PJJ Tak Seindah Yang Dipikirkan? Learn From Home Tanpa Drama, Bisa Kok!

Pandemi Covid-19 telah memaksa dunia untuk berubah dan menyesuaikan diri. Dalam hitungan bulan saja perubahan terjadi hampir di segala aspek kehidupan manusia, mempengaruhi kebiasaan dalam berkumpul, belajar, bekerja, bahkan berbelanja. Masyarakat lebih banyak tinggal di rumah. Beribadah juga diperintahkan dari rumah. Sulitnya tak bisa dihindari, namun bisa diatasi dengan adaptasi sebagai kunci menjalani hidup di masa pandemi. 
Weekend keluarga di taman komplek aja 😀

Sampai saat ini, nona Corona belum pergi juga, bukan maen deh... malah tambah tinggi jumlah korban perhari. Hih! Yak situasi memang belum aman, tapi orang-orang sepertinya banyak yang mulai nggak sabar, tak sedikit yang abai di luar sana, keluar tanpa masker, tidak jaga jarak, dan tidak patuh lagi menerapkan protokol kesehatan. Sedih hiks.

Oh itu di foto kami nggak maskeran karena dicopot dulu buat foto he he

Sejak bulan Juli suamiku WFH 2 hari, WFO 3 hari, sisanya 2 hari santuy di rumah. Tapi suamiku bukan tipe orang yang suka santai-santai saja mager nggak ada kegiatan. Jadi meskipun dibilang santuy, tetap saja dia melakukan berbagai aktivitas di rumah bersama kami, entah itu menemani saya beberes apa aja, menemani anak mengerjakan PR yang belum selesai, menemani belanja, dan lainnya.

Bagaimana dengan anak-anak?

Anak-anak tiap hari mengikuti kelas online bertemu guru dan teman sekelasnya di Zoom berjam-jam, banyak tugas di Google Classroom, banyak setoran hafalan, Sabtu Minggu kadang mereka hampir tepar karena tetap harus mengerjakan PR yang nggak kelar-kelar 🤣


Rutinitas PJJ Kelasnya Aisyah

Sejak duduk di kelas 7, tiap hari guru anakku sudah standby di WA sejak jam 7.30. Ohya, setiap hari saat PJJ, anak-anak harus berseragam sekolah lengkap. Guru akan memeriksa seragam siswanya dengan melihat posisi anak dalam keadaan berdiri di Zoom.

Ok, rutinitas kelasnya begini:
🍀 Pagi-pagi siswa dikirimi link buat absen dulu di Google Form 
🍀 Lanjut link Zoom untuk doa dan tadarus bersama
🍀 Setelah itu dapat link Zoom lagi untuk mata pelajaran pertama misalnya Science, langsung dengan guru bidang studi ybs.  
🍀 Kelar mata pelajaran pertama, dapat link Zoom lagi untuk pelajaran berikutnya. Jika pelajaran Math, ya guru Math yang hadir.
🍀 Kelar Math, lanjut dikasih link Zoom pelajaran ke-3, misalnya English, tentu dengan guru yang berbeda. 
🍀 Kelar English lanjut mata pelajaran terakhir, dapat link Zoom lagi dengan guru berikutnya, misalnya PPKN, ya guru bidang studi PPKN.
🍀 Terakhir penutupan, ada link Zoom lagi kumpul dengan wali kelas yang mengingatkan soal tugas-tugas di Google Classroom. Ditutup dengan doa bersama.
🍀 Jam 12 kelas selesai. 

Wali kelas biasanya lanjut kirim laporan ke ortu, misal jika ada anaknya yang "bolos" saat zoom, atau ada anaknya yang belum mengerjakan tugas di Google Classroom.

Usai isoma, biasanya anaknya masih lanjut belajar mengerjakan tugas yang DL nya kadang malam hari, besok, ada juga yang minggu depannya lagi. Dan tentunya, tiap hari ada setoran hafalan yang harus dikirim dalam bentu video, kadang live video call WA.

Sekarang, Sabtu Minggu anak-anak kadang masih ngerjain tugas. Jika 1 hari ada 4 mata pelajaran, maka ada 4 tugas. Jika 5 hari tiap hari ada tugas, hitung aja ada berapa tugas. Eh tapi tugasnya diperingan dengan cara digabung untuk 2 pelajaran sekaligus.  

Misalnya, tugas membuat Peta Pahlawan, itu tugas untuk IPS dan PPKN. Tugas membuat jangka sorong untuk  Math dan Science. Menggambar kreativitas, itu tugas SBK dan Prakarya. Ada pula kreasi memasak cah brokoli dan membuat minuman sehat, digabung untuk 2 pelajaran sekaligus. Jadi antara guru bidang studi yang satu dengan yang lain, saling bekerja sama dalam memberikan tugas ke siswanya. Siswanya juga jadi nggak kebanyakan tugas kalau begini. 
Tugas IPS dan PPKN

Untuk pelajaran Science dan Math

SBK dan Prakarya. Dikirim dalam bentuk video berupa proses pembuatan gambar sejak awal dari akhir

Difoto satu persatu dari awal sampai jadi

Sesi enterpreneuship

Aku yakin cara baru dalam belajar ini bukan hanya sulit bagi si siswa, tapi juga orang tua dan guru. Ini berlaku bagi sekolah yang benar-benar menerapkan PJJ dengan konsisten ya. 

Anakku yang laki-laki, si Alief, gak serapi ini jam belajarnya. Kadang pernah zoom kelas cuma seminggu 1 kali doang hahaha Entahlah, mungkin ada beda yang sekolah swasta dan negeri. Soalnya SMA swasta di yayasan tempat anakku yang cewek, sama tertib jam belajarnya dengan yang SD dan SMP.

Mengadopsi cara baru dalam belajar itu gak mudah. Adaptasi untuk hal yang adoptif juga ga mudah ya karena terjadi dalam waktu yang singkat dan dipraktekkan secara real life. Sama-sama harus mau melalui tahapan awareness, interest, evaluation, dan trial, maka akan terjadi adopsi. Adopsi lalu adaptasi, juga ada tahapannya.
Sesi meet and greet dengan aturan ketat



Menurutku, pihak sekolah/guru, anak2/siswa, dan orang tua, di sini sama-sama berjuang supaya KBM tetap lancar selama pandemi. Ini tugas bersama. Demi anak kita juga. 

Yang aku heran, ortu-ortu mampu yang menyekolahkan anaknya di sekolah bagus, masih banyak yang ngomel dengan tugas-tugas sekolah anaknya. Ocehannya macam-macam, soal zoom tiap hari berjam-jam, Whatsapp seharian, semua dianggap menyusahkan. Padahal...

Ah sudahlah...

Kalau buat aku, anak-anak dapat tugas itu bagus kok, lagipula tugasnya bisa dikerjakan dengan menyenangkan, gak  monoton dan membosankan.  Waktu yang dipunya si anak bisa diisi dengan hal yang produktif. Gadget benar-benar dipakai buat hal yang berguna.

Kalau mau protes, proteslah jika ada sekolah yang tetap mengadakan kegiatan belajar di sekolah. Hari gini saat pandemi masih merajalela dan berbahaya malah harus masuk sekolah.

POTONGAN BIAYA SEKOLAH selama PANDEMI

Situasi pandemi membuat pihak sekolah anakku yang cewek memberikan kebijakan potongan biaya SPP sebesar Rp200ribu tiap bulannya. Lumayan lah, anakku yang waktu itu sudah semester 2 kelas 6 dan sebentar lagi ujian, akhirnya dapat keringanan dari yayasan. 

Kalau anakku yang SMA, karena sekolah di negeri yang SPP nya gratis, ya nggak ada potongan apa-apa. Tidak pula ada bantuan kuota untuk PJJ.

Sekarang setelah anakku yang cewek duduk di kelas 7, kembali dapat potongan biaya yaitu potongan untuk SPP dan KBM tahunan. Biaya masuk SMP anakku yang cewek, kurang lebih 21 juta. Tapi aku hanya membayar kurang lebih 14 juta karena mendaftar paling awal pada gelombang pertama dan karena berasal dari SD dari yayasan yang sama dengan SMP yang dituju, maka dapat diskon hampir 30%. 

Setelah biaya-biaya masuk itu dibayar, ternyata situasi masih pandemi dan anak-anak tetap lanjut sekolah dari rumah, akhirnya ada kebijakan potongan lagi dari sekolah, yaitu potongan SPP dan KBM. 

SPP bulanan dipotong Rp200ribu dan KBM setahun dipotong Rp1juta. Alhamdulillah lumayan banget.

Menurutku, pantaslah sekolah anakku yang cewek itu sistem belajarnya bagus banget, rapi, dan kelas ga pernah kosong, karena bayar sekolah mahal memang ada gunanya, ga sekadar mahal saja. Anakku yang cowok sampai kesal dengan kelasnya karena menurutnya beda banget dengan sekolah swasta tempat adeknya. Ya dia dulu udah ngalami sendiri bersekolah di SD dan SMP swasta, memang beda perhatian guru/sekolah pada siswa.... hufft... Emang sih sekolah gratis, tapi kan.... 


Semangat ya anak-anak

Semoga pandemi ini segera berlalu, biar semuanya kembali normal. 


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »
Give us your opinion

Leave your message here, I will reply it soon!