Terpesona Dieng, Tertawan Telaga-Telaga di Atas Awan


Jawa Tengah sangat beruntung di anugerahi keindahan Dieng, dan saya bersyukur dapat menyaksikannya. Dua hari menikmati pesona alam Dieng, boleh dibilang sesaat saja. Namun, panorama memukau dan kenikmatan berwisata yang memuaskan di tempat ini, membantu gairah perjalanan saya bangkit kembali.

Dieng memberikan dua unsur yang menyatu dalam harmoni jiwa, yaitu keindahan dan ketenangan. Semua jenis bentangan alam Dieng, di antaranya hutan-hutan hijau, telaga-telaga, kawah-kawah, serta bukit-bukit dengan kicauan aneka satwa di tajuk hutannya adalah perpaduan sempurna untuk menyegarkan tubuh dan pikiran yang lelah digelayuti kepenatan hidup.

Cerita para pejalan tentang kepuasan memuncaki gunung dan bukit-bukit, boleh jadi merupakan pengalaman terbaik yang bisa didapat di Dieng. Sedangkan saya, meninggikan rasa kagum pada keajaiban Telaga Warna, Telaga Menjer, dan Telaga Cebong. Telaga-telaga dengan karakter yang berbeda, namun sama-sama istimewa.



Sekilas pemandangan Telaga Cebong dilihat dari lereng Bukit Sikunir

Telaga Cebong, Telaga di Atas Awan
Inilah telaga di atas awan, keindahan lain dari jalur pendakian Bukit Sikunir. Disebut di atas awan karena telaga ini berada di Desa Sembungan dengan ketinggian 2300 mdpl, tidak jauh dari dataran tinggi Dieng.

Esensi dari berjalan kaki di Desa Sembungan adalah menyerap keindahan alam dengan semua indra. Dini hari saat langit masih bertaburan bintang, apa yang bisa diserap dari Sembungan selain udara dingin yang menggigiti tulang? Sedangkan kehadiran matahari terbit masih 2 jam lagi. Fokus pada puncak Bukit Sikunir membuat saya tak menyadari ada Telaga Cebong di sisi kanan jalan menuju jalur pendakian. Kegelapan menyembunyikannya dari pandangan.
 

Telaga Cebong dikelilingi perbukitan dan perkebunan
Kawan saya, Lestari, berfoto di puncak tertinggi Sikunir berlatar Telaga Cebong. Sedangkan saya? Sedikit menyesali keputusan menjejak tempat yang berbeda. Pemandangan telaga tak sedikitpun nampak di mata. Saya mesti bersabar menuruni bukit, hingga menemukan pemandangan sekilas Telaga Cebong, lalu berfikir ingin berlari. Tapi apa daya, bukit terjal bukan sirkuit lari yang aman.

Saat langit pagi makin benderang, alam sekitar makin jelas dalam pandangan. Telaga Cebong terlihat diapit perkebunan penduduk, serta berpagar perbukitan dengan konturnya yang menarik. Permukaan airnya jernih dan tenang, memantulkan birunya langit dan hijaunya perbukitan sekitar, membuat suasana terasa begitu teduh dan menentramkan.
 

Suasana pagi di perkemahan Telaga Cebong

Puluhan tenda warna-warni berjejer di sisi telaga. Orang-orang duduk di depannya, tenang menikmati sarapan. Ada juga yang sekedar berjalan menikmati suasana pagi, menyusuri tepian sambil mengambil gambar. Sementara di permukaan telaga, sebuah perahu merapat ke tepian, dikayuh pelan oleh seorang lelaki. Pemandangan itu bagai sebuah lukisan di pagi hari. Indah memikat hati.
 

Area perkemahan dilengkapi MCK, area parkir, dan warung makan

Desa Sembungan terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa dengan luas 2,65 km² dan dihuni oleh sekitar 1400 jiwa. Desa ini mempunyai banyak anugerah keindahan alam yang bisa dinikmati. Tak heran jika wisatawan pun berdatangan. Bukan hanya wisatawan domestik tetapi juga mancanegara.

Di sini, banyak rumah penduduk lokal yang disewakan sebagai penginapan (homestay). Namun, di akhir pekan homestay kerap penuh. Beruntung desa ini memiliki area perkemahan yang terletak di sekitar Telaga Cebong sehingga wisatawan yang kehabisan kamar bisa menginap di dalam tenda.
 

Di Gerbang Desa Sembungan, Desa Tertinggi di Pulau Jawa

Berkemah di tepi telaga tentu menghadirkan sensasi yang tak biasa. Ada kenikmatan yang dirasakan saat membiarkan diri menyatu dengan alam. Selain dapat memanjakan paru-paru dengan udara pegunungan yang bersih, juga dapat menemukan kabut awan yang selalu datang dan pergi terbawa angin.

Keajaiban Air Telaga Warna
Ketika kecil, saya pernah membaca buku cerita tentang bidadari turun ke bumi, meniti pelangi untuk mandi di sebuah telaga. Salah satu kaki pelangi tertancap di dalam telaga, membuat air berubah warna seperti pelangi. Di situlah para bidadari mandi.

Lama cerita itu hinggap di benak saya, hingga akhirnya hilang ketika saya menyadari bahwa cerita itu hanya hayalan semata. Tetapi, siapa sangka perjalanan ke Dieng membuat saya bertemu dengan Telaga Warna, sebuah telaga dengan air yang dapat berubah warna. Cerita lama tentang telaga dengan air yang berwarna warni itu kini mewujud dalam nyata.
 

Menanti keajaiban Telaga Warna

Inilah salah satu destinasi wisata andalan Kabupaten Wonosobo yang tidak boleh dilewatkan. Tak afdol bertandang ke Dieng tanpa mengunjunginya. Saya bersyukur punya kesempatan ke sana, apalagi melihatnya langsung bersama teman-teman, rasanya istimewa.

Keindahan Telaga Warna tak cukup dinikmati hanya dari bawah. Mesti pergi ke ketinggian agar terlihat lebih spektakuler. Untuk mendapatkan keistimewaan itu, saya mengajak Lestari menempuh jarak yang tak pendek. Melalui medan terjal, sempit, licin, dan hanya bisa dilalui oleh satu orang saja. Memang letih, namun hasil bersusah payah itu sebanding dengan apa yang kami dapatkan kemudian.

Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air telaga. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna-warni.
 

Tanpa sinar matahari, air Telaga Warna tak dapat berubah warna

Siang itu langit tak begitu cerah. Tak ada sinar matahari yang mengenai permukaan air telaga. Maka tak ada warna serupa pelangi. Hanya warna hijau toska yang tersaji. Meskipun demikian, Telaga Warna tetap menampakkan keindahannya. Airnya yang kehijauan terlihat begitu tenang tanpa riak.

Pemandangan menakjubkan Telaga Warna makin sempurna dengan adanya penampakkan Gunung Kendil, Gunung Pakuwojo, dan Gunung Sindoro yang menjulang di latar belakang. Sementara di bawah tebing tempat saya berdiri, pohon-pohon yang melingkupi Telaga Warna berpadu dengan kabut putih dan suasana hening yang magis, menciptakan suasana mistis yang membuat saya merasa ingin bertanya: “Masihkah saya di bumi?”
 

Telaga Menjer

Mendengarkan Keheningan Telaga Menjer
Perjalanan menjelajah Dieng mengantarkan saya pada telaga yang ketiga, yakni Telaga Menjer. Dari jantung Kota Wonosobo, perjalanan dengan bis ditempuh sejauh 12 kilometer menuju wilayah Kecamatan Garung yang terletak di wilayah Utara Kabupaten Wonosobo.

Perjalanan menuju Telaga Menjer didominasi oleh medan jalan tanjakan berkelok. Selain dikelilingi pegunungan, di sepanjang jalan terhampar deretan perkebunan buah dan sayur milik warga setempat. Pesona Dieng pun menjelma pada kultur pertanian yang kaya. Tak heran Dieng juga kaya akan produk kuliner.

Suasana jalan menuju Telaga Menjer sangat lengang, tiada satupun kendaraan umum yang melintas. Ini menunjukkan betapa fasilitas transportasi di kawasan ini masih minim. Mungkin itu sebabnya masih jarang wisatawan yang datang. Saya sarankan untuk menyewa kendaraan jika ingin mengunjungi Telaga Menjer.
 

Telaga Menjer dikelilingi perbukitan dan hutan pinus

Telaga Menjer terletak di Desa Maron, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo. Lokasinya dekat PLTA Garung di kaki Gunung Pakuwaja. Setiap pengunjung yang akan memasuki kawasan ini dipungut biaya masuk sebesar Rp 4.000 / orang. Meski terpencil, kawasan wisata Telaga Menjer telah dikelola dengan baik. Tersedia area parkir yang cukup luas, kios-kios dagang, warung makan/minum, kamar mandi, toilet, dan saung-saung di tepi telaga.

Telaga Menjer berada di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, dengan luas 70 hektar dan kedalamannya mencapai 45 meter. Di sekelilingnya terdapat pepohonan pinus. Ada tangga semen yang dapat digunakan untuk turun mencapai tepian telaga. Di ujung tangga itu tertambat perahu-perahu getek yang siap mengantar wisatawan mengelilingi telaga. Harga sewa perahu Rp 10.000 per orang.
 

Keramba, budidaya ikan nila di Telaga Menjer

Bukit-bukit hijau memagari telaga, puncaknya ditutupi kabut. Menyisakan pemandangan separuh bukit. Ketika angin berhembus kencang dan terus berulang, kabut pun bergerak terbawa angin, turun membelah pohon-pohon pinus. Gerakannya seperti tarian. Tarian bidadari yang turun ke bumi.

Saya mengajak seorang teman pergi naik bukit untuk mengambil gambar telaga dari ketinggian. Di atas bukit, saya menjumpai kebun sawi yang subur, pohon labu yang lebat berbuah, hamparan kebun teh, serta pemandangan pedesaan tradisional. Saya dibuat kagum. Alangkah suburnya tanah Dieng.

Tangga panjang dan tinggi untuk mencapai tepian telaga
Telaga Menjer termasuk ke dalam danau vulkanis dan merupakan telaga terbesar di Kabupaten Wonosobo. Itu sebabnya digunakan sebagai PLTA. Selain sebagai objek wisata, telaga elok ini juga digunakan sebagai tempat budidaya ikan nila.  

Di bagian barat telaga ada pohon besar menyatu dengan batu besar mirip sandaran dan di antara batu ada lubang seperti pintu yang ditutup tiga buah batu. Jika batu dibuka maka terlihat mata air dalam lekukan dan biasa disebut goa Song Kamal.
Naik perahu getek keliling Telaga Menjer

Dieng sangat ramah bagi jiwa. Keindahannya tidak perlu diragukan lagi. Di sini, udara sejuk dan sapaan hembusan angin terasa lebih menyejukkan dibanding menginap di sebuah kamar dengan aliran udara yang berasal dari sebuah alat pendingin. 

Saat berinteraksi dengan alam Dieng, saya sangat terkagum dengan keindahan telaga-telaganya. Perpaduan suasana pedesaan tradisional dengan latar belakang perkebunan dan pemandangan gunung-gunung berapi dijamin tidak akan mudah dihapus dari ingatan. Kombinasi sempurna untuk perjalanan yang berkesan. 

Esok, semua itu masih menunggu untuk di jelajahi kembali.

(*)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog "Blog Competition #TravelNBlog 3" yang diselenggarakan oleh @TravelNBlogID.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

30 komentar

  1. Selalu jatuh cinta pada Dieng, lagi dan lagi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Indahnya Dieng sampai bikin banyak orang selalu jatuh cinta padanya. Tak terkecuali mbak Dee An :)

      Hapus
  2. Wah! baru tahu kalau di dieng bisa camping selain di prau :O Pengen main ke dieng lagi nih, tapi pas disana sewa sepeda motor saja, biar lebih bebas kelilingnya. Ada enggak sih ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, ada camping groundnya di Telaga Cebong. Fasilitasnya juga lengkap. Terutama warung makannya. Ga perlu repot jika ingin makan :D Oh, di sana banyak ojek sih mas. Bisa disewa ke mana saja. Kalau sewa motornya saja, saya tidak punya informasinya :)

      Hapus
  3. Duuh udah mimpi bisa ke sini. Keren banget tempatnya. Kalau buat saya minus satu nih mbak, Gunung Prau :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pastinya minus kalau buat mbak Lina :D Pendaki gitu lho hehe. Ga afdol kalau ga naik gunung ya mbak :)

      Sewaktu di sana kami bertemu dengan pemuda 'penjaga' Prau. Dia ajak kami naik, katanya sayang kalau sudah di sana tak naik Prau. Petualangannya akan lebih spektakuler. Tapi karena kami punya sedikit waktu, jadi kami tolak. Perlu 2 jam untuk naik katanya. Mesti camping kalau ke sana.

      Hapus
  4. Pingin camping disini :) Pasti dingin polll.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dingin banget mbak. Dini hari di sana wajah seperti ditampar-tampar. Mana lupa bawa masker, kulit wajah sampai sakit kena udara dinginnya. Kayak ditusuk jarum. Untung ada kain, aku pake buat nutupin wajah. Ga kuat dinginnya. Tapi jam 6 udah ga dingin lagi.

      Hapus
    2. Aku ke si Kunir pakai motor. jam 4 Pagi. beneran ditampar2. tapi waktu kesana nggak tahu kalau ada tempat camping. Kalau tahu pasitlah diriku camping disana. suka lihat bintang dan mendengarkan nyanyian angin. hehehe InsyaAllah kesana lagi hunting Sunrise di Prau. Semoga

      Hapus
    3. Wiiih mbak Zulfa perkasa sekali naik motor jam 4 pagi. Saluuuut.
      Atau jangan2 sewaktu mbak ke sana camping ground nya memang belum ada mbak. Iya, sama. Aku juga suka liat bintang di pegunungan. Di kota jarang liat bintang bertaburan soalnya. Selalu takjub kalo melihat angkasa di tempat seperti ini. Luar biasa indah. Ajakin aku mbak kalo ke Prau :D

      Hapus
    4. Mungkin belum ada. Soalnya waktu kesana nggak ada yang camping. Bhakan sekarang Sikunir dibuat camping juga. teman teman kirimin foto camping di Sikunir. Sore mereka nanjak, Jadi bangun pagi langsung lihat Sunrise. Hidiw, Pingin

      Hayooo Mbak, rencana Pulang kampung ini, Prau masuk list. InsyaAllah

      Hapus
  5. Udah lamaaa sekali tidak merasakan tidur di alam bebas, untuk saat ini sepertinya memang belum memungkinkan. Mungkin nanti jika Aim sudah besar diajak kemping sekeluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Moga Aim lekas besar biar papanya lekas merasakan tidur di alam bebas. Aamiin.

      Hapus
  6. Masya Allah, wana telaganya cakep bangeeeet mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mbak. Memang cakep :) Apalagi saat sinar matahari mengenai permukaan air, jadi warna warni :)

      Hapus
  7. Seneng banget jika bisa berkemah di Dieng. Tempatnya sejuh, dingin banget. Jika beruntung, di bulan Agustus atau September pagi sebelum matahari terbit bisa menjumpai salju.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wow! Ada salju rupanya. Saya baru tahu. Sebanyak apa saljunya?
      Btw, thanks ya atas tambahannya. Makin memperkaya pengetahuan saya akan kelebihan Dieng :)

      Hapus
  8. ya ampun ternyata cantik2 banget ya telaganya, aku malah blass belum ksana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Telaganya tak hanya cantik tetapi juga menentramkan jiwa :)

      Hapus
  9. Dieng ini one of the best spot in Central java, ngga nyesel ke sini karena banyak obyek2 yang bagus hehehe

    BalasHapus
  10. Sejujurny akau tuch deg2an kalo liat keelokan dieng, smeua bukit di jadikan perkebunan kentang. Aku takut kalo ujan gede trus longsor karna kurang nya resapan :-(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang mengkhawatirkan mas.
      Sejauh ini yang saya dengar sudah ada gerakan dari relawan baik itu kalangan kampus, pemerintah dan pemerhati yang peduli dengan masyarakat Dieng ikut membantu. Aktivis lingkungan dari masyarakat lokal sendiri juga terbentuk seperti Forum Masyarakat Peduli Dieng dan Forum Pengembangan Pariwisata Kawasan Dieng, hingga kini masih terus mendampingi warga untuk peduli dengan alam :)

      Hapus
  11. itu pengen banget dari dulu ke telaga warna...cantik banget ya :")

    BalasHapus
  12. Pemandangannya indaaah....teman2ku pda bilang, ada yang posting tentang dieng, puitis pisan...hihi ternyata dirimu yaa :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Dewi kapan ke Dieng? Tempo hari batal jalan bareng ya :D
      Waaah jadi GR aku mbak. Perasaan ga bisa puitis :D

      Hapus
  13. ada wisata terbaru di wonosobo nich...selain dieng. (bener2 gresss...).
    namanya lobangsewu erorejo,wadaslintang,wonosobo.
    “grand canyon”nya wonosobo asri, gak kalah bagus ama yg di amrik.
    silahkan datang & buktikan sendiri disana.
    (searching info di google). Tks

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!