Tampilkan postingan dengan label Semarang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Semarang. Tampilkan semua postingan

Masjid Agung Jawa Tengah, Wujud Perkembangan Islam





Keistimewaan Masjid Agung Jawa Tengah

Dari pintu bangunan utama masjid yang terbuka lebar, saya memasuki ruang salat di lantai satu. Di dalam ternyata sedang berlangsung acara pernikahan. Saat itu hadirin sedang khidmat mendengarkan lantunan ayat suci. Suasana menjadi begitu syahdu merasuk kalbu. Saya dan Dely -teman saya- langsung duduk ikut mendengarkan.

Seusai pembacaan ayat suci, saya langsung beranjak untuk menjelajah bangunan masjid. Sebelum berlalu, perhatian saya tertuju pada kotak kayu besar berisi sebuah Al Quran raksasa berukuran 145cmx95cm. Mushaf besar yang dinamakan Mushaf Al Akbarini merupakan karya Santri Pondok Pesantren Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo.

Di dalam ruangan induk masjid juga terdapat 4 minaret masing-masing setinggi 62 meter. Salah satu minaret di bagian depan (timur), dilengkapi dengan lift. Untuk naik ke lantai 2, jamaah dapat menggunakan tangga yang terletak di sisi selatan dan utara dari pintu masuk.

Nuansa Jawa terlihat dari detail motif batik, seperti tumpal, kawung, dan parang pada dasar tiang penyangga, serta dari bentuk Tajugan pada atap di bawah kubah utama. Sedangkan, nuansa Islami Timur Tengah hadir lewat goresan kaligrafi di dinding masjid. Untuk kubahnya sendiri berbentuk setengah lingkaran dari cor beton dengan garis tengah 20 meter.
 
Ruangan induk


Mushaf Al Akbar


Motif batik pada tiang



Ketika acara pernikahan selesai, dan orang-orang mulai meninggalkan ruang dalam masjid, saya kembali ke lantai 1 untuk mendekati area mimbar. Setelah saya amati ternyata posisi mimbar tidak menyatu dengan bagian mihrab. Posisinya berada di sebelah kiri atau sisi selatan dari bagian mihrab. Sedangkan, bagian mihrab dikemas sangat apik.

Sebuah bedug raksasa ditempatkan di dalam masjid bagian timur utara. Bedug karya KH.Ahmad Shobri, asal Tinggarjaya, Jatilawang, Purwokerto Banyumas tersebut dinamakan Bedug Ijo Mangunsari. Mangunsari adalah nama dukuh tempat dibuatnya beduq. Dalam bahasa Arab Maun Syaar artinya pertolongan dari kejelekan.

Beduq Ijo terbuat dari Kayu Waru pilihan dan dilengkapi dengan Kentongan Ijo. Panjang beduq 310 cm dan garis tengah bagian tengahnya 220 cm. Keliling depan/belakang 588 cm. Keliling tengah 683cm. Jumlah paku 156 buah. 

Mimbar dan tempat khotib terpisah


Akses dari ruang salat bangunan induk menuju ruang auditorium

Fasilitas Lengkap 
Banyak detail menarik yang membuat MAJT tampak istimewa diantara masjid-masjid lainnya yang ada di Indonesia. Mulai dari luas area tanah, arsitektur yang megah, hingga berbagai fasilitas modern yang melengkapinya.

Kompleks masjid ini mencapai luas 10 hektar. Luas bangunan utama untuk shalat saja mencapai 7.669 meter persegi. Terdiri dari dua lantai, yaitu lantai satu untuk jamaah pria dan lantai dua untuk jamaah wanita. Kapasitas ruang utama diperkirakan dapat menampung hingga 6.000 jamaah. Area plasa seluas 7.500 meter persegi yang merupakan perluasan ruang salat dapat menampung hingga 10.000 jamaah.

MAJT dilengkapi dengan convention hall (auditorium) berkapasitas 2000 orang, perpustakaan modern “Digital Library”, “Office space” ruang perkantoran yang disewakan, wisma penginapan “Graha Agung” berkapasitas 23 kamar berbagai kelas, serta tempat parkir di bawah plasa yang mampu menampung 680 mobil dan 670 sepeda motor.

Sementara di bagian selatan dan timur masjid (Blok A dan B) terdapat Pujasera, tempat wisatawan yang ingin mencicipi aneka hidangan. Dan di bagian depannya terdapat toko-toko yang menjual beragam souvenir untuk oleh-oleh. Terdapat juga unit pelayanan kesehatan jamaah, berupa Poliklinik dua poly, yaitu Poli Umum dan Poli gigi. 

Ruang salat jamaah laki-laki




Lantai 2 tempat salat jamaah wanita

Wujud Perkembangan Islam
Filosofi perancangan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) merupakan perwujudan dan kesinambungan historis perkembangan agama Islam di Tanah Air. Filosofi ini diterjemahkan dalam Candrasengkala yang dirangkai dalam  kalimat “Sucining Guna Gapuraning Gusti” yang berarti Tahun jawa 1943 atau Tahun Masehi 2001, sebagai tahun dimulainya realisasi dari gagasan pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah.

MAJT menjadi daya tarik di kalangan masyrakat setempat maupun luar daerah. Tidak hanya sebagai tempat beribadah, tetapi juga sekaligus memanfaatkannya untuk beriwsata. Pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu, pengunjung senantiasa datang memadati masjid.

Berdasarkan keterangan Fatquri Buseri, jumlah pengunjung harian mencapai 3.000 ribu orang. Angka tersebut didapat dari jumlah penjualan tiket masuk Menara Asmaul Husna. Jumlah pengunjung bisa lebih dari itu karena tidak semua pengunjung masuk menara. Apalagi untuk memasuki kompleks masjid memang tidak dikenakan biaya apapun. 

Lubang-lubang tempat masuknya cahaya alami


Desain lampu sederhana


Warna-warna teduh

Bagi wisatawan luar daerah, masjid ini menjadi tempat transit sebelum berziarah ke makam Wali Songo. Mereka memanfaatkan penginapan yang tersedia. Dengan tarif permalam Rp 300.000,- pengunjung sudah bisa menikmati kamar nyaman dengan fasilitas serupa hotel berbintang. Kondisi tiap kamar bersih dan rapi.

Disebutkan bahwa peziarah biasanya datang tidak kenal waktu. Mereka bisa datang kapan saja dan biasanya datang dengan menggunakan bus. Jumlah bus mencapai puluhan. Rombongan yang pernah datang seperti tamu-tamu pejabat DPR RI, DPD RI, Lemhanas, peserta-peserta kursus, penataran, instansi, bahkan tamu-tamu dari luar negeri. Tercatat ada 17 negara asal tamu yang pernah datang ke masjid ini.

Dalam perbincangan saya dengan Bapak Fatquri Buseri di ruang kantor badan pengelola, diceritakan bahwa semua pemasukan yang berasal dari infaq, penyewaan auditorium, tiket masuk menara, penyewaan kamar penginapan, dan lain-lain, digunakan sebesar-besarnya untuk biaya operasional masjid. Penggunaanya diatur oleh dewan pengurus yang terdiri dari Pembina, Penasihat, Pengawas, dan Pengelola masjid.

Kemegahan dan keindahan MAJT memang mengagumkan. Itu sebabnya selalu dipadati wisatawan. Seperti siang itu, sejumlah bus datang membawa banyak rombongan. Padahal hari itu hari Senin, bukan akhir pekan. Di lantai 2 bangunan induk saya berjumpa dengan rombongan wisatawan asing. Setelah saya tanya, ternyata berasal dari Jepang. 

Basement


Kantor pengelola masjid


Tempat jajan


Kios souvenir

Sebelum meninggalkan MAJT, saya dan Dely menyempatkan ke Pujasera untuk sekedar mencicipi kuliner yang tersedia. Kios-kios dagang di tempat ini tertata rapi dan bersih. Menikmati makanan dan minuman pun jadi terasa nyaman. Selain pujasera, ada juga kios-kios souvenir. Bermacam barang yang biasa dijadikan oleh-oleh dijual di sini. Baju kaos, topi, tas peci, hingga boneka-boneka lucu.

Berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah tak hanya mengingatkan saya pada keagungan Allah SWT tetapi juga pada keragaman budaya yang melekat pada arsitekturnya. Selain sebagai sarana ibadah umat, masjid ini juga menjadi perlambang perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.

Tak heran jika masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata yang tak boleh terlewatkan ketika menyambangi kota Semarang.



Foto diambil dari Menara Asmaul Husna




*Tulisan terkait: Keistimewaan Masjid Agung Jawa Tengah, Mutiara Tanah Jawa
*Semua foto dokumentasi Katerina
*Tulisan ini merupakan bagian dari artikel saya yang pernah dimuat di majalah Noor edisi Januari 2015.


Menginap di Star Hotel Semarang, Menikmati Kolam Renang Tertinggi di Indonesia


Alhamdulillah liburan ke Semarang pada tanggal 7-9 Agustus kemarin berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Saya bertemu dengan teman-teman blogger yang datang dari beberapa daerah, kemudian berwisata bersama mengunjungi objek-objek wisata terkenal di Semarang. Tak ketinggalan pergi mencicipi kuliner lokal nan lezat.

Di Semarang saya menginap di Star Hotel Semarang. Hotel ini rekomendasi teman. Saat diberitahu bahwa Star Hotel punya Sky Swimming Pool, saya langsung setuju dan memesannya lewat situs Agoda. Saat itu, terbayang oleh saya Infinity Pool di Marina Bay Sands Singapore. Mungkin pool-nya semacam itu.

Selama menginap di Star Hotel, saya ditemani Lestari. Suami dan anak memang tak ikut ke Semarang, katanya ini me time buat saya. Keluarga sudah kenal Lestari, makanya diijinkan pergi. Terakhir ke Semarang pada bulan Oktober 2014 lalu, saat ikut trip Dieng. Waktu itu saya menginap di rumah Lestari. Dan kali ini saya ingin mengajak Lestari menginap di hotel.



lobby

lobby

Lestari menyambut gembira, apalagi Star Hotel itu dekat dengan rumahnya. Jumat sore (7/8) Lestari menjemput ke bandara. Kami naik motor menuju Star Hotel. Barang bawaan jadi banyak. Saya dengan ransel padat dan tas kamera. Lestari dengan ransel dan 1 tas. Sekilas kami mirip orang yang hendak mudik ke suatu daerah.

Sebetulnya dari hotel ada fasilitas antar jemput tamu dari dan ke bandara. Namun saya terlambat memesan. Mestinya 1-2 hari sebelumnya. Memesan saat telah mendarat di bandara Ahmad Yani, terang saja tak tersedia. Fany, bagian e-commerce Star Hotel sudah mengecek ke bagian concierge, dan penjemputan hari itu penuh. Ya, saya memang salah. Tapi saya tak menyesalinya, toh jadi bisa bergembira naik motor lagi bareng Lestari he he.

Jarak bandara dengan Star Hotel ternyata bisa ditempuh sekitar 15-20 menit saja. Alhamdulillah bisa dicapai dengan lancar dan mudah. 

Bangunan Star Hotel Semarang (sumber foto: seputarsemarang dot com)
welcome drink

Star Hotel terletak di jantung kota Semarang Selatan. Dekat dengan kawasan atas (kota Semarang atas). Di sebelahnya ada Java Mall. Oh, ya, hotel ini tak hanya dekat dengan kediaman Lestari, tapi juga dekat dengan rumah Ninik, dan juga rumah ortu mbak Tiwik. Keduanya adalah teman saya. Itu sebabnya malam itu Ninik dapat menghampiri ke hotel. Ia datang bersama adiknya. Saya senang sekali.

Saat check-in, saya minta ke bagian reservasi agar diberi kamar di lantai yang tinggi. Alhamdulillah ada. Kami dapat kamar di lantai 18. Kejutannya, kamar kami di pojok. Punya view dari 2 sisi, barat dan timur. Langsung norak-norak girang pingin motret semua yang terlihat dari balik dinding kaca kamar.

superior room

kamar dengan tempat tidur yang nyaman

Fasilitas di dalam kamar lengkap. Desain kamar modern dan elegan dengan suasana sangat nyaman. Point lebihnya adalah view di balik jendela kaca. Kota Semarang terlihat membentang sejauh mata memandang. Cahaya lampu dari bangunan-bangunan kota, menambah indah pemandangan malam. Tempat saya berdiri seolah sejajar dengan puncak bukit di kawasan atas (puncak). 
Kamar mandi bersih dengan shower air dingin dan hangat. Hanya saja ada sedikit warna kecoklatan pada lubang klosetnya yang bikin saya agak terganggu melihatnya. Bukan bekas kotoran, tapi semacam karat. Mungkin jika digosok dengan obat khusus, karat itu bisa hilang. Yang lainnya tak ada masalah. Perlengkapan mandi sangat lengkap, dan tersedia hair dryer. Bath up tersedia di kamar suite saja.

lengkap


buat ngopi-ngopi dan ngeteh-ngeteh cantik sambil menikmati view dibalik tirai he he

Malam itu kami makan di luar, di warung nasi gudeg legendaris. Menurut Ninik, warung itu telah ada sejak dia masih SD. Puluhan tahun yang lalu. Namanya warung Mbak Tum. Jaraknya dekat dari hotel, sekitar 5 menit jalan kaki. Ya, malam itu saya beruntung diajak ke sana, menikmati makanan khas nan lezat.

Sabtu pagi, usai salat Subuh, saya dan Lestari bergegas membawa kamera menuju kolam renang. Ternyata, pintu menuju kolam belum dibuka. Dari balik pintu kaca kami melihat ada petugas yang sedang membersihkan kolam. Kami ketok-ketok, tapi ia tak menoleh. Wah gawat. Nanti sunrisenya kelewat. 

Kami masuk lift lagi. Turun ke lobby. Lalu lapor minta dibukakan pintu. Si mas yang jaga di reservasi lalu menghubungi petugas di lantai 30. Tak lama kami disuruh naik lagi. Kami pun naik. Sampai di atas, ternyata pintunya masih dikunci. Hadeuuuh. Kami menunggu lagi. Saat menunggu, saya sempat memandang langit yang mulai memerah. Saya mulai cemas, takut sunrisenya muncul kami masih belum keluar juga.

Tak lama, terdengar langkah dari pintu yang lain. Kami menunggu. Mungkin ada yang akan keluar dari pintu itu. Eh munculnya malah di pintu kaca. Akhirnya kami pun tiba di pool. Ya, pagi itu, dengan sangat indahnya, lantai 30 Star Hotel memberi kami pemandangan memesona. Matahari terbit di atas Kota Semarang.

Saat itu suasana terasa begitu syahdu. Romantis. Saya terpaku.

 
matahariku, datanglah
 
pagi sepi tanpamu
rise and shine

Udara masih dingin, tapi saya ingin berenang. Kapan lagi berenang di kolam renang tertinggi di Indonesia seperti ini, ya kan? Ternyata, saat nyebur ke kolam, rasa dingin itu tak terasa. Airnya justru terasa hangat. Mumpung Lestari tak ikut berenang, saatnya norak-norak bergembira minta difoto. Keren gitu lho berenang dikolam seperti ini he he. 

Sky Swimming Pool punya Star Hotel ini memang iconic sekali. Bahkan, MURI mencatatnya sebagai kolam renang tertinggi di Indonesia. Oh ya, fasilitas ini hanya bisa diakses oleh tamu hotel. Di sisi kolam ada sky pool bar. Bagi tamu yang sedang bersantai di area ini, dapat memesan makanan dan minuman untuk teman bersantai.


Takut jatuh? Tenang, ada lantai pengaman di bagian bawah ujung pinggir kolam. Kalau jatuh nggak akan langsung jatuh ke bumi, tapi nyangkut dulu di balkonnya :D

kolam ini hanya dapat digunakan oleh tamu hotel


Lestari dan mentari yang dinantinya

Sabtu malam, ada acara grand opening beer house di lantai 29. Kami tak hadir, karena malam itu kami pulang telat seusai keliling jelajah wisata Semarang. Kami bertemu mbak Sherly di lantai 30, di sky pool bar. Suasana malam itu ternyata indah sekali. Pun tak menyangka ternyata permukaan kolam renang bisa ditutup dan dijadikan lantai tempat makan.

Menurut keterangan mbak Sherly, area kolam renang kadang dipakai untuk acara ulang tahun dan wedding. Kapasitasnya sekitar 200 tamu saja. Mungkin bagi yang wedding, suka dengan nuansanya yang tak biasa. Terbuka dan berada di ketinggian. View pasti jadi faktor paling utama memilih area tersebut. Tempat dan atmosfer yang tercipta di tempat ini memang sangat bagus.

Sebagai hotel bintang 4, hotel ini tentunya tak hanya menyediakan kamar dan fasilitas yang berkualitas, tetapi juga makanan yang beragam dan bercita rasa tinggi. Saya dan Lestari memang tak sempat mencoba banyak kuliner yang tersaji di Prima Restaurant, sebab saat makan siang dan makan malam kami selalu berada di luar hotel.

Prima Restaurant

kami datang sangat pagi, tapi tetap keduluan tamu lain

sebelum suasana menjadi ramai

Pesiar rasa kami nikmati saat sarapan. Ragam makanan tradisional Nusantara dan Internasional tersaji di meja-meja hidang. Dari aneka bread, salad, buah potong, mie goreng, nasi goreng, kentang goreng, sosis goreng, roti tawar dengan aneka selai, ubi rebus, kacang rebus, tahu balado, sayur lodeh, bakwan, minuman wedang, syrup, jus, teh, kopi, susu, dan masih banyak lagi pilihan menu lainnya yang tidak saya ingat namanya apa saja. 

Untuk sarapan, tamu hotel benar-benar dimanjakan dengan banyak pilihan makanan enak dan lezat. Dining areanya cukup luas, terbagi menjadi dua area, indoor dan outdoor (smooking area).

Minggu pagi saat sarapan, tamu yang makan yang sangat ramai. Menurut Sherly, meski hotel bujet bertebaran di kawasan simpang lima, namun Star Hotel (bukan di simpang lima) tidak pernah sepi pengunjung. Sebagai hotel bintang 4, rate kamar juga tidak terlalu tinggi. Untuk Superior room yang kami tempati saja sekitar Rp 400 ribuan. Murah, tapi berkualitas. 

banyak macamnya, yang terfoto hanya ini

sedikit dari sekian banyak ragam makanan lainnya

selamat menikmati salad, Lestari ^_^
Dua hal yang paling saya ingat dari Star Hotel adalah Sky Swimming Pool beserta view dan sky pool bar yang dimilikinya, dan satu lagi adalah kamar (terutama di lantai atas) dengan view kota Semarang atas. 

Saat tidur di kamar, saya lebih suka membiarkan tirai tetap terbuka, agar semua pemandangan di balik dinding kaca dapat terlihat setiap saat. Terasa indah dan romantis. Ya, hotel ini membuat saya membayangkan hal-hal romantis. Dan itu membuat saya ingin datang lagi, tapi tentu bersama suami. Biar lebih afdol romantisnya he he

Satu hal lagi, hotel ini ternyata tak terlalu jauh dari tempat-tempat yang ingin saya tuju. Stasiun tawang misalnya, tak sampai 15 menit berkendara sudah sampai. Dengan pusat oleh-oleh Bandeng Juana dekat. Dengan warung Loenpia Mbak Lien juga dekat. Mau ke Lawang Sewu juga tidak jauh. Mudah pokoknya. Apalagi di sini tidak macet dan padat seperti Jakarta, mau kemana-mana tidak bikin waktu banyak terbuang. Angkutan umum ada. Kalau keluar hotel, tinggal minta tolong security untuk memanggil taksi. Sebentar saja taksinya sudah datang.


Di Sky Pool Bar, bersama Sherly (PR Manager Star Hotel) dan Lestari

Saat diperlukan, kolam renang dapat ditutup dengan papan, menjadi lantai untuk tempat duduk dan bersantap

Java Mall dan Kota Semarang atas, view dari kamar kami

Star Hotel Publish Rate
- 185 Superior room Rp 1.100.000,-
- 60 deluxe rooms Rp 1.200.000,-
- 5 Jr.Suite Queen Rp 3.500.000
- 2 Jr.Suite King Rp 4.200.000
- 1 Suite Rp (?)

Fasilitas room:
- Include Breakfast for 2 person
- Welcome drink uppon arrival
- Coffee and tea making facilities
- Free hi-speed internet access
- Free usage of Sky Swimming Pool and Titan Gym
- In room safe deposit box
- IDD Telephone Service
- International TV Channel

Birthday Package Rp 150.000,- nett/pax. Minimum 150 persons.
-Scrumptious star hang bouquet
-Complimentary 1 pounds of birthday cake 20cm
-Exquisite dinner buffet menu
-Free Valet Parking
-Scrumptious flower arrangement for 1 VIP table
-2 hours free flow of soft drink or ice tea

Sky Swimming Pool di Star Hotel ini tercatat di MURI sebagai kolam renang tertinggi di Indonesia. Letaknya di ketinggian +/- 100meter dari lantai dasar.


STAR Hotel Semarang
Jl.MT.Haryono No.972-974
Semarang – Jawa Tengah
Telp: +62 24 8644 8888, +62 24 8644 8889
Fax: +62 24 8644 8899
Website: www.starhotelsmg.com



**semua foto dokumentasi Katerina, kecuali 1 foto bangunan hotel yang telah diberi kredit "seputarsemarang dot com".


Masjid Agung Jawa Tengah, Mutiara Tanah Jawa

Masjid Agung Jawa Tengah dilihat dari puncak Menara Asmaul Husna

Saat mengunjungi Semarang pada bulan Oktober 2014 lalu, saya tak melewatkan  kesempatan untuk berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jl. Gajahraya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. 

Perpaduan unsur budaya universal maupun lokal dalam kebudayaan Islam melekat dalam arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah. Tak hanya memancarkan kemegahan dan keindahan, masjid kebanggaan warga Semarang ini juga memiliki berbagai keistimewaan yang jarang dijumpai pada masjid-masjid lainnya di Indonesia.

Ornamen Rukun Islam di pelataran depan masjid
Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi ketika saya dan Dely tiba di MAJT. Taksi yang saya tumpangi masuk hingga sisi selatan halaman masjid. Melewati lima ornamen bertuliskan lima rukun Islam yang berjajar membentuk hiasan sangat indah. 

Sebuah kompleks sangat luas. Mulai dari Gerbang Al-Qanatir nan megah, bangunan induk, wisma penginapan, auditorium, payung elektrik raksasa hingga menara besar tinggi menjulang yang di dalamnya terdapat Museum Kebudayaan Islam, studio Radio, bahkan kafe muslim yang dapat berputar 360 derajat.  

Gerbang Al Qanatir yang disanggah 25 tiang
Di bagian plaza masjid, terdapat gerbang megah bernama Gerbang Al Qanatir yang artinya “Megah dan Bernilai”. Tiang-tiang gerbang bergaya khas Romawi,  berjumlah 25 yang merupakan simbolisasi dari 25 Nabi Allah sebagai pembimbing umat. Pada banner gerbang bertuliskan kaligrafi kalimat Syahadat Tauhid “Asyhadu Alla Illa Ha Illallah” dan Syahadat Rasul “Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah”.

Sebuah batu prasasti setinggi 3,2 meter dengan berat 7,8 ton terpancang di plasa. Di permukaan batu inilah Presiden RI Dr Susilo Bambang Yudoyono membubuhkan tanda tangan sebagai tanda diresmikannya Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Peristiwa tersebut terjadi pada hari Selasa, tanggal 14 Nopember 2006M / 23 Syawal 1427H pukul 20.00

Plaza Masjid
Batu prasasti di plaza masjid

Uniknya, batu yang digunakan untuk prasasti bukan batu biasa melainkan batu alam khusus yang diambil dari lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang. Prasasti dipahat oleh Nyoman M.Alim yang pernah dipercaya membuat miniatur Candi Borobudur yang ditempatkan di Minimundus Vienna Austria pada tahun 2001.
 
Plasa masjid juga dilengkapi dengan 6 payung raksasa yang bisa membuka dan menutup secara otomatis. Sama seperti payung yang ada di Masjid Nabawi di Madinah. Konon di dunia, hanya ada dua masjid yang di lengkapi payung elektrik semacam ini. Tinggi tiang payung masing-masing 20 meter, dan bentangan (jari-jari) masing-masing 14 meter.  

Enam payung elektrik

Menurut Fatquri Buseri, kepala Tata Usaha MAJT yang saya temui, untuk saat ini payung elektrik digunakan untuk kegiatan ibadah di hari-hari tertentu dan di hari perayaan umat Islam saja. Itupun tidak dibuka semua. Kondisi cuaca Semarang yang ekstrem telah menyebabkan beberapa kerusakan pada payung, dan itu belum diperbaiki.
 

Menara Asmaul Husna
Daya tarik lain MAJT terletak pada Menara Asmaul Husna. Menara setinggi 99 meter ittiba angka Al Asmaul Husna. Untuk masuk dan naik ke dalam menara, pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp 7.000,-  Loket tiket dan pintu masuk dijaga oleh petugas perempuan yang menyambut tiap pengunjung dengan ramah. Menara dibuka untuk umum setiap hari pada jam-jam tertentu.

Menara Asmaul Husna

Bagian dasar menara terdapat Studio Radio DAIS (Dakwah Islam). Lantai 2-3 untuk Museum Kebudayaan Islam. Sedangkan Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat terletak di lantai 18. Di kafe ini pengunjung bisa menikmati hidangan dan lagu-lagu Islami sambil memandang indahnya kota Semarang dari ketinggian.

Dengan menggunakan lift, saya naik menara hingga ke lantai 19 (menara pandang).Dari tempat inilah saya bisa melihat pemandangan kota Semarang. Rumah-rumah penduduk, petak-petak sawah, bahkan kesibukan kapal mondar mandir di pelabuhan pun terlihat.
 
Lift untuk naik menara

Subhanallah. Dari atas, seluruh bangunan dan detail pelataran masjid tampak jelas. Semua terlihat kecil, termasuk bangunan masjid yang tadi saya jejaki di bawah. Saat itu juga saya merasakan betapa kecilnya saya di hadapan Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa.

Menara pandang dilengkapi 5 teropong. Jika ingin menggunakan teropong, pengunjung tinggal memasukkan koin ke dalamnya. Dan pada awal Ramadhan 1427H, pertama kalinya menara pandang dipakai untuk Rukyatul Hilal dari Tim Tukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Boscha. Sungguh sebuah daya tarik yang luar biasa.

Meneropong Kota Semarang

Dari tempat ini, aku merasa begitu kecil :(

(*) 

Semarang, 20 Oktober 2014.

Terima kasih kepada Delyanti yang sudah menemani saya ke Masjid Agung Jawa Tengah. Terima kasih juga telah membantu saya mengambil gambar.
Tulisan ini merupakan bagian dari artikel Masjid Agung Jawa Tengah yang dimuat di majalah Noor edisi Januari 2015. Tulisan saya publish sebagian, sisanya akan saya lanjutkan pada postingan berikutnya.

Dimuat di Majalah Noor

Artikel Masjid Agung Jawa Tengah Majalah Noor edisi Jan 2015