Bersepeda asyik di Pulau Tidung

Di Pulau Tidung, bersepedalah hingga jauh. Keluar dari perkampungan, menjauh dari penginapan. Susuri jalan ke arah selatan, tempat di mana ilalang tumbuh subur dan berdaun lebat. Bukan hanya ilalang, tetapi juga tanaman berbunga merah dan putih (dan aku tak tahu nama tanaman itu). Pohonnya pendek-pendek, bertebaran di sepanjang sisi jalan yang kulalui.

Jalan kecil yang kulalui, berupa tanah berwarna putih yang keras tetapi memiliki permukaan yang halus. Seperti ditaburi pasir yang paling halus. Roda sepeda dapat meluncur deras, tanpa harus berderit-derit. Dan, jatuhkanlah diri di rerumputan, jika merasa mulai mabuk akan keindahan tempat ini.

Di kiri dan kanan jalan, di belakang para ilalang, adalah bibir pantai. Jaraknya cukup dekat, bahkan saat bersepeda, debur ombak bisa terdengar di telinga. Paduan yang sempurna antara nyiur yang melambai, debur ombak, angin laut, dan ilalang hijau yang mempesona.

Hei, aku jarang sekali menemukan sebuah tempat di mana pantai bisa memiliki ilalang sebanyak dan seindah ini. Hmm...

Penggemar ilalang bertemu ilalang, laksana berjumpa kekasih hati. Rasanya tak ingin pulang.

Bahagia itu sederhana.

Bersepeda di antara ilalang

Ada banyak sekali sepeda di Pulau Tidung. Sepeda milik penduduk pulau, dan sepeda sewaan yang disediakan untuk para pengunjung pulau. Datang dan menginap di Pulau Tidung, sangat sayang sekali jika dilewatkan tanpa bersepeda. Jadi, kalau memesan paket wisata melalui travel agent, jangan lupa pilih yang sudah termasuk sepeda. Supaya kita tak repot lagi mencari sewaan. Saat datang, sepeda sudah tersedia di depan penginapan. Tinggal pakai kapanpun dan kemanapun kita ingin pergi.

Model sepeda-sepeda di Pulau Tidung hampir semua sama. Untuk perempuan dan laki-laki, ga ada bedanya. Sepeda ala wanita, dengan keranjang di depan, dan tentunya dengan warna-warna yang terang. Pink, merah, orange, hijau, kuning, biru, dan ada juga yang ungu. Tak ada sepeda sporty ala laki-laki. Jadi, para lelaki ga usah malu atau merasa ga cocok ya he he

 Bentor : Becak Motor

Selain sepeda, ada juga motor, tapi jumlahnya tak mendominasi kendaraan di pulau. Hanya sedikit saja. Ada juga Bentor, sebutan untuk becak motor. Bentuknya seperti becak pada umumnya, hanya saja bukan rakitan sepeda, melainkan motor. Terdapat dua tempat duduk di depan (beratap tentunya) dan satu lagi di boncengan motor. Jadi, kapasitas penumpang bentor itu bisa untuk 3 orang dewasa.

Sepeda di depan penginapan

Mendapati sepeda berjejer rapi di tepi pantai, sepanjang depan penginapan yang memang menghadapi pantai, membuatku terpesona. Membayangkan tinggal di bumi, di mana semua orang hanya bersepeda, alangkah indahnya. Bebas polusi, bebas macet, dan bebas dari sempitnya lahan karena banyak digunakan untuk lahan parkir. Bayangkan saja, ribuan sepeda yang terpakir di kawasan Water Sport pulau Tidung yang aku jumpai di pagi hari, hanya butuh tempat seluas (kira-kira) 15mx15m! Coba kalau mobil? Berapa luas tuh lahan yang diperlukan? kalaupun dibuat semacam basement, berapa tingkat tuh ya perlu menggali bumi untuk membuat tempat parkir?

Sepeda para tamu penginapan

Pagi hari pukul 5, saat aku keluar dari penginapan, bersepeda menuju Jembatan Cinta, aku mendapati ratusan (mungkin ribuan) sepeda terparkir begitu saja di tepi jalan, di depan masing-masing rumah penduduk. Bukan cuma 1 sepeda, tapi 5-10 sepeda. Amankah dari maling? Apa tak khwatir ada yang asal pakai? Melihat itu, membuatku berkesimpulan kalau pulau ini aman. Tiap orang tidak perlu menggembok apalagi memasukkan sepedanya ke dalam pagar. Mungkin karena pulaunya kecil, jadi kalau di cari mudah ditemukan. Atau bisa juga karena sepeda curian itu mau dibawa kemana? Kalau mau dibawa keluar pulau, berarti ya harus naik kapal. Tinggal pantengi aja kapalnya, pelototi satu-satu penumpang yang naik sambil bawa sepeda. Apalagi jadwal kapal berlayar meninggalkan pulau itu cuma sekali sehari. Jadi mudah untuk menemukan pencurinya, bukan? Nah, dengan segala kemudahan itu, makanya penduduk aman-aman saja menaruh sepedanya. Hehe...ini cuma kesimpulanku sih.
Bersepeda sejak jam 5 pagi

Di penginapanku (kayak kamar kos-kosan), ramai oleh rombongan para bapak-ibu yang sudah terbilang tua. Sepertinya mereka sedang reunian. Entah dari mana. Pihak travel agent menyediakan sepeda seragam untuk mereka. Orange ngejreng! Aiiih cantik sekali sepeda-sepeda itu ketika di pajang di depan penginapan. Aku berkali-kali memotretnya. Aku memang kagum sekali pada sepeda. Mengingatkan pada suasana di Jepang dan Belanda. Sungguh!


Pagi hari dikawasan Water Sport, sepeda-sepeda terparkir rapi. Tak perlu karcis apapun. Tak perlu gembok atau apapun yang dapat membuat sepeda aman dari maling. Taruh saja. Tinggalkan. Yang penting jangan lupa dengan tempat menaruhnya. Sepeda sewaan tak akan hilang. 

Ribuan sepeda parkir di kawasan Water Sport Pulau Tidung

Bolak-balik bersepeda, pagi siang sore dan malam. Norak-norak asyik! Hari pertama kakiku pegal akibat duduk 2,5jam selama di kapal. Juga merasakan sakit di sore hari seusai diving. Bersepeda kok rasanya berat. Tapi setelah mengayuh sejauh 200m, rasa sakit itu tak terasa, dan akhirnya hilang. Sepertinya, jika lama-lama di pulau, bersepeda tiap hari, berolah raga sambil menikmati pemandangan pulau yang cantik, aku pasti bisa lebih sehat dan kuat. Aiiih...pingin lama-lama di pulau. 

Sepeda-sepeda ditaruh begitu saja di tepi jalan oleh pemiliknya

Bersepedalah di Pulau Tidung. Rasakan asyiknya. Nikmatinya sensasinya.
Tapi jangan lupa, datang dengan rasa peduli yang tinggi ya. PEDULI LINGKUNGAN. PEDULI ALAM. PEDULI BUMI

JANGAN BAWA SAMPAH dan JANGAN MEMBUANG SAMPAH di Pulau Tidung.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

1 komentar

  1. Sepedanya bisa ganti2 atau 1 sepeda udah jadi sewaan sepanjang liburan mb?

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!