Tour Anak Krakatau 2015

Gunung Anak Krakatau
Lapangan KORPRI Bandar Lampung pagi itu ramai oleh peserta Tour Anak Krakatau. Terdiri dari masyarakat umum, jurnalis, blogger, mahasiswa, dan kelompok pencinta alam. Tour Anak Krakatau merupakan bagian dari kegiatan Festival Krakatau 2015 yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Propinsi Lampung. Jumlah peserta tour diperkirakan lebih dari 300 orang. Saya menjadi salah satunya.

Tepat pukul 06.30, tujuh bus pariwisata yang disediakan panitia mulai berangkat menuju dermaga Grand Krakatoa Resort di Pantai Merak Belantung, Kalianda. Waktu yang ditempuh sekitar 1,5 jam lamanya. Iring-iringan bis melintasi kawasan Pantai Merak Belantung yang memiliki beberapa objek wisata pantai, diantaranya Embe Beach, Beo Beach (Tanjung Beo), dan Pantai Sapenan. 

Bersama teman-teman blogger
Salah satu dari tujuh bus yang mengangkut peserta tour

Kehadiran rombongan peserta Tour Anak Krakatau membuat dermaga Grand Elty Krakatoa pagi itu jadi ramai. Ukuran dermaga yang terbilang kecil tak mampu menampung semua orang sekaligus. Sehingga harus antri ketika memasuki kapal-kapal yang disediakan panitia. Kapal yang tersedia cukup banyak tapi kapasitas tiap kapal hanya sekitar 20 orang saja. Rombongan pun dipecah dalam beberapa kapal.  Saya dan teman-teman blogger dari Jakarta masuk dalam satu kapal nomor urut 11.

Dermaga Grand Elty Krakatoa

Persiapan naik kapal

Angin kencang dan hempasan gelombang naik turun mengguncang kapal. Sesekali terpaan ombak seperti deras hujan yang datang menyergap. Saya sempat ragu kapal kecil yang saya tumpangi akan tangguh menyeberangi selat Sunda. 

Selain Tour Anak Krakatau, di waktu yang sama juga digelar Krakatau Jetski Adventure. Suguhan ini menjadi hiburan tersendiri. Kelihaian peserta jet ski ngebut di atas laut Selat Sunda cukup mengundang perhatian.  

Jet ski Adventure


Rombongan teman satu kapal
Gunung Anak Krakatau di kejauhan

Sang raja siang telah duduk di puncak singgasananya ketika kami merapat di Kawasan Cagar Alam Krakatau. Lidah ombak bergulung-gulung membelai bibir pantai yang diselimuti pasir berwarna hitam. Mengundang rasa tak sabar untuk lekas meloncat dari kapal agar segera menjejakkan kaki di permukaan pantainya yang landai.

“Cagar Alam Krakatau”. Rasanya sedikit tak percaya ketika membaca tulisan itu. Tetapi kaki saya sungguh telah menjejak pelataran Gunung Anak Krakatau. Sebuah kepulauan vulkanik aktif yang terletak di Selat Sunda, yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatra dengan status cagar alam. 

Inilah keindahan alam yang dipertontonkan itu. Bukan tontonan mudah, sebab harus ditempuh berjam-jam lewat laut. Untuk masuk pun memerlukan ijin dari petugas BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Lampung. Tidak masuk begitu saja. 

Tak sembarang masuk kawasan ini
Kesenian pencak silat yang disajikan oleh penduduk Pulau Sebesi
Bersih! Dari pantai hingga gunung

Batu di lereng gunung

Tahun ini tepat 132 tahun silam, Gunung Krakatau menggelegar. Tepatnya, 26-27 Agustus 1883, gunung berapi itu membangunkan penduduk planet –mulai dari Nusantara hingga jauh ke Afrika. Letusan terdengar sampai di Alice Springs Australia, dan Pulau Rodrigues dekat Afrika. Padahal kedua tempat itu berjarak sekitar 4.653 kilometer dari pusat letusan. Tentu tragedi ini mengisi lembaran penting dalam sejarah manusia.

Daya ledak Krakatau diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II. Letusan hebat dalam sejarah Vesuvius di Pompeii yang merubah sebagian wajah bumi. Akibat letusan itu tak terhitung korban harta dan nyawa. Awan panas dan tsunami yang mengikuti letusan telah merenggut sekitar 36.000 jiwa. Tsunami Krakatau merupakan yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia sebelum terjadinya tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. 

mari mendaki

ayo terus naik

jangan menyerah

Perjalanan Tour Anak Krakatau membuka mata saya akan kekuatan sebuah gunung api dalam mengubah lanskap, sekaligus menumbuhkan peradaban baru. Banyak kepercayaan masyarakat yang dikait-kaitkan dengan Krakatau. Namun hal yang penting adalah bagaimana setiap orang bisa hidup berdampingan dengan alam.

Hal paling menyenangkan dari penjelajahan ini adalah melihat para peserta yang sangat tahu cara menikmati keindahan alam, yaitu mempelajari sejarah erupsi dan kemudian mendaki sampai ke puncak Gunung Anak Krakatau. Adanya semangat dan rasa cinta membuat gairah trekking itu tumbuh, sehingga suka cita meniti pasir vulkanik dengan kemiringan 30 derajat.


Mbak Donna
Melly
Selfie
Dennish Trans 7
Bawa merah putih ke tempat tertinggi

Sinar matahari tajam menusuk kulit, menemani langkah kaki yang sesekali merosot. Maju terus pantang mundur. Meski tak sampai puncak tak apa, yang penting mau menanjak, semampunya.

Lelah dan penat tak begitu terasa, hanya panas saja yang menggila. Tapi itu tiada artinya lagi ketika mata disuguhi panorama indah tak terperi, terbentang sejauh mata memandang. 

Laut biru beserta isinya, flora dan fauna di hutan hujannya, serta pulau-pulau dengan kehidupan masyarakat yang meramu nasib dari mengolah sumber daya alam, semua menghadirkan kagum yang  berpucuk pada rindu sebelum pohon jarak itu tumbuh. 

Rumah singgah (tempat solat)

mari pulang
Sampai jumpa lagi Anak Krakatau!



~Lampung, Sumatra - INDONESIA
Tanggal 29 Agustus 2015




*Semua foto dokumentasi Katerina

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

15 komentar

  1. Balasan
    1. Iya mbak. Apalagi bareng teman-teman. Ingin diulang lagi rasanya.

      Hapus
  2. Semoga teteup bersih ya mbak, jauh dari tangan tangan jahil.

    Seruuu dan keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Insha Allah kalau para pengunjungnya adalah pejalan yang dewasa, akan bijak terhadap alam. Apalagi ini kawasan cagar alam, ya mbak :)

      Hapus
  3. Speechless mbak riiiiiin. keren banget bisa ke sini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah rejeki bisa ke sini. Walau ga muncak :D

      Hapus
  4. mbak donna berusaha tetep senyum walaupun keliatannya capek ya? hihihi

    BalasHapus
  5. Kayanya ad yang kehausn tuh nyari air tambahan. wkwkwkwk....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mana....mana....mana yang kehausan? Mas Indra kah? :D

      Hapus
  6. Mbak Rien, sekarang aku nyesel lho kemarin gak sampai ke puncak. Padahal kalau pelan-pelan aja mah pasti sampai :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak apa mbak Evi, itu berarti kita mesti balik lagi ke sana untuk sampai ke puncaknya :)

      Aku lebih menyesal lagi mbak. Padahal sudah lebih dari separuh jalan. Naik dikit lagi pasti sampai. Tapi aku menyerah pada panas. Padahal kaki masih kuat naik. Berhenti tapi tidak turun. Duduk dan sesekali berdiri saja berjemur sambil moto-moto. Kalau dipakai naik pasti sampai di puncak pertama. Yuk mbak lain waktu kita balik lagi ya ke sana :)

      Hapus
  7. Kukira di atas sana bener-bener tandus. Ternyata masih ada yang ijo-ijo walaupun gak banyak :) lumayaaan

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!