Naik Motor ke Kawah Belerang Bukit Pagar Alam


Di antara cerita tentang Danau Hijau dan Air Terjun Lembah Pelangi yang pernah saya ceritakan pada tulisan terdahulu, ada satu tempat yang sengaja saya lewatkan, namanya Kawah Belerang Bukit Pagar Alam. Mestinya kawah tersebut jadi satu cerita dengan Danau Hijau, karena masih berdekatan dan berada dalam satu karakter bentang alam yang sama unik. Namun, masing-masing tempat ternyata punya kesan berbeda, itu sebabnya saya tuliskan di catatan yang berbeda.

Semua peserta Tour D’Semaka 2015 ikut serta ke kawah belerang, tak terkecuali saya. Perjalanan menuju kawah dipandu oleh Pak Adi selaku Sekretaris Desa, dan Pak Paino selaku Kepala Sekolah di salah satu sekolah di desa Pagar Alam. Ada tiga unit sepeda motor yang disiapkan untuk kami para wanita. Mungkin agar kami tak cepat lelah. Melihat motor-motor itu, saya pun menebak tempatnya pasti jauh, dan mungkin juga agak ekstrem. 


Mbak Evi (www.eviindrawanto.com) naik motor pertama. Melihat beliau naik motor, saya teringat postingan di blog Halim Santoso (www.jejak-bocahilang.com) yang ada bahasan tentang ‘skandal’ di FTS tahun 2014. Di situ ada foto mbak Evi naik motor, menuruni gunung. Motornya tanpa rantai. Nah, siang itu Mbak Evi juga naik motor, tampak gagah, terkesan sangar seketika, hilang aura keibuan yang dimilikinya. Saya seperti ingin bertepuk tangan melihat itu, sambil berteriak dalam hati “Keren Mbak Evi!”
 
Naik motor neeeeh *photo by @ito07aja

Jika tak salah ingat, saya jadi yang terakhir naik motor. Sebelum naik, kain batik yang saya jadikan rok, saya angkat sampai lutut, biar tidak mengganggu kaki saya yang duduk ala laki-laki. Terus terang saya khawatir, bukan soal kain yang mungkin akan tersangkut, tapi soal duduk di motor. Saya takut jatuh! Mau pegangan di pinggang yang bawa motor nggak mungkin, akhirnya pegangan pada dudukan motor dekat pant*t si mas yang bawa motor. Ketika mesin motor mulai dihidupkan, saya lekas berdoa, semoga saja tidak ada angin kencang yang melayangkan badan kecil saya. Kasian yang bawa motor, nanti dia panik kehilangan boncengan kece :p

Saya membayangkan perjalanan bermotor selama berjam-jam, naik bukit turun bukit, sesekali ngesot dan ngepot, mungkin juga akan merasakan terbenam lumpur. Belum usai saya membayangkan semua itu, sepeda motor berhenti. Sudah sampai! Olalala…..ternyata dekat dan singkat! Hoaaa…kalau gitu saya pilih jalan kaki saja bareng om-om dan mas-mas yang lain. Hadeuuh…

Di tempat saya diturunkan dari motor, ada jalan menurun yang hanya dapat dilalui dengan jalan kaki untuk mencapai kawah. Saya melewati jalan itu bersama yang lain. Tak berapa lama, dari balik semak-semak terlihat bayangan hitam pekat terbalut warna putih khas bebatuan kapur. Itu kawahnya! Saya sempat keluar jalan, belok kanan sedikit, mencari tempat enak untuk memotret dari kejauhan. Ternyata tempatnya kurang begitu cocok untuk mengambil gambar. Akhirnya saya kembali mengikuti jalan setapak, turun mencapai kawah. 

Jalan menuju kawah belerang

Semua orang senang berfoto, saya juga, kamu?

Bukan seperti Kawah Putih yang saya bayangkan :D

Sebuah tempat terbuka, lebar menganga dengan bebatuan kapur warna hitam seperti ditumpahi cat putih, adalah kawah belerang yang dimaksud. Saya sempat membayangkan ada genangan air serupa danau seperti Kawah Putih di Bandung. Ternyata tak sama. Tempat ini hanya punya genangan kecil dengan kedalaman semata kaki, mirip parit kecil, atau serupa tumpahan air di jalan raya. Ketika disentuh, airnya terasa hangat. Di beberapa titik di sela-sela bebatuan ada asap mengepul dan mengeluarkan bau khas belerang yang tidak sedap di indra penciuman. Ada pula gelegak kecil di rongga-rongga batu. Ada pipa-pipa menjulur di sekitar kawah. Sepertinya air hangat hendak dialirkan entah kemana, saya tak bertanya. 


Kondisi hari yang berpayung awan saat itu membuat paru-paru bekerja lebih mudah dari biasanya. Udara sejuk terasa hilir mudik di titik tempat saya berdiri. Namun ketika saya mulai turun ke kawah, berjalan di atas bebatuan, udara terasa berbeda, jadi hangat. Berlawanan dengan udara sejuk yang saya rasakan sebelumnya. Sentuhan udara hangat itu terasa membelai wajah dan kulit tangan saya yang terbuka. Saya ingin udara hangat itu menyentuh sampai ke kulit kaki, tetapi kaki terbungkus rapat dalam sepatu boots yang saya kenakan. 
 
pada turun

kira-kira mas Indra sedang apa ya?

Ini mas Ito (baju hitam) yang motret saya naik motor

Mas Elvan mateng :D

Pipa-pipa

"elo sih, Ki!"  :D

Baiklah, tak banyak yang bisa dilakukan di sini selain melihat dan menikmati suasana, serta menjadi tahu ada tempat unik yang bisa dijumpai di Ulu Belu selain Danau Hijau nan Memesona, juga Air Terjun Pelangi yang Menggetarkan hati.

Merasakan naik motor di bebukitan, dihembus udara panas kawah, serta menjamah bebatuan dan air hangat, saya rasa itu pengalaman yang tak biasa ditemui sehari-hari. Jadi, tempat ini punya kesan sendiri. Jika ke Ulu Belu, memang tak ada salahnya singgah kemari, melihat walau sejenak.

Jika cuaca sedang bersahabat, tempat ini enak buat dilihat dan dicapai. Tapi kalau sedang hujan, saya yakin jalannya licin dan akan banyak tanah menggumpal di alas kaki. Pun tak ada tempat berlindung dari terpaan air hujan. Kecuali suka dengan segala kelebat rintangan itu, tak masalah. O ya, yang perlu diketahui adalah kealamian tempat ini masih terjaga. Menarik di mata walau hanya kawah belerang tanpa apa-apa di sekitarnya. Perlu hati-hati menginjak permukaan kawah, selain bisa kejeblos, juga panas. Berlama-lama di sini asik juga, tapi kalau jadi matang tentu tak asik lagi :D 
 
Jadi tahu apa rasanya diterpa udara panas 
*Photo by +yopie franz *



Ada mata air panas di dekat kaki 
*photo by +yopie franz
+yopie franz
Karena banyak difotoin oleh beliau nih, giliran saya yang motret dia


 


Ulu Belu, Kab. Tanggamus
20 Nopember 2015

Festival Teluk Semaka 2015
w/ @Yopiefranz @KelilingLampung @elephunx25_85 @Duniaindra @Halim_san @Omnduut @Fajrinherris @Donnaimelda @Eviindrawanto @kikianvirrr @Agoenk_001 @ito07aja @FestTelukSemaka

D'Semaka Tour 2015 *Photo by +yopie franz 

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

6 komentar

  1. Mbak Rien itu jongkok lagi mungutin berlian ya? bagi-bagi dong ciyus amat haha.

    BalasHapus
  2. Perlu hati-hati menginjak permukaan kawah, selain bisa kejeblos, juga panas. Kecuali ingin matang di sana.
    >>> kalau lapar tinggal tarok telur ya mbak hihihi

    BalasHapus
  3. Rien, setahuku, klo mau aman naik motor pegangannya jangan di bagian belakang pengemudi, melainkan di palang bagian belakang P*n**t mu itu. jauh lebih aman dan kamu bisa pegangan erat. (ketahuan kemana2 naik mobil ya? :D )

    itu nemu batu akik kah? maulah hihihi

    BalasHapus
  4. Rasanya pernah komen di tulisan ini, tapi kok gak ada ya? Hihihi. Apa di postingan lain ya? *mulai pikun* *ambil ginkcobiloba*

    BalasHapus
  5. Kapan kita motoran ke Gigi Hiu Pegadungan?
    Seru, pegel, capek, bakal kejungkal, tapi sesuai dengan yang didapat ;)
    seperti ini ~> https://kelilinglampung.wordpress.com/2012/09/28/kumpulan-foto-batu-layar-pantai-pegadung/

    BalasHapus
  6. Kannn... foto aku yang diposting aneh aneh lhooo... hahaha candid semua dahh... yang kaki nyekerlah, muka mutung lahhh.... wuuuuuuuu..... kayaknya taun depan masih diajak gak yaaa wkwkwkwk

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!