Mereguk Informasi Dalam Secangkir Kopi


Assalamu'alaikum Wr Wb, 

Beberapa waktu lalu janjian ketemu teman di sebuah kedai kopi. Karena teman yang pilih tempat, dan saya ditraktir, jadi saya ngikut saja. Nah, yang namanya kedai kopi, sudah tentu menu minuman yang ada rasa kopi semua. Karena perut saya pantang kopi, jadinya saya nanya, “Jus wortel, ada?” Si mbak pelayan melongo. Saya nyengir bidadari. Di sodorin kue-kue rasa kopi, saya hampir saja nanya, “Pisang goreng ada?” Untung ga nanya, kalo nanya bisa-bisa mbak nya nyakar tembok :))

Pernah dengar lagunya Kunto Aji yang judulnya “Terlalu Lama Sendiri”, gak? Liriknya ada yang begini “Sudah terlalu lama aku asyik sendiri. Lama tak ada yang menemani….dst”  Waktu teman saya mulai asyik ngobrol sambil minum kopi, saya langsung bersenandung dalam hati “Sudah terlalu lama aku asyik minum air putih. Lama tanpa kopi yang menemani…”. :D 


Saya bukan tidak suka kopi, apalagi benci kopi, tapi lambung ini nih yang tak bisa di ajak kompromi. Minum segelas saja asam lambung langsung melesat naik (kalo karir yang melesat mah gpp), apalagi minum satu ember. Kayaknya bakal melayang ke rumah sakit. Ketemu dokter profesor tua itu lagi, diobati lagi, dirawat lagi. Saya sih ga bosan, ngeri dokternya aja yang bosan. Ntar katanya ‘lu lagi, lu lagi…maag lagi maag lagi…”

Bertahun-tahun ga minum kopi, lama-lama terbiasa. Meski aromanya menggoda dan tak tertahankan, saya masih bertahan *nyanyi*. Di kantor pada ngopi, di arisan pada ngopi, di gunung pada ngopi, di pantai pada ngopi. Lha saya? Nge-teh saja ditakar :D Tapi saya salut sama diri sendiri *yaelah*, bisa kuat menahan segala pantangan. Ga cuma kopi sebetulnya, makanan pedas dan asam juga pantang.


Pada suatu ketika di waktu antah berantah *gaya dongeng*, saya membaca tulisan seorang sahabat, Desi Puspitasari (penulis novel Strawberry Surprise yang difilmkan dan diperankan oleh Reza Rahadian) di blognya tentang kopi Aroma Bandung. Desi ini penggemar kopi. Saya tahu karena pernah beberapa kali membaca celotehnya tentang kopi. Nah, soal Kopi Aroma itu, Desi pernah ke pabriknya. Hal menarik yang dia ungkapkan adalah tentang kopi Aroma yang sangat aman buat penderita maag. Info yang menarik tentunya. Lalu, saya buat lah rencana untuk menyambangi pabrik kopi yang disebutkan Desi.
 
Pabrik Kopi Aroma Bandung

Bulan Februari 2014 lalu, keinginan menyambangi pabrik kopi Aroma pun terealisasi. Ternyata tidak sia-sia datang jauh-jauh dari Jakarta, sebab tak hanya kopi yang didapat, tetapi juga informasi seputar pembuatan kopi langsung dari sang pemilik pabrik, Pak Widya Pratama. Beliau adalah pewaris tunggal Paberik Koffie Aroma yang dibangun tahun 1930 oleh Tan How Sian (bapaknya Pak Widya). Seneng banget.

Ngobrol sama pak Widya itu seperti bertualang mundur ke jaman kolonial. Dulu, Tan How Sian, memperoleh dasar pengetahuan tentang usaha kopi saat bekerja di perusahaan kopi Belanda sejak tahun 1920 hingga 1930. Pak Tan How Sian lalu berhenti menjadi karyawan dan memutuskan membuka usaha kopi kecil-kecilan. Usaha inilah yang kini masih dijalankan oleh pak Widya. Kondisi pabrik masih utuh seperti awalnya. Masih di tempat yang sama seperti pada mulanya. Masih dengan konsep yang sama seperti yang dibuat ayahnya 84 tahun yang lalu.  Dalam rentang waktu tersebut banyak hal baru tercipta. Namun dengan keaslian konsep, metode, dan kualitas yang terjaga, produk kopi Aroma melegenda dalam satu label yang tak ada duanya.
 

"Wilt U heerlijke Koffie drinken? Aroma en smaak blijven goed. Indien U de Koffie van de zak direct in een gesloten stopfles of blik over plaatst. Niet in de zak lateen staan!"
 ~
Maoe minoem Koffie selamanja enak? Aromanja dan rasanja tinggal tetep, kaloe ini koffie soeda di boeka dari kantongnya harep dipindahken di stofles atawa di blik jang tertoetoep rapet.

Djangan tinggal di kantong!

-Koffie Faberik AROMA Bandoeng-  

Demikianlah yang tertulis di kantong kemasan Kopi Aroma, baik jenis Kopi Robusta maupun Kopi Mokka Arabika. Kopi legendaris dari Bandung yang telah berdiri sejak 1930 ini berlokasi di Jl. Banceuy No.51 Bandung, tempat toko sekaligus tempat diproduksinya Kopi Aroma.  

Keliling pabrik, melihat proses pembuatan kopi bersama Pak Widypratama (owner pabrik kopi Aroma)
Berkunjung ke pabrik Kopi Aroma yang namanya begitu populer dan melegenda, serta melihat langsung proses produksi dengan peralatan yang terbilang kuno dan tua, menjadi sesuatu yang sayang untuk dilewatkan kala berkunjung ke Bandung. Terlebih mengetahui sebuah rahasia tentang kopi enak yang tidak mengandung kadar asam tersebab disimpan 5-8 tahun sebelum diolah menjadi bubuk kopi, terasa begitu bermanfaat untuk diri pribadi yang memang merindukan kopi yang aman untuk lambung.  

Kopi tak sebatas sebagai minuman yang nikmat untuk diteguk tapi lebih jauh juga berkhasiat sebagai pengobatan. Sebagai minuman, Kopi Aroma jenis Robusta (Kopi Aroma memproduksi 2 jenis kopi yakni Robusta dan Mokka Arabika) ternyata baik untuk pasangan suami istri. Khasiatnya dapat membuat sperma laki-laki memancar kuat di pagi hari. Bagi penderita diabetes, kopi Robusta bagus diminum pagi hari (tanpa gula). Bubuk kopi juga dapat digunakan sebagai obat luka yang sulit mengering (bubuk kopi itu ditaburkan ke atas luka).

Ketika menerangkan khasiat kopi, Pak Widya Pratama menunjukkan sebuah buku kepada saya. Judulnya : Coffee Powder For Wound Healing "The New Paradigm Of Wound Management." Karya Prof. Hendro Sudjono Yuwono, dr, PhD. "Tapi maaf, bukunya hanya satu ini saja. Belum terbit," terang Pak Widya. Saya yang mulanya berharap dapat info bahwa buku ini ada di toko-toko buku dan saya bisa mendapatkannya untuk membaca isinya, jadi kecewa.

Pak Widya menjelaskan kepada saya bahwa jika kopi yang diminum membuat air seni yang keluar juga berbau kopi, itu artinya kopi tersebut mengandung zat kimia! Nah. Pernah mengalami demikian? Saya pernah. Hehe.

Alhamdulillah ketika mencoba minum kopi Aroma selama 1 bulan penuh, baik Kopi Robusta maupun Kopi Mokka Arabika, saya belum merasakan maag saya kumat. Tidak pula ada mencium aroma kopi pada air seni. Pun hingga kini, setelah setahun sejak pertama mencicipi kopi buatan Aroma, kondisi lambung tetap baik-baik saja. Cocok.
 
Di antara karung-karung kopi
Proses pengemasan
Bagaimana proses pembuatan kopi Aroma?
Proses pembuatan dimulai dari penyimpanan. Lama penyimpanan biji kopi untuk membuat kopi Mokka Arabika adalah selama 5 tahun, dan 8 tahun untuk kopi Robusta. Untuk kopi Mokka Arabika, Pak Widya memakai biji kopi yang didatangkan dari Aceh, Medan, Toraja, dan Flores. Sedangkan untuk kopi Robusta memakai biji kopi dari Lampung, Bengkulu, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Proses penyimpanan bertujuan untuk menurunkan kadar asam pada kopi. Dan inilah rahasia kenapa perut saya aman ketika minum kopi Aroma.

Biji kopi yang baru tiba biasanya warnanya masih kehijauan. Setelah disimpan, warna biji kopi baru berubah menjadi coklat kehitaman. Biasanya berat biji kopi tersebut akan menyusut dari berat sebelum disimpan. Ketika hendak diolah, biji kopi dijemur terlebih dahulu di bawah matahari. Jika hujan, tetap harus menunggu sampai ada matahari. Tempat penjemuran kopi di bagian belakang pabrik. Di antara tumpukan limbah kayu karet yang dijadikan bahan bakar untuk proses penggorengan biji kopi (menggoreng tanpa minyak / sangrai).

Mesin dan peralatan pengolah benar-benar terlihat tua dan usang. Jauh dari kesan modern dan canggih. Pak Widya memiliki 2 mesin penggarang, yakni buatan 1930 dan 1936. Telah lebih dari 80 tahun dipergunakan, dan mesin itu masih berfungsi dengan baik. Setia mengolah kopi, bersama 9 pegawai pak Widya. Ya, hanya 9 saja pegawainya. Dan selalu sejumlah itu, walau orangnya silih berganti.
 
Antrian pembeli kopi di Toko Kopi Aroma

Memasuki pabrik Kopi Aroma memang tak sekedar membuat saya lancar menenggak secangkir kopi yang aman dan enak, tetapi juga mendapatkan informasi yang mengayakan pengetahuan. 

Masih takut minum  kopi? Kalau saya sih tergantung kopinya :D


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

17 komentar

  1. Wuihhhhh, aroma kopinya dah nyampe sini, lho....Btw, Jerman ini negerinya peminum kopi. Aku sih minum kopi sesekali aja. Kalau lagi pengen dan kalau lagi butuh dopping biar melek. hehehe. ira

    www.keluargapelancong.net

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak. 86% warga Jerman adalah peminum kopi. Favoritnya drip coffee ya biasanya dan kalo minum sukanya pake pot. Aneh :D
      Kalo aku doppingnya duit segepok mbak. Mau ngantuk kayak apa juga langsung melek wkwkwkwk

      Hapus
  2. Udah lama denger tentang Kopi Aroma, tapi belum pernah nyobain.. Baca postingan mbak Rien ini jadi makin penasaran deeh... Nice info mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mesti dicoba, mbak. Kopinya enak. Aku suka kedua jenis kopinya. Bener-bener aman lho buat lambungku. Apalagi buat yang ga ada masalah lambung :) Oh ya, Fatah udah pernah ke pabrik kopi Aroma ini.

      Hapus
    2. Aaah iya... Fatah juga pernah cerita...

      Hapus
    3. Dulu Fatah bareng Desi ke pabrik kopi Aroma :D

      Hapus
  3. Aku minum kopi sesekali aja mak. Kalau pas mau gitu. Itupun kopi luwak. Kalo kopi lain suka eneg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah enak itu kopi Luwak, tapi mahal ya, Mbak Lia :D
      Aku juga sesekali. Meskipun begitu aku selalu punya stock kopi di rumah, buat dipake menjamu teman atau keluarga yang datang ke rumah :)

      Hapus
  4. Ih, aku suka minum kopi tiap pagi,,, Tapi belum pernah nyobain Koffie Aroma. Itu Pabriknya bisa dikunjungi gitu yah? Baru tahu.... Kapan2 pengen main kesana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Bisa dikunjungi. Bisa 'tur' pula. Syukur-syukur pas ada Pak Widya nya :)

      Hapus
  5. Balasan
    1. Mesti coba biar tahu enak apa enggaknya. Kalo kataku sih enak :)

      Hapus
  6. Aku suka nongkrong tp ngak suka kopi ... bye

    BalasHapus
  7. mbak Rin, saya pernah nyoba kopi ini... bener2 mantaapss...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah ternyata Mbak Ida pun pernah merasakan kenikmatan kopi Aroma :)

      Hapus
  8. Toko kopi ini legendaris banget! Setiap kali zahra lewat kesini, orang2 antri sampai ke trotoar. Pemiliknya tdk pernah merenovasi bangunan mjd lebih modern, biar kesan klasiknya tetap nempel hihi.
    Waktu mas agus ke bandung, dia mau beli ini. Tapi sayang bgt, jam stgh 3 aja udah tutup huhu :(

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!