Horor Di Masjid Seribu Pintu Tangerang

 Masjid Nurul Yaqin (Masjid Seribu Pintu)


"Masjidnya unik tetapi horor. Kau harus menggunakan senter untuk menjelajahi ruang di dalamnya. Ada banyak pintu. Setiap ruang di balik pintu gelap gulita. Sama sekali tiada cahaya. Bila kau berjalan sendiri, kau bisa tersesat dan tidak menemukan pintu keluar!"

Teman saya sepertinya berlebihan. Ia tahu saya penakut, maka ia suguhi saya dengan cerita menyeramkan. Saya merinding.

Apa benar Masjid Nurul Yaqin seperti itu? Tak ada cara lain untuk membuktikannya selain mendatanginya langsung. Maka, tepat di hari Kemerdekaan RI ke 69 tanggal 18 Agustus 2014 lalu, saya melakukan perjalanan ke Masjid Nurul Yaqin. Konon, masjid yang lebih dikenal dengan nama Masjid Seribu Pintu ini merupakan 1 dari 5 masjid terunik di Indonesia. Tak ayal rasa penasaran pun makin membubung.

Apa kabar Kota Tangerang saat ini?
Ternyata kota ini telah banyak berbenah. Citra kotor dan kumuh yang dulu saya lekatkan pada tepian Sungai Cisadane kini pupus, berganti pemandangan asri nan memesona. Bersih dari sampah, pohon-pohon tumbuh rindang dan tertata rapi. Orang-orang berjalan santai penuh kenyamanan. Alhamdulillah sungguh senang melihatnya.

Tepian Sungai Cisadane

Lokasi Masjid 1000 Pintu bukan terletak di pusat kota. Saya agak kesulitan menemukannya. Aplikasi Google Map dan Waze yang digunakan tak cukup membantu. Bantuan termudah justru datang dari seorang Bapak di tepi jalan. Ia memberi keterangan bahwa lokasi masjid tinggal 2 kilometer lagi. Ia menunjukkan jalan alternative. Saya mengikuti arahannya. Dan ternyata, saya harus melewati pematang luas penuh tanaman sayur mayur. 

Jalan kecil tak beraspal. Hanya ditutupi tanah dan rumput-rumput liar. Beberapa ekor kambing dan sapi  bersantai di tengah jalan. Tak peduli pada klakson yang saya tekan berulang-ulang. Bapak-bapak petani membantu mengusir sapi dengan tongkat dan caping. Mempan. Gerobak penuh sayur segar juga ikut menghalangi jalan. Pemiliknya menyingkirkan gerobak hingga turun ke parit. Pengorbanannya layak dihargai, sebab ia lebih memilih mempersilakan mobil saya selamat dari genangan air dan lumpur ketimbang gerobak sayurnya sendiri. 

Ini sungguh mengesankan. Hati saya tersentuh oleh kebaikan orang-orang di jalan. Rasa kesal dengan akses jalan menuju masjid tak lagi menggumpal. Oh, masih banyak orang baik di kota ini.

Pematang sayur di kiri kanan akses menuju Masjid Seribu Pintu

Perjuangan melewati jalan sempit di tengah pematang sayur berakhir dalam waktu 15 menit. Selanjutnya jalan berubah lebar dan beraspal. Di kiri kanan berjajar rumah penduduk. Tak lama sebuah bangunan berwarna coklat tanah menyambut kedatangan saya. Itukah Masjid Seribu Pintu? Seperti benteng. Sungguh tak mirip masjid.

Kendaraan saya memasuki sebuah lorong. Panjangnya sekitar 100 meter. Tepat di ujung lorong adalah pintu masuk masjid. Di depannya ada tempat parkir. Tidak luas, hanya mampu menampung 5 kendaraan roda empat. Itu pun menggunakan halaman rumah penduduk. Sangat tak sebanding dengan luas dan besar bangunan masjid.

Lorong menuju pintu masuk masjid

Masjid Nurul Yaqin terdiri dua bangunan utama. Bangunan pertama mirip gedung sekolah. Jendela dan pintu berjajar kaku. Beberapa bagian atapnya tampak rusak. Bangunan kedua mirip benteng. Di bagian depannya terdapat menara bertingkat 5. Arsitektur kedua bangunan tak banyak memperlihatkan ciri-ciri sebuah masjid.

Saya memasuki bangunan pertama. Di depan pintu masuk ada seorang bapak penjual senter. Dia menyapa dan memberitahu bahwa di dalam masjid gelap. Sebaiknya bawa senter. Saya pun membeli senter darinya. Saat mulai masuk ternyata tidak terlalu gelap. Ada lampu-lampu kecil di langit-langit.

Ada beberapa laki-laki bersarung sedang duduk di atas sofa. Saya mulai bertanya pada salah satunya, tetapi tidak mau menjawab. Saya justru disuruh langsung masuk. Masuk kemana? Ada banyak pintu, saya pilih salah satu, eh salah masuk. Ternyata saya hampir masuk ruangan tempat tinggal keluarga pemilik masjid. Wow, saya baru tahu ternyata masjid ini juga jadi tempat tinggal pemiliknya.

Deretan kamar di dalam masjid. Di lorong ini masih ada lampu.

Sempit dan pengap. Saya tidak nyaman dengan suasana remang-remang di dalam bangunan ini. Area tempat wudhunya lembab dan becek. Ada dua ruang serupa kamar. Berfungsi sebagai tempat salat. Tiap ruang salat itu mampu menampung sekitar 20 orang. Dinding-dinding lorong dihias beragam motif. Ada kaligrafi arab dan motif serupa batik. Lantai lorongnya tidak dikeramik. Agak ke dalam ada ruang tasbih, ruang taklim, dapur, dan tangga untuk menuju kamar-kamar di lantai atas.

Saat waktu salat Dzuhur tiba, saya salat di ruang salat wanita bersama anak dan seorang pengunjung wanita lainnya. Hanya bertiga. Kok sepi? Ternyata pengunjung lainnya salat bersama di ruang taklim. Kenapa ada kamar salat kalau ruang taklim justru lebih cocok digunakan untuk salat? Oh ya, ramaikah jamaahnya? Tidak. Hanya beberapa pengunjung dan petugas masjid. Kok tak nampak kehadiran warga sekitar? Saya celingak celinguk.

Eksterior bangunan masjid 1000 pintu


Arsitektur Masjid 1000 pintu mirip benteng

Saya tidak betah berlama-lama di bangunan pertama. Usai salat saya segera pergi menuju bangunan kedua. Bangunannya mirip benteng. Pintu masuknya digembok. Menurut seorang warga, hal itu dilakukan agar tak ada tamu sembarangan masuk. Untuk masuk sangat disarankan bersama guide masjid. Jika tidak, bisa tersesat. Tersesat?

Sejak awal saya tanpa guide. Bukan tidak ingin, tapi guidenya hanya 1. Itupun sudah bersama pengunjung lainnya. Nah, untuk masuk bangunan kedua ini saya tidak berani sendiri. Saya diskusi dengan pengunjung lain, sepasang suami istri. Saya menawarkan untuk menjelajah bersama. Mereka mau. Akhirnya saya masuk. Anak saya juga ikut serta. Berbekal senter, saya pun menguji nyali. Ingin tahu seberapa berani saya masuk masjid 'horor' ini.

Memasuki masjid, saya disambut suasana gelap dan sempit

Begitu masuk, kami disambut lorong sempit dan gelap. Langit-langitnya pendek. Lantainya tidak di semen. Hanya berupa tanah lembab. Dindingnya hanya di plester. Tidak dicat sama sekali. Ada banyak sekali pintu. Mungkin itu sebabnya dinamakan masjid seribu pintu. 

Deretan pintu membuat bingung. Tidak tahu harus kemana. Bapak paling depan memimpin, ia yakin saja berjalan. Ketemu pintu, masuk. Ketemu belokan, belok. Hingga kami tiba disebuah ruangan agak lebar, kami kembali bingung karena ada banyak pintu yang tidak tahu jika dimasuki akan membawa kami kemana. Senter benar-benar berguna. Meskipun begitu nyali saya mulai ciut. Hening. Kami berpandangan dalam gelap. 

Salah satu pintu dibuka. Cahaya senter diarahkan ke balik pintu. Si bapak berseru, "Wah, itu makam!"

Semua terkejut. Saya menjerit. Anak saya ikut menjerit. Mungkin kaget mendengar jeritan ibunya. Uuuuh...menegangkan sekali. Saya gemetar.

"Pak, saya mohon kembali saja. Kita keluar sekarang juga, ya."

Istri si bapak yang sedang dalam keadaan mengandung justru ingin melanjutkan penjelajahan. Tapi akhirnya dia bersedia keluar, mungkin kasihan dengan saya yang ketakutan. Masjid ini benar-benar aneh. Gelap. Sempit. Mirip masuk gua. Tapi gua tidak semengerikan ini suasananya.

Ada makam di balik pintu

Alhamdulillah berhasil mencapai pintu keluar. Tak terkira rasa senang dapat melihat cahaya. Ternyata sampai kini saya masih saja takut gelap dan ruang sempit. Claustrophobia yang saya idap sepertinya belum sembuh. Masjid ini sangat horor. Rasanya seperti memasuki labirin. Jantung saya masih berdegup kencang ketika sang guide keluar bersama pengunjung yang ditemaninya. Ia bertanya apakah kami tadi masuk sendiri? Saya mengiyakan. Maka air mukanya pun berubah.  

"Lain kali jangan masuk tanpa pendamping, ya, bu."

Saya mengangguk. Ketika guide menawarkan masuk kembali dan ditemani olehnya, saya menolak cepat. Penjelasan akan adanya tasbih raksasa dan makam di dalam masjid, tak saya gubris. Saya ingin di luar saja. 

Saya kembali ke bangunan pertama, menemui seseorang, meminta keterangan detail tentang bangunan masjid dan sejarahnya. Tapi sama seperti sebelumnya, orang tersebut tak memberikan keterangan apapun. Saya mengitari ruangan, membaca tulisan-tulisan dan gambar yang terbingkai. Sama, tak ada keterangan. Lalu bagaimana saya mendapatkan informasi tentang masjid ini?

Gugling? Ah!


Dalam bangunan ini terdapat makam dan tasbih raksasa

 Keluarga pemilik masjid tinggal di dalam bangunan yang berwarna hijau

Ah, saya kecewa.
Bukankah semestinya orang-orang di dalam masjid itu ringan lidah berbagi informasi? Beberapa orang yang saya temui seperti mengunci mulut. Ada apakah sebenarnya? Kenapa suasana dalam masjid dibuat remang-remang, bahkan ada yang gelap gulita? Kenapa tasbih raksasa dan makam diletakkan di dalam bangunan? Kenapa untuk melihat tasbih dan makam itu pengunjung harus disuguhi lorong gelap dan penuh pintu? 

Citra masjid adalah 'bercahaya', tapi di sini saya merasa cahaya itu tiada. 
Banyak tanya yang tak terjawab. Kunjungan ke masjid ini menjelma misteri. Saya seperti tertantang untuk kembali. Datang kembali dengan nyali besar, mengorek banyak keterangan, dan menguak misteri tasbih raksasa yang ada di dalamnya. Semoga suatu hari kembali menjejak Masjid Seribu Pintu.

Tips:
  • Fasilitas parkir kendaraan  di masjid ini sangat minim. Jika ingin mendapatkan tempat parkir, datanglah pagi-pagi saat masih sepi. Di hari libur, pengunjung yang datang lebih ramai.
  • Senter sangat berguna untuk digunakan selama di dalam masjid. Di depan masjid ada yang jual, harganya Rp 5 ribu . Tapi baterainya tak bertahan lama. Dipakai untuk keliling 1 bangunan saja sudah habis. Jika niat ingin bersedekah kepada bapak tua penjual senter, ya tak apa juga beli di sana.
  • Jangan melewati jalan pematang sayur seperti saya. Jika bertanya jalan pada warga, minta jalur 'normal' saja.
  • Tidak ada rumah makan di sekitar masjid. Jika ingin menikmati kuliner, pergilah ke pusat Kota Tangerang dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
  • Lokasi Masjid 1000 Pintu: RT.01 RW.03 Kampung Bayur, Kelurahan Periuk Jaya. Kecamatan Periuk, Kota Tangerang.
Bapak penjual senter

Kesan: 
  • Masjid unik tapi agak menyeramkan. Perawatannya kurang maksimal. Lebih cenderung seperti tidak terawat. Mungkin faktor biaya.
  • Beberapa orang sulit dimintai keterangan. Sepertinya secara halus menyuruh tamu harus menyewa guide. Saat ke sana hanya 1 guide saja yang bersedia menemani  berkeliling. Warga sekitar pun sulit dimintai keterangan. Selalu menggeleng jika ditanya. Sepertinya kompak tidak memberikan info apapun.
  • Melihat antusiasme pengunjung yang datang, menyiratkan masjid ini mengundang banyak perhatian masyarakat luas. Sayangnya sebagai objek wisata (atau bukan?) tempat ini tidak menyediakan fasilitas memadai. Mestinya mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Kalau memang unik dan memiliki nilai jual pariwisata, mestinya dikelola. Diperbaiki tapi tanpa mengubah bentuk aslinya. Tetapi mungkinkah itu terjadi? Bukankah masjid ini milik perorangan?
  • Terakhir, di ruang dalam terpampang pigura besar berisi gambar rencana pemugaran bangunan. Tertera angka Rp 19 miliar untuk dananya, dan 9 tahun untuk rencana jangka waktu pengerjaan. Hmmm....
Terlepas dari nuansa horor yang saya rasakan, saya berharap masjid ini dapat dimakmurkan. Ruang taklimnya luas, pasti mampu menampung banyak jamaah untuk kegiatan salat dan ibadah lainnya. Apapun bentuk dan suasana masjidnya, masjid adalah rumah ibadah. Salat harus ditegakkan, kendati rasa takut menyelimuti diri.





Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

17 komentar

  1. Tulisan yang sangat bermanfaat buat para musafir yang melewati Tangerang, Banten yaaa mbak….:)
    Smg menjadi amal catatan pahala di yaumul hisabNya, aamiin

    Jazakillah, sudah berpartisipasi di GA Perjalananku dan Masjid

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga keberadaannya, selain memberi manfaat kepada musafir, juga kepada masyarakat sekitar masjid.

      Sama-sama, Mbak Siti. GA yang berkesan. Terima kasih telah menyelenggarakannya. Senang bisa jadi pemenang kedua. Ga nyangka bakal jadi salah satu pemenang karena tulisan peserta lainnya saya baca bagus-bagus semua.

      Semoga berkah juga untuk mbak Siti ya. Aamiin :)

      Hapus
  2. wah rumah saya di tangsel...jadi pengen ke sana...

    BalasHapus
  3. Penasaran sama Masjid yang satu ini.

    BalasHapus
  4. mesjidnya sangat unik sekali ..
    saya minta izin copas gambarnya, saya tampilkan di blog saya

    BalasHapus
  5. mesjidnya unik sekali ...
    mba .... saya minta izin copas gambarnya untuk blog saya

    BalasHapus
  6. mesjid unik dan menarik
    saya minta izin copas gambarnya ya mba ...

    BalasHapus
  7. Terkadang, setiap masjid itu pengurus dan jamaahnya memiliki tarekat tertentu sehingga memiliki masjid yang unik seperti itu. Seperti Masjid pondok salafiyah di Turen (biasa dikenal Masjid Tiban), dibangun oleh kiai yang memiliki tirakat laku tapi tetap dalam koridor Islam. Bedanya dengan masjid 1000 pintu, di sana sudah sangat terkelola hehehe.

    BalasHapus
  8. kisah fakta tentang masjid agung dan pintu seribu tangerang

    banyak yang bilang bahwa masjid agung pintu seribu itu ialah bangunan yang berdiri oleh orang arab namun sayangnya hal itu salah
    fakta aslinya ialah bangunan itu dibangun oleh para pribumi tangerang yang awalnya dimulai dari adanya sosok jin pada tahun 1975 yang memiliki ilmu dapat menyerupai sebagian hujud para wali.
    Dan kejadian itu membuat orang pribumi disana takjub hatinya dan hilang imannya hingga sang jin itu memberi perjanji kepada para pribumi yang ada di bayur sana.
    perjanjian itu ialah
    "jin itu akan menjadikan desa itu menjadi subur dan sejahtera dan segalakebutuhannya tercukupi,...'
    namun dia meminta permintaan untuk dibuatkan gedung yang gelap dan banyak pintu dan dibuat pada malam hari dan siang harus selesai walau tidak sepenuhnya dan selama beberapa hari gedung itu jadi.
    dan jin itupun meminta dibuatkan pula masjid besar sekitar 1 hektar dan di berikan sebuah makam yang bertulisan nama seorang syeikh keturunan dari arab namun sebenarnya makam itu hanyalah makam buat-buatan. dan jangan makam yang bernama syeik al-faqir itu bo'ong


    sumber dari : para ulama pribumi tangerang salah satunya saya orang tangerang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantas aura masjid sama sekali tidak menenangkan tapi horor...ga lazim seperti masjid pd umumnya...sekali kesana krn penasaran tapi ga mau bakik lagi.

      Hapus
  9. Wiks...menunggu cerita-cerita tempat horor lainnya ya mbak. *kabuuuur

    BalasHapus
  10. Ngebayangin saya masuk kesana pasti udah pegangan kenceng sama temen yang masuk bareng... :))

    BalasHapus
  11. saya yang orang tangerang baru 1 kali ke sana itu juga buat tugas :)hehe

    BalasHapus
  12. Kok masjid kesanya jadi hotor gitu yaah

    BalasHapus
  13. iya masjidnya bernuansa mistis. apalagi dibagian belakang bangunan juga ada 4 buah makam keramat yg beraroma wangi. suami saya sempat shalat ashar di dalam masjid, kmudian dia cerita kalau merasa lemas saat shalat, dan merinding terus. ternyata diikuti mahluk gaib dari dalam masjid sampai ke dalam mobil. mahluk itu duduk dibagian tengah bangku mobil bagian belakang. kebetulan adik kandung saya ada bakat indigo, jadi bisa "lihat". bayangan besar warna putih, katanya. cukup satu kali datang kemari hehe.. tapi warga sekitar memang ramah.

    BalasHapus
  14. Penasaran sih, tapi kog kayaknya emang beneran horor.yaaa...saya kan penakut

    BalasHapus
  15. Itu memang untuk mengingatkan kita tentang kematian. Disini kita gelap masih bisa saling pegang pundak teman depan' kita bagaimana gelapnya dalam kuburan.hanya amal kita dan Allah yang bisa menolong kita

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!