Tampilkan postingan dengan label yayasan dr sjahrir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label yayasan dr sjahrir. Tampilkan semua postingan

Mengenal Produk Kain Vinto di Event Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi - Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia menggelar Event Forest Talk di Jambi pada hari Sabtu tgl. 31 Agustus 2019. Kota Jambi menjadi kota kelima setelah Jakarta, Palembang, Pontianak, dan Pekanbaru. Acara diselenggarakan di Swiss-BelHotel Jambi, dihadiri oleh kurang lebih 50 netizens Jambi yang terdiri dari media, bloggers, dan pengguna aktif sosial media.
Forest Talk with Netizens Jambi, Sabtu 31 Agustus 2019

Kain Vinto sang Bintang Tamu

Setiap mengikuti kegiatan Forest Talk saya merasa seperti "ditabok" berkali-kali oleh para pembicara yang merupakan pakar di bidangnya terkait perilaku yang berdampak buruk pada lingkungan. Pada event kali ini saya "ditabok" oleh bahasan mengenai limbah fashion.

Pada event di kota-kota sebelumnya, reportase sederhana ala saya biasanya tidak punya sorotan khusus. Kehadiran Kain Vinto yang membuat ulasan saya mengenai event ini jadi agak berbeda. Mungkin karena ada rasa takjub lebih dari biasanya, mungkin juga karena ada rasa bangga yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Buat yang ingin tahu siapa dan apa Kain Vinto, silakan kunjungi instagram @Kain_Vinto. Anda juga bisa melakukan pencarian di Google mengenai produk dan usaha kerajinan Vinto, pameran apa saja yang pernah diikuti, serta penghargaan apa saja yang pernah diraih.

Sekilas dari saya tentang Vinto adalah nama dari usaha yang didirikan oleh Bustam Effendi, pria yang sejak kecil dipanggil Vinto oleh orang tuanya. Nama kecil tersebut kemudian menjadi branding semua produk kerajinan yang dihasilkan dari rumah Vinto seperti batik, syal, tas, tikar, dan bermacam produk kerajinan lainnya. Istimewanya tentu pada bahan-bahan alam yang digunakan untuk menghasilkan produk, di antaranya daun pandan rawa, serat pandan, bunga alang-alang, rotan, sutra, kapuk, dan lainnya. Bahkan lumut, getah pisang, dan mengkudu bisa dijadikan bahan pewarna alami produk Kain Vinto. Berlokasi di Muara Bungo Jambi, produk kerajinan yang dikerjakan di sana berhasil go internastional.
Saya bersama Bang Vinto owner Kain Vinto
Syal, kain, dan anyaman karya Vinto




Batik Vinto

Betapa tidak pernah terpikirkan oleh saya serat daun pandan hutan, bunga ilalang, bahkan campuran getah pisang bisa menjelma sebuah syal yang cantik. Bagaimana cara bahan diambil dan proses pengerjaannya, menghadirkan rasa ingin tahu yang dalam.

Dulu waktu masih rajin datang ke SMESCO saya pernah lihat beberapa model tas berbahan rotan. Tapi yang model anyamannya seperti yang dibuat oleh Vinto baru kali ini. Terlihat berbeda, lebih manis dan mewah. Saya membayangkan artis Syahrini memakai tas rotan Bang Vinto, alangkah manisnya. Oh, tidak usah Syahrini, saya kalau pakai juga nggak kalah cetar kok! Clutch rotan yang saya ceritakan ini pada akhirnya dibeli oleh Bu Titi Murni Resdiana, salah satu pembicara Forest Talk dari Kantor Utusan Khusus Presiden bidang pengendalian perubahan iklim. Beliau berhalangan hadir di acara, tapi tetap memantau kegiatan dan pastinya melihat dari jauh produk-produk yang dipamerkan. Makanya clutch rotan Vinto itu jadi incaran 😀

Nama Kain Vinto saya ketahui dari Bang Djangki, salah seorang travel blogger asal Jambi yang berdomisili di Muara Bungo, Jambi. Sebelum itu, Bu Titi juga pernah menyebutkan tentang adanya pengrajin batik terkenal yang kainnya menggunakan pewarna alami. Ternyata, yang dimaksud adalah Kain Vinto.

Alhamdulillah Bang Vinto berkenan hadir untuk ikut pameran. Saat ini Bang Vinto sedang bersiap untuk pameran ke Jepang atas sponsor dari dinas kehutanan setempat. Produk-produknya sudah banyak dikirim ke Jakarta untuk di-packing, persiapan berangkat sebelum ke Jepang. Karena itu tak banyak barang yang bisa ia bawa untuk pameran Forest Talk.

Melihat deretan foto di IG @kain_vinto sedikit banyak saya mulai terbayang produk seperti apa yang dihasilkan. Rasa kagum baru muncul ketika akhirnya saya bertemu dengan orangnya, dan mendengar langsung kisah di balik pembuatan produk.
Tas-tas menggemaskan anyaman daun pandan karya Vinto

Mencintai Dunia Fashion Tanpa Menyumbang Emisi Karbon, Bisa?

Menurut Ibu Amanda Katili, Manager Climate Reality Indonesia yang menjadi salah satu pembicara dalam talkshow bertema "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" bahwa selain plastik, fast fashion adalah penyumbang limbah terbesar. Nah! 😬

Bahasan mengenai hal ini cukup menohok, dan memang perlu kesadaran tinggi untuk memahami apa itu pemanasan global/perubahan iklim dan solusi yang bisa dilakukan.

Tak akan ada perubahan jika kita tidak mengubah cara pandang kita terhadap fashion. Fashion meliputi cara pakaian diproduksi, dipromosikan, dan dikonsumsi tanpa henti, ia turut mengambil andil besar dalam kerusakan bumi ini.

Lantas, seperti apa prinsip slow fashion?

Sederhananya, fashion dalam mode lambat ada pendekatan yang berfokus pada kelestarian alam dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan serta keterampilan mereka.

Teman pembaca dapat mengunjungi website www.lestarihutan.id untuk menyimak lebih dalam bahasan mengenai materi yang saya maksud. Di sana ada kutipan materi Ibu Amanda dan Ibu Atiek serta tulisan bernas dari rekan-rekan blogger yang pernah hadir di acara, baik di Jakarta, Palembang, Pontianak, Pekanbaru, maupun di Jambi.
Dr Amanda Katili Niode, Manager Climate Reality Indonesia
Dr. Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia menyampaikan materi Pengelolaan Hutan Lestari dan Lanskap

Moderator diskusi Pak Amril T Gobel
Elly Telasari, Asia Pulp & Paper

Limbah Fashion

Bukan tanpa maksud jika di tiap acara di kota manapun event bertajuk "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" ini menghadirkan pameran mini yang menampilkan produk berbasis hutan, misalnya produk fashion seperti kain tradisional yang menggunakan bahan alam dan pewarna alami.

Seperti kita ketahui bersama, pewarnaan adalah salah satu contoh klasik penghasil limbah yang mencemari sumber air kita, merusak struktur tanah, dan binatang, serta tumbuhan di sekeliling sebuah pabrik pakaian. Kajian mengenai hal tersebut tentu saja sangat mencengangkan sebab efeknya sangat tidak ramah lingkungan.

Membuat produk fashion ramah lingkungan bisa menjadi langkah baik sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon.

Pada event kali ini, selain Kain Vinto ada pula @rengkerengke yang menampilkan kerajinan rotan suku anak dalam (SAD),  jamur crispy @ragel.id yang berhasil dikembangkan oleh pemudi desa yang berangkat dari keprihatinannya atas nasib petani jamur di desanya, serta produk makanan dari masyarakat Desa Makmur Peduli Api di Jambi.
Bang Vinto @kain_vinto

Bang Ali dari @rengkerengke Jambi

Mita dari Ragel Jamur Crispy

Topi Rotan Rengke-Rengke

Sebagai penggemar topi tapi nggak punya banyak stock topi, saya ingin cerita sedikit tentang topi. Boleh kan? Boleh dong. Wong ini blog saya, bebas! 😆

Anda pernah lihat topi tikar ala @princessyahrini ? Hmm....wait....Syahrini masuk blog saya tolong kasih royalti ya! haha. Jadi gini, topi tikar heboh ala Syahrini yang saya maksud itu memang bikin takjub dan geleng-geleng kepala. Berani dan unik banget pakai topi "aneh" macam itu haha. Melihatnya, bikin jadi pengen duduk 😛 Sudah pernah lihat belum seperti apa topinya? Cuzzz aja ke IG nya.

Saya salut juga sama inces, meski terkenal sebagai artis pemakai produk fashion super mewah yang kebanyakan buatan luar negeri sono, tapi dia masih mau pakai produk-produk lokal yang berbahan alami. Sebut saja topi daun pandan hutan, topi rotan, tas rotan, topi anyaman daun pandan, dan sandal anyaman daun, semua pernah dipakai inces dan bisa dilihat di galeri foto instagramnya. Bahkan sebuah portal berita online pernah membahasnya secara khusus. Keren kan?? Kenapa inces nggak pakai semua produk fashion macam itu buat tampil di acara-acaranya? Bisa jadi duta pelestarian hutan Indonesia lho! hehe. Saya doakan deh moga saja lebih sering dan banyak lagi produk fashion lokal yang dipakai inces yaaa...

UMKM @rengkerengke memproduksi produk anyaman rotan, resam, dan pandan hutan menjadi barang-barang menarik yang bisa dipakai untuk melengkapi penampilan diri maupun ruangan rumah. Kamis (29/8) saya berkunjung ke tempat pembuatan produk Rengke-Rengke dan alhamdulillah bertemu langsung dengan pengrajinnya, Bang Ali. Menurut Bang Ali, sejauh ini plakat paling banyak dipesan. Sayangnya, pengrajinnya tidak banyak. Saat jumlah pesanan tinggi, kadang sampai kewalahan.
Topi rotan Rengke-Rengke buatan pengrajin Suku Anak Dalam. Keren kan?

1 topi IDR 50K. Manis bangeeet!

Aneka produk Rengke-Rengke

Ragel Jamur Crispy 

Terinspirasi dari rumah makan Jejamuran di Yogyakarta yang pernah dikunjunginya beberapa tahun lalu, Mita memproduksi jamur krispi dengan nama Ragel (Rasa Gemilang) @ragel.id bersama temannya. Ia melihat petani jamur di desanya banyak yang gulung tikar karena sulit melakukan penjualan. Harga jual murah, tempat penjualan yang jauh dan mahal diongkos, jadi salah dua penyebabnya.

Petani jamur di desa kembali bersemangat meneruskan budidaya jamur sejak Mita memproduksi jamur krispi. Jamur krispi dibuat dari jamur tiram, diolah secara higienis, dikemas dengan menarik, dan dipasarkan melalui online dan offline. Agar produknya lebih dikenal luas, Mita rajin mengikuti kegiatan pameran dan berbagai lomba produk makanan.

Membantu warga desa menjadi lebih kreatif dalam menambah dan meningkatkan ekonomi adalah tujuan utama Mita. Ia pun mengajak rekan-rekannya satu desa untuk melakukan hal sama, mengedukasi masyarakat desa dan berpikir kreatif atas hasil tanam yang ada.

Saya sudah mencicipi jamur crispy Ragel. Cemilan enak ini cuma dibanderol Rp 10.000 / bungkus 😍😋

Jamur Tiram bahan Jamur Crispy Ragel

Ragel Jamur Crispy
RAGEL Jamur Crispy Ikut pameran mini Forest Talk Jambi

Bersama Mita, owner Ragel Jamur Crispy

Desa Makmur Peduli Api

Tak ketinggalan Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Jambi juga ikut serta dalam mini pameran Forest Talk. Sebagian besar yang dipamerkan berupa produk makanan buatan masyarakat Desa Makmur Peduli Api seperti Kerupuk Jangek buatan ibu PKK Purwodadi yang berlokasi di Kab. Tanjab Barat Jambi,Wedang Jahe Merah Mekar Wangi buatan masyarakat DMPA di Desa Dataran Kempas Tanjabbar Jambi, Keripik Tempe, kopi, dan masih banyak lagi. Paling banyak produk minuman bubuk wedang jahe merah. Minuman ini diproduksi oleh masyarakat dari berbagai desa DMPA. Tentunya, peserta acara tak hanya melihat-lihat tapi juga bisa membeli langsung selama pameran. Saya pribadi tergerak untuk membeli karena produknya memang saya suka, terutama minuman jahe merah. Selain itu, karena harganya sangat terjangkau namun kualitasnya tidak diragukan.

Sekilas tentang DMPA, adalah salah satu perwujudan dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP Sinar Mas dengan melibatkan masyarakat adat dan lokal secara konstruktif dalam upaya menyelesaikan konflik sosial dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara sosial-ekonomi.

Masyarakat diajak berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan lestari serta menjalankan roda ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Desa Makmur Peduli Api (DMPA) merupakan sebuah upaya perbaikan dari program pemberdayaan masyarakat sebelumnya. Melalui DMPA, APP Sinar Mas berharap desa dan masyarakat dapat berperan penting dalam pengelolaan hutan lestari dengan diiringi pencapaian kemakmuran secara bersama dan berkelanjutan.

Aneka produk yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Makmur Peduli Api

Netizens Jambi

Forest Talk with Bloggers sudah menjadi branding kuat untuk event Forest Talk yang digelar dari kota ke kota oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia. Khusus untuk Jambi, kali ini audience-nya dibuat lebih luas tidak sebatas bloggers dan media saja melainkan lebih umum yaitu Netizens. Dengan demikian, mereka yang aktif di media sosial (twitter, FB, IG) bisa ikut serta dalam acara meski bukan bloggers dan media.

Kalau boleh jujur, saya yang kebetulan terlibat dalam tim kepanitiaan event sempat under estimate terhadap peserta dari blogger. Pasalnya, jumlah blogger yang blognya benar-benar aktif dan produktif tergolong sedikit. Saya sempat mengecek satu persatu blog yang didaftarkan, dan faktanya memang agak nggak sesuai harapan. Akhirnya, mengundang Netizens jadi salah satu solusi supaya peserta mencapai kuota. Tujuan utamanya sudah pasti supaya informasi yang disampaikan dapat lebih banyak disebarkan.

Alhamdulillah acara dihadiri oleh banyak peserta. Acara pun berlangsung seru dan meriah. Seluruh peserta sangat aktif berpartisipasi dan berinteraksi sepanjang acara.

Sangat berterima kasih pada rekan-rekan blogger yang sudah datang, juga atas bantuan aktif dari Febri Triharmoko yang sejak awal nggak pernah berhenti mengompori para bloggers dan media untuk datang di acara. Terima kasih juga buat Ika dari FLP Jambi yang juga banyak membantu mengajak rekan-rekan Netizens Jambi dari kelompok FLP untuk turut hadir berpartisipasi di acara.

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi
Kegiatan Lomba Forest Talk

Untuk memeriahkan acara, penyelenggara menggelar kegiatan lomba yang dapat diikuti oleh semua peserta yang hadir yaitu Lomba Twitter, Lomba Instagram, dan Lomba Blog.

Lomba Twitter dan Instagram digelar selama acara berlangsung dan pemenangnya langsung diumumkan di akhir acara sekaligus penyerahan hadiah berupa uang tunai. Sedangkan lomba blog digelar setelah acara sampai periode yang ditentukan dengan total hadiah Rp 6 juta untuk 3 blogger beruntung.

Pemenang lomba Twitter Forest Talk with Netizens Jambi adalah akun twitter @ikanuila @sheieka @apatyawanc. Sedangkan pemenang lomba Instagram adalah @febritriharmoko @masyitharasyid @rubianti_biru. Selamat buat para pemenang!

Selain itu, panitia juga memberikan apresiasi berupa hadiah uang tunai kepada para peserta yang mengajukan pertanyaan selama diskusi berlangsung.

Pemenang Lomba Twitter

Pemenang Lomba Instagram

Peserta yang terlibat aktif selama diskusi "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari"

Berikut adalah foto-foto yang saya ambil selama kegiatan berlangsung.

Live post kegiatan di Jambi dapat dilihat pada dua akun instagram saya @katerinadaily dan @travelerien. Untuk melihat lebih banyak lagi liputan dan tulisan blogger mengenai kegiatan forest talk dari kota ke kota silakan kunjungi www.lestarihutan.id

Sampai jumpa di kota berikutnya!

Salam lestari hutan 💗

Cewek-cewek Jambi feat travel blogger 😛 

www.lestarihutan.id

Pameran yang menarik perhatian

Interaksi aktif netizens  

Pameran yang menarik perhatian

Netizens Jambi

Netizens Jambi

Demo masak menggunakan bahan hutan

Menu demo masak: Grilled Tenderloin Steak dan Pan Fried Bamboo Shells.
Ragam kain tradisional Indonesia yang menggunakan pewarna alami


Komunitas Bloggers Jambi 
Pembicara, Influencer, dan Tim Panitia



Tim Fotografer Acara

Asap Membawaku Kembali ke Riau

Pekanbaru, RIAU - Grup Whatsapp Forest Talk Pekanbaru masih aktif kendati event telah berlalu sejak tgl. 20 Juli 2019. Ada saja hal yang diperbincangkan, paling banyak kabar Riau terkini, dan saya selalu menyimak. Belakangan, cerita yang saya baca tak lagi indah, isinya tentang bencana kabut asap. Foto, video, link artikel, link postingan di medsos, semua mengabarkan tentang udara yang kian tak sehat akibat kebakaran hutan dan lahan di mana-mana, masyarakat mengalami gangguan kesehatan pernafasan, sungguh memprihatinkan. 
Riau Berkabut Asap

Aksi Sosial Bloggers Pekanbaru 

Adalah Bang Putra Senapelan, melalui pesan Whatsapp ia menyampaikan ide untuk melakukan aksi nyata dalam rangka #melawanasap. Idenya tak muluk-muluk dalam bentuk aksi besar, sekedar langkah kecil berupa kegiatan berbagi masker gratis kepada masyarakat Riau di Pekanbaru sudah sangat baik.

Senada dengan yang disampaikan oleh Bang Andrew Pradana, dengan ikut turun dan menyebarkan kepedulian terhadap dampak kebakaran dan asap yang terus berulang diharapkan bisa memberi dampak positif dan menggerakan teman-teman lainnya untuk peduli.

Siapa yang akan diajak bergerak bersama? Tentunya kelompok terdekat yaitu Blogger Pekanbaru. 


Bloggers Pekanbaru bekerjasama dengan Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia

Ide dari Bang Putra dan rekan-rekan blogger Pekanbaru lainnya kemudian saya teruskan ke tim Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia. Alhamdulillah direspon dengan sangat baik. Nggak pakai lama, melalui Ibu Titi dan Ibu Amanda, YDS dan Climate Reality Indonesia menyatakan setuju untuk membantu donasi.

Selanjutnya, saya hanya perlu 1/2 hari untuk berdiskusi dengan Bang Putra. Tanpa berlama-lama, pada hari berikutnya langsung ada realisasi. Dana masuk, dukungan masuk, apa lagi yang ditunggu? Nggak ada. Saatnya belanja masker, sesegera mungkin, karena kabut asap tak bisa menunggu.

Masker N95 dan Masker Nexcare Carbon

Belanja Masker di Glodok

Sobat dekat saya @utamiisharyani mengetahui aksi sosial yang akan diadakan oleh Bloggers Pekanbaru. Ia juga mengikuti berita kabut asap di Riau. Sebagai anak muda yang memiliki jiwa sosial dan rasa peduli yang tinggi, Tami antusias bergabung dan menawarkan diri untuk membantu saya belanja masker di Glodok Lindeteves. Suami saya nggak mau kalah, ia minta ikut untuk jadi driver dan tukang angkat-angkat dus. Baeklaaaah!

Hari Sabtu (10/8) adalah hari yang pendek untuk belanja karena sebagian besar toko hanya buka setengah hari. Apalagi besoknya Hari Raya Idul Adha, jadwal tutup toko dipercepat. 

Kami bergegas mencari, dari satu toko ke toko yang lain. Ada yang palsu, ada yang asli, ada yang murah, ada yang mahal, ada yang nggak ada sama sekali, ada yang bilang discontinue, ada yang serba ada apa saja tersedia. Selama mencari masker, saya bolak-balik konfirmasi ke rekan-rekan blogger di Pekanbaru biar nggak salah beli. Sayang kan udah beli banyak-banyak eh ternyata maskernya nggak cocok buat memfilter asap kebakaran hutan?

Apapun drama yang terjadi di pertokoan Glodok, akhirnya masker yang dibutuhkan berhasil didapatkan. Senang!

Glodok Lindeteves (10/8/2019)

Dapat 6 dus, total 2600 pcs masker

Selimut Asap di Hari Raya

Rencananya, semua masker akan saya kirim via kurir pada hari Minggu (11/8). Tapi saya ingat, hari Minggu adalah Hari Raya Idul Adha. Jasa pengiriman tutup. Saya juga tidak mungkin pergi-pergi dulu, mau fokus ibadah, dan pastinya melaksanakan kegiatan berqurban. 

Sabtu dan Minggu belum bisa kirim paket, Senin baru bisa. Lalu saya berpikir, jika paket saya antar ke kurir hari Senin, bisa jadi Selasa baru jalan. Rabu sampai Riau, dan mungkin saja Kamis baru tiba ditujuan. Alangkah lamanya. Biaya kirim juga tak murah. Saya sudah cek ongkirnya, sekitar 1-1,3 jutaan. Mahal juga yak! Setelah menghitung waktu dan biaya yang ada, lebih mending saya antar langsung ke Pekanbaru. Lebih cepat dikirim lebih baik, biar bisa lekas dibagikan.

Sementara itu di hari raya, masyarakat Riau menjalankan salat Ied dengan mengenakan masker. Kabut asap makin tebal. Sedih 😥

Salat hari raya pakai masker
Kondisi Pekanbaru di Hari Idul Adha 11 Agustus 2019

Ke Riau Aku Kembali

Senin pagi (12/8) hujan turun di bumi bagian Riau. Boleh teriak WOW gak sih? "WOW, kedatangan saya disambut hujan?! " 😂

Kabar menyenangkan tentang hujan semarak menghiasi ruang chat di Whatsapp. Walau sejenak saja, rasa syukur dan gembira terbaca dari ungkapan yang tertulis. Saya turut senang, bahkan berharap hujan terus turun agar bisa memadamkan api sehingga tiada lagi kabut asap menyelimuti satu provinsi.

Enam dus masker yang saya beli saya sulap menjadi 4 dus. Sebagian saya padatkan dalam dus lainnya, sebagian lagi masuk koper untuk dibawa ke kabin. Trik ini bukan hendak menipu pihak maskapai, melainkan agar berat bisa diminimalisir, biar biaya bagasi tak terlalu banyak membebani.

Syukurlah Batik Air free bagasi 20kg, plus 7 kilogram kabin, jadi hemat banyak. Walau ternyata, koper saya akhirnya masuk bagasi juga karena beratnya mencapai 9 kilogram! Huaaa rupanya timbangan di rumah saya ngaco! Dasar timbangan tua, bisa akurat hanya saat menghitung berat badan saja. Giliran barang dia keliru huhu. 

Ya sudahlah ya, nggak masalah, yang penting barang terbawa semua. 
Kiri masih 6 dus, kanan sudah jadi 4 dus dan 1 koper
Pekanbaru diselimuti asap 

Hotel Zuri Express Pekanbaru

Rasanya baru kemarin ke Pekanbaru untuk event Forest Talk with Bloggers Pekanbaru (20/7), sekarang sudah kembali. Saya agak nggak menyangka akan secepat ini berkunjung lagi. Apa saya harus berterima kasih kepada asap karena ia telah membuat saya datang lagi? Oh, tentu tidak. Asap tak layak mendapat ucapan terima kasih!

Dari Bandara Sultan Syarif Kasim saya langsung membawa semua barang ke Hotel Zuri Express Pekanbaru, tempat saya menginap sampai hari Selasa tgl. 13/8.

Oh ya, sebetulnya saya tidak bermaksud menginap. Setelah antar barang, pinginnya sih Senin sore langsung kembali ke Jakarta. Tetapi, Bang Andrew bilang kegiatan bagi-bagi masker akan diadakan pada hari Selasa. Wow baru sampai sudah langsung mau dibagikan? Yes, secepat itu memang, dan sayang sekali kalau saya tidak gabung.
Zuri Express Pekanbaru


Ah iya, boleh sedikit me-review kamar Zuri Express nggak? Kamar deluxe yang saya tempati cukup lapang buat sendirian. Interiornya cerah ceria dan kekinian. Semua oke saja kecuali satu hal: AC nya nggak dingin! 5 jam saya tunggu, udara kamar tetap tidak kunjung sejuk. Saat pertama kali masuk, saya sudah komplen sih, tapi nggak ada perbaikan berarti. Mas-mas hotelnya cuma mengutak-atik remot. Magrib saya komplen lagi, baru deh diseriusi. Kali ini yang datang seorang teknisi. Dia cuma bilang kalau AC nya perlu tambah freon. Apapun masalahnya pokoknya saya mau AC nya sejuk. Titik! Wkwkw. Yesss...malam harinya AC sudah normal, nggak gerah lagi!

Btw, kalau butuh kamar harga ekonomis, boleh juga nih hotel. Kamar deluxe-nya Rp 230ribuan saja per malam, tapi tanpa sarapan. Sarapan hotel bujet kan so so saja, mending sarapan di luar. 
Ditemani Vina menginap di Zuri Express 

Restoran Plaza Senapelan

Senin malam Elvina, Bang Andrew, Athrie, Mirwan, Muthia menemui saya di hotel. Sebuah perjumpaan yang menyenangkan! Gimana nggak merasa bahagia bertemu mereka yang ramah-amah dan penuh kehangatan?? Api kali hangat 😛

Senang banget pastinya bertemu Bloggers Pekanbaru. Meskipun event Forest Talk sudah berlalu, silaturahmi kami nggak putus, tetap terjalin baik, bahkan menjadi akrab 💗

Malam itu rencananya mau rakor. Ceilah rakor haha. Rakornya di Restoran Plaza, Plaza Senapelan. Eh nggak ding, rakornya nanti di hotel, sambil beres-beres masker. Tapi kami tetap keluar, cari makan dulu. Saya lapar maksimal maaaak! Setelah kenyang, kami langsung balik hotel, saya motoran dibonceng Vina. Ajib juga motoran malam-malam sama Vina. Diajak ngebut padahal katanya dia nggak hafal rute haha

Restoran Plaza, Plaza Senapelan

Masker-masker Untuk Korban Kabut Asap

Sebanyak 1 koper dan 2 dari 4 dus masker kami bongkar. Satu persatu dikeluarkan plastik. Plastiknya jadi sampah. Bah! Pekerjaan membongkar masker tak membutuhkan waktu lama, ada tangan Mirwan dan Vina yang lincah. Tas kain dari Lestarihutan.id yang dibagikan saat event jadi wadah masker, buat dibawa saat pembagian. Nggak hanya tas kain, rompi lestari hutan yang kece itu pun akan dipakai selama kegiatan, biar jadi identitas, bukan untuk gaya dan pamer nama.

Mirwan bertugas menjadi seksi dokumentasi, yang lainnya membagikan masker. Saya? Saya tukang mengamati saja hoahaha. Oh hei, kenapa mesti didokumentasikan segala? Berbagi mah berbagi aja, selesai. Nggak perlu orang tahu yeee kaaan? Hoho...kegiatan positif yang didokumentasikan dan nantinya bakal dibagikan ke medsos salah satu tujuan baiknya supaya bisa menginspirasi orang lain untuk ikut peduli. Kembali ke niaaaat :))

Pukul 5 subuh semua diahruskan kumpul di lobi Hotel Zuri Express, dan diharapkan jam 6 sudah di lokasi. Tempat pertama yang akan di datangi adalah Pasar Sukaramai. Kenapa pasar? Karena di pasar tempatnya orang beraktifitas di luar dan pastinya memerlukan masker. Tempat lainnya adalah sekolah-sekolah, perempatan di jalan protokol, bundaran tugu, dan beberapa tempat terbuka lainnya. Targetnya pastilah orang-orang yang banyak beraktifitas di luar. Bila ada permintaan masker di daerah yang terjadi kebakaran hutan, insha Allah akan dikirim.

Demikianlah rakor malam itu, di hotel Zuri Express. Rapat ala-ala itu dipimpin oleh Bang Andrew dengan penuh kesantaian dan kemanjaan. Mantul kan? Yoi 😂
Malam-malam tetap meluangkan waktu buat kumpul begini

Hari Berbagi Masker Gratis

Selasa pagi (13/8) sekitar jam 5 bang Andrew dkk sudah tiba di hotel. Hal itu membuat saya dan Vina panik, pasalnya kami bangun kesiangan. Athrie menemui kami di kamar, bikin makin panik saja karena kami belum siap huhu. Akhirnya, urusan mandi, berpakaian, dan dandan ala wanita jadi ngebut but buuuuut 💨💨

Pagi itu kami berenam. Ada Hairil, Mirwan, Athrie, Vina dan Bang Andrew. Hanya mereka yang bisa ikut pagi. Blogger lainnya akan menyusul dan bertemu di lokasi. Pasar Sukaramai kami tempuh dengan jalan kaki dari hotel. Nggak jauh, sekitar 300 meter saja. Lumayan buat mengolahragakan kaki, biar nggak manja naik kendaraan mulu. Padahal sampai sana pegel juga ciiiin haha dasar anak manja!! 😂

Selama berjalan menuju pasar, Hairil dan Bang Andrew mulai membagikan masker kepada orang-orang yang ditemui. Mulai tukang ojek, petugas kebersihan yang menyapu jalan, dan siapa saja yang berpapasan di jalan.

Masih subuh kumpul di lobi Zuri Express 
Lebih pagi lebih baik


Jalan kaki menuju pasar

Berseragam rompi Lestarihutan.id di Pasar Sukaramai
Pasar Sukaramai Pekanbaru

Pagi itu tak hujan, kota tampak berselimut kabut asap. Tipis sih, sependek yang saya lihat. Tapi, setipis apapun itu, tetaplah asap. Tidak bagus untuk kesehatan, bukan? Pasar Sukaramai seperti namanya, ramai orang lalu lalang dan berjualan. Di sanalah teman-teman blogger memulai kegiatan berbagi masker.

Dari satu orang menjadi dua, belasan, puluhan, dan seterusnya hingga akhirnya masker habis! Namanya juga butuh, gratis pula, peminatnya banyak. Bang Andrew dan Athrie kembali ke hotel mengambil masker. Kami menunggu di pasar. Sementara itu, blogger lainnya mulai berdatangan. Ada Muthia, Mutie, Nafi, dan Bang Putera. Tim makin banyak. Hore!

Pembagian masker sesi dua jadi makin cepat selesai. Ludes dalam sekejab. Lega pastinya, meski sebuah garis merah agak tebal menghiasi lengan Bang Putera. Entah tergores oleh apa, mungkin cakaran tanda sayang dari ibu-ibu yang berebut masker 😅






Kedai Kopi 328 Pekanbaru

Tepat jam 7 pembagian masker di Pasar Sukaramai selesai. Sesuai pesan Bang Andrew, kegiatan akan dilanjutkan setelah Dzuhur karena pagi itu beberapa orang mesti berangkat ke kantor untuk bekerja, dan yang lainnya mesti kembali ke rumah untuk mengurus keluarga. Mengenai teknisnya gimana, Bang Andrew mengajak kami membicarakannya di Kedai Kopi 328.

Kedai Kopi 328 terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 328, Kota Pekanbaru. Lokasinya berjarak sekitar 50 meter dari pasar. Ketika datang, tampak banyak orang sedang makan. Apa yang membuat warung dekat pasar ini ramai? Apakah kopinya? Ah, enggak juga. Saya malah tak lihat ada bloggers yang pesan kopi 😂

Yang jelas, di sini ada menu ketupat sayur, lontong pecel, bubur ayam, mie pangsit, aneka jajanan pasar, dan minuman teh/kopi.

Obrolan pagi di warung kopi mestinya beragam, dari A sampai Z. Tapi tidak dengan kami, di tengah kesibukan makan perbincangan didominasi perihal kegiatan pembagian masker. Kesimpulannya, tempat pembagian masker berikutnya di perempatan Tugu Zapin, dan akan dilakukan sekitar jam 1 siang. Sip. Sarapan dan obrolan tuntas, kami pun berpencar. Ada yang ke kantor, ke rumah, dan tempat lainnya. Saya, Elvina, dan Mirwan ikut Bang Putera, kembali ke Zuri Express.

Abis kenyang oleh asap, gantian kenyang oleh makanan di Kedai Kopi 328 😃

RR Cafe Delima

Di sela-sela mengikuti kegiatan Bloggers Pekanbaru, saya menyempatkan mencari souvenir khas Riau. Nafi @annafimuja merekomendasikan Rumah Tanjak Riau. Katanya, di sana ada selendang songket dan tanjak yang bisa dibeli buat oleh-oleh. Memang sih cuma songket KW murah meriah, tapi lumayanlah buat dipakai ala-ala. Saya jadi penasaran ingin lihat-lihat.

Pukul 10 saya dan Vina berangkat ke Rumah Tanjak Riau yang terletak di Jalan Melati Indah, Delima, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru. Kami diantar oleh Bang putra. Nafi sudah menjelaskan lokasi toko ke Bang Putera. Karena itu dengan sangat percaya diri Bang Putra membawa kami tanpa dibantu google map, bahkan tanpa tahu alamat jelas toko. Bang Putera hanya berpatokan: Nggak jauh dari perempatan lampu merah, dan letaknya di sebelah kiri. Mana ada ketemu, yang ada kami bolak-balik kayak setrikaan sampai 3 kali 😂

Setelah dicarikan alamat lengkap oleh Nafi, akhirnya toko ketemu. Begitu kami sampai ternyata tokonya tutup. Tak menyerah, saya hubungi nomor telpon yang tertera pada spanduk di depan toko. Untunglah dijawab oleh pemiliknya langsung. Kami diminta menunggu, katanya anak gadisnya akan ke toko dalam waktu 15 menit. Duh, 15 menit lumayan lama, mending ngaso di kedai kopi, bisa sambil minum dan makan-makan sesuatu. Ngopi dimana?

Vina mengajak ke RR Cafe Delima, katanya di sana bisa buat duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kok Vina tahu? Ternyata, kafe yang terletak di Jalan Delima, Kel. Tabek Gadang, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru itu berada tak jauh dari tempat tinggal Vina. Masih daerah kekuasaannya juga. Pantesan 😄

Pisgor Coklat Keju RR Coffee
Riau panas gaes, mudah haus mudah lapar bawaannya
Keren tulisan di dindingnya

Rumah Tanjak Riau

Kopi dan kudapan pisang goreng coklat keju di RR Cafe cukup ampuh mengusir kantuk. Semoga saja hal serupa dirasakan oleh Bang Putra dan Vina. Saya perhatikan mereka sudah terkantuk-kantuk sejak berangkat dari hotel. Harusnya kopi sudah membuat mereka segar lagi, semangat lagiii😄

Kami kembali meluncur ke Rumah Tanjak Riau. Sampai di sana, ternyata tokonya belum juga dibuka sodara-sodaraaa haha. Untunglah anak gadis yang punya toko sudah datang, tapi ia menunggu di luar. Heran juga, kenapa ia tak membuka tokonya, masuk, dan menunggu kami di dalam saja?

Ada banyak Tanjak dipajang, begitu juga kain dan selendang songket. Hmm..memang sih KW, bukan yang asli. Wajarlah kalau harganya murah meriah. Selembar selendang dibanderol Rp 60.000 dan Rp 50.000 untuk sebuah Tanjak. Warnanya banyak, cerah ceria meriah. Saya jadi punya ide untuk menjadikannya sebagai souvenir. Ya, souvenir untuk acara blogger gathering Asus di Balikpapan. Selain unik dan bisa dipakai bareng-bareng pas acara, juga cocok dengan tema "Colorful of My Life" yang akan diusung.

Saya membeli sepasang selendang dan tanjak untuk souvenir pribadi. Untuk souvenir acara Asus akan saya pesan di kemudian hari. Nanti biar dikirim via kurir saja ke Jakarta. Siti, anak gadis yang punya toko mengerti maksud saya, ia setuju dan mengatakan bisa. Alhamdulillah.

Saya menyukai produk khas tiap daerah. Menjadikannya souvenir untuk acara adalah cara sederhana saya dalam menghargai suatu budaya, dan mengenalkannya kepada orang-orang yang belum mengetahuinya. Sama seperti acara blogger gathering ASUS di Bandung pada bulan April lalu, syal tenun saya jadikan souvenir untuk bloggers Bandung. Tanjak hadir di Balikpapan pasti akan menjadi sesuatu yang unik, bukan?
Wanita Melayu berselendang dan Laki-Laki Melayu bertanjak

Makan Siang di Sultan Resto 

Belum afdol kulineran di Pekanbaru bila belum menyantap Masakan Khas Melayu. Ok baiklaaaah...mari datang ke Sultan Resto.

Pertama kali saya dengar nama Sultan Resto dari Ibu Amanda saat kami sama-sama ke Pekanbaru pada Bulan Juli lalu. Sayangnya waktu itu kami belum sempat ke Sultan Resto. Maka kali ini, keinginan untuk mencicipi menu khas Melayu di Sultan Resto harus jadi.

Sultan Resto, sebuah resto dengan unsur khas Melayu yang kental, bangunannya mengadopsi arsitektur Kesultanan Siak. Saya datang ke sini nggak cuma bisa menikmati beragam menu Khas Melayu, tapi juga bisa belajar budaya Melayu dan sejarah Kota Pekanbaru melalui foto-foto lama yang terpajang di dinding restoran.

Banyak pilihan menu yang bisa dipilih sesuai selera. Untuk momen pertama berkunjung, saya sangat tertarik pada menu Pindang Senangin. Apa pula itu? Ternyata Senangin itu nama ikan. Saya kira pindang yang bermakna "menyenangkan" 😆 Wah, hal baru nih kenal nama ikan Senangin. Saya kira ikan sungai lho, ternyata ikan laut. Pindangnya sangat enak. Cita rasa kuahnya cocok dengan selera saya. Saya nggak ada sampai berkomentar begini, "aduh asem banget, aduh rasa kunyit dan cabenya kebangetan nih..." Begituuuu!


Arief dan Bang Putra

Makan enak di Sultan Resto bareng Bang Putra, Vina, dan Arief. Formasi lengkap Blus nih ceritanya he he. Kami makan agak ngebut, diburu waktu untuk kegiatan bagi-bagi masker.

Semoga saja ada kesempatan ke Pekanbaru lagi untuk mencoba menu-menu lainnya sampai puas!

Oh iya, saya melewatkan bagian pelayan berpantun. Jadi di resto ini tuh ya, sesaat setelah makanan terhidang, si kakak pelayan akan berpantun. Pantun ala Melayu. Saya nggak lihat karena sedang berada di lantai atas untuk salat. Hmm jadi penasaran seperti apa pantunnya.

Ada lagi nih yang unik, wadah tempat air cuci tangan berupa teko. Tangan yang akan dicuci ditaruh di atas wadah lainnya, lalu disiram air yang dituangkan dari dalam teko. Jadi cuci tangannya bukan dicelup-celupkan ke air dalam mangkok seperti cara cuci tangan di rumah makan Padang 😀

@sultanresto.pekanbaru

Perempatan Tugu Zapin

Sesi kedua pembagian masker dilakukan di perempatan Tugu Zapin depan kantor gubernur Riau. Kami berada di sana sekitar pukul 2 siang. Matahari sedang garang segarang-garangnya. Panasnya menyengat, bikin badan banyak berkeringat. Tapi percayalah, sepanas apapun cuaca siang itu, tak melunturkan semangat kawan-kawan blogger Pekanbaru.

Vina dan Bang Putra kembali turun di jalan. Kali ini ada Arief ikut serta. Bang Andrew, Mirwan, dan Muthia baru datang kemudian. Tim bagi-bagi masker jadi banyak lagi. Semua turun ke jalan, kecuali saya, hanya berdiri di pinggir jalan sambil memegang kamera, mengabadikan kegiatan.

Perempatan Tugu Zapin ramai kendaraan. Saat lampu merah adalah saat yang aman untuk menghampiri para pengendara. Masker Nexcare dan N95 dibagikan, sebanyak yang bisa dibagi.

Hampir 1 jam di jalan. Tepat pukul 3 sore masker habis dibagikan, bertepatan dengan waktu saya untuk undur diri dari kegiatan. Saya harus bergegas ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Pukul 17 Batik Air akan membawa saya terbang meninggalkan Riau.

Di perempatan Tugu Zapin saya berpisah dengan kawan-kawan blogger. Perpisahan yang tak bisa dipungkiri menghadirkan sejumput rasa sedih, seolah bakal lama berjumpa lagi dengan mereka yang sudah seperti saudara. Apakah bakal ada rindu di tiap asap yang mengudara?






Semoga Tak Ada Lagi Api dan Asap di Riau

Kabut asap sangat berbahaya bagi kesehatan pernafasan. Jangankan orang-orang yang berada di dekat sumber kebakaran, mereka yang berada di daerah yang jauh dari sumber asap juga bisa merasakan dampak yang serius.

Suami saya pernah di Riau pada tahun 2012 sampai 2015. Ia memiliki pengalaman buruk terhadap kabut asap yang terjadi pada tahun 2015. Ia tahu persis bagaimana rasanya menderita bernafas dalam tebalnya asap, dan itu yang membuatnya mengerti betapa mengerikan dampak asap bagi kesehatan pernafasan dalam jangka panjang.

Kegiatan bagi-bagi masker gratis adalah langkah kecil yang dilakukan oleh Blogger Pekanbaru dalam upaya mengatasi dampak kabut asap yang terjadi. Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia yang fokus pada gerakan pelestarian hutan mendukung penuh kegiatan ini. Harapannya, tentu yang paling utama tidak ada lagi peristiwa kebakaran hutan, disengaja maupun tidak. Masyarakat bisa hidup aman dan sehat.



Peristiwa kebakaran hutan dan lahan tak hanya melanda Riau, tapi juga daerah lain seperti Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Kebanyakan dari kita tahu, kebakaran hutan dan lahan berdampak pada rusaknya ekosistem dan musnahnya flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di hutan. Asap yang ditimbulkan juga menjadi polusi udara yang dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernafasan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), asma, penyakit paru obstruktif kronik. Selain itu, asap bisa mengganggu jarak pandang, terutama untuk transportasi penerbangan.

Kita tak boleh menutup mata pada semua itu bukan?

Kondisi Riau memang memprihatinkan. Mungkin karena itu pula pada hari yang sama, Selasa 13/8/2019 Menteri LHK Siti Nurbaya, Kapolri Tito Karnavian, Panglima TNI AD Hadi Tjahjanto, KA BPNB Doni Manardo, Gubernur Riau H. Syamsuar dan Forkompinda meninjau dan melakukan pemadaman titik api yang berada di 23 jalan koridor Langgam, Kab. Pelalawan, Riau.

Semoga ada solusi jitu yang dapat membuat bencana karhutla tak terulang lagi di masa yang akan datang.

Bloggers Pekanbaru Peduli Korban Asap Riau

Mungkin ada yang bertanya, mengapa laporan kegiatan Blogger Pekanbaru bagi-bagi masker diisi oleh cerita tentang kuliner, hotel, tanjak, hingga restoran? Karena saya seorang travel blogger. Saya juga melihat Pekanbaru dari sisi saya sebagai seorang pejalan yang gemar berwisata. Selama ada kabut asap, apa yang terjadi dengan kegiatan pariwisata di kota ini? Apakah masih bergeliat dan menarik untuk dinikmati?

Buat saya, Pekanbaru adalah kota yang menyenangkan untuk dikunjungi sebagai tujuan wisata. Banyak hal yang bisa dikagumi di sini. Banyak hal menarik yang bisa dituliskan. Banyak objek menawan yang bisa diabadikan dalam lensa. Banyak cerita yang bisa dituturkan. Banyak hal baik yang bisa dirasa.

PEKANBARU TANPA ASAP bikin siapapun jadi betah dan rindu untuk kembali.

Mari lebih peduli pada kebakaran hutan agar Indonesia lebih sehat, nyaman, dan aman.


www.yayasandoktorsjahrir.com
www.lestarihutan.id
IG: @yayasandoktorsjahrir
Twitter: @YSjahrir





Terima kasih kepada:
  • Bloggers Pekanbaru
  • Yayasan Doktor Sjahrir
  • Climate Reality Indonesia
  • Mas Amril Taufik Gobel di Jakarta
  • Utami Isharyani di Jakarta
  • Mbak Anne di Jakarta
  • Bang Putra Senapelan
  • Bang Andrew Pradana
  • Athrie
  • Elvina
  • Muthia
  • Mirwan Choky
  • Annafimuja
  • Mutia
  • Om Attayaya Yar Zam