Hujan Deras Di Danau Cileunca Pengalengan


Hujan deras mengguyur Pengalengan sedari pagi. Niat hati ingin menjelajah alam Pengalengan dengan berjalan kaki jadi urung, terhapus oleh derai hujan yang tak jua reda. Mantel, payung, dan boot mungkin bisa melindungi diri dari kucuran air langit namun aktifitas mengasyikan yang kuimpikan di danau Cileunca tentu akan sulit kudapatkan. Nopember, ah benar-benar November rain.

Berdiam diri di hotel berselimut tebal sembari menghirup hangat teh Walini hasil dari perkebunan teh Malabar, atau melotot menatap TV menyaksikan berita yang menyajikan kabar Palestina yang digempur habis-habisan oleh tentara Is**el yang tak berperikemanusiaan, sungguh bukanlah mauku hari ini. Apa yang kemudian kulakukan, adalah tetap memaksa diri keluar, berpetualang di tengah deras hujan.

Yeah, bagiku keinginan untuk berwisata dan menyatu dengan alam laksana menemui kekasih, penuh syahdu, kecintaan dan perasaan damai. Lalu, taraaaaaaaaaaaa! Hujan reda. Kok bisa? Entahlah, cuaca sungguh tak menentu. Sesaat hujan, sesaat kemudian reda, lalu hujan lagi, reda lagi. Bagai permainan alam. Lantas aku bagaimana? Pergi ke Situ Cileunca.

Situ Cileunca atau Danau Cileunca adalah sebuah danau yang ada di daerah Pangalengan. Danau ini merupakan danau buatan yang luasnya 1.400 Hektar dengan dikelilingi bukit-bukit dan background pegunungan yang indah. Selain berfungsi sebagai objek wisata yang menarik, situ Cileunca juga berfungsi sebagai sumber air bagi pembangkit tenaga listrik. Air dari danau dialirkan melalui sungai Palayangan, yang juga sering digunakan sebagai arena ber-arung jeram (rafting). Rafting? Sesuatu yang amat menantang! Owh..urat syaraf berpetualangku menegang secara mengejutkan. Hey…ingat, alam raya sedang diguyur hujan, dan anakmu akan dibiarkan menonton ibunya berarung jeram sendirian. Oh no! Kepalaku menggeleng keras.


Bagaimana menuju Danau Cileunca?
Danau Cileunca terletak di Pengalengan. Jika datang dari arah Bandung, maka ketika berada di pertigaan depan kantor kecamatan Pengalengan yang ada bundarannya, belok ke kanan. Kalau belok kiri menuju Hotel Puri, jaraknya sekitar 100m. Pada 19 Nopember itu aku masih menginap di Resort Citere 1 yang berjarak sekitar 3km dari bundaran. Sedangkan jarak dari bundaran ke Danau Cileunca sekitar 3km.

Panorama indah yang tak terfoto
Hujan kembali datang ketika perjalanan 1km terlalui. Wujudnya berupa gerimis besar-besar. Kemudian terhenti di penghujung 2km. Akankah tetap tanpa hujan hingga mencapai danau? Oh ternyata tidak. Hujan justru kembali turun, bahkan sangat lebat. Curahnya mengurangi jarak pandangku pada panorama alam sepanjang perjalanan. View bukit dan pegunungan yang semestinya indah, buram terlihat dibalik kaca jendela mobil yang kami kendarai. Satu dua kali terlihat jelas, selebihnya hanya samar-samar tanpa kejelasan rupa. Tapi batinku memastikan bahwa apa yang tersaji diluar sungguh amat indah.

Lantas, kapan hujan reda? Jangankan reda, sebab hingga kami menjumpai wujud danau itu hujan justru kian tercurah deras dari langit. Aku memegang erat camdig dengan kedua tangan, sembari mata tertuju pada sosok danau yang selalu saja membuatku bagai tersihir oleh kumpulan airnya yang mengartikan banyak hal. Mata ini jeli mencari lokasi yang tepat untuk memotret, namun apa guna lokasi strategis jika hujan menghalangi pandangan. Aku membisu, namun berucap banyak kata dalam hati, semoga sekelebat gambar bisa kudapatkan.

Satu dan dua kesempatan teraih kala jendela mobil diturunkan. Air seakan berebut masuk dari jendela yang terbuka, aku tak hirau akan ulah hujan pada baju dan bangkuku yang mulai terasa basah. Bergegas beraksi dengan camdig jadulku. Dan klik! Dua perahu yang sedang melaju di tengah danau tertangkap olehku. Puas? Tentu saja belum!

Tiba di danau
Kami menemukan pintu masuk menuju area Danau Cileunca setelah 500meter sejak pertama kali melihat keberadaan danau ini. Selembar tiket seharga Rp 4000 kubayar pada pria berjaket dan bertopi yang  berbasah ria menghampiri kendaraan kami. Lewat jendela mobil yang terbuka dia menghitung jumlah orang, lalu menyebut sejumlah angka. Aku berteriak berusaha mengalahkan suara hujan, juga petir, menanyakan apakah di dalam ada tempat makan? Katanya ada. Lalu pria itu mengikuti kami yang bergerak mencari tempat parkir. Lho, kami mau parkir trus turun dan main perahu di danau gitu? Oh tentu saja tidak, hujan masih mengguyur bumi dengan derasnya. Keraguan untuk turun terasa menggunung ketimbang keinginan untuk berpesta keindahan alam di danau Cileunca.

Ada apa di Danau Cileunca?
Lewat pandang mataku, inilah yang bisa kuceritakan tentang danau Cileunca.
Area parkirnya cukup luas. Mungkin cukup untuk menampung puluhan mobil.
Ada banyak warung makanan dan minuman ringan. Ada juga warung makan dengan menu khas sunda. Hanya warung kecil, bukan semacam Rumah Makan sekelas restoran.
Ada taman bermain anak dengan harga tiket Rp 2000/orang. Mainannya sama kayak di sekolah taman bermain, ada perosotan, ayunan, gantungan, bebek2an.
Di tepian, terlihat bersandar perahu-perahu untuk disewakan seharga Rp 10.000/orang . Bisa buat keliling danau. Jika ramai-ramai harga tersebut bisa ditawar.
Di seberang danau, terlihat hamparan rumput hijau. Ada kebun strawberry yang buahnya bisa dipetik oleh pengunjung. Tapi mesti bayar. Harganya Rp 5000/orang.

Menurut keterangan pria petugas karcis tadi, di danau ini untuk  pengunjung yang datang dengan rombongan biasanya  melakukan kegiatan seperti:
Flying fox Rp 5000/orang
Arung jeram Rp. 150.000 / orang.
Jet Ski  Rp. 150.000 / orang


Yang tak ada dan tak bisa
Pria petugas tiket masih mengikuti kami, dengan baik hatinya dia menunjukkan sebuah tempat parkir yang berada dekat dengan tempat makan. Sebuah warung sederhana bertuliskan warung makan khas Sunda terlihat kuyu dibawah deras hujan. Oh, entah kenapa, rasa laparku mendadak hilang. Keenggananku (juga yang lain) untuk turun menerjang hujan sederas ini, membuat kami akhirnya menolak untuk keluar dari mobil. Pria itu sepertinya menunggu, ia masih berdiri di warung itu. Kami mencoba pindah tempat, mendekati tepi danau. Namun tak bisa melakukan apa-apa. Hujan ini benar-benar menghalangi banyak keinginan.

Kami terdiam menunggu, barangkali hujan mendadak berhenti. Lalu kami bisa berperahu, bahkan menyeberang menuju kebun strawberry. Aiiih…seperti mimpi saja rasanya. Hujan benar-benar tak bisa diajak kompromi. Dengan rasa kecewa kami memilih meninggalkan danau. Sebelum benar-benar keluar dan melewati gerbang, kami mencoba mencari musala. Tak nampak ada wujudnya, bahkan bayangannya pun tidak. Ah baiklah, pulang saja!

Yeah, tiada aktifitas apapun yang bisa kami lakukan di Danau Cileunca ini. Esoknya, lusanya, esok sesudah lusa, sama saja. Hujan tiada henti mengguyur tanah Pengalengan. Kalaupun matahari leluasa bersinar, hanyalah sejenak, tak sampai 3 atau 4 jam. Sedang di waktu-waktu tersebut, ada aktifitas lain yang tak bisa ditinggalkan. Sungguh, berwisata, menjelajah, atau apapun itu sebutannya, di musim hujan bukanlah saat yang tepat. Ke gunung kena longsoran, ke danau Cuma berdiam diri saja di dalam mobil. Namun yang pasti, saya tetap mendapati objek-objek wisata dalam kesimpulan yang cukup, bahwa sangat layak untuk dikunjungi.

Untuk wisata dan untuk kebutuhan warga
Menurut cerita, danau buatan ini dulunya merupakan areal hutan belantara. Kemudian pada tahun 1918 kawasan ini dibuat sebuah situ (danau) yang berfungsi sebagai sumber kebutuhan air masyarakat setempat.  Kedalaman danau Cileunca mencapai 17 meter . Memiliki warna air yang bening, yang menjadikannya sungguh sedap dipandang mata.

Danau Cileunca tak sekedar sebagai objek wisata yang menarik tapi juga berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Air yang berasal dari danau tersebut dialirkan melalui Sungai Palayangan. Sungai Palayangan memiliki beberapa bagian yang menantang, karena itulah sering dijadikan sebagai arena arung jeram (rafting). Bagi pengunjung yang ingin camping, danau ini bisa menjadi pilihan yang tepat karena pengelola objek wisata ini memang menyediakan arena camping round.


Ke Danau Cileunca aku datang, hanya sekejab datang lalu pulang. Kecewa? Memang. Maka itu, jadi pelajaran agar selanjutnya dapat memilih waktu yang tepat. Tentunya disaat musim hujan sedang tak datang agar aktifitas yang bisa dilakukan di danau bisa tercapai. Pengalengan adalah kawasan pegunungan dengan curah hujan yang lebat. Berhati-hati bila berkendara, jalanan dengan jurang ditepian sungguh patut diwaspadai.

Alam terkembang jadi guru.

Terakhir, berhubung gambar hasil jepretanku di atas tak dapat menampilkan keindahan apapun, maka perkenankan aku meminjam foto dari SUMBER INI (klik), agar nampak keindahan rupa Danau Cileunca lewat kamera profesional orang lain.

Selamat menikmati







Sumber 6 (enam) foto terakhir dari "Panduan Wisata Bandung"


Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

4 komentar

  1. waaa gambar ke3 yang awan mendungnya keren teh..^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi padahal itu serem euy teh.
      fotonya udah dicerahkan masih gelap juga..
      ga asyik banget jalan2 di musim hujan, ga bisa ngapa2in :D

      Hapus
  2. Mbak katerina bagus-bagus banget fotonya, jadi mupeng. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Anis...wuah ketemu lagi di sini kita ya. Makasih udah mampir.

      fotographer amatiran ini Nis :D

      Hapus

Leave your message here, I will reply it soon!