya SMS, bilangnya 3 menit lagi otw. Jiaaah…ujung-ujungnya jam 11.30 dia baru muncul. Hadeuuuh…1,5 jam nunggu di speedboat, hampir garing kepanasan.

Rupanya Bam mencari ikan segar dulu, buat dibakar di Failonga. Ada nasi dan sambal dabu-dabu yang mesti disiapkan dulu, ya kan? Nah iya, itu bukan pekerjaan cepat. Kalau saya jadi mereka, belum tentu juga kelar dalam 1,5 jam. Saya tak jadi ngomel-ngomel garing.

Speedboat kembali menuju Failonga. Melaju lebih kencang dari sebelumnya, seperti dikejar serigala laut. Ada ya serigala laut? :D 



Batu-batu besar di Pantai Pulau Failonga

Bersenang-senang di Failonga

Sepertinya air di laut Failonga telah lebih surut dari sebelumnya. Saya mencoba turun, sayang salah terka. Ternyata masih dalam, tetap basah juga setinggi paha. Tapi untung tidak lebih tinggi lagi, kalau iya, tamatlah apa yang sejak awal saya jaga agar tetap kering. Beruntung cuaca sedang panas-panasnya. Celana yang basah perlahan mengering.

Entah apa saja yang telah dilakukan teman-teman selama saya pergi. Saya menjumpai mereka sedang beristirahat di bawah pohon, di antara batu-batu besar pinggir pantai. Tampaknya sudah puas main air dan snorkeling. 


Saya terperanjat melihat mas Eko, kulitnya jadi lebih hitam. Alangkah cepatnya gosong.  


Yayan omnduut.com bersantai di atas lazy bed

Saya tak sabar ingin menikmati keindahan Failonga. Sekarang giliran saya bersenang-senang. Ada satu tempat yang saya incar, yakni ketinggian. Ya, di sana ada batu tinggi yang bisa dipanjat untuk mendapatkan view sekitar Failonga.

Saya ajak Oji naik, buat bantu ambil gambar. Saking terburu-buru, jadi kurang hati-hati. Dengkul kanan membentur batu. Sakitnya bukan main. Benturan itu ternyata menyebabkan memar lama hingga satu minggu kemudian. 


Memang perlu perjuangan untuk mendapatkan sesuatu yang bagus, dan saya mendapatkan itu setelah sampai di atas.  


Bareng Mbak Anita dan Kak Gathmir

Dari atas, untuk pertama kalinya saya melihat Failonga begitu menawan. Tertegun saya dibuatnya. 


Pasir putihnya yang lembut, bebatuannya, air lautnya yang bening berwarna hijau kebiru-biruan, bahkan bayang terumbu karang di dasarnya pun kelihatan. 

Nun jauh di seberang lautan, Pulau Ternate dengan Gunung Gamalama-nya dan Pulau Tidore dengan Kie Matubu-nya, menjulang gagah dengan jajaran bukit bak punggung naga. 




Saat itu ada Nale, admin akun IG @TidoreIsland. Entah kapan dan pakai apa dia datang. Ingatan saya samar tentang itu. Yang jelas, saya senang bisa ketemu Nale. Sudah sejak tahun lalu saya mengamati akun IG yang dipegangnya, akun yang berisi foto-foto indah dari Tidore. Nggak sangka malah ketemu orangnya di Failonga.

Nale itu pendiam, tapi ramah dan baik banget. Dia malah banyak bantu saya ambil foto. Nale bawa drone. Darinya kami jadi punya video bagus. Video itu diupload di IG @TidoreIsland, siapapun bisa lihat bagaimana keseruan kami saat di Failonga. 


.


Makan Siang Seru di Pinggir Pantai


Bagian terindah yang selalu saya ingat dari Failonga adalah sesi makan. Ini bagian paling berkesan. Kami makan siang di pinggir pantai, di antara batu-batu besar yang berserakan. Di bawah pohon, di antara sinar matahari yang berjuang mati-matian menerobos dedaunan.

Ikan-ikan kembung dibakar oleh Bam, Aka dan bang Yudi. Asapnya mengepul. Api sesekali ditiup. Ikan dibolak balik. 


Nasi diletakkan di atas daun pisang yang dibawa dari Tidore. Sambal dabu-dabu di dalam baskom. Satu persatu ikan matang, ditaruh di atas daun. Satu-satu mengambil jatah, lalu menikmatinya bareng-bareng. 


Mewah!

Kami mengelilingi daun pisang. Duduk dengan gaya bebas, tanpa sungkan, tanpa jaim, tanpa memikirkan soal higienis. Badan penuh pasir. Baju basah bercampur peluh. Ada yang menyilangkan kaki. Ada yang selonjoran. Ada yang menyamping. Ada pula yang setengah membungkuk. Untungnya tidak ada yang sambil salto. Semua posisi mengikuti kontur pantai yang tidak rata. 


Apapun itu, gaya tangannya tetap sama. Menyuap makanan ke dalam mulut.

Apa yang saya rasakan saat itu, adalah betapa kami begitu dekat, begitu akrab. Sama rasa, lapar, enak, kenyang, dan puas. Kapan saya pernah begini saat jalan-jalan bersama teman? Belum pernah kecuali saat itu, di Failonga.

Kemewahan itu memang relatif. Kadang berupa fisik tempat makan yang megah, hidangan mahal yang diolah oleh chef-chef handal bergaji puluhan juta per bulan, dengan pelayan berdasi yang siap membantu apapun yang kita minta. Kadang berupa hal sederhana berbiaya murah meriah, berlantai bumi beratap langit, tapi dalam suasana yang tidak bisa dicipta dengan seberapa pun banyaknya uang.  



Ikan kembung bakar, nasi, sambal dabu-dabu. Mewah!

Ada saat lidah dimanjakan oleh menu-menu spektakuler yang bikin lidah seperti menjerit-jerit keenakan, ada pula saat mulut jadi tidak berhenti mengunyah hanya karena seekor ikan bakar yang dimakan bersama sambal dabu-dabu.

Yang lebih ‘sadis’ lagi, makannya di hadapan laut yang airnya super jenih, dengan latar belakang Pulau Ternate yang terkenal itu. Diselingi obrolan segala topik, kelakar yang memancing tawa, hingga celetukan-celetukan usil yang berujung bully-bullyan yang tak menyinggung perasaan.

Hal-hal yang membuat bahagia, nikmatnya kadang bikin badan pingin kejengkang senang. Mantap jiwa! 





Selamatkan Failonga


Saya bersama orang-orang yang sangat menjaga lingkungan dan kelestarian alam. Semua barang yang kami bawa ke pulau, dibawa masuk lagi ke dalam speedboat. Termasuk sampah, semua dimasukkan dalam kantong besar, diangkut lagi ke Tidore.


Tak ada batang pohon yang dipatahkan. Tak ada batu yang dicoret dengan kata-kata alay. Tak ada sampah yang ditinggalkan. Tak ada api yang masih menyala.
 
Oh ya, asal tahu aja. Di pulau kecil dan cantik ini kami menemukan sampah bekas pengunjung sebelumnya. Tidak banyak, tapi ada, dan itu mengganggu. Kalau dibiarkan, dari sedikit bisa jadi bukit, dari satu bisa jadi seribu. Lama-lama pulau kecil ini bisa jadi pulau sampah. 



Foto-foto cantik boleh, tapi batunya jangan dicorat-coret ya :)

Yang lebih mengenaskan, kenyataan bahwa terumbu karang yang ada sudah banyak yang rusak. Saya mendapatkan pengakuan tersebut dari salah seorang teman yang hari itu snorkeling di Failonga.

Seperti yang saya ceritakan di awal ketika sampai di Failonga, perairan di sekitar pulau ini dangkal. Perahu yang mendekat ke pantai, kemungkinan tanpa sadar telah menabrak apa saja yang ada di bawahnya. 


Itu baru satu perahu. Bagaimana jika berpuluh-puluh perahu bahkan ratusan perahu? Kelak, bukan keindahan lagi yang ditemukan di Failonga, tapi kerusakan. Jembatan/dermaga memang sifatnya sudah urgent kalau kasusnya sudah seperti ini. 


Pulau Ternate di kejauhan

Vandalisme? Ada! Batu paling atas yang saya naiki terdapat coretan yang dibuat dengan cat pilox. Meski cuma satu-satunya tulisan yang saya temui, tapi jadi bukti bahwa pernah ada yang ke sana dengan kelakuan ala anak alay. Merusak banget deh.

Sejak dulu, baju pelampung yang disiapkan untuk orang yang akan snorkeling bukan hanya agar selamat dari tenggelam, tapi juga agar tetap mengapung dan tidak menginjak terumbu karang. Sudah menjadi hukum wajib agar selama snorkeling kaki tetap di atas, bukan bertumpu pada terumbu karang.

Baju pelampung WAJIB ada dan wajib dikenakan ketika snorkeling. Selain untuk menjaga keselamatan diri, juga menjaga keselamatan taman bawah laut dari kerusakan. Hal semacam ini harus menjadi perhatian penting bagi semua pihak, baik wisatawan, guide, maupun agent wisata.

Saya sayang Failonga. Pulau kecil ini terlalu cantik untuk dirusak. Jika tak ada yang dapat menjaganya, lebih baik Failonga ditutup saja sebagai tempat rekreasi. 



Kalau bersih begini, enak kan liatnya :)

Failonga, ‘surga’ tersembunyi di laut Tidore


Jam 2 siang kami mulai beranjak meninggalkan Failonga. Puas? Tentu saja tidak karena saya belum merasakan main air di lautnya. Tidak berenang, tidak berendam, dan tidak pula snorkeling.

Tidak puas bukan berarti kecewa. Saya masih bisa merasakan kesenangan lain. Terlalu lucu jika di tempat semenarik ini hanya bisa berkesan jika hanya dengan cara nyebur ke dalam airnya. 


Hal-hal sederhana, meski cuma duduk-duduk saja, bisa menjadi istimewa. Menikmati suasana sambil meresapi dalam-dalam apa yang tersuguh di pulau ini. Merasakan lembutnya hembusan angin laut. Mencium aroma batang-batang kayu dari hutannya yang kesepian. Memanjakan mata dengan pemandangan dua pulau sarat sejarah di timur Indonesia. Mengabadikan apa yang dilihat ke dalam bingkai lensa kamera. Dan kesenangan saya adalah ketika berhasil memasukkannya semuanya ke dalam jiwa. 









Sampai jumpa lagi Failonga

Info :

- Pulau Failonga dapat dicapai dari Pelabuhan Goto Tidore dengan waktu tempuh sekitar 10 menit menggunakan speedboat.

- Speedboat harus disewa karena tidak ada transportasi khusus ke Failonga.

- Bawa bekal makanan dan minuman secukupnya karena Failonga adalah pulau tidak berpenghuni, tidak ada seorang pun berjualan di sana.

- Jangan lupa bawa sunblock

- Waktu terbaik untuk berangkat ke Pulau Failonga adalah pagi hari, saat gelombang belum tinggi.

- Bawa kantong plastik untuk menyimpan sampah karena di Pulau Failonga tidak tersedia tempat sampah.

- Aktivitas yang bisa dilakukan di Pulau Failonga: Berenang, Snorkeling, Diving, dan jelajah pulau.  

- Sinyal ponsel tidak begitu baik selama di pulau. Jadi kalau mau update status atau apapun itu yang membuat kita harus terkoneksi dengan internet, akan sulit. Lupakan internet! :D

- Untuk melihat foto dan video underwater Pulau Failonga, bisa cek akun instagram @Tidoreisland. 
 
  
Contacts: Anita Gathmir – 0815.1433.7014, Gathmir – 0816.829.959, Annie Nugraha – 0811.108582. Emails: anitagathmir99@gmail.com, gathmir@yahoo.com, annie.nugraha@gmail.com, visittidore@gmail.com

Video kami saat rekreasi di Pulau Failonga: