Pengetahan Adhok dan Parade Budaya Tanggamus di Festival Teluk Semaka 2015



Festival Teluk Semaka 2015 meninggalkan banyak cerita dan kenangan. Mulai dari kegiatan Tour D’Semaka, hingga acara Pengetahan Adhok dan Karnaval Budaya Tanggamus. Di saat saya mengingat semua itu, saat itu juga saya jadi rindu. Rindu pada suasana riang saat menjelajah tempat-tempat elok di Ulu Belu, hingga rindu pada suasana girang saat meliput parade budaya.

Sebagian catatan perjalanan selama Tour D’Semaka telah saya tulis dan post di blog ini. Sisanya lagi belum saya buat, termasuk acara Pengetahan Adok dan Karnaval Budaya. Sebetulnya acara tersebut sudah saya tulis, tapi untuk dimuat di Tribun Surabaya, dan sudah dimuat sejak bulan Desember 2015 lalu. Sedangkan untuk publikasi di blog ini belum ada. Inilah saatnya.

Baiklah, saya mulai catatan ini dengan cerita di hari Sabtu pagi tgl 21/11/2015 saat di Penginapan Pelangi.

Pagi itu, kami tak terlalu diburu-buru untuk bangun dan berangkat, sebab acara Pengetahan Adhok dan Karnaval Budaya dimulai jam 10 pagi. Jadi, buat saya yang baru pertama kali datang ke Tanggamus, ada waktu untuk melihat pelabuhan Kota Agung terlebih dahulu. Nah, pagi itu saya bersama mbak Evi, Mas Elvan, Mas Ito, Agung, dan Danu mengunjungi pelabuhan. Asik bisa lihat nelayan pulang bawa banyak ikan dari laut. Cerita tentang pasar lelang ikan di dekat pelabuhan yang saya kunjungi dapat di baca di sini : Melihat Aktivitas Pelabuhan Kota Agung.
 
Masih pagi, suasana di penginapan masih sepi

Sarapan bersama sebelum berangkat tampil dalam parade budaya

Pagi yang cerah, matahari bersinar hangat, kopi, sarapan, dan model yang nggak ngerti maunya apa :)))

Penginapan Pelangi tak hanya diinapi oleh kami para blogger, fotografer, dan jurnalis. Tetapi juga oleh peserta karnaval budaya. Pagi itu terlihat beberapa orang duduk di pelataran depan penginapan, sarapan bersama sebelum bersiap-siap dan berdandan. Teman-teman pun demikian. Jam 6.50 sudah ada yang duduk di depan kamar, bercelana pendek, berkaos oblong, belum mandi, tapi sudah menyantap sarapan dan menyeruput kopi :D

Sekembalinya dari pelabuhan, saya langsung mandi, sarapan, dan dandan. Dandan sekedarnya, bukan berhias ala peserta karnaval hehe. Ada baju seragam media yang dibagikan untuk kami. Lengannya pendek, saya harus menambahkan manset ketika memakainya. Manset yang saya punya warna putih, jadi matching dengan kaosnya. Lantas, apa bawahannya? Saya pakai kain batik! Olala haha. Ya sutralah ada yang bilang gimana. Yang jelas saat itu saya sedang gandrung pakai kain. Kainnya warna merah maroon. Cocok dengan warna baju kaos putihnya. Tapi jadi mirip bendera. Tinggal dikerek saja ke tiang tinggi. Lalu jadi blogger yang berkibar di Kotaagung :))

Foto bareng dulu sebelum berangkat ke lokasi acara

PERSIAPAN  
O ya, ada yang belum kenal Mas Elvan? Baiklah, saya kenalkan. Mas Elvan ini adalah Hanung Bramantyo, sutradara film yang beken itu. Di Tanggamus dia sedang nyamar jadi panitia FTS. Hehe. Yang benar, Mas Elvan ini Staff Bidang Pengembangan Destinasi dan Pemasaran Pariwisata di Disbudparpora Tanggamus. Dia yang mengkoordinir rombongan tim media yang terdiri dari blogger, fotografer, jurnalis, dan medsos. Saya tergabung dalam tim blogger bersama Mas Dunia Indra, mbak Evi, mbak Donna, Halim, Haryadi Yansyah, dan Fajrin. Sedangkan fotografer ada Mas Yopie Pangkey, Kiki dan Encip. Mario (Radar Tanggamus), Darwin (Lampung Newspaper), Yusuf (Kupas Tuntas), Odok (Editor) dan Yogi (Trans Lampung) merupakan para jurnalis dari Tanggamus. Lainnya ada Mas Ito, Rizky Anugerah (yang punya akun @infolampung), serta Agung dan Danu dari staff bidang pariwisata Pringsewu.

Sebelum berangkat, Mas Elvan mengajak kami kumpul. Ia menyampaikan beberapa hal. Lalu kami berdoa bersama semoga acara hari itu berjalan lancar. Tak lupa ia mengecek atribut di badan kami. Mulai dari ID Card, baju kaos, hingga syal batik yang katanya sudah dibeli dengan susah payah dan berdarah-darah haha. Oke deh, syalnya saya pakai di tangan saja. Sudah nggak ada tempat buat memasangnya di kepala. Selanjutnya, dengan alasan dekat, biar sehat, dan lokasi parkir yang mungkin padat dan sulit di dapat, kami semua harus jalan kaki menuju lokasi acara. Ya deh, mari jalan kaki sampai pegal haha. Cemunguuut maaak!

Di pinggir jalan depan gang penginapan, kita foto-foto kece dulu di bawah plang Penginapan Pelangi. Buat kenangan gitu lho. Siapa tahu tahun depan nggak diundang lagi ke FTS hehe. Usai foto-foto baru jalan. Saat melewati Indomaret saya mampir beli minuman, madu saset, permen, dan juga sunblock badan. Eh itu sunblock Mas Elvan yang beli. Trus dia nitip ke saya tanpa pernah ingat untuk mengambilnya kembali. Sunblock-nya ikut terus dalam tas sampai saya kembali ke Jakarta. Haha. Selamat lupa Mas Elvan!
 
Taman di depan rumah dinas bupati Tanggamus

Bung Lumba, ikon Kota Tanggamus

Hadap HP graaaaak!

Menunggu tanpa bosan pokoknya :D

Perjalanan menuju ke lokasi acara hanya ditempuh 10 menit saja tapi rasanya 10 jam! Haha. Lebay beneerrr. Karena panas kali ya. Badan berkeringat dan gerah. Acara belum mulai bedak sudah luntur. Nasib pakai bedak murahan. Halah :p *tinggal bedakan lagi juga :p 

Sampai depan rumah dinas bupati orang-orang sudah berkumpul. Tapi acara tentu saja masih lama dimulai. Saya duduk-duduk nggak jelas. Berdiri mondar-mandir mencari sesuatu yang bisa dipotret, atau sesuatu yang bisa diupload di sosmed. Teteup ya biar eksis he he. Beberapa teman mulai berpencar. Ada yang ke taman (saya dan Halim), ada yang duduk-duduk saja di bawah pohon sibuk dengan hp masing-masing, dan ada pula yang bergerak ke Lapangan Merdeka.

Ini adalah FTS pertama yang saya hadiri. Tentu banyak hal yang belum saya ketahui. Saya tidak tahu pengetahan adhok itu apa. Menyebutnya pun salah, sampai-sampai mas Elvan mengoreksi caption foto yang saya upload di Instagram hihi.
 
Numpang foto sebelum digunakan :D

Mereka senang diajak berfoto :)

Pak Abu Sahlan (baju coklat)
Tandu untuk mengangkut Sang Pangeran dan istrinya

APA ITU PENGETAHAN ADHOK?


Sebelum berangkat ke Lampung, saya memang berusaha menulikan telinga dan membutakan mata tentang acara budaya tersebut. Saya ingin mengetahuinya secara alami. Melihat dan mewawancarai langsung orang yang paham tentang acara tersebut. Karena itu, saya tidak ingin pergi kemana-mana sebelum saya melihat prosesnya dari awal.

Bersama Halim dan Yayan, saya berbaur dengan sekelompok peserta karnaval yang mengenakan baju adat  lengkap. Kebetulan di sana ada seorang bapak bernama Abu Sahlan. Saya lupa siapa yang memberitahu tentang beliau, Halim atau mas Elvan, entah. Tapi yang jelas, Abu Sahlan bisa dimintai keterangan tentang Pengetahan Adhok. Dari tuturan beliau, secara singkat dapat saya simpulkan bahwa Pengetahan Adhok itu adalah pemberian gelar adat kepada tokoh tertentu yang sudah dimusyawarahkan oleh Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL). Pemberian gelar adat adalah sebuah prosesi adat paling tinggi dalam suatu kampung. Penerima gelar tidak mesti keturunan bangsawan. Bisa dari rakyat biasa, tapi utamanya orang tersebut bertugas di pemerintahan, dan banyak berjasa selama menjalankan tugasnya.

Pengetahan Adokh kepada dua pejabat yang tercatat sudah mengabdi dan mempunyai jasa terhadap Kabupaten Tanggamus dalam kurun lebih dari dua tahun. Dalam event FTS ke-8 Tahun 2015, Adokh diberikan kepada Komandan Kodim 0424/Tanggamus Letkol Inf. Kristomei Sianturi dengan Adokh Pangikhan Pengkhinggom Bangsa, beserta Ibu Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Kodim 0424/Tanggamus Dezti Asti dengan Adokh Khatu Kartika Chandra Kirana. Kemudian, Kepala Kepolisian Resort Tanggamus AKBP Ahmad Mamora dengan Adokh Pangikhan Penata Hukum beserta Ketua Bhayangkari Polres Tanggamus Ina Puspitasari dengan Adokh Khatu Bhayangkari.
 
Penerima gelar adat berjalan menuju tandu

Tersenyum bahagia di dalam tandu

Sepasang penerima gelar siap di arak menuju Lapangan Merdeka

PENERIMA GELAR BANGSAWAN 

Dua pasang penerima gelar duduk di dalam dua tandu yang sudah disiapkan. Kemudian sama-sama berangkat dari rumah dinas Bupati Tanggamus menuju Lapangan Merdeka Kotaagung. Selama dalam perjalanan, arak-arakan tandu diiringi oleh penari khakot dan sekura yang membuka jalan untuk kedua tandu.

Pincak Khakat yang berarti Pencak Khakot adalah sebuah tradisi luhur masyarakat lampung. Sedangkan Tari Khakot adalah tari pedang yang dahulu kala dibawakan oleh para panglima (disebut hulu balang) untuk menyambut tetamu agung. Para hulu balang ini terdiri dari dua pasang penari yang memainkan pedang di depan tetamu agung tersebut.
 
Saya ditemani Mas Elvan saat menyaksikan iring-iringan rombongan para tokoh adat dan pejabat Tanggamus mulai keluar dari rumah dinas Bupati. Di antara para rombongan tersebut terdapat Bupati Tanggamus H. Bambang Kurniawan, ST, Wakil Bupati H. Samsul Hadi, Sekretaris Daerah Tanggamus, serta jajaran para pejabat. Kami mengikuti arak-arakan hingga menuju Lapangan. Sesekali Mas Elvan memberitahu saya apa dan siapa yang bagus buat difoto. Sementara, Lapangan Merdeka sudah dipadati oleh warga yang sudah sedari pagi menanti acara dimulai.
 
Suasana di depan rumah dinas bupati jelang iring-iringan tandu

Arak-arakan nan meriah

Pendekar Kakhot membuka jalan

Bupati dan wakil bupati jalan kaki

PARADE BUDAYA 


Acara Pengentahan Adokh dimulai pada pukul 10.00 WIB. Seusai pembacaan surat keputusan pengetahan adok, dua penerima gelar pun duduk di panggung khusus. Selanjutnya acara diisi dengan suguhan penampilan Angklung, Pincal Khakot, Rudat, Pajar, Sakura, Pocil (Polisi Cilik), Barongsai, Kuda Lumping, Keluarga Besar Sumatera Barat Tanggamus (KBSB), dan TTKDH Kab. Tanggamus. Menurut hitungan Mas Elvan, ada sekitar 17 komunitas yang ikut berpartisipasi dalam pagelaran budaya ini. Ramai ya.

Parade budaya dimulai dengan penampilan dari siswi SMU Xaverius Gisting yang membawakan Tari Tepui-Tepui. Disusul kolosal Tari Khakot yang menceritakan perlawanan masyarakat Tanggamus terhadap kolonial pada zaman dulu. Festival Teluk Tanggamus 2015 juga mengenalkan tradisi Rudat yang dikenal sebagai tari pengiring pengantin dari Suku Pepadun, salah satu suku di Lampung. Ketiganya seolah menjadi pengingat agar generasi muda Tanggamus tidak lupa dengan warisan budaya di daerahnya sendiri. Menurut Mas Elvan, atraksi pencak khakot tahun lalu tampil spektakuler dengan 1200 peserta. Sedangkan tahun ini Khakot tampil dengan atraksi cerita Batin Mangunang.
 
Para ibu pejabat

Warga yang hadir

Ada kopi ulu belu!

Neng, mau nggak abang bantuin seduh kopinya? :D
Dunia Indra selalu oke gayanya ^_^

Lapangan Merdeka Kotaagung diramaikan juga oleh peserta festival dari beberapa paguyuban dan pelajar dari Tanggamus dan daerah sekitarnya. Mulai dari Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Jaipongan, hingga Paguyuban Tionghoa Tanggamus dengan seni pertunjukan Barongsai. Satu-persatu peserta tampil dan berusaha menghibur warga yang sudah menunggu semenjak pagi hari. 

Tari Sekura Kamak menjadi penampilan puncak dari Festival Teluk Semaka. Tarian ini melibatkan seratus siswa-siswi dari SMP Kebumen yang tampil dengan kostum dedaunan kering dan memakai sekura atau topeng yang menutupi wajah. Penutup wajah sekura berupa topeng dari kayu, kain, atau kacamata dengan busana yang warna-warni. Pesta sekura sendiri menjadi perhelatan rutin yang diadakan oleh masyarakat Lampung, khususnya Lampung Barat ketika menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sekura merupakan wujud ungkapan syukur dan suka cita. Sama seperti yang dilakukan oleh penari yang di akhir pertunjukan menaburkan tepung warna-warni sebagai luapan kegembiraan.
 
Bermacam tarian ditampilkan

Dari yang muda sampai yang tua ikut tampil

Ini penampilan polisi cilik yang paling aku suka!

Memang patut diajak foto bareng bupati dan wabupati nih para pocil :)
Tari Sekura Kamak

Para gadis menari

Kereta Khrisna

Penampilan penutup

Penutup dari Festival Teluk Semaka adalah tarian kolosal dari Festival Kereta atau Jagannatha Ratha Yatra yang dibawakan oleh Yayasan Prahlada Lampung. Mereka mengenalkan kisah Krisna dan saudaranya Balarama dan Subadra saat berada di Kurusetra. Patung diarak dan diletakkan di kereta untuk menghadirkan sosok Krisna yang dalam keyakinan umat Hindu merupakan reikarnasi dari Dewa Wisnu. Puluhan orang menarik replika kereta, lalu beberapa pemudi dengan balutan kain sari menari di tengah lapangan.

Lintas budaya, lintas agama, semua larut dalam kemeriahan parade budaya. Kagum dan puas, itulah yang saya rasakan saat acara berakhir. Rasa lelah dan sesekali kehausan memang terasa, tapi terobati dengan kemeriahan selama acara berlangsung. Walau acara dimulai sudah terlalu siang, udara panas, dan pastinya dalam keadaan perut belum terisi (termasuk saya), tapi para peserta tetap berusaha tampil penuh semangat. Hanya saja, para penari-penari itu kurang senyum sepertinya ya. Mungkin karena belum makan. Mungkin kepanasan. Mungkin lelah. Mungkin kurang piknik haha. Lain kali jangan siang-sianglah acaranya. Kasihan peserta anak-anak.
 
Panggung cantik dengan ornamen khas Tanggamus

Bupati, wabupati dan para pejabat menyaksikan parade budaya

Kabarnya, kain tapis yang dikenakan ibu bupati ini seharga Rp 8 juta! Benarkah?

Model, photographer, blogger, entah apa lagi sebutan untuk Mas Elvan ini :D

@Yopiefranz

Fajrin motret siapa?

Mbak Evi sedang membidik
Bareng para photographer ganteng :D *Photo by Evi Indrawanto*

Sebetulnya, acara parade budaya tak sepenuhnya berlangsung lancar dan baik-baik saja. Panggung megah dengan ornamen khas Tanggamus sempat rubuh terkena hempasan angin yang tak pernah diundang. Hujan gerimis juga sempat turun, kami berlarian ke tenda untuk berteduh. Kalau saya sih tak terlalu peduli pada badan, malah enak kehujanan, jadi adem. Tapi ada kamera DSLR yang hendak saya selamatkan hehe.

Acara di Lapangan Merdeka kami akhiri dengan suka cita. Pukul 14.30 kami meninggalkan tempat. Yang tersisa kemudian adalah rasa lapar. Kami mencari tempat makan siang. 19 menit kemudian baru ditemukan, tempatnya  di Rumah Makan Pondok Bambu. Inilah rumah makan makan pilihan kami sore itu. Makan siang kesorean judulnya. Tak apalah, yang penting makan. Urusan perut kembung tinggal kunyah obat maag hehe. Usai makan kenyang kami pulang. Jalan kaki lagi. Keringatan lagi. Sampai penginapan lapar lagi haha.  
  
Menunggu hidangan makan siang yang kesorean :D

Selamat makan enak :D

Dan, saatnya untuk…

Mengusaikan kebersamaan di Tanggamus, menamatkan tugas-tugas yang sebenarnya belum tamat, mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang mengundang, dan tentunya….saatnya mengatakan “Sampai jumpa Tanggamus!

Hari kian petang. Ke Bandar Lampung kami pulang.

Ada oleh-oleh yang saya bawa, sebuah bius dari Tanggamus. Sudahkah kamu merasakan biusnya?
 
Foto bareng dulu sebelum pulang

Sampai jumpa lagi Tanggamus!

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

13 komentar

  1. Mau dong neng kopi Ulu Belu-nya,
    tapi yang nyeduh tolong penari pakaian ungu di foto 37 ya.. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trus kata si nengnya : "Saya saja bang yang nyeduh. Kalau neng baju ungu itu biasanya pake sianida..."

      haha

      Hapus
  2. chebookkk banged lah, photo photo jepretannya kece badaaaiii...kameranya badaaiii.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mas Indra...foto bareng pake kamera cetar badainya Mas Yopie yuk :D

      Hapus
  3. Indonesia memang memiliki budaya yg tinggi nilainya dan beragam, beruntung Mbak bisa melihat kebudayaan Tanggamus.
    Hmm kainnya 8 juta? belum termasuk ongkos jahitnya ya itu :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah. Rejeki blogger :D

      Aku tidak tahu soal ongkos jahit itu Wan. Celetukan ttg harga itu hanya aku dengar sekilas. Tidak ada info lebih lanjut. Perlu juga lain kali ditanya lebih detail ya..

      Hapus
  4. Waw rangkaian festivalnya keren banget nih meskipupadabk kepanasan dan kurang senyum ya mba? ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap keren walau ada kekurangan. Lagipula kekurangannya sangatlah kecil dibanding pertunjukan besarnya.

      Hapus
  5. FTS tahun 2015 juga ada nih Pengetaan Adokh kaya gini. Aah, jd kangen Lampung dan keseruan FTS euy

    BalasHapus
  6. kagum banget sama festival ini, gak nyangka Lampung seperti ini, taunya cuma gajah aja hehe..

    BalasHapus
  7. Wah pingin juga lihat parade budaya semacam ini, belum pernah juga ke kota Tanggamus, terus tulis artikel yang mengangkat budaya Indonesia seperti ini ya Kak, bagus sekali :)

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!