Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi #Dimuat di Majalah Noor Edisi April 2016



masjid kuno di banyuwangi

Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi
Oleh : Katerina 

Rubrik Journey of Heart Majalah NOOR


Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Jawa Timur, memiliki banyak masjid yang tersebar dari kota sampai ke pelosok-pelosok desa. Masjid Agung Baiturrahman merupakan satu di antara sekian banyak masjid yang menjadi satu-satunya Masjid Agung di Kabupaten Banyuwangi. Melihat sejarah berdirinya Masjid Agung Baiturrahman, mulai dari bentuk yang sangat sederhana sampai bentuk yang hampir sempurna seperti sekarang ini, banyak sekali peningkatan dan pengembangan; mulai dari segi fisik, fungsi, dan bentuk bangunan.

Masjid Agung Baiturrahman merupakan ikon Kabupaten Banyuwangi dan Propinsi Jawa Timur. Masjid yang sebelumnya bernama Masjid Jami’ Banyuwangi ini berdiri di saat kota Banyuwangi pertama kali dibangun. Selain tergolong tua, masjid ini juga sarat sejarah, serta memiliki banyak keistimewaan yang nyaris tak dimiliki oleh masjid lainnya di Indonesia.

Masjid Agung Baiturrahman (MAB) terletak di jalan Jendral Sudirman nomor 137 di depan Taman Sritanjung. Lokasi MAB cukup strategis dan mudah dijangkau, karena berada di jantung kota Banyuwangi. MAB berdiri di atas tanah seluas + 5.245 m2 dan luas bangunan + 7.245 m2, masjid ini berkapasitas + 5.110 orang.


Sekilas Sejarah Masjid
Sejarah berdirinya Masjid Agung Baiturrahman tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Banyuwangi, karena keduanya memiliki ikatan yang sangat kuat. Sama-sama didirikan oleh Bupati Blambangan terakhir, sekaligus Bupati Banyuwangi pertama yaitu Bupati Raden Tumenggung Wiroguno I (Mas Alit) yang memerintah selama 9 tahun (1773-1782). Pada zaman pemerintahan Mas Alit, perkembangan agama Islam tidak dapat dibendung lagi, apalagi waktu itu Mas Alit sendiri sebagai Bupati Blambangan terakhir atau Banyuwangi pertama yang berkedudukan di Benculuk sudah memeluk agama Islam.

Dapat disimpulkan bahwa agama Islam sudah menjadi agama rakyat Blambangan sekaligus mewarnai juga kehidupan pemerintahan masa itu. Menurut I Made Sudjana dalam bukunya “Nagari Tawon Madu” menyebutkan, bahwa nagari (ibukota) Banyuwangi selesai dibangun pada tanggal 24 Oktober 1774. Sejak itu birokrasi pemerintahan Banyuwangi berjalan lancar sampai sekarang ini.
 
Berdirinya Masjid Agung Baiturrahman di Kabupaten Banyuwangi dengan hak kewenangan pengembangannya mengacu pada kewenangan kepindahan kota kabupaten dari Benculuk ke Banyuwangi, hingga dapat disimpulkan bahwa Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi merupakan masjid yang bersifat monumental dalam hubungannya dengan penyebaran agama Islam di bumi Blambangan.
 
Kaca grafir berlafaskan Allah dan berhiaskan motif Gajah Oling

Mas Alit adalah bupati yang sangat diharapkan rakyat Banyuwangi, sebab proses pengangka¬tan¬nya adalah usulan rakyat, dan tidak semata-semata ditunjuk oleh VOC. Tinta hijau sejarah mencatat Mas Alit sebagai muslim yang taat, dibuktikan dengan penataan arsitektur kota Banyuwangi yang sarat akan filosofi Islamnya, seperti Masjid Agung Baiturrahman, Pendapa Sabha Swagatha Blambangan (rumah dinas para Bupati Banyuwangi dari masa ke masa), penjara/Mapolres Banyuwangi, dan alun-alun –Taman Sritanjung– serta pasar Banyuwangi, dari sini sirkulasi perekonomian berjalan lancar.

Masjid Agung Baiturrahman tergolong masjid tertua di Kabupaten Banyuwangi. Sejak pertama didirikan, masjid kebanggaan masyarakat Banyuwangi ini telah mengalami beberapa kali renovasi (pembangunan); pertama: 1844, kedua: 1971, ketiga: 1990 & keempat: 2005. Pemugaran demi pemugaran pada masjid bersejarah dan monumental ini, tentunya, telah membawa perubahan yang sangat signifikan, khususnya bagi jama’ah Masjid Agung Baiturrahman, juga masyarakat (muslim) Banyuwangi yang semakin hari semakin kerasan berlama-lama di dalam masjid sekaligus lebih khusyuk beribadah.  

Air mancur bernama Dzikir Cinta di depan aula MAB. Menyerupai bunga anturium raksasa, digunakan sebagai tempat berwudhu

ENAM KEISTIMEWAAN
MAB memiliki keistimewaan yang nyaris belum pernah dijumpai di masjid-masjid lainnya di Indonesia. 
  1. Kubah geser/berjalan di serambi selatan dan serambi utara masjid. 
  2. Air mancur Dzikir Cinta di depan aula masjid yang berbentuk bunga anturium raksasa berfungsi juga sebagai tempat wudhu' jama'ah. 
  3. Kaca grafir raksasa yang berlafadzkan Allahu Akbar, Allah SWT & Muhammad SAW di ruang utama. 
  4. Al-Qur'an raksasa di ruang utama 
  5. Tangga utama yang sangat megah (di bawahnya ada ruang wudhu'/kamar mandi dan tempat penitipan sandal-sepatu serta gudang) sebagai jalan menuju lantai 2 masjid. 
  6. Lampu gantung yang sangat besar (raksasa) menancap megah di ruang utama, dua lampu kembar menancap di ruang sayap selatan dan utara, sehingga gemeriap cahayanya menghiasi ruangan masjid, kemegahan pun makin tak tertandingi!

Kaca-kaca grafir

Perpaduan antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Banyuwangi mendominasi arsitektur bangunan MAB, karena masjid ini adalah simbol kemegahan dan keberhasilan pembangunan Kabupaten/Kota Banyuwa¬ngi. Ornamen masjid kental dengan nuansa daerah. Di antaranya motif mimbar masjid yang secara keseluruhan bernuansa asli Banyuwangi dengan motif ukiran Gajah Oling. 


Makna filosofis Gajah Oling berarti mengingat Allah SWT, menjalankan segala perintah-Nya, juga melaksanakan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW sebagai jalan terbaik dalam menjalani kehidupan ini agar harmonisasi hayati bisa terjaga sekaligus terpelihara dengan baik.  Ornamen Gajah Oling ini juga menghiasi deretan jendela tertutup (kaca grafir) di bawah kubah sayap selatan, kubah tengah, kubah sayap utara, tak ketinggalan juga kaca grafir dengan motif Gajah Oling ini menghiasi krawangan besi hollow yang mengitari semua ruangan masjid dari empat penjuru.
 
Lantai marmer hijau merk verde patricia yang khusus di-import dari India

Motif bintang sembilan yang secara keseluruhan juga menghiasi semua pintu dan jendela krawangan kayu jati bersanding dengan ukiran motif Gajah Oling, di samping itu bintang sembilan juga menghiasi kaca grafir krawangan besi hollow bersanding dengan kaligrafi dan motif Gajah Oling juga tak ketinggalan berjejer di list gypsum, variasi kolom atas, menjadi hiasan lampu-lampu bundar ruangan dalam masjid.

Bintang sembilan memiliki makna yang sangat dalam. Sebagai simbol sembilan kiat Sufi yang tercantum dalam kitab Kifayatul At-Qiya karangan Sayyid Abi Bakar, yang menjadi jati diri menuju Mahabbatullah. Sembilan juga bermakna sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Secara garis besar, bintang sembilan merupakan cahaya ulama yang merepresentasikan akhlaq yang telah diajarkan para ulama sebagai dasar pijakan umat. Bintang yang berjumlah sembilan juga melambangkan para penyebar Islam pertama di dunia dan para penerusnya yaitu Rasulullah Muhammad SAW, Abubakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali.  

Mihrab dan mimbar

PRASARANA DAN SARANA MASJID
MAB merupakan bangunan berlantai dua. Lantai pertama untuk shalat jama’ah pria dan lantai dua untuk shalat jama’ah wanita, namun saat shalat Jum’at lantai dua ini juga digunakan untuk shalat jama’ah pria. Ruang utama masjid mampu menampung jama’ah shalat kurang lebih 400 orang. Ruang utama adalah ruang yang cukup sakral, di samping untuk rutinitas shalat rawatib dan shalat sunnah, ruang ini paling difavoritkan untuk akad nikah. Titik pusat kegiatan pengajian juga bertumpu di ruang utama. Di ruang utama masjid, tampak kaca grafir nangkring dengan sempurna di lantai II mihrab, kanan mihrab juga kiri mihrab. Ukuran kaca-kaca grafir ini termasuk sangat besar bahkan raksasa.  

Ukiran mimbar bermotif gajah oling

Kemegahan Masjid Agung Baiturrahman sangat terasa ketika menatap ruang mihrab yang cukup luas dan tinggi menjulang sampai menembus atap mihrab. Pilar kokoh tak tertandingi menghiasi pintu masuk mihrab, bagai penjaga Imam Masjid, apalagi dipadu dengan warna keteduhan hijau terang, pilar dan mihrab menyatu dalam kekhusyukan. Mihrab ini memiliki luas 20,30 m2 dengan panjang 5,80 m dan lebar 3,50 m. Sedangkan mimbar terletak di sebelah kanan mihrab. Mimbar terdiri dari tiga anak tangga dan sebuah tempat duduk untuk khatib. Bahan mimbar terbuat dari kayu jati yang halus, bagus, dan kokoh. Mimbar MAB tampak indah-menawan dengan ukiran motif Gajah Oling asli Banyuwangi.
 
Lantai 2 tempat shalat jamaah wanita

Masjid Agung Baiturrahman termasuk masjid yang memiliki arsitektur yang mungkin tidak dimiliki oleh masjid lainnya. Masjid Kabupaten ini luasnya memanjang ke samping kanan dan kiri bahkan sangat panjang yang kedua-duanya sama atau kembar, kondisi ruangan yang memanjang ke samping kanan-kiri ini bertujuan untuk memaksimalkan ruangan masjid agar lebih luas dan tentunya megah.

Di samping ruang utama, terdapat pula beberapa ruang shalat lainnya yang cukup luas, seperti ruang shalat utara dan tuang shalat selatan. Ruang shalat utara dan selatan tersebut  terdiri dari dua lantai, lantai 1 dan lantai 2 yang juga sama-sama luasnya. Ruang shalat lantai 1 ini khusus digunakan untuk jama’ah pria, sementara ruang shalat utara lantai 2 khusus digunakan untuk jama’ah wanita namun saat shalat Jum’at digunakan untuk jama’ah pria.

Di ruang shalat utara lantai 2 sebelah barat tampak kaca grafir dan warna berbentuk relung hollow berjumlah tiga unit yang masing-masing bertuliskan Subhanallah, Allahu Akbar, La Haula Wala Quwwata Illa Billah yang dikelilingi ornamen batik Gajah Oling. Di sebelah timur juga ada kaca grafir dan warna berbentuk relung hollow bertuliskan Allah Muhammad juga bintang berjumlah sembilan yang dikelilingi juga dengan ornamen batik Gajah Oling.
 
Motif gajah oling pada tiang-tiang besi hollow

Ruang aula serbaguna terletak paling selatan. Ruang ini dipersiapkan untuk pengembangan Masjid Agung Baiturrahman menuju Masjid Paripurna. Gedung aula terdiri dari 2 lantai, lantai 1 untuk kegiatan pendidikan dan ekonomi termasuk perkantoran. Sementara gedung aula lantai 2 digunakan untuk ibadah shalat dan pendidikan termasuk perkantoran. Di samping untuk ibadah shalat Jum’at dan shalat Ied, aula serbaguna lantai 2 juga digunakan untuk rapat-rapat besar, resepsi pernikahan, dan lain-lain. Gedung aula serbaguna lantai 1 ini mampu menampung jama’ah shalat kurang lebih 510 orang.

Perkantoran yang ada meliputi kantor Sekretariat, Kantor Takmir/Yayasan, kantor TPQ, kantor Madin, Kantor TK/RA, Kantor Seni Hadrah, Kantor Pencak Silat, Kantor LAZIS, Kantor Koperasi, Ruang Tamu/Rapat, Ruang Muballigh/Khotib/Imam/Muadzin, Ruang Perpustakaan, Ruang Pemuda-Remaja, Ruang Muslimat, Ruang Klinik, Ruang Stasiun Radio Baiturrahman, Ruang Stasiun Baiturrahman Televisi, Toko Baiturrahman, Dapur Baiturrahman, Gudang, Tempat Penitipan Sandal/Sepatu, dan Pos Keamanan.
 
Motif bintang sembilan pada pintu-pintu dan jendela-jendela

Di samping lembaga dan unit kegiatan-usaha di lingkungan Masjid Agung Baiturrahman serta aula Baiturrahman, ada juga lembaga yang berkantor di gedung Islamic Center Baiturrahman (ICB) yaitu pu¬sat kajian Islam, tempat pelati¬han, dan pusat peristiwa budaya. Gedung ICB merupakan bangunan berlantai 2 yang berdiri sejak tahun 1998 di atas tanah milik MAB seluas 7.880 m2 di tengah kota atau tepatnya di Jalan Ahmad Yani No. 49, Banyuwangi. Jaraknya kurang lebih 1 km dari MAB menuju ke selatan. Beberapa lembaga yang berkantor dan melakukan kegiatan di gedung ICB adalah KBIH, LPIB, TPQ Baiturrahman 2, TK/RA Baiturrahman 2, Pendidikan Perguruan Tinggi, dan lain-lain. 

Ornamen gajah oling pada pintu

KUBAH GESER PERTAMA DI INDONESIA
Secara keseluruhan Masjid Agung Baiturrahman memiliki 11 kubah (1 kubah utama, 2 kubah sayap (utara dan selatan), 2 kubah berjalan (serambi utara dan serambi selatan), dan 6 kubah kecil. Kubah utama Masjid Agung Baiturrahman memiliki diameter lingkar 13,5 m. Posisinya terletak di tengah dan menyanggah ruang utama. Kubah berjalan atau kubah geser MAB posisinya ada di bagian utara dan bagian selatan atau tepatnya di atas serambi utara lantai 2 dan serambi selatan lantai 2.

Menurut informasi, kubah berjalan yang menggunakan rel sleeding ini adalah yang pertama di Jawa Timur bahkan bisa jadi di Indonesia. Kubah yang bergeser atau berjalan di atas rel dari barat ke timur saat membuka dan dari timur ke barat saat menutup adalah sebentuk atap masjid yang memiliki keindahan tersendiri, di samping sebagai ventilasi terbuka raksasa agar sirkulasi udara dalam ruangan benar-benar terjaga dengan baik. Apalagi di saat menara Masjid Agung Baiturrah¬man mengumandangkan adzan, kubah berjalan membuka pintu cahaya, langit mempersembahkan berjuta bintang-gemintang. Subhanallah! 
 
Punya 11 kubah

Menyaksikan sekaligus menikmati keindahan kubah geser pertama di Indonesia ini, seperti menyak¬sikan keindahan kubah berjalan di Masjid Nabawi, Madinah, Saudi Arabia, karena sistem kerjanya tidak jauh berbeda. Bisa jadi, kubah geser pertama di Indonesia ini akan menjadi tujuan wisata spiritual tersendiri, untuk menikmati sesuatu yang lain daripada yang lain. Kehadiran kubah berjalan ini juga semakin mempertegas bahwa MAB memang layak menjadi ikon Kabupaten Banyuwangi, dan menjadi masjid teladan sekaligus rujukan masjid-masjid lain di Kabupaten Banyuwangi.

FASILITAS
Untuk akses menuju lantai 2, Masjid Agung Baiturrahman memiliki 6 unit tangga, yang kesemuanya tersebar di timur, utara, dan selatan masjid. Tangga utama terletak di sebelah timur ruang utama. Tampak megah bak tangga kerajaan besar menunggu jama’ah Baiturrahman untuk beribadah di lantai 2 masjid yang sejuk dengan ditemani semilir angin sepoi-sepoi basah dari timur. Di trap tangga, bisa jadi tempat duduk-duduk santai sembari menyaksikan terbitnya matahari pagi maupun merasakan sejuknya udara sore saat matahari terbenam atau menyaksikan keramaian kota Banyuwangi dari atas ketinggian. Tangga utama ini merupakan akses jama’ah dari areal parkir depan masjid menuju lantai 2.
 
Daya tampung masjid mencapai 5110 orang jamaah

Kesejukan bangunan Masjid Agung Baiturrahman sangat terasa, di samping konstruksi bangunannya yang megah dan kokoh, ditambah lagi tempat sujud berlantai marmer hijau merk verde patricia yang khusus di-import dari India. Jama’ah Baiturrahman juga bisa berdzikir sambil bersandar di (variasi) pilar/kolom masjid yang sejuk dan kokoh. 

Tempat wudhu’, toilet, kamar mandi/WC merupakan fasilitas pendukung yang sangat penting bagi sebuah masjid. Di MAB, fasilitas ini menyebar di beberapa titik, mulai dari sebelah selatan masjid atau dekat ruang serambi selatan lantai 1, dekat ruang serambi selatan lantai 2, di depan ruang shalat selatan paling selatan, di gedung aula lantai 1, hingga di gedung aula lantai 1 paling utara.

Taman, halaman, tempat parkir, dan air mancur adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dari sini sumber kesejukan masjid, taman yang rindang, halaman dan tempat parkir yang rapi sekaligus air mancur yang menyejukkan hati menjadi sebuah kerinduan tersendiri. Ratusan kembang berjejer harum mewangi menyapa jama’ah ditambah dengan pohon palm ekor tupai berjajar di depan dan selatan masjid.

Tempat parkir jama’ah Baiturrahman dibagi menjadi dua tempat, di halaman aula Baiturrahman (khusus kendaraan roda dua) dan di halaman depan masjid yang bisa digunakan untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Sementara untuk menjaga kesejukan, ada air mancur bernama Dzikir Cinta di depan aula MAB yang terbilang unik dan menarik, dibuat menyerupai bunga anturium raksasa, di ujung-ujung bunga anturium paling bawah berjumlah sembilan memancar air yang bisa digunakan untuk berwudhu. 

Ruang shalat utama

VISI, MISI DAN MOTTO PELAYANAN
Masjid Agung Baiturrahman sebagai satu-satunya Masjid Agung di Kabupaten Banyuwangi, sekaligus Masjid Percontohan tingkat Propinsi Jawa Timur sampai hari ini memiliki program kegiatan yang sangat padat-berisi, yang  mengarah pada satu cita-cita utama, yaitu kemakmuran masjid. Pencapaian ‘kemakmuran masjid’ tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan dari manajemen masjid yang benar-benar paripurna, di antaranya; manajemen administrasi, manajemen kemakmuran, manajemen pemeliharaan dan pemberdayaan. Manifestasi dari tiga konsep genius ini termaktub dalam visi dan misi, termasuk juga motto pelayanan yang prima.

Sejak tanggal 17 Agustus 1972 MAB berbentuk yayasan dengan pengelolaan secara mandiri, namun untuk pembangunannya sebagian besar bersumber dari dana APBD Kabupaten Banyuwangi, juga dari jariyah jama’ah Baiturrahman dan masyarakat Banyuwangi maupun luar Banyuwangi. Untuk pembiayaan operasional sehari-hari berasal dari para donatur termasuk jariyah jama’ah Baiturrahman juga dari berbagai usaha yang dilakukan oleh pengurus Takmir/Yayasan. Demi mewujudkan Masjid yang benar-benar Paripurna, pengurus Takmir membentuk dan mendirikan lembaga dan unit kegiatan-usaha di bawah naungan Masjid Agung Baiturrahman.
 

jendela-jendela di lantai dua

Berbagai kegiatan rutin yang diprogram dan digelar Takmir/YMAB pun semakin diminati oleh jama'ah Baiturrahman dan umat Islam Banyuwangi. Kegiatan ibadah meliputi Ibadah Shalat Hari Raya, Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Khitanan Massal, Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW, Training Shalat Khusyuk, Tadarus Al-Qur’an Raksasa, Nuzulul Qur’an, Pengajian Tasbih, Pembagian Zakat Fitrah, Penyembelihan & Pembagian Daging Qurban, Harlah Masjid Agung Baiturrahman, Wisata Religi ke Makam Pendiri MAB & Para Wali, Tahlil Akbar & Pengajian Bulan Berkaca.  MAB selalu setia menunggu jama’ah 24 jam nonstop, siang malam selalu dibuka dengan fasilitas lengkap sekaligus kebersihan yang terus terjaga, membuat jama’ahnya semakin khusyuk dan kerasan beribadah.

Suksesnya pembangunan Masjid Agung Baiturrahman juga merupakan kesuksesan pembangunan Banyuwangi. Karena Masjid Agung Baiturrahman adalah ikon Kabupaten Banyuwangi, milik umat Islam se-Kabupaten Banyuwangi, dan wajah Kabupaten Banyuwangi adalah Masjid Agung Baiturrahman, yang merupakan simbol hati dan kekuatan umat Islam. Siapa saja yang datang ke Banyuwangi, maka yang menjadi pusat perhatian pertama adalah masjidnya.
 
Masjid kebanggaan masyarakat Banyuwangi :)



Baca juga artikel saya tentang masjid lainnya yang pernah dimuat di Majalah Noor:
- Masjid Agung Jawa Tengah : Mutiara Tanah Jawa
- Masjid Agung Jawa Tengah : Wujud Perkembangan Islam di Jawa Tengah
- Masjid Islamic Center Samarinda
- Masjid Pintu Seribu Tangerang
  



Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi menjadi artikel saya yang ke-5 yang dimuat oleh Majalah Noor dalam rubrik Journey of Heart. Seperti tiga artikel sebelumnya, artikel kali ini masih bercerita tentang masjid. Satu artikel lainnya yang pernah dimuat pada edisi Juni 2014 menjadi satu-satunya artikel yang  bercerita tentang wisata alam (Lembah Harau Sumatra Barat). Empat artikel terakhir tentang masjid memang menyesuaikan permintaan redaksi. Dulu bahkan pernah juga diminta untuk mengulas wisata religi seperti pesantren dan bangunan bersejarah Islam. Tapi saya hanya menyanggupi untuk menulis tentang masjid. Kabar terbaru yang saya dapat, sekarang artikelnya boleh selain wisata masjid.

Selalu merasa terharu setiap kali ada artikel dimuat di media cetak. Bukan semata soal : "horeee...saya nampang", tapi karena teringat proses pembuatannya. Mulai dari saat berkunjung, mengumpulkan bahan (memotret dan wawancara), menulis, mengirim, hingga menunggu kabar apakah layak dimuat atau tidak. Karena latar belakang saya bukan jurnalis, menghasilkan tulisan untuk dimuat di media cetak itu terasa sekali perjuangannya. 

Cover edisi April 2016

Saya tidak pernah mengkhususkan diri berkunjung ke suatu daerah hanya untuk meliput masjid. Meski sambilan, tetapi saya datang dengan serius. Ada rasa ingin tahu yang besar untuk mengenal sejarah berdirinya masjid. Pun keinginan untuk mengamati dan menikmati keindahan arsitektur masjid. Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan, juga untuk menambah pengalaman. Jika kemudian saya menuliskannya, itu karena didorong oleh rasa ingin berbagi.

Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi saya kunjungi pada tgl 2 Sept 2015 ketika sedang berlibur di Watu Dodol bersama empat sahabat saya yaitu mbak Irawati, mbak Zulfa, Mbak Andrie, dan Lestari. Saya menyambangi masjid ini sebelum keberangkatan saya ke Surabaya. Hanya punya waktu kurang dari satu jam untuk mengulik masjid yang jaraknya saya tempuh sekitar 30 menit dari Watu Dodol dengan naik ojek motor. 

Dimuat 4 halaman

Jam 08.56 WIB. Masjid terlihat sepi. Saya langsung berkeliling, keluar masuk, dan naik turun tangga sendirian. Barang bawaan saya titip ke abang ojek yang menunggu di parkiran. Setelah puas memotret, saya mencari pihak pengelola, tapi tak satupun saya temui. Kantor di lantai dasar kosong. Ada seorang ibu di dekat kelas TPA, tapi tidak dapat memberikan informasi apapun. 

Setelah mondar-mandir berharap bertemu seseorang yang bisa saya mintai keterangan, akhirnya saya memutuskan pergi karena tinggal 25 menit lagi waktu saya untuk check in di bandara Blimbingsari. Ojeknya saya suruh ngebut. Cuaca saat itu terbilang terik, saya kepanasan dan keringatan. Tapi lega karena bahan untuk menulis sudah saya dapatkan. Tinggal informasi sejarah saja yang belum. Selanjutnya, agar bahan tulisan semakin lengkap, saya melakukan pencarian (narasumber) yang tidak sebentar. Mulai dari menghubungi dinas pariwisata, yang kemudian diarahkan ke beberapa nama, hingga akhirnya bertemu (via telpon) sumber terpercaya yang melimpahi saya dengan catatan sejarah yang valid. 

11 foto yang dimuat

Hampir dua minggu saya menyusun tulisan, dan hampir 4 bulan saya menunggu tulisan ini dimuat di majalah. Penantian yang tidak sebentar hanya untuk sebuah tulisan yang dimuat dalam satu edisi saja. Tapi saya lega, akhirnya informasi tentang masjid kebanggaan warga Banyuwangi ini sampai ke hadapan pembaca setia majalah Noor. Kalau ada yang berminat membacanya, saya anjurkan untuk membeli majalahnya dan membaca versi cetaknya juga. Ada banyak artikel menarik dalam edisi ini :)

Biasanya nih, kalau ada tulisan sendiri pasti merasa harus punya majalahnya ya. Nah, kemarin (Rabu 17/5/2016) saya mencari majalah ini di lapak langganan (di Giant BSD), tapi sudah kehabisan. Cari di lapak yang ada di Eka Hospital ternyata habis juga. Kok pada habis ya? Apa karena sudah lewat edisinya? Entah juga. Akhirnya saya ke tobuk Gramedia Teras Kota baru dapat. Itu pun sisa satu. Alhamdulillah :D

halaman ke-4

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

7 komentar

  1. Balasan
    1. Hanya nyempil nih mbak :D
      Terima kasih mbak Yervi.

      Hapus
  2. Bangunan-bangunan ini memang suka bikin kagum. apalagi ukiran-ukirannya lafadz Allah bikin merinding kalo ngelihat.

    BalasHapus
  3. bangunannya tua tapi masih sebagus itu n kokoh. wah sangat memukau. elegan lagi masjidnya..

    BalasHapus
  4. Cakep banget Masjidnya, sayang kemarin nggak sempat mampit kesini.

    BalasHapus
  5. Masya Allah...
    Dari luar ajah udah mencuri perhatianku banged, tapi sayang disayang, belum berjodoh masuk ke dalamnya, sampai akhirnya aku mampir ke sini, dan ternyataaaa mba Rien udah duluan membedah daleman masjid ini.
    Thanks, mba Rien :)

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!