Bertandang Ke Baduy Jangan Lupa Beli Oleh-Oleh Madu Hutan

Desa Adat Suku Baduy

"Jangan pulang sebelum kau bawa pulang Madu Hutan Baduy."
  
"Madu Hutan?"

Pesan itu terlalu serius, bahkan terkesan 'mengancam'. Saya penasaran. Ada kelebihan apa pada madu hutan Baduy hingga saudara saya berpesan selebay itu :D

*********

Pagi itu Minggu 22/6/2014, hari terakhir kami –saya dan teman-teman- berada di Desa Cibeo, salah satu desa adat suku Baduy Dalam di Kabupaten Lebak, Banten. Setelah bermalam semalam di Baduy, saatnya untuk meninggalkan desa Cibeo, kembali ke Jakarta, pulang ke rumah masing-masing. Seusai berkemas dan sarapan, kami berkumpul di ruang dalam rumah Kang Jali, tuan rumah tempat kami menginap sekaligus guide kami selama berada di Cibeo. Kami mengerumuni product oleh-oleh Baduy yang dijual oleh kang Jali.

Sebetulnya sudah sejak Sabtu malam kang Jali menawarkan dagangannya, namun malam itu kami kurang begitu bersemangat. Bukan tidak tertarik, melainkan karena kami masih dalam kondisi capek sebab siangnya kami menempuh perjalanan jauh selama berjam-jam jalan kaki dari Ciboleger menuju Cibeo. Apalagi penerangan di rumah Kang Jali malam itu sangat minim, agak sulit melihat dan memilih dengan jelas barang yang ditawarkannya. Hanya madu hutan saja yang sempat menarik perhatian saya. Itu pun saya pesan akan diambil esok pagi.

Seperti diketahui, suku Baduy tidak menggunakan listrik dan segala hal yang berkaitan dengan teknologi modern untuk penerangan sebab bertentangan dengan aturan adat Suku Baduy. Untuk penerangan mereka menggunakan obor dari batang bambu yang diisi batang dan daun alang-alang.

Kain tenun oleh-oleh Baduy

Ada beraneka ragam produk oleh-oleh yang dijual Kang Jali, salah satunya kain tenun. Kain tenun merupakan produk paling etnik yang paling banyak diincar wisatawan. Harga kain ini beragam, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 350 ribu, tergantung pada produknya. Madu hutan dijual dengan harga Rp 80 ribu. Aneka gelang tangan dari anyaman kulit kayu dan kain seharga Rp 5 ribu, golok Baduy seharga Rp 100 ribu, baju kaos baduy seharga Rp 20 ribu-Rp 50 ribu, baju pangsi khas Baduy seharga Rp 180 ribu-Rp 200 ribu, dan aneka gantungan kunci yang terbuat dari kayu, batok kelapa, hingga biji buah-buahan.

Kain tenun terbilang mahal karena dibuat secara tradisional oleh wanita-wanita Baduy. Dikerjakan dalam hitungan minggu hingga bulan. Sedangkan madu hutan, dikemas dalam botol syrup Marjan. Harganya cukup terjangkau. Sebetulnya harga madu Baduy yang dijual di Kadu Ketuk (desa di Baduy Luar) hanya sekitar Rp 50 ribu – Rp 60 ribu saja, namun Kang Jali menjual dengan harga sedikit lebih mahal yaitu Rp 80 ribu / botol. Okelah, tak apa, hitung-hitung sebagai tanda terima kasih atas tumpangan rumah Kang Jali.

 “Ini madu asli, ya kang?” tanya saya.

“Enya, ieu asli meunang ngala ti leuweung,” jawabnya. Artinya kira-kira begini: Iya, ini asli kami mengambilnya dari dalam hutan.

Penjelasan Kang Jali dapat saya percayai. Apalagi hal ini diperkuat oleh penjelasan Kang Herman, seorang pemandu yang tinggal di Baduy Luar yang berpapasan dengan saya saat dalam perjalanan pulang dari Cibeo menuju Ciboleger. Menurut Kang Herman, madu yang dijual oleh warga Baduy Dalam adalah madu asli dari hutan Baduy. Madu hutan Baduy berasal dari lebah liar hutan di Baduy.

“Saya lihat banyak sekali madu yang dijual di sini, produksinya lancar, ya kang?”tanya saya lagi.

“Tidak tentu produksinya. Tergantung pada lebah yang berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Baduy,” jawab Kang Jali. Kali ini Kang Jali menjawab dengan bahasa Indonesia. Oh ya, jangan heran kenapa Kang Jali bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Sebab, meskipun bahasa sehari-hari suku Baduy adalah bahasa Sunda tapi sebagian warga suku Baduy Dalam bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Ini dikarenakan mereka telah bergaul lama dengan para pendatang yang kerap mengunjungi desa mereka.

Bentangan hutan alam di Baduy

Menurut penuturan singkat Kang Herman, hutan tempat madu diambil letaknya di daerah pegunungan. Kondisi hutannya masih sangat bagus dan jenis binatangnya pun bermacam-macam. Bahkan ragam spesies jenis burungnya masih tergolong lengkap. Selama ini masyarakat Baduy memproduksi madu dengan cara tradisional. Madu diambil langsung dari sarang untuk dikeluarkan cairannya. Sekali produksi madu bisa mencapai 3-4 botol.

Sebagaimana khasiat madu asli pada umumnya, madu asli Baduy pun bermanfaat untuk menambah dan menjaga stamina, mencegah infeksi (dapat menyembuhkan luka), memperkuat sel darah putih, mencegah osteoporosis, dan memulihkan kondisi tubuh setelah sakit. Bahkan dari keterangan yang saya baca dan dengar dari beberapa sumber, madu asli lebah liar hutan Baduy telah dipercaya sejak lama dapat mengobati berbagai penyakit seperti asam urat, rematik, kurang darah, batu ginjal, dan manfaatnya lainnya bagi tubuh.

Saya sendiri sangat menggemari madu, bahkan sudah lama menjadikan madu sebagai minuman yang wajib saya konsumsi setiap hari, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan kuat maupun lemah. Saya lebih suka memanfaatkan khasiat madu untuk kesehatan saya ketimbang minum aneka vitamin dan minuman suplemen buatan pabrik. Bukan tidak mau sih sebetulnya tapi karena suplemen buatan pabrik itu sering tidak cocok dengan lambung saya. 

Madu Hutan produksi Baduy yang dijual untuk oleh-oleh

Madu yang dijual kang Jali saya beli satu botol. Ya, satu botol saja. Satu botol yang akhirnya sangat saya sesali sekembalinya saya ke rumah sebab setiba di rumah seluruh orang rumah bilang itu madu bagus banget dan mestinya saya beli banyak untuk stock. 

Beli banyak untuk stock??

Hmm…maunya begitu. Tapi mengingat satu botol madu itu tidak ringan, rasanya saya harus mikir lagi untuk beli banyak. Bawa badan dan barang sendiri saja susah, bagaimana cara bawa madu berbotol-botol? Jarak Desa Cibeo ke Ciboleger itu 10 km. Mesti ditempuh jalan kaki. Medannya bukan medan mulus seperti tempat balapan F1, tapi berupa bukit-bukit terjal yang harus dilalui dengan kaki yang rasanya mau copot.Botol madu mbak Andrie yang dibawa oleh porter saja pecah. Porternya jatuh, botol madunya juga jatuh. Saya sempat melihat tumpahan madunya berceceran di jalan yang saya lewati saat perjalanan pulang.  Nah, porter yang biasa keluar masuk Baduy melewati belasan tanjakan saja bisa repot, apalagi saya hehehe.

Di tempat-tempat tertentu di Jakarta seperti di Monas kadang ada orang Baduy berjualan madu hutan yang mereka bawa dari desa mereka di Lebak Banten. Saya sih belum pernah lihat, tapi teman-teman saya yang sering lari pagi di Monas pada akhir pekan sering berjumpa. Orang Baduy itu kan mudah dikenali dari baju pangsi dan ikat kepalanya yang putih.

Nah, orang Baduy yang jualan ke Jakarta itu tahu gak jalannya pake apa? Mereka jalan kaki dari desa mereka di Baduy Dalam. Lamanya bisa sampe 7 hari! Kebayang kan perjuangan mereka untuk ke Jakarta itu seperti apa? Asal tahu saja, orang Baduy masih memegang teguh tradisi mereka untuk tidak menggunakan transportasi modern seperti motor dan mobil. Bahkan yang lebih ajaib lagi nih, mereka jalan kaki selama 7 hari itu tidak pakai alas kaki!

Laki-laki Baduy mengenakan baju adat pangsi

Jadi, kalau kalian melihat ada orang Baduy berjualan di Monas, entah itu jualan madu, golok, kain tenun, tolonglah dibeli. Memang sih tujuan mereka ke Jakarta (kadang ke Pamulang & Tangerang) bukan untuk berjualan semata, kadang mereka datang untuk bersilaturahmi dengan pendatang yang pernah menginap di rumah mereka di desa. Orang yang pernah menginap di rumah mereka, dan memberikan alamat kepada mereka, pasti didatangi lho. Mereka merasa seperti sudah punya ikatan saudara. Baik ya orang Baduy, demi silaturahmi rela jalan kaki jauh-jauh dari Lebak Banten sana.

Saya ingin berpesan kepada siapa saja yang ingin bertandang ke desa Baduy, jangan cuma meresapi nuansa tradisional desa adat Baduy saja, tapi juga ‘resapi’ perjuangan pria Baduy yang memanen madu dengan cara tradisional di hutan yang terletak nun jauh di gunung nan sunyi. Resapi langkah kaki mereka berjalan ratusan kilo mengantar madu ke pembeli di Jakarta yang belum tentu mau membeli. Resapi keringat wanita-wanita Baduy yang menenun helaian benang menjadi kain-kain cantik nan etnik hingga berminggu-minggu. Tolong resapi dengan sepenuh hati...

Saya sendiri sangat menyesal hanya membeli satu botol madu hutan.
Menyesal tidak membeli kain tenun sebagai kenang-kenangan berharga menjejak Baduy.
Sangat menyesal.

Sungguh….menemui kehidupan Suku Baduy Dalam adalah sebuah pengalaman luar biasa yang akan selalu melekat dalam ingatan saya. Selain gaya hidupnya yang masih terjaga secara tradisi, untuk menuju ke lokasi tempat mereka tinggal juga sebuah petualangan tersendiri.

Dari tiga desa yang berada dalam kawasan Baduy Dalam, yaitu Desa Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik, hanya Desa Cibeo yang dianggap paling dekat untuk dijangkau. Kendati dianggap paling dekat, jarak tempuh menuju Desa Cibeo sekitar 10 km dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam jalan kaki.

Andai jarak bisa dilipat, ingin rasanya melipat rute perjalanan yang saya lalui untuk masuk dan keluar dari Desa Cibeo. Setiap kali mencapai puncak bukit, pandangan saya terlempar jauh ke depan, mencari batas akhir perjalanan. Namun yang tampak hanya bukit, hutan, dan lembah-lembah. Ujung perjalanan seperti tak ada.

Jalan kaki melewati belasan tanjakan untuk masuk dan keluar Baduy

Perjalanan masuk dan keluar ke Baduy Dalam hampir membuat saya kapok untuk mengulanginya lagi. Tapi saya keliru, saya tidak boleh kapok. Rasa lelah tidak ada artinya dibanding pengalaman yang didapat di Baduy Dalam. Orang suku Baduy itu sangat baik dan memuliakan tamu. Mereka memang hidup sederhana tapi mandiri, berjiwa besar, ikatan persaudaraannya kuat, jauh dari kemajuan jaman, namun mereka sangat sayang pada alam yang mereka tempati. Sungguh kehidupan yang langka.

Tidak punya stamina yang kuat buat mencapai Baduy dengan jalan kaki?
Seperti saya dong, minum madu biar kuat. Kecil-kecil gini lincah menembus bukit dan hutan. Selama dan sehat sejak berangkat hingga pulang dari Baduy. Padahal luar biasa lho capeknya. Apalagi buat saya yang gampang sakit, aneh rasanya usai berlelah-lelah tetap baik-baik saja. Mau tahu rahasianya?
Minum madu hutan asli.
Bukan sulap bukan sihir, bukan dusta bukan pula pengalaman orang lain, tapi pengalaman saya sendiri hehe.

Disalin dari halaman bidanku.com, inilah manfaat super dari madu untuk kesehatan tubuh yang wajib diketahui.
  • Madu kaya akan senyawa humektan. Senyawa ini membantu mempertahankan kadar air di dalam kulit. Sehingga elastisitas dan kelembaban kulit akan selalu terjaga.
  • Zat antibakteri dan antimikroba di dalam madu mampu mencegah pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu madu baik digunakan untuk mengobati luka, luka bakar, dan lecet.
  • Selain itu madu juga mampu membersihkan luka, mengurangi rasa sakit, dan mempercepat proses penyembuhan.
  • Tak hanya mengandung zat antibakteri, madu sarat dengan antioksidan alami yang membantu melindungi kulit dari kerusakan ultraviolet.
  • Madu terdiri dari pemanis alami seperti glukosa dan fruktosa.
  • Madu juga mengandung mineral seperti magnesium, kalium, kalsium, natrium, belerang, besi, dan fosfat.
  • Madu membantu meringankan morning sickness saat hamil.
  • Madu bermanfaat untuk memodulasi sistem kekebalan tubuh dan mencegah terulangnya infeksi.
  • Mengonsumsi madu secara teratur dapat menurunkan kolesterol jahat sekaligus meningkatkan HDL atau kolesterol baik.
  • Makan madu juga dapat menguatkan tulang Anda sebab madu mampu meningkatkan penyerapan kalsium. Madu juga membantu meningkatkan jumlah hemoglobin untuk melawan anemia.
Anak-anak Baduy berbaju pangsi, menanti wisatawan yang akan menggunakan jasa mereka sebagai porter

Sejatinya, manfaat madu telah dirasakan peradaban manusia sejak dahulu kala. Orang Mesir Kuno telah mengonsumsinya. Penduduk Mesir Kuno sudah terbiasa memanfaatkan madu sebagai makanan bergizi tinggi serta  obat  berbagai macam penyakit yang mujarab. Meski begitu, peradaban kuno belum mampu menjelaskannya secara ilmiah. Adalah Ibnu Sina  seorang dokter legendaris sepanjang masa – yang telah berhasil  membuktikan kebenaran khasiat madu tersebut, dalam usia tua.  Konon, Ibnu Sina masih tetap kelihatan sehat dan segar bugar layaknya seorang pemuda, karena terbiasa mengonsumsi madu.

''Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.'' (QS An Nahl:69).

“ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.'' (QS An Nahl:69)

Foto bersama kawan-kawan trip dan beberapa orang Baduy sebelum kembali ke Jakarta


Keterangan:
Kawasan Baduy Dalam merupakan area terlarang untuk difoto. Pengambilan gambar merupakan hal tabu bagi warga suku Baduy. Semua foto di atas saya ambil di kawasan Baduy Luar. 

Meskipun demikian, bentuk rumah dan suasana kampung Baduy Luar tidak jauh berbeda dengan Baduy Dalam. Yang membedakan hanya pada busana yang dikenakan. Warga suku Baduy Dalam masih mengenakan baju adat, sedangkan suku Baduy Luar sudah mengenakan campuran baju adat dan baju modern. Misal, bawahan masih pakai celana pangsi atau sarung bagi wanita, maka baju atasannya berupa baju modern buatan pabrik.


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

9 komentar

  1. Benar-benar salut ama keteguhan suku baduy untuk tidak menggunakan alat transportasi dan itu tidak mengurangi semangat mereka dalam mencari nafkah atau menjalin tali silaturahmi. Alasannya apa Mbak kok mereka bersikukuh untuk berjalan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada dasarnya pantangan-pantangan yang dilakukan suku Baduy itu bertujuan untuk menjaga kelestarian alam, Wan. Misalnya, mereka mandi tidak pakai sabun, odol, dan samphoo, tujuannya supaya tidak mencemari sungai. Mereka tidak memakan makanan buatan pabrik, tujuannya agar mereka hanya makan-makanan alami yang mereka tanam. Kalo dipikir2 ini bagus ya, tubuh mereka jadi bersih dari bahan tidak alami yang biasanya terdapat dalam makanan buatan pabrik. Makanya mereka sehat-sehat. Badan mereka kuat2.

      Mereka tidak memakai kendaraan modern, tentu ada hal positif yg jadi alasan. Tidak ada polusi, tidak menyedot bahan bakar (yg artinya menyedot kekayaan bumi), dan tidak perlu merusak hutan untuk membuat jalan menuju desa mereka di tengah hutan sana.
      Mereka tidak menggunakan listrik, sehingga tidak ada TV, radio, HP, dll. Memang sih tanpa semua barang elektronik itu desa mereka jadi gelap, dan sunyi senyap. Tapi, andaikata desa mereka ramai, hingar bingar seperti desa2 modern lainnya, pemandangan langit malam penuh bintang berkilauan, suasana hening penuh kedamaian, mungkin tidak akan menjadi sesuatu yang indah dan disyukuri. Anak-anak, remaja, ibu2, dan bapak di sana mungkin hanya akan sibuk menatap layar TV, main game, chating di HP, joget2 denger hentakan musik dangdut dll.... hehe...

      Hapus
  2. Duhhhh... pengen juga euy, madu hutannya. Ke Baduy-nya juga...

    ira
    www.dbento.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Madu hutan enak ya mbak. Khasiatnya juga super.
      Kalo ke Baduy minum madu yang banyak mbak, biar kuat jalan kaki. Soalnya jauh tempatnya :D

      Hapus
    2. Tadi keluar dari stasiun sudirman ada bapak2 jualan madu saya tanya madu dri mana katanya dari badui. Mungkin beda daerah beda rasa ya,

      Hapus
  3. Selama ini, aku hanya "melihat" suku Baduy dari TV aja. Dan memang, salut sama keteguhan mereka memegang prinsip adat. Makasih ceritanya mbak Rien. Perjalanannya keren!

    http://omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, Cek Yan. Semoga suatu hari berkesempatan menjejak desa Baduy Dalam dan melihat kehidupan tradisional mereka yang 'langka' :)

      Hapus
  4. Mbak Katerina, boleh share contact untuk pemandu Kampung Baduy?
    Email saya s.limantoro@hotmail.com

    Terima kasih sebelumnya

    Stephanie

    BalasHapus
  5. Etapi bener loh... madu baduy tuh ruar bissah.... dulu saya sempet kesana waktu sma (study tour). Sebagai anak yg pertamakali hiking saat itu bener2 kebantu sama madu itu. Iya... perjalanan sekitar 8-10 kg dari cibileger ke cibeo dan track naik turun bukit kebayang dong ya gimana rasanya kaki pegel sampe betis bekonde. Tapiiiihhhhh perjalanan pulang ada temen saya beli madu hutan baduy dan saya di tawari untuk icip2 madunya (padahal saya nggak gitu suka makan madu). Dan bener loh perjalanan dari cibeo ke ciboleger lancar jaya dan ga berasa capek... beda banget pada saat berangkat. Dan agak nyesel juga waktu itu nggak beli (selain karna nggak doyan madu dan kebetulan duit ngepas hahahaha).
    Tapi yaaa kemaren pas saya lagi makan di daerah2 tangerang ada org baduy luar (baju item) nawarin saya madu baduy, dia nawarin 160rb loh sebotol... hhahhaa saya tawar 100rb aja nggak mau. Tapi lantaean saya nggak tau harga pasarannya berapa ya saya mau aja deh.... trus saya kasih 200rb dia malah kasih 2botol. Dan dia malah nanya, "tapi mas ikhlas kan???" Lahhh??? Hahahaha...

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!