Jalan-Jalan Keliling Lampung

Kota Bandar Lampung

Mengunjungi Lampung tak hanya membuat saya terpesona akan keindahan Gunung Anak Krakatau yang legendaris. Dari segi kuliner, saya berkesempatan menyeruput kopi Lampung di kedai kopi lokal, dan menikmati masakan Pindang Baung yang terkenal. Sentra batu mulia di Way Halim, taman kupu-kupu nan asri, juga busana Tapis nan memesona merupakan daya pikat Lampung yang sayang untuk dilewatkan.
 

---ooo000ooo---

 
Mendadak Akik
Waktu magrib baru saja tiba ketika pesawat yang membawa saya dan rombongan teman-teman dari Jakarta mendarat di provinsi Lampung. Usai diantar bersantap di sebuah rumah makan tradisional di Kota Bandar Lampung, saya pikir kami akan diantar ke penginapan, ternyata diajak meluncur ke Way Halim. 

“Kita akan ke sentra batu akik Lampung. Di sana batunya bagus-bagus, bahkan ada yang tergolong langka. Kalian akan takjub melihatnya,” rayu Dimas, pemuda Lampung yang bertugas menemani kami selama keliling Lampung.

Pukul delapan malam kami tiba di tujuan. Sentra akik yang dimaksud ternyata terletak di emperan sepanjang Jalan Sultan Agung menuju PKOR Way Halim. Ini di luar bayangan saya. Tapi sungguh saya salah menilai. Meski di emperan, namun tak mengurangi para pemburu batu akik untuk merambah ke tempat ini. PKOR memang dinilai strategis sebab banyak dilalui orang. 

Lapak pedagang akik berjejer sekitar 150 meter sebelum naik flyover. Puluhan penjual batu mulai menggelar lapak sejak pukul 10.00 pagi, tapi kebanyakan buka sore hari sekitar pukul 15.00-23.00 WIB. Para penjual membuat tenda dari terpal. Ada yang sekadar menghamparkan, ada juga yang menggunakan etalase. Beberapa kios bahkan lantainya dipasangi batako.

Beragam jenis batu dijual. Di antaranya batu motif bacan, lavender, sulaiman, giok, birulangit, solar, red raflesia, cempaka, jamrud, badar perak,  pasir emas, hingga bungur. Ada yang masih berupa batu biasa tak berbentuk, ada pula yang sudah di siap digunakan sebagai perhiasan.

Bagi peminat akik yang ingin mengoleksi batu cincin berkelas dengan harga relatif sedikit lebih murah, tempat ini menawarkan beragam pilihan batu, jumlahnya pun banyak. Itu sebabnya hari apapun pasti ramai pengunjung. Terlebih dari Sabtu dan Minggu. Seorang teman melakukan transaksi. Sementara saya yang sejak awal hanya melihat-lihat, terpana menatap batu bungur berwarna ungu yang sedang diterangi cahaya senter. Indah bak permata. 


Lapak-lapak penjual batu akik
Memindai

Mengecek keaslian batu

Sudah diolah dalam bentuk yang menawan


Mencicipi Kopi Asli Lampung
Lampung telah lama dikenal sebagai daerah penghasil kopi kelas dunia. Tentu tak afdol jika ke Lampung tidak mampir di kedai-kedai kopi yang menawarkan Kopi Lampung sebagai menu jawaranya. Dr Coffee adalah salah satu kedai kopi yang menghadirkan Kopi Lampung sebagai menu utama. Berlokasi di Jalan Soemantri Brojonegoro No 29 Jalur Dua Unila, kedai ini punya suasana cozy dengan desain interior yang apik.

Kami beruntung pemilik kedai sedang berada di tempat. Kejutannya adalah kehadiran Pak Karjo, seorang pakar kopi di Lampung yang namanya sudah cukup terkenal di komunitas kopi Lampung. Pak Karjo memberi kami pengetahuan tentang kopi sehat dan cara sehat minum kopi. Apa yang disampaikan olehnya membuat saya jadi mengerti perbedaan kopi asli dengan kopi ‘modern’.

Yang menarik dari kedai ini adalah tampilnya lima jenis kopi single origin dari Lampung. Di antaranya, single origin Fajar Bulan, Ulu Belu, Liwa, Sumber Jaya, dan Mekar Sari (organik). Selain kelima jenis tersebut, ditampilkan juga sekitar 20 jenis kopi Nusantara dari masing-masing jenis kopi Arabika dan Robusta.

Kami menikmati kopi-kopi yang tersedia dengan memilih lima varian olahan, yaitu kopi tubruk, vietnam drip, V60 dripper, frech press, hingga rockpresso. Saya sendiri mencoba kopi gayo robusta dengan olahan vietnam drip. Kisaran harga menu kopi Rp 7 ribu – Rp 70 ribu per gelasnya. 



Di kedai ini terdapat dua macam contoh biji kopi luwak yang dihasilkan oleh luwak penangkaran dan luwak liar. Sekilas tak ada yang berbeda. Sama-sama tampak seperti kotoran. Biji-biji saling menempel, mirip gumpalan yang tak berbentuk. Namun, pada luwak liar, terdapat serabut-serabut halus. Sedangkan luwak penangkaran, biji-biji kopi seperti bercampur dalam karamel.

Puas belajar tentang mengolah kopi, membedakan rasa kopi, cara minum kopi, serta menikmati kopi asli Lampung, kami pun beranjak pergi untuk melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Namun, sebelum meninggalkan kedai saya membeli satu bungkus Kopi Lanang jenis robusta. Kopi asli Lampung ini sukses bikin saya jatuh hati. Pasalnya kopi ini berasal dari biji kopi jenis lanang (laki-laki). Kopinya masih berupa biji, namun bisa digiling halus dulu jika mau. 

rugi kalau tak mampir ke sini :)

beda biji kopi luwak penangkaran dan luwak liar

Vietnamese Drip Coffee

belajar bareng pada ahli kopi

kopi-kopi di Dr Coffee


Kuliner Pindang Baung
Lampung memiliki makanan khasnya sendiri. Pindang adalah sebuah menu masakan khas Lampung yang memiliki cita rasa segar dengan paduan daging ikan yang juga segar. Hidangan pindang dalam khazanah kuliner Lampung hampir identik dengan ikan.

Pindang bagi masyarakat Lampung memang dapat ditafsirkan sebagai sejenis sup atau masakan berkuah yang berbahan dasar ikan, dengan cita rasa kuah yang kaya akan rempah. Ikan yang menjadi bahan dasar pindang khas Lampung umumnya termasuk ikan air tawar. Di antara jenis ikan yang banyak diolah menjadi pindang antara lain patin, gabus, baung, dan bawal.

Selain bahan dasarnya, cita rasa kuah yang segar juga menjadi ciri pindang khas Lampung. Racikan bumbu yang terdiri dari cabai merah, serai, lengkuas, daun salam, daun jeruk, bawang merah, bawang putih, dan kunyit menghadirkan cita rasa gurih pedas dengan aroma rempah yang kuat. Tambahan irisan tomat menghadirkan rasa asam yang segar.

Kami mencicipi kuliner pindang baung di Dapoer Tatu, sebuah gubug makan di daerah Kedamaian, Bandar Lampung. Tentunya baung menjadi satu-satunya jenis ikan air tawar yang saya jadikan pilihan utama siang itu. Rupa menu ini sebetulnya sederhana, namun bercita rasa luar biasa. Sensasi pindang baungnya sulit untuk dilupakan.

Bagi penggemar ikan, wajib mencoba pindang ikan baung khas Lampung. Dibandrol dengan harga Rp.25.000,-/porsi maka sudah dapat menyantap kelezatan kuliner satu ini. 

bikin ketagihan

Pindang baung disajikan dengan sambal, lalap, dan pepes tempoyak patin


Taman Kupu-kupu
Salah satu tempat yang kami kunjungi di Lampung adalah Taman Kupu-kupu Gita Persada. Taman seluas 4,8 hektar ini merupakan tempat rekreasi dan sarana belajar sambil menikmati keanekaragaman kupu-kupu. Di sini kami melihat perilaku kupu-kupu yang sedang bertelur, mencari makan, berkopulasi (kawin), serta dapat mengamati daur hidup dan metamorfosis dari telur hingga kupu-kupu dewasa.

Indonesia, dikenal sebagai negara mega biodiversity, memiliki lebih dari 6.000 spesies kupu-kupu. Banyak dari spesies ini di ambang kepunahan. Nah, Taman Kupu-Kupu Gita Persada didirikan untuk melawan kepunahan segala jenis kupu-kupu Sumatera akibat penggundulan hutan dan pengrusakan habitat alami mereka.

Taman asri yang sejuk ini digagas dan didirikan pada tahun 1997 oleh sepasang suami istri, Anshori Djausal dan Herawati Soekardi sebagai model untuk melestarikan kupu-kupu. Sejak saat itu, taman ini telah berhasil dalam melestarikan lebih dari 180 spesies kupu-kupu Sumatera dan rumah bagi lebih dari 150 spesies tanaman dan bunga. Jumlah ini meningkat setiap tahun seiring dengan penelitian tanaman pangan kupu-kupu, mikro-habitat dan reproduksi.

Taman Gita Persada telah memperoleh beberapa penghargaan antara lain Penghargaan Pengembangan Pariwisata Tingkat Nasional tahun 1999 dan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan Tingkat Provinsi Lampung tahun 2004.

Taman kupu-kupu dilengkapi kandang penangkaran kupu-kupu dan rumah khas yang khusus didatangkan dari Palembang. Empat hektar adalah lahan konservasi yang dipinjamkan Kanwil Departemen Kehutanan Lampung, sedangkan sisanya milik pribadi Herawati.

Saat kami berkunjung, Herawati turut menemani kami menelusuri track naik turun di dalam “hutan buatan” di ketinggian 460 mdpl itu. Gerak dan langkahnya lincah sambil tak henti bercerita tentang kupu-kupu kesayangannya. Ia bahkan mengantar kami ke kandang penangkaran, menyaksikan larva, kepompong dan kupu-kupu yang sedang berterbangan.

Masyarakat Lampung memanfaatkan taman kupu-kupu ini sebagai tujuan ekowisata dan wisata pendidikan. Tak kurang dari 3000 pelajar dan mahasiswa tiap tahun berkunjung untuk melakukan penelitian dan studi tur. Belum lagi masyarakat umum yang berkunjung sekedar melihat keindahan kupu-kupu dan menikmati kehijauan alam sekitar.

Taman Kupu-kupu Gita Persada terletak di ujung selatan pulau Sumatra atau tepatnya berada di kaki Gunung Betung sekitar lima belas menit dari Bandar Lampung.  
 





Pesona Tapis Lampung
Siapa yang tak mengenal kain Tapis? Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung berbentuk kain sarung yang dibuat dari tenunan benang kapas dengan motif-motif yang beragam seperti motif alam, flora, dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.

Asal muasal tenun Tapis sudah ada sejak abad II Masehi. Dulu orang-orang Lampung telah menenun kain brokat Nampan dan kain Pelepai. Setelah melewati rentang waktu yang cukup panjang, akhirnya lahirlah Kain Tapis Lampung. Orang Lampung terus mengembangkan Kain Tapis sesuai dengan perkembangan zaman, baik pada aspek teknik dan keterampilan pembuatannya, bentuk motifnya, maupun metode penerapan motif pada kain dasar tapis.

Kami memiliki kesempatan berharga ketika diajak menyambangi pusat belanja Bumi Kedaton, tempat dimana saya bisa menjumpai Tapis dikreasikan dalam busana modern yang elegan dan anggun. Berbagai busana pria dan wanita dengan berbagai model, berhias tapis nan indah. Keindahannya selaras dengan bandrol harga, mulai dari Rp 250 ribu – Rp 500 ribu. Meski harus merogoh kocek lebih dalam, tapi nuansa mewah yang didapat sepadan dengan yang didapat.

Pesona tapis mengantarkan saya pada pengetahuan baru bahwa kain Tapis merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang berkembang dan hidup di tengah-tengah pergaulan orang-orang Lampung. Ia merupakan pengejawantahan dari kepercayaan masyarakat Lampung terhadap kesakralan, menjadi media membangun struktur sosial, menjadi simbol sifat inklusif masyarakat Lampung, dan dalam paradigma ekonomi kreatif sebagai sumber ekonomi.
 
Bagai baju seorang ratu

Cakep!




*Tulisan ini pernah dimuat koran Kedaulatan Rakyat dalam rubrik Pariwisata tgl. 3/10/2015. Yang diposting di sini masih dalam bentuk mentahnya sebelum melewati meja editor he he. 
*Semua foto dokumentasi Katerina




Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

14 komentar

  1. Lampung yg aku tau cuman kiluan krakatau pahawang hahahah

    BalasHapus
  2. Jadi mupeng maks. Pengin mampir ke lampung sekaligus icip2 kulinernya :)

    BalasHapus
  3. Mupenggggg maks. Tulisannnya bagus :)

    BalasHapus
  4. gayo robusta?? lah ini kan klo aslinya rasanya hambar Rien? :D
    pake di drip lagi, lumayan keras tu rasanya dan pastinya melek seharian kan? hihihi

    BalasHapus
  5. Dari kemaren liat banyak postingan tentang Lampung, jadi pengeeen juga ke sana :D

    BalasHapus
  6. Jadi makin pengen ke Lampung....

    BalasHapus
  7. Duh. belum kesampaian ke Lampung. pernah di undang kesana tapi blm ada waktu :(
    btw, itu ada foto si Halim? ikutan juga kah dia?

    BalasHapus
  8. sepertinya kopinya menggoda ni mba rien.. asliii!

    BalasHapus
  9. Seumur-umur belom pernah icip kopi luwak. Kalo yang sachetan itu kan abal-abal ya mbak Rien hehe

    BalasHapus
  10. Iih, banyak aja tulisan mba Rien di media cetak. aku mau belajaarr

    BalasHapus
  11. masih banyak tempat Wisata dan budaya dan kuliner khas lampung yang ada..so welcome ke lampung..

    BalasHapus
  12. masih banyak tempat Wisata dan budaya dan kuliner khas lampung yang ada..so welcome ke lampung..

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!