Festival Tidore 2017 - Rora Ake Dango |
Prosesi Tagi Kie
Prosesi Tagi Kie adalah perjalanan ke puncak Gunung Mar'ijang, dilaksanakan oleh Pemuka Adat Soa Romtoha Tomayou untuk mengambil air di puncak Gunung Kie Matubu. Air tersebut kemudian disemayamkan di rumah adat para Sowohi Soa Romtoha Tomayou selama satu malam untuk didoakan sehingga disebut Ake Dango.
Dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017, ritual Tagi Kie melibatkan elemen organisasi kemasyarakatan dan pemuda dalam ekspedisi Tagi Kie untuk membersihkan di kawasan Puncak Gunung Mar'ijang dalam rangka merawat dan menjaga kelestarian kawasan puncak sebagai situs ritual penting bagi masyarakat adat.
Rora Ake Dango
Rora Ake Dano dilaksanakan di Sonine Guruabunga ba'da Isya hingga menjelang Subuh. Rora Ake Dango adalah upacara untuk menyatukan air yang telah disemayamkan di masing-masing rumah Sowohi Soa Romtoha Tomayou sebelumnya.
Dalam ritual Rora Ake Dango, anak keturunan Soa Romtoha Tomayou akan melakukan moro-moro dan kabata yang berisikan pesan-pesan leluhur untuk dijaga oleh seluruh masyarakat adat Tidore. Prosesi Rora Ake Dango juga merupakan upacara Pembukaan Festival Tidore 2017 dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909.
Seluruh lampu listrik dipadamkan, hanya ada temaram lampu minyak di area tenda tamu undangan dan obor di area lapangan tempat ritual dilaksanakan |
Bambu berukuran lebih besar berpenutup kain putih ini berisi kumpulan air suci yang dibawa dari masing-masing rumah Sowohi. Bambu dipagari dan dihiasi Janur serta obor. |
Berselimut aura mistis, ritual ini menjadi pamungkas dimulainya Festival Tidore 2017. |
Pertunjukkan tarian Kapita oleh 30 pemuda dan anak anak. |
Sambutan dari Sultan Tidore, H. Husain Syah |
Para tamu undangan yang hadir di malam Pembukaan Festival Tidore 2017 |
Blogger Haryadi Yansyah (omnduut.com) dan Deddy Huang (Deddyhuang.com) |
Pertunjukkan Seni Kabata, yakni seni berbalas pantun yang dilakukan penduduk sambil menumbuk padi. (tonton videonya pada akhir tulisan ini). |
Dengan menggunakan topi besu, para lelaki berdendang saling berbalas pantun dengan disesuaikan irama hentakan Dulu Ma Ngofa (tongkat penumbuk padi). |
Berfoto bersama Sultan Tidore dan Permaisuri di depan alat penumbuk padi yang dijadikan alat musik pengiring Seni Kabata |
Berfoto bersama 6 Sowohi |
Dalam acara adat ini, semua wajib berpakaian (atasan) warna putih. diutamakan model kebaya atau baju kurung. Sedangkan bawahannya kain atau rok bernuansa tradisional seperti batik atau tenun. |
Saudara baru di Tidore: Eros, Bams, Alloed (Gogo) |
Untuk melihat rangkaian acara ini dalam bentuk video, silakan tonton dalam video yang saya upload di channel Youtube saya pada akhir tulisan ini.
Gurabunga, Tidore, Maluku Utara. Minggu, 9 April 2017.
Bersama Annie Nugraha, Haryadi Yansyah, Deddy Huang, Eko Nurhuda, Rifki Faiza Rahman, Attini Zulfayah, Tati Suherman, Ayu, Dwi Setijo Widodo, Ibu Dwi Woro Retno, Anita Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel), Kak Gathmir (Ngofa Tidore Tour & Travel).
Baca juga:
Mengenal Kuliner Tidore Lewat Festival Gurabunga
Tiada Gundah di Tidore
Nikmati Kuliner Khas Tidore Ini di Safira Beach Restaurant
Tidore di Bulan Februari dan Ingatan Menuju Napak Tilas Magelhans
Liburan Seru di Pulau Failonga
. . .
Yang paling aku rindukan dari prosesi ini adalah suasana hikmatnya. Dan permainan bambu gila yang bikin keringetan hahaha
BalasHapusMemang seru bambu gilanya. Aku juga nyobain. Yuk cobain lagi :D
HapusWah
BalasHapusSaya belum pernah sampai kesini.
Budaya dan adat istiadat nya sangat menarik yah.
Prosesi2 yang harus terus dipertahankan.
wuah senang banget kalo bisa dtg diacara adat seperti ini yah mbak
BalasHapus