[Citizen Reporter] Sepenggal Cerita dari Tanggamus


Citizen Reporter - Surabaya.Tribunnews.com
Rabu, 09 Desember 2015 
TERBIUS PESONA TANGGAMUS

FESTIVAL Teluk Semaka (FTS) menjadi agenda tahunan Pemerintah Kabupaten Tanggamus dengan mengekspos objek wisata dan potensi pariwisata serta budaya daerah di sana. Selain untuk meningkatkan kunjungan wisata, FTS diharapkan menarik minat investor yang ingin mengembangkan sektor pariwisata di kawasan Provinsi Lampung ini.

Tahun ini merupakan gelaran kedelapan FTS. Hadir di antara travel blogger, fotografer, jurnalis, undangan Dinas Pariwisata Tanggamus, kami mengikuti beberapa kegiatan FTS. Di antaranya Tour D’Semaka, mengunjungi sejumlah objek wisata Tanggamus, pengentahan adokh (pemberian gelar kehormatan), hingga parade budaya di lapangan Merdeka, Kota Agung.

Sabtu (21/11/2015), hari terakhir FTS diisi dengan pengentahan adokh kepada dua pejabat yang dinilai telah berjasa untuk Tanggamus. Yakni, Komandan Kodim 0424/Tanggamus Letkol Inf. Kristomei Sianturi dengan adokh pangikhan Pengkhinggom Bangsa, beserta Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Kodim 0424/Tanggamus Dezti Asti dengan Adokh Khatu Kartika Chandra Kirana.

Juga, Kepala Kepolisian Resort Tanggamus AKBP Ahmad Mamora dengan adokh pangikhan Penata Hukum beserta Ketua Bhayangkari Polres Tanggamus Ina Puspitasari dengan Adokh Khatu Bhayangkari.

Dua pasang penerima gelar duduk dalam dua tandu diarak dari rumah dinas Bupati Tanggamus menuju lapangan Merdeka Kota Agung.

Arak-arakan diiringi penari khakot dan sekura untuk membuka jalan. Pincal Khakat berarti pencak khakot, tradisi luhur masyarakat Lampung. Sedang tari khakot adalah tari pedang yang dahulu kala dibawakan para panglima (disebut hulubalang) untuk menyambut tetamu agung.

Pengentahan adokh dimulai pukul 10.00 WIB. Usai pembacaan surat keputusan pengentahan adokh, dua penerima gelar duduk di panggung khusus. Selanjutnya angklung, pincal khakot, rudat, pajar, sakura, polisi cilik, barongaay, kuda lumping, Keluarga Besar Sumatera Barat Tanggamus, dan TTKDH Tanggamus menampilkan aksinya.

Parade budaya dimulai dengan penampilan siswi SMU Xaverius Gisting, membawakan tari Tepui-Tepui. Disusul tari kolosal Khakot yang menceritakan perlawanan warga Tanggamus terhadap kolonial.

Festival Teluk Tanggamus 2015 juga mengenalkan tradisi rudat yang dikenal sebagai tari pengiring pengantin dari Suku Pepadun, salah satu suku di Lampung. Ketiganya seolah menjadi pengingat agar generasi muda Tanggamus tidak lupa dengan warisan budaya di daerahnya sendiri. Sungguh suguhan rangkaian budaya yang membius.





Citizen Reporter - Surabaya.Tribunnews.com
Selasa, 15 Desember 2015 

ADA LUMBA-LUMBA DI SECARIK BATIK TANGGAMUS
 
MENERIMA undangan Dinas Pariwisata Tanggamus untuk mengikuti rangkaian Festival Teluk Semaka ke-8, salah satu kegiatannya adalah Tour D’Semaka. Kami mengunjungi sejumlah objek wisata alam di Tanggamus sekaligus mengenal batik Tanggamus.

Selama ini saya anggap kain tradisional Lampung hanya tapis. Ternyata provinsi paling selatan di Sumatra ini memiliki batik unik khas Tanggamus.

Kabupaten di Lampung dengan ibu kotanya Kota Agung dihuni mayoritas suku Lampung asli, yang lainnya warga pendatang. Kota Agung menjadi ibu kota Kabupaten Tanggamus sejak berdirinya Kabupaten Tanggamus, medio 1997.

Kota yang relatif masih muda ini merupakan kota lama yang terletak di kaki Gunung Tanggamus dan di tepi utara Teluk Semaka. Desa-desa yang ada di sekitar Teluk Semaka seperti Tampang, Kaur Gading, Tirem dihubungkan oleh pelabuhan laut lokal.

Tapis Sai Tanggom menjadi motto warga Kabupaten Tanggamus. Sedangkan Bung Lumba menjadi simbol Kabupaten Tanggamus. Simbol ini terkenal seantero Tanggamus hingga luar daerah Tanggamus. Tak heran, berjalan ke sudut-sudut kota, banyak diumpai gambar lumba-lumba. Nah, ikon lumba-lumba inilah yang dipindahkan menjadi motif batik Tanggamus.

Sanggar Ratu binaan Dekranasda Tanggamus di Pekon Banding Agung, Kecamatan Talang Padang menjadi jujugan kami menyelami batik Tanggamus. Omansyah Adok Minak Jaga, menjadi perajin batik Tanggamus andal di sana.

Menurut Hendra Ferry, SE MM, sekretaris umum yang mendampingi istri Bupati Tanggamus, Dewi Handajani, SE MM, yang juga Ketua Umum Dekranasda Tanggamus, Sanggar Ratu menjadi wadah para perajin lokal, juga sarana promosi handycraft Kabupaten Tanggamus, baik itu batik, tapis, maupun lainnya. Selain kain batik, Sanggar Ratu juga menyediakan busana batik siap pakai seperti kemeja batik dan dress batik.

Tak sebagaimana batik yang selama ini saya kenal yaitu batik tulis, di sini batik-batik dikerjakan dengan cara dicap di kain. Cara ini memang lebih cepat, efisien, dan ekonomis. Saya menjumpai beberapa kain dalam pola, motif, dan warna berbeda-beda. Ketidaksamaan tersebut ternyata menyelaraskan pesan yang ingin disampaikan pembuatnya.

Satu motif punya makna tertentu, biasanya berkaitan dengan kepentingan adat dan agama. Itu sebabnya motif bukan sekadar ilustrasi, tetapi memiliki makna dan filosofi.

Beberapa motif batik Tanggamus selain motif Bung Lumba, ada juga bunga Kamphai (buah tomat kecil/ cherry) dan motif batik Sanggi yang kental dengan nuansa pesisirnya. Ada gambar ketinting atau jukung (perahu khas Lampung), cadik, pohon ara (pohon kehidupan) dan nelayan.

Selain batik, di sanggar ini juga tersedia kain tapis dan sulam usus. Semuanya karya warga binaan.

Menurut Ibu Oman, motif dan desain, mereka yang tentukan, lalu perajin membuatnya berdasarkan pesan. Harga satu helai kain tapis berkisar dari Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta. Bahkan, Rp 8 juta. Biasanya dibuat berdasarkan pesanan khusus.

Berminat?

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Leave your message here, I will reply it soon!