Ngos-ngosan di Ngosi

“Semua tolong turun dulu, ya.”

Perintah itu akhirnya meluncur dari mulut Kak Gathmir setelah mobil Avanza yang dikemudikannya ngambek tidak mau di-starter. 

Barangkali si mobil lelah berjam-jam dibawa melaju. Ia berhenti ditanjakan, lalu mundur tanpa permisi, pelan tapi pasti. Deddy dan Yayan tergopoh-gopoh, gegas mengganjal roda dengan batu agar mobil tak meluncur turun tebing. 

desa desa di gunung tidore
Desa Ngosi, Kota Tidore Kepulauan

Desa Ngosi di Ketinggian Tidore

Hari itu Kamis (13/4/2017), kami sedang mengunjungi beberapa desa di ketinggian Tidore. Di antaranya Gurabunga, Kalaodi, Ngosi, dan Lada Ake. 

Kami menggunakan 2 kendaraan, Avanza dan satu mobil bak terbuka berwarna orange ngejreng. Dengan dua kendaraan inilah kami mengunjungi desa-desa tersebut. Perjalanan menuju Ngosi kami lakukan seusai mengunjungi Ake Celeng, air terjun mini di desa Kalaodi.  

Di dalam mobil Avanza yang dikemudikan oleh Kak Gathmir ada Mbak Anita, Ayuk Annie, Yayan, Deddy, dek Fia, dan aku. Sedangkan mobil bak terbuka yang dikemudikan oleh Rifqy ada Mas Eko dan Mbak Zulfa.

Sahabat-sahabat Tidore yang menemani kami melaju paling depan dengan motor. Mendahului, menuntun ke arah tujuan. Kalau tak salah ingat mereka adalah Alex, Gogo dan Bams.

Jalan mulus di tengah hutan yang selalu sepi

Kejadian mobil mogok itu memang di luar dugaan. Saat itu mobil kami melaju paling belakang. Sedangkan yang lain sudah jauh di depan. Pada saat mogok, kami para perempuan; Mbak Ita, Yuk Annie, dan adik Fia awalnya dibiarkan tetap di mobil. 

Setelah usaha menghidupkan mobil tak jua berhasil, kami disuruh turun. Barangkali setelah beban jadi ringan, mobilnya bisa hidup dan jalan lagi. Tak perlu disuruh dua kali, kami langsung mencelat keluar. Ada ketakutan besar jika mobil itu mundur tak terkendali, alamat akan terbanting-banting dan masuk jurang. Alangkah ngerinya. 

Siang itu matahari bersinar garang, aku tak terlalu kepanasan, hanya silau. Karena merasa nggak bisa bantu dorong dan menganjal mobil, jadi kubantu saja dengan doa. Berharap mobil bisa jalan lagi. 

Sembari menunggu mobil bisa gerak lagi, aku berjalan pendek bolak balik, mencari tempat berteduh. Saat sedang mondar-mandir itulah ketemu genangan air. Airnya bikin penasaran, jernih dan tampak bergerak mengalir. Kukira genangan biasa, hanya air sisa hujan semalam. Setelah diamati, ternyata ada mata airnya. Aku makin penasaran, lalu aku celupkan tanganku di situ. Brrrr....airnya dingin euy

Penemuan tak sengaja ini cukup mengalihkan kecemasanku pada mobil yang ngambek nanjak. Semacam hiburan kecil di tengah halangan 😃

Pick-up orange

Menurut Mbak Anita, jarang ada supir yang mau bawa mobil ke Ngosi. Tanjakannya terjal, mobil tidak akan kuat, biar motor saja. Begitu kata Dilan  😂

Yes, biasanya orang-orang di sini lebih suka motoran buat nanjak. Selain jalan terjal sulit didaki, juga selalu sepi. Jika terjadi apa-apa di jalan, mogok misalnya, sulit mencari pertolongan. 

Seperti yang kami alami, selama kejadian tak satu pun ada orang maupun kendaraan lain yang lewat. Sinyal ponsel pun tak ada. Kami tak bisa menghubungi siapa-siapa. 

Motoran lebih asyik

Untunglah bala bantuan datang. Mobil bak oren yang dikemudikan oleh Rifki muncul dari balik kelokan. Mereka bagai tim sar penyelamat korban bencana, sumringah kami dibuatnya 😄

Rupanya, Rifki dkk sudah merasa curiga ketika mobil kami tak kunjung menampakan diri. Akhirnya ia putuskan untuk putar balik, dan benar saja, akhirnya menemukan kami dalam keadaan pasrah di tanjakan penuh drama.

Mobil akhirnya berhasil didorong naik dan kembali bernyawa, siap untuk melanjutkan perjalanan.  

Pemandangan dari Desa Ngosi

Ngosi sangat indah karena berada di ketinggian Tidore. Memiliki view langsung ke laut dengan Pulau Ternate dan Pulau Maitara yang berkelip jelita jika dipandang pada malam hari. 

Udaranya selalu sejuk dan bersih, sangat memanjakan paru-paru. Suasananya tenang senantiasa lengang. Cocok jadi tempat membuang stress bagi penduduk ibukota yang setiap hari berhadapan dengan macet dan polusi. 

Eits tunggu! Apakah alam nan indah semata hanya jadi tujuan tempat membuang stress? Tentu tidak. Namun bila hati gundah, pikiran mumet, badan lesu tak bersemangat, pergilah ke tempat-tempat seperti ini. Dijamin tenang dan senang kembali.

Ah iya, bukan Ngosi namanya jika tanahnya tak subur. Alpukat, cengkeh, cempedak, dan pala adalah tanaman primadona yang bisa dijumpai. Kami tinggal blusukan seharian bila ingin berkeliling ke perkebunan. Namun sayang, miskinnya waktu membuat kami hanya menuju spot pandang Ngosi Highland.  

Banyak alpukat berkualitas

Jangan bayangkan spot pandang model kekinian seperti yang sedang tren di tempat-tempat wisata buatan. Anda tahu kan maksudku? Spot foto berbentuk perahu, lambang cinta, kereta kencana, ayunan, sarang burung, dan sebagainya. Semua itu tidak ada di Ngosi! 

Aku bahagia menemukan bibir-bibir tebing hanya dihiasi bebatuan alami sebesar kerbau. Terasa lebih menyenangkan dengan ketiadaan mainan buatan serba kekinian, atau pun papan nama yang biasanya malah mengganggu pemandangan. 

Terkadang, suasana sepi dari antrian orang-orang yang datang hanya untuk berfoto adalah sebuah kemewahan. 

Batu-batu alam

Sebuah kebahagiaan dapat menikmati keindahan alam Tidore dari Ngosi, walau perlu dicapai dengan sedikit drama; misalnya mobil mogok. 

Titip rindu untuk Ngosi.



*Tulisan ini aku selipkan dalam buku antologi To Ado Re yang terbit pada bulan April 2018.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

3 komentar

  1. Wah seru dan asyik, Indonesia memang indah, jadi makin ingin keliling Indonesia dan salah satunya Tidore :)

    BalasHapus
  2. Wah jadi pengen ke Tidore dan keliling Indonesia :)

    BalasHapus
  3. Perjalanannya seru, mbak! Berkelana sampai ke daerah yang tak banyak orang tau. Biarkanlah Ngosi apa adanya, tanpa perlu lambang-lambang cinta atau gubuk-gubuk yang dibuat "maksa".

    Salut sama inisiatifnya Rifki!

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!