Akhirnya, tahun 2024 ini kami bisa mudik untuk lebaran. Disebut mudik lebaran karena memang bertepatan dengan suasana lebaran. Terakhir kali kami mudik pada tahun 2022, tetapi saat itu hanya untuk menengok tante yang sakit, bukan untuk merayakan lebaran.
Kami memang jarang sekali mudik ke Sumsel saat lebaran, bahkan saya sudah lupa kapan terakhir kali melakukannya. Bukan karena tidak rindu kampung halaman di Sumsel, tetapi karena orang tua tinggal bersama kami di BSD. Kecuali ibu masih tinggal di Sumsel, barulah kami pulang menengok beliau.
Jika dihitung-hitung, mungkin sudah lebih dari enam tahun kami tidak mudik untuk lebaran. Waktu yang cukup lama, tentunya. Karena itulah, mudik kali ini saya sambut dengan semangat yang membara dan rasa gembira yang menggebu-gebu. Anak-anak dan suami juga begitu, semua bersemangat. Karena yang namanya kembali ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga besar setelah sekian lama, sungguh akan menjadi momen yang tak terlupakan.
Sebelum saya cerita lebih lanjut soal perjalanan mudik kami ke Sumsel via darat dan laut, saya bagikan dulu video perjalanan kami saat naik kapal dari Pelabuhan Merak Banten ke Pelabuhan Bakauheni Lampung. Suasana dalam video inilah yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Berikut videonya:
Mudik Sarat Tantangan
Perjalanan mudik kali ini ternyata menjadi pengalaman yang sangat berbeda dari sebelumnya. Seperti yang diberitakan di televisi, media online, dan video-video di media sosial, perjalanan mudik Lebaran 2024 dari Pelabuhan Merak, Banten ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung dipenuhi dengan tantangan luar biasa.
Kemacetan parah di tol menuju Merak, antrian kapal yang sangat lama, dan kepadatan di pelabuhan menjadi beberapa rintangan yang harus dihadapi. Meski penuh tantangan, pengalaman ini tetap saya nikmati dan saya siap menghadapi apa pun yang terjadi. Bukan hanya saya yang merasakan pengalaman ini, anak-anak dan suami juga merasakannya.
Jarang-jarang 'menderita' saat mudik, ya kan? Tapi, kalau mau disebut menderita, aslinya saya nggak merasa begitu. Enjoy aja. Karena kalau dipikir menderita, jadinya menderita. Dipikir baik saja, maka semua akan baik-baik saja. Ini sedang momennya, jalani saja. Yang penting selamat. Ga ada yang dikejar juga kan? Soal waktu tiba, ya sesampainya saja. Sampai besok ayo, sampainya lusa monggo. Asal ga tahun depan baru sampai, itu namanya berkelana tiada akhir, kata Om Rhoma Irama.
Menjalani perjalanan mudik dengan sikap positif sangat penting. Perjalanan panjang yang penuh tantangan bisa terasa lebih ringan jika dinikmati. Mengutamakan keselamatan di atas segalanya, tanpa terburu-buru, membuat perjalanan ini lebih bermakna. Setiap momen menjadi bagian dari cerita yang akan dikenang.
Tiket Online Ferizy
Untuk menyeberang dari Pelabuhan Merak, Banten menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung, pemudik wajib membeli tiket secara online melalui aplikasi Ferizy. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan di pelabuhan dan memastikan kelancaran proses penyeberangan.
Saya memesan tiket pada tanggal 6 April 2024 untuk keberangkatan tanggal 8 April 2024. Saat itu, ketersediaan tiket masih banyak, memungkinkan saya untuk memilih jadwal sesuai keinginan, yaitu pukul 02.30 WIB. Menurut berbagai sumber, tanggal 7-8 April adalah puncak arus mudik, sehingga tiket semakin menipis atau bahkan habis pada hari-hari tersebut karena lonjakan pemudik.
Oleh karena itu, penting untuk memesan tiket jauh-jauh hari untuk memastikan ketersediaan tempat dan menghindari kesulitan saat puncak arus mudik. Memesan tiket lebih awal memberi fleksibilitas dalam memilih waktu keberangkatan yang nyaman dan sesuai dengan jadwal perjalanan.
Alasan Wajib Tiket Online
Pemudik menuju Sumatera diwajibkan membeli tiket kapal secara online melalui aplikasi Ferizy karena beberapa alasan penting:
- Mengurangi Kepadatan dan Antrian: Membeli tiket online mengurangi kepadatan di loket pelabuhan, membuat proses penyeberangan lebih lancar dan tertib, serta mencegah kemacetan
- Efisiensi Waktu: Dengan tiket online, pemudik bisa langsung ke kapal tanpa antri lama di pelabuhan, menghemat waktu dan mengurangi stres
- Kepastian Jadwal: Tiket online memberikan kepastian jadwal keberangkatan dan memastikan tempat di kapal sesuai waktu yang dipilih, membantu perencanaan perjalanan yang lebih baik
- Kemudahan Akses: Tiket bisa dibeli kapan saja dan di mana saja tanpa harus datang ke pelabuhan, sangat membantu bagi mereka yang tinggal jauh atau memiliki jadwal padat
Cara Membeli Tiket Melalui Ferizy
Berikut panduan praktis bagi yang belum pernah, atau mungkin lupa caranya:
- Buka Aplikasi atau Website Ferizy: Unduh aplikasi di ponsel atau buka situs Ferizy.
- Pilih Rute dan Jadwal: Masukkan Pelabuhan Merak sebagai asal dan Pelabuhan Bakauheni sebagai tujuan. Pilih tanggal dan waktu keberangkatan.
- Isi Data: Masukkan informasi kendaraan dan penumpang.
- Lakukan Pembayaran: Pilih metode pembayaran dan selesaikan transaksi.
- Dapatkan E-Tiket: E-tiket akan dikirim ke email, siap digunakan saat check-in di pelabuhan.
Mudah, bukan?
Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, pemudik bisa memastikan perjalanan mereka lebih teratur dan nyaman, serta mengurangi stres dari antrian panjang dan kepadatan di pelabuhan.
Namun, masih ada saja yang belum melakukannya saat tiba di pelabuhan. Mereka mengira bisa membeli tiket di tempat, padahal tidak bisa. Akibatnya, mereka bisa saja dipaksa mundur atau keluar dari pelabuhan oleh petugas.
Sewaktu berada di pelabuhan Merak, saya dengar sendiri petugas berkali-kali menghimbau pemudik melalui pengeras suara agar memasuki pelabuhan hanya jika sudah memiliki tiket yang sudah dibeli secara online.
Ada yang pernah melihat kendaraan-kendaraan yang berjejer di pinggir jalan sebelum memasuki kawasan pelabuhan? Mungkin itu adalah mereka yang belum punya tiket. Mungkin ya, saya tidak memastikannya. Tapi saya perhatikan, beberapa kios dan rumah makan di pinggir jalan tempat kendaraan-kendaraan itu berhenti, ada yang menawarkan jasa jual tiket online. Ada tulisannya lho, terpampang di depannya. Tapi maaf saya ga sempat memotret hal itu.
Lantas, bagaimana tiket online bisa diperjualbelikan jika nama penumpang dan nomor identitas harus sesuai? Entahlah bagaimana caranya. Mungkin yang dijual jasa pembeliannya saja, nomor ID tetap pakai punya si pemudik yang belum punya tiket itu?
Lantas, bagaimana tiket online bisa diperjualbelikan jika nama penumpang dan nomor identitas harus sesuai? Entahlah bagaimana caranya. Mungkin yang dijual jasa pembeliannya saja, nomor ID tetap pakai punya si pemudik yang belum punya tiket itu?
Padahal, urusan beli tiket online ini bisa pemudik lakukan sendiri dengan mudah. Tinggal install aplikasi Ferizy, daftar, dan beli tiketnya. Metode pembayarannya pun praktis dengan banyak pilihan.
Jadi, pastikan untuk membeli tiket online sebelum berangkat agar perjalanan mudik lebih lancar dan nyaman.
Macet di Tol Merak
Kemacetan di tol menuju Pelabuhan Merak menjadi salah satu masalah utama pada puncak arus mudik Lebaran. Diprediksi terjadi pada 6-7 April 2024, bertepatan dengan mulainya cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, lonjakan volume kendaraan menyebabkan kemacetan panjang di beberapa titik, terutama di ruas tol yang mengarah ke Pelabuhan Merak.
Suami saya mendapatkan kabar tentang kemacetan ini dari teman-teman kuliahnya yang sudah lebih dulu mudik. Suami saya kuliah di Unsri (Universitas Sriwijaya), jadi beliau berteman dengan banyak orang asal Palembang. Teman-temannya yang tinggal di luar Sumatera saling berbagi informasi perihal mudik dalam grup alumni. Informasi dari teman-teman suami itulah yang membantu kami mengantisipasi kemacetan panjang di tol menuju Merak.
Untuk menghindari kemacetan, kami memulai perjalanan dari BSD lewat tol, lalu keluar di Serang (saya lupa tepatnya di mana), dan melanjutkan perjalanan melalui jalan biasa menuju Merak. Alhamdulillah, strategi ini memudahkan perjalanan kami sehingga tidak terjebak kemacetan parah di tol. Memang, kami masih menemui kemacetan mendekati Merak, tapi hanya sekitar 30 menit karena bertemu pengendara lain yang juga menghindari tol.
Total perjalanan kami dari BSD ke Merak memakan waktu sedikit lebih dari 2 jam, yang masih terbilang normal. Kami berangkat dari BSD pukul 9 malam, dengan harapan tiba paling lambat pukul 12 malam, sehingga masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum keberangkatan kapal pukul 02.30 pagi. Ternyata, kami tiba lebih cepat pada pukul 11.07 WIB.
Namun, tiba lebih cepat di pelabuhan tidak berarti cepat masuk kapal. Kami baru masuk kapal pukul 6.30 pagi, tujuh jam setelah tiba di Pelabuhan Merak. Luar biasa lama, namun ternyata masih lebih cepat dibandingkan hari sebelumnya, di mana ada yang mengantre selama 18 jam! Super luar biasa itu. Padahal, perjalanan dari Pelabuhan Bakauheni ke Palembang saja hanya memakan waktu sekitar 4 jam, lebih lama waktu antre kapal dibandingkan perjalanan ke Palembangnya.
Menunggu di Pelabuhan Merak
Setibanya di Pelabuhan Merak, kami harus menghadapi antrian panjang untuk menaiki kapal ferry. Meskipun PT ASDP Indonesia Ferry telah menyiapkan kapal yang beroperasi setiap jam di dermaga reguler dan dermaga ekspres, volume pemudik yang tinggi tetap menyebabkan waktu tunggu yang lama. Direksi ASDP bahkan memperkirakan kenaikan jumlah pemudik sekitar 15% dibandingkan tahun sebelumnya, yang turut memperparah situasi .
Kami yang awalnya mengira dapat menaiki kapal sesuai jadwal, yakni pukul 02.30, akhirnya harus menerima kenyataan bahwa di jam tersebut kami masih "camping cantik" di pelabuhan, di dalam mobil.
Saat itu masih bulan Ramadan, tentu kami harus sahur untuk melanjutkan ibadah puasa yang tinggal 2 hari lagi. Alhamdulillah, bekal sudah disiapkan dari rumah. Ketika memasak untuk buka puasa dan makan malam, saya dan ibu sekaligus memasak lebih banyak untuk bekal sahur. Kami berpikir waktu sahur akan berada di kapal dalam perjalanan menyeberang ke Lampung. Ternyata, prediksi kami meleset.
Di pelabuhan sebenarnya banyak restoran yang buka, dari restoran ayam dan burger hingga restoran masakan khas Indonesia. Minimarket pun buka, menjual berbagai macam jajanan. Namun, kami semua sepakat untuk tidak turun dari mobil dan memanfaatkan bekal yang sudah dibawa untuk sahur. Turun hanya jika perlu ke toilet. Ini bukan hanya soal hemat biaya, tetapi juga hemat waktu dan tenaga. Kalau bisa hemat, kenapa harus boros? Emak-emak banget, kan? 😂
Dengan bekal dari rumah, kami tidak perlu repot turun mencari makanan, yang tentu memudahkan kami di tengah suasana pelabuhan yang padat. Sungguh, meski tantangan banyak, pengalaman ini tetap menjadi kenangan tersendiri yang penuh makna.
Pagi datang dengan ceria, menyapa para pemudik di pelabuhan yang padat, tanpa peduli apakah kami penat atau sehat. Yang pasti, kabar baik menyambut kami: antrean masuk kapal telah tiba. Hore!
Mau hore-hore, namun, ada sedikit rasa ngenes karena kami sudah dilelahkan dengan 7 jam penantian he he. Tapi sungguh, melihat petugas mengarahkan antrean kami untuk masuk kapal, rasanya luar biasa senang, seolah mampu melenyapkan letih dari penantian panjang semalam.
"Makanya naik pesawat saja, satu jam sudah sampai Palembang!" Begitu komentar mereka yang tidak mengerti nikmatnya mudik. Buat saya, sesekali begini ada hikmahnya. Memang capek, tapi kenikmatan yang dirasakan jauh lebih besar.
Membawa mobil jalan darat dan menyeberangi laut itu menyenangkan. Kami bisa menikmati perjalanan, melihat pemandangan, dan merasakan kebersamaan dengan pemudik lain yang juga berjuang untuk pulang kampung. Suasana pelabuhan yang ramai, meskipun melelahkan, justru menambah semangat kami karena merasakan kebersamaan dengan ribuan pemudik lainnya.
Selain itu, membawa mobil pribadi itu praktis. Setibanya di tujuan, kami tidak perlu meminjam kendaraan saudara atau menyewa. Di musim Lebaran, rental mobil sering penuh dipesan. Sewa mobil selama seminggu juga mahal, lebih baik uangnya dipakai untuk menambah hadiah ke saudara-saudara dan ponakan. Keuntungan lain membawa mobil pribadi adalah kebebasan dan kenyamanan dalam berkeliling di kampung halaman tanpa harus bergantung pada kendaraan umum.
Bagi saya, sesekali mudik seperti ini tidak masalah, malah hampir 6 tahun tidak merasakan suasana mudik yang ramai. Tapi kalau setiap hari? Wah, ogah. Saya bisa gempor! 😂Namun, setiap tantangan dalam perjalanan akan selalu menjadi cerita yang dikenang dan diceritakan kembali pada kesempatan berikutnya. Setiap lelah dan peluh adalah bagian dari perjalanan mudik yang penuh makna.
Nyaman di Lantai Teratas Kapal
Mobil kami kebagian parkir di lantai teratas area parkir kapal. Alhamdulillah, tempatnya semi terbuka dengan atap yang melindungi dari sinar matahari langsung dan hujan. Letaknya juga dekat dengan tangga menuju dek paling atas, jadi sangat mudah untuk naik.
Karena posisinya yang terbuka dan berada di pinggir kapal, kami bisa merasakan hembusan angin laut yang segar. Udara di sini lebih bersih dan sejuk, sehingga meskipun tetap berada di dalam mobil, kami tidak merasa pengap. Ini sangat berbeda dengan pengalaman parkir di bagian lambung kapal, yang tertutup di segala sisi. Di sana, udara terasa pengap dan gelap, sehingga mau tidak mau pemudik harus turun dan pindah ke ruang penumpang ber-AC di atas.
Dengan posisi mobil di lantai teratas, perjalanan menyeberang dengan kapal express ini menjadi lebih nyaman. Kami bisa menikmati pemandangan laut dan angin segar tanpa harus meninggalkan mobil. Ini juga membuat pengalaman mudik lebih menyenangkan, karena bisa menghindari ketidaknyamanan yang sering dialami di bagian bawah kapal.
Aktivitas di Atas Kapal
Saat kapal mulai berlayar, saya dan suami naik ke dek atas, membawa laptop untuk mengerjakan beberapa pekerjaan penting. Pada awalnya, koneksi internet masih baik karena kami masih dekat dengan pelabuhan. Namun, semakin menjauh dari pelabuhan, koneksi internet mulai terputus. Akhirnya, kami memutuskan untuk menghentikan pekerjaan.
Menariknya, meskipun baru saja melewati malam yang panjang dengan antrean, kami masih memiliki tenaga untuk bekerja. Seolah-olah kelelahan tidak terasa. Mungkin karena semangat mudik, jadi rasa capek pun tidak terasa.
Di kapal, kami sempat mengerjakan beberapa tugas, berfoto-foto, membuat video untuk konten, dan menikmati suasana serta pemandangan laut. Suasana di atas kapal memberikan pengalaman yang menyenangkan dan berbeda. Angin laut yang sejuk dan pemandangan luas menjadi hiburan tersendiri.
Tak terasa, penyeberangan menuju Pelabuhan Bakauheni terasa cepat. Ketika kapal hampir tiba di pelabuhan, kami kembali ke mobil. Durasi penyeberangan sekitar satu jam lebih, tidak sampai dua jam. Memang lebih lama waktu yang dihabiskan untuk antre naik kapal dibandingkan waktu penyeberangan itu sendiri. Cepat sekali rasanya!
Mendarat di Pelabuhan Bakauheni
Saya tidak mencatat kapan tepatnya kapal bersandar di Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Namun, dari data exif pada rekaman video yang saya ambil, tercatat bahwa mobil kami turun dari kapal pada pukul 09.42. Mungkin sekitar 30 menit sebelumnya kapal sudah bersandar.
Jika dihitung sejak masuk kapal, total durasi perjalanan laut ini sekitar 3 jam. Namun, perlu diingat bahwa sejak naik ke kapal hingga mulai berlayar, waktu yang diperlukan lebih dari 1 jam. Jadi, saya perkirakan durasi perjalanan laut sebenarnya kurang dari 2 jam.
Setelah keluar dari kapal dan menjejak daratan, kami langsung menuju jalan tol menuju Sumatera Selatan. Hal pertama yang ingin kami lakukan adalah mampir di rest area untuk beberapa keperluan seperti ke toilet, berjalan kaki, dan mengisi bahan bakar kendaraan.
Setelah perjalanan panjang, kami perlu menggunakan toilet dan berjalan kaki untuk melancarkan peredaran darah serta mengurangi rasa pegal, karena sejak semalam lebih banyak duduk dan rebahan. Suami saya juga perlu mengirimkan data penting kepada timnya terkait pekerjaan. Jadi, perlu duduk tenang di rest area di bagian food court-nya.
Rest Area KM. 49A Lampung menjadi tempat persinggahan yang populer bagi pemudik. Banyak yang berhenti di sini untuk berbagai keperluan: istirahat, ke toilet, mandi, salat, mengisi BBM, bahkan makan.
Fenomena Makan Siang di Bulan Ramadan
Melihat pemudik makan siang di bulan Ramadan mungkin menimbulkan tanda tanya. Namun, penting untuk tidak berburuk sangka. Ada beberapa alasan yang bisa diterima: perempuan yang haid atau menyusui dibolehkan tidak berpuasa, laki-laki yang sakit atau sangat lelah juga memiliki keringanan untuk tidak berpuasa, serta pemudik dalam perjalanan jauh (musafir) yang juga mendapatkan keringanan untuk berbuka puasa.
di Rest Area Km 49 A Lampung |
Kondisi Ekstrem Pemudik
Tahun ini, perjalanan mudik dari Merak ke Bakauheni sangat menantang. Pemudik menghabiskan waktu hingga belasan jam terjebak dalam antrean masuk kapal, sebelum melanjutkan perjalanan darat yang juga memakan waktu belasan jam atau bahkan beberapa hari hingga tiba di kota-kota ujung barat Sumatera. Ini membuat rest area seperti KM. 49A menjadi penting untuk pemulihan tenaga. Melihat mereka beristirahat dan memenuhi kebutuhan dasar adalah pemandangan yang sangat wajar mengingat kondisi ekstrem yang mereka hadapi.
Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan
Dalam perjalanan mudik yang penuh tantangan ini, menjaga kesehatan dan keselamatan menjadi prioritas. Pemudik yang berhenti untuk makan atau beristirahat di rest area membantu memastikan bahwa mereka tetap bugar untuk melanjutkan perjalanan dan tiba di kampung halaman dengan selamat.
Sehat-sehat selalu untuk semua yang berupaya kembali ke rumah di kampung halaman untuk bertemu keluarga besar. Semoga perjalanan mudik kali ini memberikan pengalaman yang berkesan dan penuh berkah. Selamat mudik, selamat bertemu keluarga tercinta!
Video saat kami singgah di Rest Area Km. 49A Lampung dapat ditonton pada Reels berikut:
Perjalanan Mudik Terlama Kami
Setelah singgah di Rest Area KM 49A Lampung, kami berhenti tiga kali lagi di rest area berikutnya untuk salat Ashar, berbuka puasa dan salat Magrib, serta salat Isya. Setiap rest area yang kami singgahi tak pernah sepi. Suasana seperti itu hanya bisa saya saksikan di musim libur lebaran.
Setelah keluar dari tol yang panjang membentang dari Lampung hingga Palembang, kami sempat singgah satu kali lagi untuk membeli makan. Ternyata, Alief merasa lapar di jam 11 malam. Untungnya restoran Padang masih pada buka. Urusan lapar hampir tengah malam jadi bisa teratasi.
Setelah keluar dari tol yang panjang membentang dari Lampung hingga Palembang, kami sempat singgah satu kali lagi untuk membeli makan. Ternyata, Alief merasa lapar di jam 11 malam. Untungnya restoran Padang masih pada buka. Urusan lapar hampir tengah malam jadi bisa teratasi.
Bagi saya, setiap singgahan itu, menjadi bagian dari cerita mudik kami yang penuh kenangan, tawa, dan kebersamaan.
Kami tiba di Kabupaten Muaraenim hampir jam 12 malam, sehingga perjalanan mudik kali ini memakan waktu lebih dari 24 jam, tepatnya 26 jam. Ini adalah perjalanan mudik terlama yang pernah kami alami.
Meski panjang dan melelahkan, kebahagiaan saat tiba di kampung halaman dan bertemu keluarga besar untuk merayakan Lebaran sungguh tak ternilai.
Mudik kali ini memang yang terlama, tapi juga yang paling berkesan bagi kami sekeluarga.
Berikut adalah beberapa foto yang saya ambil saat mampir di rest area dari Lampung menuju Sumatera Selatan. Meskipun tidak banyak foto yang diambil, momen perjalanan ini lebih banyak saya abadikan dalam bentuk video.
Setiap momen, mulai dari pemesanan tiket di Ferizy hingga perjalanan laut, memiliki ceritanya sendiri. Saat kapal bersandar di Bakauheni, semangat kami kembali untuk melanjutkan perjalanan.
Berbagai perhentian di rest area menjadi titik istirahat penting yang membantu kami tetap bugar dan memenuhi kebutuhan ibadah selama perjalanan. Meskipun perjalanan lebih dari 24 jam, kebersamaan dan kenangan yang tercipta sangat berharga.
Pengalaman ini mengajarkan pentingnya perencanaan, kesabaran, dan kebersamaan. Meski terlama, mudik kali ini paling berkesan. Bertemu keluarga besar dan merayakan Lebaran bersama adalah tujuan yang membuat segala usaha dan waktu yang dihabiskan terasa sepadan.
Perjalanan mudik ini bukan sekadar tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang menikmati setiap langkah menuju rumah.
-Katerina. April 2024-
Mudik tuh capek tapi kok seneeeng banget yaa mak rasanya. Alhamdulillah sekarang fasilitas publik yg berhubungan dg mudik juga udah makin bagus.
BalasHapusSatu sisi, saat melihat momen para pemudik lebaran berbondong-bondong, aku tuh suka skeptis duluan, "Duh kayanya aku nggak sanggup di perjalanan selama itu." Meskipun pernah melakukan perjalanan darat antar kota yang jaraknya cukup jauh, tapi kalau momen lebaran, sepertinya aku perlu mempertimbangkan lagi. Tapi benar jga kata mba Rien, kalau dilakukan di rentan waktu yang cukup lama, ini akan jadi perjalanan penuh pengalaman. Berbagai persiapan upayakan nggak luput, supaya perjalanan tetap menyenangkan. San aku salut sama para pemudik yang setiap tahun melakukan hal ini, karena berjumpa dengan keluarga adalah harga tak ternilannya dalam porsi bahagia :). Eh btw, mba. Itu harga tiket mobil aja? Kalau orangnya, berapa masing-masing?
BalasHapusWah, iyaini aku lihat beritanya setiap hari, macet parah di tol Merak. Ternyata dialami sma mbak Rien dan keluarga ya hehe. Kebayang banget capeknya 7 jam cuma nunggu buat masuk kapal. Seru banget mbak, momen indah mudik yang bakal tidak terlupakan sih ini, karena terlama ya..26 jam hehehe
BalasHapusSeru banget ya perjalanan darat yang pake nyebrang kayak gitu. Perlu banyak persiapannya juga nih, fisik dan mental juga. Yang pasti kayaknya harus tahan macet lah yaa klo suasana lebaran
BalasHapusMeski perjalanan mudiknya lama, tapi bermakna ya. Btw, ternyata tiket kapalnya tetap bisa dipakai meski berangkat tidak sesuai jadwal. Kupikir bakal hangus gitu. Mungkin karena musim mudik kali ya. Pasti kan padat banget
BalasHapusPerjalanan yang panjang, yang dengan kesabaran bisa dinikmati demi berjumpa dengan keluarga besar saat mudik lebaran.
BalasHapusSaya saja saat nonton suasana pelabuhan Merak-Bakauheni di TV merasa pusing apalagi Mbak Rien yang mengalami hihi..tapi kalau dibawa happy ya bakal enjoy
Btw, asyik itu pakir di ferry di lantai atas dan bukan di lambung kapal, jadi bisa lihat pemandangan dan menikmati udara laut sekalian.
Dan baru tahu tiket beli lewat aplikasi. Jadi lebih praktis begini
masyaallah mba, perjalanan mudik 2024 yang berkesan dan penuh cerita bersama keluarga ke kampung halaman, meski penuh tantangan dan kemacetan khas mudik tapi tetap memberikan momen menarik ya buat keluarga
BalasHapusWaktu masih ada mbah uti, mbah kakung - masih lengkap sama mbah buyut, mudik itu dilakukan setiap tahun, berangkatnya dari pelabuhan Tarakan - Surabaya baru naik kendaraan pribadi ke Semarang dan Cirebon melipir ke Yogya dan Solo. Terakhir ke Yogya itu sudah hampir 5 tahun yang lalu dong!
BalasHapusMembayangkan saat-saat indah waktu itu, semoga satu saat bisa mudik lagi walau yang dituju semua sudah ga ada :(
Waw, lama banget ya nunggu di Merak sampai 7 jam-an, hari sebelumnya lebih lama lagi. Bener deh Mudik meniggalkan kesan dan cerita banget ya mbak.
BalasHapusAku pernah juga naik Ferizy ke Bali dan Lampung. Yang ke Lampung malah cepet banget, begitu masuk Merak, sekitar 30 menit sudah bisa masuk kapal, karena memang bukan masa mudik dan mungkin lagi low season juga ya jadi cepat. Pasti di Pelabuhan udah bolak balik beli cemilan deh ini untuk menghabiskan waktu supaya gak bosan, ahaha
lengkap abis ceritanya ayuk rien. sayangnya kita nggak sempet ketemuan nih yuk pas ke palembang. huhuu.. moga laen kali bisa meet up bareng.
BalasHapusMenikmati setiap langkah menuju rumah, kalau sudah menikmati, insyaallah nggak ada keluh kesah selama perjalanan ya mbak, entah karena macet atau melihat pemudik lain asyik menikmati makan siang.
BalasHapusLuar biasa ini, sampai pelabuhan menjelang tengah malah, dan baru setelah matahari terbit bisa masuk ke kapal. Mundur dari jadwal tiket kapal yang sudah di beli.
Dan masih sempat ngerjain tugas juga saat di rest area.
Akkkk well noted mba Rien.
BalasHapusSemua peristiwa dalam hidup kudu dinikmati ya.
biarpun kudu macettt, atau ngantri ..ya harus sabar. mindfull. enjoy🚍
insyaAllah malah jadi trip yg penuh keberkahan yaaa.
makasii insight-nya mbaaaa
waah lelah perjuangan mudiknya membuahkan kebahagiaan ya mba. btw pulau sumatra nih yang belum aku injek. padahal paling deket, yg jauh malah udah haha. pengen banget bisa ke sana
BalasHapusSubhanallah mbak Rien perjalanannya, khususnya yang di Merak, pikiran daku udah bakal grasak-grusuk soal ke toilet dah nih hihi.
BalasHapusDaku pernah juga pas musim mudik nyebrang lewat Merak, cuma karena masih bocil, jadinya nggak inget apakah macet atau nggak nya hehe.
Mudik ini memang menjadi momen yang menyenangkan, terlebih dengan serba-serbinya ya mbak. Ini aku sempat lihat di instagram antrean masuk kapal yang lama ini, karena beberapa temanku juga mengalaminya. Perjuangan saat mau mudik tapi jadi happy karena bisa bertemu keluarga di Sumsel ya mbak. Aku belum pernah loh nyeberang naik kapal gini, padahal pengin ngajak pak suami roadtrip ke Bali aja yang gampang, tapi tetap belum terlaksana.
BalasHapusWah, nggak kebayang gimana aku klo mudik seperti itu
BalasHapusBawa bocils, hehe
Tapi sebenarnya seru ya mbak
Bisa menikmati perjalanan
Terus kenapa tugas kita sama ya mbak, klo mudik bagian pengingat ini itu plus atm berjalan
Haha
Perjuangannya itu lo mbak yang bikin perjalanan makin menantang dan memyenangkan. Kalo udah sampe kampung halaman ilang deh smua capek. Aku tuh pengen banget merasalan mudik kek gini sampe Banda Aceh mbak cuma ya itu buruj waktu yang ga sebentar. Peekiraan sampe banda dari semarang bisa 5hari hahaha
BalasHapusBaru tahu kalau ada apilkasi Ferizy
BalasHapusJadi mudah ya kalau ke mana mana
Cuma kalau mudik naik kapal tuh saya masih was-was
Soalnya saya fobia air yang banyak seperti laut, danau dan semisalnya
Pernah merasakan mudik seperti Mbak Rien puluhan tahun lalu Jakarta - Palembang PP lewat trans Sumatera yg masih ada harimau nya wkwkwk belum penampakan mahluk ghoib yg suka nongol tralala trilili disamping jendella, mana ayah saya sukanya ambil jalan malam karena nyetir sendiri alsannya spya gak gerah kalau jalan siang, maklum dulu mobilnya ga pakai AC ,.. baca cerita mudik Mbak Rien jadi bikin keingat masa lalu ..
BalasHapusIya tuh yaa.. Papa dan ibu juga lebaran kemarin kejebak macet di tol merak. Perjalanan ke lampung yg harusnya paling lama 7 jam jadi 12 jam. Berasa sih pegelnya luar biasa. Mana yg pulang orangtua.. Huhuhu..
BalasHapusIyaa sudah pernah merasakan Mbak Rien, padatnya penumpang di Bakauheni pas musim mudik ya ampun melatih kesabaran banget ya. Bikin trip Palembang dong Mbak Rien jalan-jalan lagi.. kangen banget sama Palembang..
BalasHapusjadi keingat masa-masa dulu ikut ortu mudik ke banda aceh, jalur darat rasanya nggak nyampe-nyampe benar-benar melelahkan
BalasHapusjadi teringat masa-masa dulu masih suka mudik, yes lelah banget dijalan rasanya nggak nyampe-nyampe terhibur kalau ada yang unik-unik or pemandangan bagus, bete kalo antri and jalanan jelek
BalasHapusAku jadi terharuu baca tulisan ka Rien.
BalasHapusKarena memang aku tahun ini juga beneran merasakan kenikmatan mudik dengan suasana yang berbeda. Kalau ka Rien dan keluarga bawa kendaraan sendiri, tahun ini aku naik sleeper bus.
Apapun kondisinya, rasanya happyyy.. bisa jalan bareng anak-anak dan semuanya sehat.
((suamiku nyusul, jadi berangkat di tanggal yang beda, hihihi))
Suasana lebaran memang selalu istimewa yaa, ka Rien.
Jadi berpikir juga kalau rame begini, pertanda alhamdulillah uda gak ada virus yang bikin kita gak bisa kemana-mana kaya tahun-tahun sebelumnya.
MashaAllaa~
Nikmaatt..
paling seneng kalau udah musim mudik lebaran dan ngelihat liputan di berita mengenai arus mudik. Melihat semua pemudik happy untuk pulang ke kampung halaman, aku ikut seneng
BalasHapusakhir-akhir ini kalau urusan mudik, aku memilih naik transportasi umum, karena biasanya ga barengan sama keluarga berangkatnya, jadi sendiri-sendiri.
dan sekarang, fasilitas umum yang kita temui di jalan saat mudik udah mulai banyak danbagus, seperti adanya tol yang bikin perjalanan jadi lebih cepet juga, beli tiket kapal bisa lewat aplikasi, semudah itu.