Tips Menulis Kisah Perjalanan Dari Anida Dyah

Peserta kelas Menulis Kisah Perjalanan

Travel Writing itu MENGGALI PENGALAMAN, MEMAKNAINYA, dan BERCERITA DENGAN JUJUR.

Road trip menguak sisi brutal dari travelling. Memaksa setiap orang untuk melepaskan EGO, mempercayai ORANG ASING, dan kehilangan semua KENYAMANAN yang terasa familiar.

Lima hal penting dalam menulis:

1. Tentukan ide besar/premisnya.
    Destinasi bukanlah cerita. Yang seru untuk diceritakan adalah perjalanannya

2. Find your voice
   Gaya menulis, hal apa yang paling penting untuk diceritakan, dan jujur dalam menulis.

3. Bangun struktur cerita. Well constructed STORY :
  • Setting
  • Karakter
  • Moment menarik
  • Konflik
  • Resolusi
  • plot

4. Buat dialog yang menarik.
   Dialog = mendiskripsikan sebuah nuansa. Dialog yang baik akan menarik pembaca ke dalam cerita.  Dalam tulisan NONFIKSI KREATIF, dialog bertujuan untuk menciptakan ulang pengalaman atau kejadian nyata kepada pembaca.

5. Kumpulkan data-data. How?
  • Observe
  • Talk to people
  • Take picture
  • Circle the map
  • Write it down
  • Read a lot of books
Tips Menulis Kisah Perjalanan bersama Anida Dyah

Tips menulis kisah perjalanan:
  1. Cari tahu apa yang MENDORONG kita untuk melakukan perjalanan.
  2. Gunakan BACKGROUND kita sebagai kekuatan tulisan
  3. JUJUR dalam menulis.

Kesimpulan:
  • Gali pengalaman perjalanan pribadi yang BERKESAN dan MENARIK untuk dikembangkan
  • JUJUR dalam bercerita
  • REFLEKSIKAN MAKNA dan nilai-nilai berharga yang mengubah kita di akhir perjalanan.

Traveling is....to express, not to impress

Anida Dyah dan 3 pemenang kuiz yang mendapatkan buku Under The Southern Stars

Kelas Menulis Kisah Perjalanan bersama Anida Dyah (penulis Under The Southern Stars). Sabtu tgl. 18 April 2015 di Ranah Kopi Jl. Margonda No.99 Depok. Kolaborasi GagasMedia dan AkberDepok.


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

20 komentar

  1. sipppp pakai banget. Menguak sisi bruyal dari perjalana :))) aku banget. hahaha Tapi kalau media khususnya buat koran dan artikel lebih banyak cerita destinasi. Cerita perjalanan sebagai penunjangnya. Nice share mbak Rien. ditunggu tips menulis dari pemilik web ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tips dari mbak Anida Dyah ini menulis kisah perjalanan untuk buku, mbak :D
      Sip. Sama-sama, mbak :)

      Hapus
    2. Ya, kalau buku OK kisah perjalanan. aku lebih suka baca kisah perjalanan ketimbang buku yang yang menjual informasi wisata. apalagi dengan pengalaman perjalanan yang dalam.

      Hapus
    3. Sepakat dengan mbak Zulfa. Pengalaman personal si penulis selama perjalanan terasa lebih menarik, dan biasanya ada hikmah dan pesan-pesan tertentu yang didapat. Itu sebabnya disebut perjalanan bukanlah tentang destinasi :)

      Hapus
  2. makasih sharing tipsnya mba rien.. bermanfaat dan siap diaplikasikan.. *_*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip. Sama-sama. Ditunggu kisah perjalanannya dalam bentuk buku, mbak Ima ;)

      Hapus
  3. Maksudnya background kita sebagai kekuatan tulisan itu apa Mbak? Apakah berkaitan dengan profesi atau ilmu yang kita miliki?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa juga begitu namun lebih kepada apa yang menjadi latar belakang kita melakukan perjalanan yang hendak kita tuliskan itu, dan apa yang menjadi latar belakang kita menuliskan perjalanan yang kita lakukan itu :)

      Hapus
  4. Travel Writing itu menggali pengalaman, memaknainya, dan bercerita dengan jujur -> catet ini baik-baik...
    Kadang suka gak habis pikir aja, mbak, ama yang (katanya) penulis cerita perjalanan, tapi apa yang diceritakannya itu justru kebalikan dari cerita sebenarnya... Kalo udah kayak gitu, rasanya jadi pengen kepo.. Sebenernya apa yang MENDORONG dia untuk melakukan perjalanan ya?

    Btw, makasih bangett sharing ilmunya, mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngumpulin destinasi mungkin mbak *ngikik*

      Ketimbang memutar balikkan cerita yang didapat selama perjalanan, lebih baik tidak menuliskan apa-apa. Kalau memang mau menulis, pilah-pilah mana yang tidak menyebabkan orang-orang yang menjadi objek cerita tidak 'dihakimi' oleh pembaca yang tidak tahu cerita yang sebenarnya.

      Kalau memang pencitraan dianggap sah-sah saja, ya monggo buat pencitraan, tapi yang wajar, bukan yang sifatnya mengarang dari ga ada menjadi ada. Atau, yang mestinya huruf W trus dibalik jadi huruf M *ngakak*

      Punya hal pahit selama perjalanan? Katanya sih, kemaslah dalam bahasa yang enak dan ga menghakimi, bisa dalam bentuk tips dan saran. Bukan dengan cara menuding, apalagi mengarahkan pembaca menghasihani dirinya (sbg korban) :)

      Hapus
    2. Mak jleb!
      Langsung ngerasa tersindir.. Sering salah nulis huruf M ama N, terutama kalo di HP. Maklum mbak, jari jempol semua.. hihihi....

      Etapi, kalo huruf W sama M itu terbalik agak wajar sih, apalagi kalo keypadnya terbalik *jadi inget siapa yang kemaren komen pake tulisan terbalik itu.. hehehe... Yang parah itu kalo mestinya huruf W tapi ditulis huruf B. Nah loh? Jauh kan bedanya... Letak di keyboard ato keypad juga jauh, jadi gak mungkin deh kalo typo..

      Dan akhirnya, saya jadi bingung... ini saya ngoceh apa ya? *kabur ahh.. sambil bawa catetan tips menulis ini.

      Hapus
    3. kemaslah dalam bahasa yang enak dan ga menghakimi, bisa dalam bentuk tips dan saran. Bukan dengan cara menuding, apalagi mengarahkan pembaca menghasihani dirinya (sbg korban) :) ---> saya pernah baca tulisan Claudia Kaunang (kalo gak salah), eh lebih tepatnya statement sih, katanya Hatyai itu gak aman. Suka ada bom. Halooooo....guwek yang udah tinggal lebih tiga tahun di sini, gak tuh merasa gak aman. Pernah ada bom memang, tapi itu kan bukan berarti gak aman. Kadang kita baru sekali datang ke suatu daerah, nge-juge aja sesuka hati. xixixi
      TFS mbak rien :*

      Hapus
    4. Mbak Dee An : Soal cerita ga jujur yang akhirnya jadi beda bukan pada alanogi beda hurufnya sih tapi pada "isi" :p Kalo M di artikan Madu, trus dibalik jadi W yang berarti Wiski atau Wine, bahayanya di situ :))) Kalo M=madu trus diputar jadi S=Susu masih mendinglah hahaha *puyeng deh dirimu mbak :p

      Ga usah bingung, aku tau kok mbak lagi ngomongin apaan :))))) *salto*

      Hapus
    5. Mbak Eki Fardelyn Hacky: Aku pun dulu awalnya juga sembarangan ngejudge mbak. Maklum langkah masih 'pendek', pikiran kekanakkan, masih smepit dan kecil hahaha. Tapi perjalanan makin lama makin mendewasakan, dan aku mulai kapok asal ngejudge dan menggeneralisir. Apa yang tampak saat kejadian, tidak berarti mencerminkan keadaan yang sama di waktu-waktu sebelumnya atau pun akan datang. Perlu melihat, merasa, dan mendengar lebih lama untuk melabeli suatu tempat.
      Seperti yang kerap aku baca dari penulis2 perjalanan terbaik, kalau menemui hal ga enak, itu bagian dari pengalamanmu, belum tentu akan jadi pengalaman yang sama dgn orang lain. Jadi, tulislah dengan bahasa yang ga membuat orang lain bakal mengalami hal serupa :)

      Hapus
  5. Kelas menulis yang asyik iniiiii
    Saya belum pernah menulis kisah perjalanan.
    Makasih banyak ya, Mbak, atas sharingnya ini.

    BalasHapus
  6. Terima kasih, Mbak Rien... Biasanya kalau agak personal, aku tulis di blog. Gayanya bisa nyante. Kalau artikel2 di media cetak, yg personal2 seringnya kena gunting ama editor. hehehe. ira

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, Mbak Ira. Yup betul itu mbak. Selain di blog, yang personal juga bisa ditulis untuk buku :)

      Hapus
  7. Bercerita dengan jujur itu penting banget, masalah nya kebanyakan yg sekarang lebay nya ngak ketulungan :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu! :D Tapi kalo lebaynya ala Cumi sih malah asyik :))

      Hapus

Leave your message here, I will reply it soon!