Tampilkan postingan dengan label forest talk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label forest talk. Tampilkan semua postingan

Mengenal Produk Kain Vinto di Event Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi - Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia menggelar Event Forest Talk di Jambi pada hari Sabtu tgl. 31 Agustus 2019. Kota Jambi menjadi kota kelima setelah Jakarta, Palembang, Pontianak, dan Pekanbaru. Acara diselenggarakan di Swiss-BelHotel Jambi, dihadiri oleh kurang lebih 50 netizens Jambi yang terdiri dari media, bloggers, dan pengguna aktif sosial media.
Forest Talk with Netizens Jambi, Sabtu 31 Agustus 2019

Kain Vinto sang Bintang Tamu

Setiap mengikuti kegiatan Forest Talk saya merasa seperti "ditabok" berkali-kali oleh para pembicara yang merupakan pakar di bidangnya terkait perilaku yang berdampak buruk pada lingkungan. Pada event kali ini saya "ditabok" oleh bahasan mengenai limbah fashion.

Pada event di kota-kota sebelumnya, reportase sederhana ala saya biasanya tidak punya sorotan khusus. Kehadiran Kain Vinto yang membuat ulasan saya mengenai event ini jadi agak berbeda. Mungkin karena ada rasa takjub lebih dari biasanya, mungkin juga karena ada rasa bangga yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Buat yang ingin tahu siapa dan apa Kain Vinto, silakan kunjungi instagram @Kain_Vinto. Anda juga bisa melakukan pencarian di Google mengenai produk dan usaha kerajinan Vinto, pameran apa saja yang pernah diikuti, serta penghargaan apa saja yang pernah diraih.

Sekilas dari saya tentang Vinto adalah nama dari usaha yang didirikan oleh Bustam Effendi, pria yang sejak kecil dipanggil Vinto oleh orang tuanya. Nama kecil tersebut kemudian menjadi branding semua produk kerajinan yang dihasilkan dari rumah Vinto seperti batik, syal, tas, tikar, dan bermacam produk kerajinan lainnya. Istimewanya tentu pada bahan-bahan alam yang digunakan untuk menghasilkan produk, di antaranya daun pandan rawa, serat pandan, bunga alang-alang, rotan, sutra, kapuk, dan lainnya. Bahkan lumut, getah pisang, dan mengkudu bisa dijadikan bahan pewarna alami produk Kain Vinto. Berlokasi di Muara Bungo Jambi, produk kerajinan yang dikerjakan di sana berhasil go internastional.
Saya bersama Bang Vinto owner Kain Vinto
Syal, kain, dan anyaman karya Vinto




Batik Vinto

Betapa tidak pernah terpikirkan oleh saya serat daun pandan hutan, bunga ilalang, bahkan campuran getah pisang bisa menjelma sebuah syal yang cantik. Bagaimana cara bahan diambil dan proses pengerjaannya, menghadirkan rasa ingin tahu yang dalam.

Dulu waktu masih rajin datang ke SMESCO saya pernah lihat beberapa model tas berbahan rotan. Tapi yang model anyamannya seperti yang dibuat oleh Vinto baru kali ini. Terlihat berbeda, lebih manis dan mewah. Saya membayangkan artis Syahrini memakai tas rotan Bang Vinto, alangkah manisnya. Oh, tidak usah Syahrini, saya kalau pakai juga nggak kalah cetar kok! Clutch rotan yang saya ceritakan ini pada akhirnya dibeli oleh Bu Titi Murni Resdiana, salah satu pembicara Forest Talk dari Kantor Utusan Khusus Presiden bidang pengendalian perubahan iklim. Beliau berhalangan hadir di acara, tapi tetap memantau kegiatan dan pastinya melihat dari jauh produk-produk yang dipamerkan. Makanya clutch rotan Vinto itu jadi incaran 😀

Nama Kain Vinto saya ketahui dari Bang Djangki, salah seorang travel blogger asal Jambi yang berdomisili di Muara Bungo, Jambi. Sebelum itu, Bu Titi juga pernah menyebutkan tentang adanya pengrajin batik terkenal yang kainnya menggunakan pewarna alami. Ternyata, yang dimaksud adalah Kain Vinto.

Alhamdulillah Bang Vinto berkenan hadir untuk ikut pameran. Saat ini Bang Vinto sedang bersiap untuk pameran ke Jepang atas sponsor dari dinas kehutanan setempat. Produk-produknya sudah banyak dikirim ke Jakarta untuk di-packing, persiapan berangkat sebelum ke Jepang. Karena itu tak banyak barang yang bisa ia bawa untuk pameran Forest Talk.

Melihat deretan foto di IG @kain_vinto sedikit banyak saya mulai terbayang produk seperti apa yang dihasilkan. Rasa kagum baru muncul ketika akhirnya saya bertemu dengan orangnya, dan mendengar langsung kisah di balik pembuatan produk.
Tas-tas menggemaskan anyaman daun pandan karya Vinto

Mencintai Dunia Fashion Tanpa Menyumbang Emisi Karbon, Bisa?

Menurut Ibu Amanda Katili, Manager Climate Reality Indonesia yang menjadi salah satu pembicara dalam talkshow bertema "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" bahwa selain plastik, fast fashion adalah penyumbang limbah terbesar. Nah! 😬

Bahasan mengenai hal ini cukup menohok, dan memang perlu kesadaran tinggi untuk memahami apa itu pemanasan global/perubahan iklim dan solusi yang bisa dilakukan.

Tak akan ada perubahan jika kita tidak mengubah cara pandang kita terhadap fashion. Fashion meliputi cara pakaian diproduksi, dipromosikan, dan dikonsumsi tanpa henti, ia turut mengambil andil besar dalam kerusakan bumi ini.

Lantas, seperti apa prinsip slow fashion?

Sederhananya, fashion dalam mode lambat ada pendekatan yang berfokus pada kelestarian alam dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan serta keterampilan mereka.

Teman pembaca dapat mengunjungi website www.lestarihutan.id untuk menyimak lebih dalam bahasan mengenai materi yang saya maksud. Di sana ada kutipan materi Ibu Amanda dan Ibu Atiek serta tulisan bernas dari rekan-rekan blogger yang pernah hadir di acara, baik di Jakarta, Palembang, Pontianak, Pekanbaru, maupun di Jambi.
Dr Amanda Katili Niode, Manager Climate Reality Indonesia
Dr. Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia menyampaikan materi Pengelolaan Hutan Lestari dan Lanskap

Moderator diskusi Pak Amril T Gobel
Elly Telasari, Asia Pulp & Paper

Limbah Fashion

Bukan tanpa maksud jika di tiap acara di kota manapun event bertajuk "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" ini menghadirkan pameran mini yang menampilkan produk berbasis hutan, misalnya produk fashion seperti kain tradisional yang menggunakan bahan alam dan pewarna alami.

Seperti kita ketahui bersama, pewarnaan adalah salah satu contoh klasik penghasil limbah yang mencemari sumber air kita, merusak struktur tanah, dan binatang, serta tumbuhan di sekeliling sebuah pabrik pakaian. Kajian mengenai hal tersebut tentu saja sangat mencengangkan sebab efeknya sangat tidak ramah lingkungan.

Membuat produk fashion ramah lingkungan bisa menjadi langkah baik sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon.

Pada event kali ini, selain Kain Vinto ada pula @rengkerengke yang menampilkan kerajinan rotan suku anak dalam (SAD),  jamur crispy @ragel.id yang berhasil dikembangkan oleh pemudi desa yang berangkat dari keprihatinannya atas nasib petani jamur di desanya, serta produk makanan dari masyarakat Desa Makmur Peduli Api di Jambi.
Bang Vinto @kain_vinto

Bang Ali dari @rengkerengke Jambi

Mita dari Ragel Jamur Crispy

Topi Rotan Rengke-Rengke

Sebagai penggemar topi tapi nggak punya banyak stock topi, saya ingin cerita sedikit tentang topi. Boleh kan? Boleh dong. Wong ini blog saya, bebas! 😆

Anda pernah lihat topi tikar ala @princessyahrini ? Hmm....wait....Syahrini masuk blog saya tolong kasih royalti ya! haha. Jadi gini, topi tikar heboh ala Syahrini yang saya maksud itu memang bikin takjub dan geleng-geleng kepala. Berani dan unik banget pakai topi "aneh" macam itu haha. Melihatnya, bikin jadi pengen duduk 😛 Sudah pernah lihat belum seperti apa topinya? Cuzzz aja ke IG nya.

Saya salut juga sama inces, meski terkenal sebagai artis pemakai produk fashion super mewah yang kebanyakan buatan luar negeri sono, tapi dia masih mau pakai produk-produk lokal yang berbahan alami. Sebut saja topi daun pandan hutan, topi rotan, tas rotan, topi anyaman daun pandan, dan sandal anyaman daun, semua pernah dipakai inces dan bisa dilihat di galeri foto instagramnya. Bahkan sebuah portal berita online pernah membahasnya secara khusus. Keren kan?? Kenapa inces nggak pakai semua produk fashion macam itu buat tampil di acara-acaranya? Bisa jadi duta pelestarian hutan Indonesia lho! hehe. Saya doakan deh moga saja lebih sering dan banyak lagi produk fashion lokal yang dipakai inces yaaa...

UMKM @rengkerengke memproduksi produk anyaman rotan, resam, dan pandan hutan menjadi barang-barang menarik yang bisa dipakai untuk melengkapi penampilan diri maupun ruangan rumah. Kamis (29/8) saya berkunjung ke tempat pembuatan produk Rengke-Rengke dan alhamdulillah bertemu langsung dengan pengrajinnya, Bang Ali. Menurut Bang Ali, sejauh ini plakat paling banyak dipesan. Sayangnya, pengrajinnya tidak banyak. Saat jumlah pesanan tinggi, kadang sampai kewalahan.
Topi rotan Rengke-Rengke buatan pengrajin Suku Anak Dalam. Keren kan?

1 topi IDR 50K. Manis bangeeet!

Aneka produk Rengke-Rengke

Ragel Jamur Crispy 

Terinspirasi dari rumah makan Jejamuran di Yogyakarta yang pernah dikunjunginya beberapa tahun lalu, Mita memproduksi jamur krispi dengan nama Ragel (Rasa Gemilang) @ragel.id bersama temannya. Ia melihat petani jamur di desanya banyak yang gulung tikar karena sulit melakukan penjualan. Harga jual murah, tempat penjualan yang jauh dan mahal diongkos, jadi salah dua penyebabnya.

Petani jamur di desa kembali bersemangat meneruskan budidaya jamur sejak Mita memproduksi jamur krispi. Jamur krispi dibuat dari jamur tiram, diolah secara higienis, dikemas dengan menarik, dan dipasarkan melalui online dan offline. Agar produknya lebih dikenal luas, Mita rajin mengikuti kegiatan pameran dan berbagai lomba produk makanan.

Membantu warga desa menjadi lebih kreatif dalam menambah dan meningkatkan ekonomi adalah tujuan utama Mita. Ia pun mengajak rekan-rekannya satu desa untuk melakukan hal sama, mengedukasi masyarakat desa dan berpikir kreatif atas hasil tanam yang ada.

Saya sudah mencicipi jamur crispy Ragel. Cemilan enak ini cuma dibanderol Rp 10.000 / bungkus 😍😋

Jamur Tiram bahan Jamur Crispy Ragel

Ragel Jamur Crispy
RAGEL Jamur Crispy Ikut pameran mini Forest Talk Jambi

Bersama Mita, owner Ragel Jamur Crispy

Desa Makmur Peduli Api

Tak ketinggalan Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Jambi juga ikut serta dalam mini pameran Forest Talk. Sebagian besar yang dipamerkan berupa produk makanan buatan masyarakat Desa Makmur Peduli Api seperti Kerupuk Jangek buatan ibu PKK Purwodadi yang berlokasi di Kab. Tanjab Barat Jambi,Wedang Jahe Merah Mekar Wangi buatan masyarakat DMPA di Desa Dataran Kempas Tanjabbar Jambi, Keripik Tempe, kopi, dan masih banyak lagi. Paling banyak produk minuman bubuk wedang jahe merah. Minuman ini diproduksi oleh masyarakat dari berbagai desa DMPA. Tentunya, peserta acara tak hanya melihat-lihat tapi juga bisa membeli langsung selama pameran. Saya pribadi tergerak untuk membeli karena produknya memang saya suka, terutama minuman jahe merah. Selain itu, karena harganya sangat terjangkau namun kualitasnya tidak diragukan.

Sekilas tentang DMPA, adalah salah satu perwujudan dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP Sinar Mas dengan melibatkan masyarakat adat dan lokal secara konstruktif dalam upaya menyelesaikan konflik sosial dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara sosial-ekonomi.

Masyarakat diajak berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan lestari serta menjalankan roda ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Desa Makmur Peduli Api (DMPA) merupakan sebuah upaya perbaikan dari program pemberdayaan masyarakat sebelumnya. Melalui DMPA, APP Sinar Mas berharap desa dan masyarakat dapat berperan penting dalam pengelolaan hutan lestari dengan diiringi pencapaian kemakmuran secara bersama dan berkelanjutan.

Aneka produk yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Makmur Peduli Api

Netizens Jambi

Forest Talk with Bloggers sudah menjadi branding kuat untuk event Forest Talk yang digelar dari kota ke kota oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia. Khusus untuk Jambi, kali ini audience-nya dibuat lebih luas tidak sebatas bloggers dan media saja melainkan lebih umum yaitu Netizens. Dengan demikian, mereka yang aktif di media sosial (twitter, FB, IG) bisa ikut serta dalam acara meski bukan bloggers dan media.

Kalau boleh jujur, saya yang kebetulan terlibat dalam tim kepanitiaan event sempat under estimate terhadap peserta dari blogger. Pasalnya, jumlah blogger yang blognya benar-benar aktif dan produktif tergolong sedikit. Saya sempat mengecek satu persatu blog yang didaftarkan, dan faktanya memang agak nggak sesuai harapan. Akhirnya, mengundang Netizens jadi salah satu solusi supaya peserta mencapai kuota. Tujuan utamanya sudah pasti supaya informasi yang disampaikan dapat lebih banyak disebarkan.

Alhamdulillah acara dihadiri oleh banyak peserta. Acara pun berlangsung seru dan meriah. Seluruh peserta sangat aktif berpartisipasi dan berinteraksi sepanjang acara.

Sangat berterima kasih pada rekan-rekan blogger yang sudah datang, juga atas bantuan aktif dari Febri Triharmoko yang sejak awal nggak pernah berhenti mengompori para bloggers dan media untuk datang di acara. Terima kasih juga buat Ika dari FLP Jambi yang juga banyak membantu mengajak rekan-rekan Netizens Jambi dari kelompok FLP untuk turut hadir berpartisipasi di acara.

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi
Kegiatan Lomba Forest Talk

Untuk memeriahkan acara, penyelenggara menggelar kegiatan lomba yang dapat diikuti oleh semua peserta yang hadir yaitu Lomba Twitter, Lomba Instagram, dan Lomba Blog.

Lomba Twitter dan Instagram digelar selama acara berlangsung dan pemenangnya langsung diumumkan di akhir acara sekaligus penyerahan hadiah berupa uang tunai. Sedangkan lomba blog digelar setelah acara sampai periode yang ditentukan dengan total hadiah Rp 6 juta untuk 3 blogger beruntung.

Pemenang lomba Twitter Forest Talk with Netizens Jambi adalah akun twitter @ikanuila @sheieka @apatyawanc. Sedangkan pemenang lomba Instagram adalah @febritriharmoko @masyitharasyid @rubianti_biru. Selamat buat para pemenang!

Selain itu, panitia juga memberikan apresiasi berupa hadiah uang tunai kepada para peserta yang mengajukan pertanyaan selama diskusi berlangsung.

Pemenang Lomba Twitter

Pemenang Lomba Instagram

Peserta yang terlibat aktif selama diskusi "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari"

Berikut adalah foto-foto yang saya ambil selama kegiatan berlangsung.

Live post kegiatan di Jambi dapat dilihat pada dua akun instagram saya @katerinadaily dan @travelerien. Untuk melihat lebih banyak lagi liputan dan tulisan blogger mengenai kegiatan forest talk dari kota ke kota silakan kunjungi www.lestarihutan.id

Sampai jumpa di kota berikutnya!

Salam lestari hutan 💗

Cewek-cewek Jambi feat travel blogger 😛 

www.lestarihutan.id

Pameran yang menarik perhatian

Interaksi aktif netizens  

Pameran yang menarik perhatian

Netizens Jambi

Netizens Jambi

Demo masak menggunakan bahan hutan

Menu demo masak: Grilled Tenderloin Steak dan Pan Fried Bamboo Shells.
Ragam kain tradisional Indonesia yang menggunakan pewarna alami


Komunitas Bloggers Jambi 
Pembicara, Influencer, dan Tim Panitia



Tim Fotografer Acara

Forest Talk Membawaku ke Pekanbaru

Pekanbaru RIAU
Akhirnya, menjejakkan kaki di Riau untuk pertama kali. 

Nama provinsi yang terletak di tengah Pulau Sumatera ini sudah lama akrab dalam keseharian keluarga. Terhitung 3 tahun sejak suami pernah lama bolak-balik ke Riau untuk kunjungan kerja ke salah satu perusahaan minyak terkemuka. Meskipun pernah lama di Riau, saya dan anak-anak belum pernah diajak ke Riau. Selain memang nggak ada kepentingan, suami juga nggak punya info yang bisa diberikan ke saya jika ke Riau tuh enaknya kemana dan liat apa saja.  

Lha, gimana suami punya rekomendasi kalau tiap ke Riau cuma kerja dan kerja. Nggak ada pergi ke mana gitu di Pekanbaru, bersantai sambil ngopi-ngopi cantik atau jajan icip-icip kuliner. Jika terbang dari Jakarta ke Pekanbaru, sampai bandara langsung dijemput dan dibawa ke kantor. Ya sudah, ia langsung berkutat dengan pekerjaan. Makanya nggak ada cerita tentang yang seru-seru dari Riau. Jadilah saya yang penasaran 😄

Selama ini citra Riau di mata saya cuma sebagai daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia dengan kandungan minyak terbaik. Itu juga karena cerita yang saya dengar dari suami selalu soal minyak, minyak, dan minyak. Lainnya sekilas cerita tentang perkebunan sawit sangat luas, dan tak ketinggalan berita tentang asap.

Di Terminal 3 Bandara Soeta bersama Mbak Atiek Widayati, salah satu pembicara talkshow forest talk

Berkat gelaran event Forest Talk saya baru ada kesempatan ke Riau. Itu juga karena saya blogger. Kalau bukan, ya belum tentu juga. Memang sih ke Riau bisa beli tiket kapan saja kalau ingin, tapi kan saya nggak tahu ke sana mau ngapain. Pas banget ada event Forest Talk, ada kegiatan yang bisa dilakukan, sekalian deh menuntaskan rasa penasaran.

Event Forest Talk with Bloggers Pekanbaru digelar oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan The Climate Reality Project Indonesia. Acara serupa sudah pernah diadakan di Pekanbaru sebanyak 3 kali, namun beda-beda peserta. Sebelumnya mahasiswa dan media, dan baru kali ini blogger. Nah, karena acara bersama blogger inilah maka saya diajak dan dilibatkan. Untuk event bersama blogger, Pekanbaru merupakan kota ke-4 setelah Jakarta, Palembang, dan Pontianak.

Berangkat bareng ke Pekanbaru dari Terminal 3 Soeta - Bersama Ibu Amanda, Mbak Atiek, dan Hendika
Terminal 3 Soekarno Hatta 19/7/2019

Tim forest talk masih sama, namun yang berangkat kali ini hanya Hendika, saya, Mas Amril, dan dua pembicara yaitu Ibu Amanda dan Mbak Atiek. Ibu Titi dan Mas Sihar berhalangan hadir, tapi kali ini ada Gina ikut serta, tim dari Ibu Titi. Jadilah kami berlima saja yang berangkat.

Saya, Hendika, Bu Amanda, dan Mbak Atiek berangkat dari Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta jam 10 pagi dengan Garuda, sedangkan Mas Amril dan Gina berangkat jam 8 malam dari Bandara Halim Perdanakusuma pakai Batik Air. Seperti biasa, barang yang dibawa untuk acara selalu banyak. Sebagian besar untuk isi goodie bag blogger, berupa rompi Yayasan Dr Sjahrir dan tumbler

Selalu ada cerita tentang perjalanan, bahkan hal kecil semacam letak gate pun menarik buat saya ceritakan. Gate pesawat garuda tujuan PKU ternyata ada di gate 14, sangat dekat dengan tangga turun terminal menuju ruang tunggu. Ya, biasanya kami dapat gate 25 ke atas, letaknya jauh dan kami mesti naik golf car segala he he. Kali ini tidak.

Garuda di atas Pekanbaru

Waktu tempuh penerbangan dari Jakarta ke Pekanbaru sekitar 1,5 jam. Alhamdulillah lancar dan kami mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II dengan selamat. Ini jadi momen pertama kali saya menginjakkan kaki di Riau. Bagaimana rasanya? Senang, pastinya.

Bandara Sultan Syarif Kasim tak sekecil yang saya kira. Tampilannya modern dan kekinian. Terlihat rapi dan bersih. Banyak resto yang bisa dipilih untuk tempat makan dan minum. Desain interior toiletnya menarik, dihias ornamen ukiran berwarna kuning, terlihat unik dan khas. Petugas bandara yang saya jumpai juga cukup informatif. 

Kata orang, sebuah bandara bisa jadi cerminan ibukota provinsi. Oke, buat saya bandara Pekanbaru itu bagus. Kotanya? Hmm...sepertinya saya akan jatuh cinta pada pandangan pertama.

Siang itu kami dijemput oleh Pak Al, supir mobil yang kami sewa selama 3 hari di Pekanbaru. Travel yang kami sewa adalah travel milik temannya Bang Putra Senapelan. Ia yang merekomendasikannya pada kami. Bang Putra baik banget pokoknya, banyak bantu kasih info 👍

Terminal kedatangan dan keberangkatan Bandara Sultan Syarif Kasim
Toilet wanita bandara Sultan Syarif Kasim

Makan Siang Menu Melayu di Rumah Makan Pondok Gurih

Kemana perut akan dibawa bila rasa lapar telah melanda? Bang Putra merekomendasikan Restoran HM.  Yunus. Info dari Bang Putra saya teruskan ke Ibu Amanda. Beliau setuju, tapi katanya buat makan malam saja, soalnya di sana panas, nggak bisa makan kalau nggak ada AC! Wahaha. Padahal Ibu Amanda belum lihat langsung tempatnya, hanya dari foto di dunia maya. 

Ohya, sependek saya bepergian bareng dengan Ibu Amanda, syarat utama tempat makan yang akan didatangi selain makanannya enak, tempatnya harus ada AC. Ya, saya pun tidak tahu, apakah di HM Yunus itu ada AC apa nggak. Yang saya tahu cuma dua; letaknya dekat bandara dan makanannya makanan khas Riau. Pssst….malamnya kami makan di HM Yunus, ternyata tempat makannya ada yang ber-AC lho.

Pak Al akhirnya membawa kami ke Rumah Makan Pondok Gurih yang terletak Jl. Jenderal Sudirman No.202, Tengkerang Tengah, Kec. Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Menurut Pak Al, Pondok Gurih merupakan salah satu rumah makan yang menampilkan banyak menu Melayu. Semua setuju, mobil pun meluncur membawa kami ke Pondok Gurih.

Pondok Gurih Pekanbaru

Turun dari mobil kami disambut “pagar bagus” berbaju khas Melayu. Bajunya berwarna merah menyala, bentuknya seperti kostum pencak silat yang longgar. Tambahannya kain songket/tenun yang dipasang pendek di pinggang, dan kepalanya memakai tanjak, topi khas laki-laki Melayu. Ah, itu keren. 

Sampai di dalam, ternyata ruang makannya nggak pakai AC! Nah gimana dengan Bu Amanda? Beliau biasa aja sih hihi. Mungkin karena sudah pada lapar ya, soal suhu udara urusan sekian, yang penting perut diisi dulu.

Sebetulnya ruang tempat makannya nggak panas kok. Langit-langitnya cukup tinggi, dindingnya  pun semi terbuka. Banyak jendela dan lubang untuk sirkulasi udara. Kipas angin besar yang tergantung di langit-langit cukup ampuh menaklukan udara Riau yang sedang panas-panasnya.

Kue talam

Menggugah Selera!

Dua perempuan muda berkerudung melayani kami. Dihidangkannya kue talam berbungkus daun, teksturnya lembut, rasanya manis ada gurih-gurihnya. Ini enak, sumpah. Sebetulnya itu buat dessert kali ya, tapi anggap saja cemilan pembuka hehe.

Hidangan utama akhirnya datang. Pepes telur ikan patin, ikan selais kecil-kecil digoreng garing, ikan gurame bakar, ayam goreng garing, sayur pakis, sambal petai teri terong mini, gado-gado, dan ada petai bakar segala kesukaan Bu Amanda. Nggak pakai lama, suasana langsung hening, semua sibuk melahap makanan. Maklum ya, waktu saat itu sudah menunjukkan jam 1 siang, perut sedang lapar-laparnya.

Cuma 2 kata; enak dan mengenyangkan. Paling juara ikan selais dan pepes telur ikan, plus sambal ikan teri terong mini, bikin makan jadi nambah-nambah 😋


Rumah Makan Pondok Gurih

Hotel Grand Zuri Pekanbaru

Saya boleh dong ya penasaran dengan Hotel Grand Zuri Pekanbaru. Pernah beberapa kali acara dan menginap di Hotel Grand Zuri BSD City bikin saya ingin tahu apakah pengalaman saya di hotel tersebut akan sama baik dengan Hotel Grand Zuri Pekanbaru? Saatnya untuk mencoba.

Sebelum itu, saya akan cerita sedikit bagaimana caranya sampai akhirnya kami menginap dan bikin acara di Grand Zuri Pekanbaru. Jadi gini, saya kan pernah jadi blogger yang beberapa kali pernah diundang di acara-acara Hotel Grand Zuri BSD. Bahkan, sampai 5 kali pernah diundang menginap. Nah, pada saat saya hadir di acara ultah Grand Zuri BSD 2 tahun lalu, saya dikenalkan oleh Pak Anton (GM Grand Zuri BSD) kepada beberapa GM hotel Grand Zuri lainnya, termasuk Pak Yudi Ramdani yang saat itu menjabat sebagai GM Grand Zuri Cikarang, tapi lalu pindah ke Pekanbaru. Karena sudah kenal, saya kontak Pak Yudi untuk tanya-tanya soal hotel di Pekanbaru. Ternyata kini Pak Yudi bertugas di The Zuri, bukan di Grand Zuri. Masih grup ZHM tapi beda hotel. Karena kami butuhnya yang di Grand Zuri, saya diberi kontak Pak Anaz, GM Grand Zuri Pekanbaru. Dari sanalah semua bermula sampai akhirnya pilihan tempat acara dan menginap jatuh ke Grand Zuri Pekanbaru.

Sebetulnya ada 2 hotel yang saya rekomendasikan ke Ibu Titi. Setelah cek sana sini, beliau akhirnya memilih Hotel Grand Zuri. 

Hotel Grand Zuri Pekanbaru

Hotel Grand Zuri Pekanbaru

Hotel Grand Zuri Pekanbaru terletak di Jalan Teuku Umar No. 7, Rintis, Pekanbaru. Untuk mencapai hotel hanya diperlukan waktu tempuh sekitar 30 menit saja dari Rumah Makan Pondok Gurih. 

Letak hotel berada di pusat kota, bersebelahan dengan dua pusat perbelanjaan Plaza Senapelan dan Mall Pekanbaru. Tentunya rame dong ya kalau dekat tempat belanja. Bahkan, tempat makan pun bertebaran di sekitarnya. Cocok nih buat yang doyan jajan dan belanja, tinggal cus melangkah keluar hotel udah sampai. Yaaa, walaupun pada kenyataannya suasana kayak pasar malah bikin tampilan hotel jadi kurang eksklusif. Depan hotelnya itu loh, kayak nggak rapi. Deretan motor baris parkir depan pagar hotel, lalu lalang seliweran. Kalau udah masuk hotel sih nggak kelihatan.

Suasana lobby hotel yang nyaman, tenang, dan sejuk akhirnya mengubah kesan nggak nyaman yang saya jumpai saat masih di luar hotel. Dan dari sinilah akhirnya saya mulai merasa bahwa hotel ini cocok buat kami inapi. Bukan terlalu mewah tapi fasilitasnya lengkap dan ok, kamarnya pun nyaman. Saya menempati kamar di lantai 10, punya view kota Pekanbaru. Fasilitas kamar hotel lengkap, begitu juga layanan yang diberikan, sebaik Hotel Grand Zuri BSD City.

Hotel Grand Zuri Pekanbaru

Hotel Grand Zuri Pekanbaru

Menu sarapan hotel sangat bervariasi, citarasanya pun tidak biasa-biasa saja. Saya pikir, kalau kamar sudah bagus, menu sarapan banyak pilihan, semua jadi OK.

Saya juga senang liat ballroom-nya. Bagus banget! Liat nanti dipostingan saya berikutnya, khusus tentang acara forest talk.

Dari saya sebagai seorang tamu, ada satu info saja buat hotelnya. Plafon di kamar mandi basah, air menetes dari atas, jatuh ke lantai. Air yang jatuh mungkin dari kamar mandi yang bocor di lantai 11. Saat check out saya sudah lapor ke pihak hotel. Katanya akan segera diperbaiki. Mudah-mudahan saja sudah diperbaiki, biar nggak ada komplen lagi dari tamu berikutnya. Saya tuh ya, paling anti sama lantai kamar mandi basah. Berasa nggak bersih dan bikin geli 😕

Sarapan di Hotel Grandzuri Pekanbaru

Minum Kopi Kim Teng Pekanbaru

Saya sama sekali tidak tahu kuliner apa yang paling direkomendasikan di Pekanbaru. Apalagi tempat minum kopi terkenal. Informasi Kedai Kopi Kim Teng justru datang dari Ibu Titi. Katanya, temannya pernah memberinya oleh-oleh kopi bubuk yang biasa digunakan oleh Kedai Kopi Kim Teng. Tetapi, temannya itu tidak pernah memberitahu tempat beli kopinya di mana. Nah, ibu Titi berharap saya bisa menjadi detektif, membongkar rahasia asal kopi Kim Teng. Oh, kalau urusan penyelidikan, itu memang pekerjaan saya bu 😂

Saya kan punya informan andalan, siapa lagi kalau bukan Bang Putra. Langsung dong saya tanya si abang di mana tuh si Kim Teng biasa beli kopi. Ealaaah ternyata Bang Putra juga nggak tahu. Tapi dia bilang, kalau butuh kopi bubuk yang dipakai oleh Kim Teng, beli di kedai itu aja, mereka jual. 

Wah, ternyata semudah itu! Kirain harus blusukan ke pasar mana gitu.

Minum kopi  susu di Kim Teng, udah bikin saya jadi keren belum? 😃

Setelah check-in hotel, saya dan Hendika meluncur ke Kopi Kim Teng yang terletak di Senapelan. Warung kopinya nggak jauh-jauh amat dari Hotel Grand Zuri. Btw, saya baru tahu lho kalau Senapelan itu nama tempat. Jadi selama ini nama Senapelan yang menempel di nama Bang Putra itu menandakan nama tempat dia tinggal. Pantesaaaan 😂

Bukan main senangnya bertemu Bang Putra di Kim Teng. Setelah lama berteman sebagai sesama blogger dan selalu bertemu hanya di acaranya ASUS, akhirnya bisa bersua di kota asalnya. Pinginnya sih siang itu bisa nongkrong lama di Kim Teng, ngobrolin apa aja tentang Pekanbaru, tapi karena banyak urusan, minum-minum kopinya ngebut. Abis minum langsung cabut.

Oh ya, di sini saya membeli 1,5 kg bubuk kopi pesanan Bu Titi. Kopi bubuk Kim Teng dijual dalam bungkusan 250gram seharga Rp 40.000 / bungkus. Saya tidak beli untuk dibawa pulang, cukup minum di tempat. Itu juga cuma buat syarat biar afdol karena sudah berkunjung ke Kim Teng.

Selanjutnya kami meluncur ke Batik Semat Tembaga yang terletak di Jalan Kuantan VII No. 42 Pekanbaru.

Minum Kopi Kim Teng bareng Bang Putra Senapelan dan Hendika

Gerai Batik Semat Tembaga, Batik Corak Melayu Riau

Di tiap event Forest Talk with Bloggers ada gelaran mini exhibition berupa produk hutan, baik berupa fashion, makanan, dan produk kreatif berbasis kayu. Produk fashion misalnya kain tradisional yang menggunakan bahan pewarna alami, serat kayu, serat bambu, dll. 

Untuk produk makanan dan minuman mengandung bahan hasil hutan yang telah diolah menjadi makanan dan minuman jadi seperti madu, sirup buah, keripik buah/bunga, kue-kue, sagu dan lainnya. Sedangkan produk kreatif contohnya ukiran kayu untuk hiasan, perabotan, furniture, dll yang bahannya terbuat dari kayu ex peti kemas, akar, rotan, daun, bambu dan sebagainya. 

Semua produk yang akan diikutkan dalam pameran terbuat dari hasil hutan tapi diambil bukan dengan cara merusak hutan. Nah, bagaimana dengan pameran di Pekanbaru kali ini? Siapa yang ikut serta? Kembali lagi, saya meminta bantuan bang Putra. Darinya saya dapat info Batik Semat Tembaga dan IKA Boga yang kemungkinan bisa diajak pameran.

Sanggar Batik Semat Tembaga

Di sanggar Batik Semat Tembaga kami bertemu langsung dengan H. Encik Amrun Salmon, sang pemilik. Beliau merupakan maestro batik di Riau. Boleh dibilang, Pak Amrun lah orang pertama di Riau yang membuat batik corak Melayu Riau dan mengenalkannya secara nasional hingga internasional. Di rumahnya yang berciri khas Melayu tersebut, ratusan batik berbagai motif dibuat dan dikoleksi. Jika ada yang berminat, pembeli bisa mendatangi langsung rumahnya. Kebanyakan motif yang ditampilkan berupa tumbuhan dan hewan, corak andalan batik Semat Tembaga.

Cerita Pak Amrun tentang batik sangat menarik. Saya pun jadi bangga karena masih ada orang yang tekun melestarikan batik corak asli Melayu Riau. Sayang waktu kami tak lama, jadi banyak hal yang belum sepenuhnya saya dengar.

Ah iya, misi kami mengundang Pak Amrun untuk ikut pameran di acara Forest Talk belum berhasil. Pasalnya, di hari pelaksanaan Forest Talk with Blogger, Pak Amrun dan timnya akan mengikuti acara di tempat lain. Ya, sayang sekali. Saya juga menyesal tak sempat melihat barang satu lembar pun kain batik yang ada. Semoga lain kali bisa berkunjung lagi ke rumah Pak Amrun. Melihat proses pembuatan, dan pastinya membeli batik untuk dikoleksi pribadi :)

Bersama sang maestro, H. Encik Amrun Salmon

Bolu Kemojo Oleh-Oleh Kuliner Riau

Bolu kemojo merupakan penganan khas Melayu Riau. Makanan ini memiliki rasa manis dengan aroma daun pandan yang khas. Terbuat dari campuran telur, gula pasir, tepung, santan, air daun suji/pandan, susu kental manis, dan butter. Saya jadi ingat Kue kojo khas Palembang, sama-sama berwarna hijau kecoklatan dan menggunakan bahan yang sama. Ada kemiripan juga dengan Bingke Berendem kue khas Pontianak. Bedanya, Bolu Kemojo dan Kue Kojo dibuat kering, sedangkan Bingke Berendem basah dan agak berair. Bahannya sama, beda tampilan akhir saja. 

Di Riau, Bolu Kemojo sering disajikan pada hajatan, buka puasa, atau perayaan-perayaan hari besar seperti lebaran. Awalnya, Bolu Kemojo memiliki rasa original yaitu pandan. Kini Bolu Kemojo sudah memiliki berbagai variant rasa, mulai dari keju, coklat, kacang merah, dan durian.

Bolu Kemojo Al Mahdi

Bang Putra membawa kami ke toko oleh-oleh Al Mahdi yang terletak di Jalan Rajawali Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru. Pemiliknya Ibu Dinawati, ketua IKA BOGA Provinsi Riau. Beliau orang pertama yang mempopulerkan Bolu Kemojo dan berjuang agar makanan tersebut dikenal sebagai makanan khas Riau. Di tokonya ada showroom sekaligus jadi tempat pembuatan bolu. Menurut Bang putra, siswa sekolah dan tamu selalu ke tempat ini jika ingin melihat proses pembuatan dari dekat. 

Nama bolu kemojo berasal dari Bahasa Melayu untuk menyebut bunga kamboja. Karena itulah bolu kemojo berbentuk seperti bunga kamboja, sesuai loyang cetakannya. Di Toko Al Mahdi ini bolu kemojo tersedia dalam ukuran kecil yang satuannya dijual dengan harga Rp 2.000 dan ukuran agak besar seharga Rp 15.000. 

Bolu Kemojo ukuran besar

Sayang sekali sore itu kami tidak bisa bertemu Ibu Dina. Beliau sedang ada acara di luar. Kami juga tidak berhasil mendapatkan konfirmasi apakah Ibu Dina bisa ikut pameran atau tidak. Sampai hari H acara, konfirmasi dari beliau tetap tidak ada. Ya, kami belum beruntung lagi.

Eitss…meski kecewa, icip-icip Bolu Kemojo tetap jadi dong. Saya beli 10 buah ukuran kecil buat dibawa ke hotel. Tapi boro-boro sampai hotel, abis bayar langsung dimakan hehe. Udah nggak sabaran buat menikmati rasa manisnya yang menggoda.

Oh ya teman, Bolu kemojo ini oleh-oleh wajib jika berkunjung ke Pekanbaru. Jangan lupa beli ya!

Oleh-oleh khas Pekanbaru



Menyaksikan Matahari Terbenam di Jembatan Siak 4

Pertama kali melintasi Jembatan Siak IV saat dalam perjalanan dari Bandara Sultan Syarief Kasim menuju Hotel Grand Zuri Pekanbaru. Tampilannya yang megah, membentang indah di atas Sungai Siak, menghadirkan rasa kagum. Kesempatan untuk melihat dari dekat baru ada di sore hari, jelang magrib seusai kunjungan ke Batik Semat Tembaga dan Toko Bolu Kemojo Al Mahdi.

Saya selalu merasa takjub setiap melihat jembatan-jembatan di atas sungai yang ada di Indonesia, mulai Jembatan Musi di Palembang, Jembatan Barelang di Batam, Jembatan Kapuas di Pontianak, dan lainnya. Pastinya, selalu jadi ingin berjalan kaki di atasnya untuk menikmati suasana sambil melepas pandangan ke segala arah. Apalagi dikala senja, suasana terasa lebih romantis dan syahdu, bikin bahagia dan tak ingin waktu cepat berlalu.

Jembatan Siak IV

Bersama Hendika, Pak Al melaju membawa kami ke Jembatan Siak IV, jembatan senilai Rp 483 miliar yang melintasi Sungai Siak. Ada trotoar di sisi pinggir kanan dan kiri jembatan, tampak nyaman untuk berjalan kaki. Kondisi jembatan bersih, tak nampak satu pun sampah yang dibuang sembarangan. Menyenangkan dilihat. Bagusnya, seluruh jenis kendaraan tak boleh berhenti sembarangan di atas jembatan, mesti stop jauh di ujung luar jembatan. Kalau mau ke jembatan, silakan jalan kaki. Nah, itu yang saya lakukan dengan Hendika. Berhubung jembatannya panjang, kami tidak jalan sampai ke tengah, apalagi ke bagian yang ada besi-besi di atasnya. Kami hanya beberapa meter dari ujung jembatan, berfoto dengan latar puncak jembatan. Sayangnya, matahari terbenam tidak berada pada posisi yang membuatnya bisa berada lurus searah dengan jembatan, jadi tak mungkin dapat foto jembatan berlatar sunset. 

Sebagai jembatan kebanggaan masyarakat Pekanbaru, berfoto di Jembatan Siak IV memiliki keistimewaan tersendiri. Menurut berita yang saya baca, Jembatan Siak IV diresmikan pada tgl. 14 Februari 2019 oleh gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim dan baru dibuka pada tgl. 18 Maret 2019.  Mudah-mudahan tampilan saat ini tetap bertahan sampai 1000 tahun yang akan datang ya, bersih, utuh, dan kuat he he.

Jembatan Siak IV diberi nama Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah atau bisa juga disebut Jembatan Marhum Bukit. Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merupakan Sultan ke-4 Kerajaan Siak Sri Indrapura, yang bergelar Marhum Bukit. Kamu tahu sejarah kerajaan Siak? Kalau belum, sama deh dengan saya hehe. Maka itu saya bertekat suatu hari kembali lagi ke Riau untuk mengeksplore pesona Siak. Semoga kesampaian. Aamiin!

Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah atau bisa juga disebut Jembatan Marhum Bukit

Makan Malam di Pondok Patin HM Yunus

Akhirnya, kesampaian makan di Pondok Patin HM Yunus. Rumah makan ini punya menu patin sebagai andalan. Pondoknya luas dengan beberapa pilihan tempat makan. Di bagian depan pakai meja, tempatnya terbuka, cocok buat pengunjung yang merokok. Di bagian dalam ada tempat makan lesehan dan ada yang pakai kursi. Khusus untuk meja dengan kursi ada di ruangan ber-AC. Pas banget, cocok buat ibu Amanda yang kalau makan sebisa mungkin di tempat yang ada AC nya hehe.

Di Pondok Patin makanan akan dihidangkan secara otomatis tanpa harus dipesan terlebih dahulu. Gaya hidangan makan seperti ini bisa kita jumpai di rumah makan Padang. Berbagai macam masakan diletakkan di meja, saat makan kita tinggal pilih sesuai selera. Nanti yang akan ditagih hanya apa yang kita makan. Habis atau tidak, tiap menu yang kita makan akan dihitung. 

Untuk menu tertentu tidak dihidangkan, misalnya menu-menu patin, hanya disajikan berdasarkan pesanan. Menurut testimoni yang saya baca di internet, menu patin di rumah makan ini paling juara dan paling banyak direkomendasikan kepada pendatang yang berburu makanan enak di Pekanbaru.

Bagi yang menyukai masakan dengan bumbu yang kuat, patin asam pedas ala HM Yunus patut dicoba. Soal harga, menurut saya standar saja.

Hidangan Pondok Patin HM Yunus. Ikan Patin asam pedas di pojok kanan atas 😋

Dinner time

Persiapan Event Forest Talk with Blogger Pekanbaru

Hari yang panjang sejak pagi dari Jakarta hingga malam di Pekanbaru akhirnya ditutup dengan menyelesaikan sedikit persiapan untuk acara Forest Talk with Bloggers esok hari.

Pukul 8 - 10 malam Mas Amril dan Gina masih dalam penerbangan menuju Pekanbaru. Kami masih berlima di hotel. Hendika sibuk mengecek ruangan acara, sementara saya membantunya mengisi goodie bag. Jam 11 semuanya baru kelar.

Saya pikir, kelar makan dan urusan goodie bag saya bakal ngantuk dan cepat tidur, ternyata tidak. Mata saya masih terang benderang sampai jam 2 pagi! Oh Tuhan, apa ini akibat Kopi Kim Teng? Hanya Tuhan yang tahu.

Malam itu ada 2 kekhawatiran kenapa saya jadi sulit tidur, pertama akibat kopi, kedua karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan 😀

Akhirnya, jam 2 pagi saya menelpon Gina di kamarnya, minta ditemani. Bagaimana dengan Sabtu malam? Saya tak khawatir lagi sendirian karena besoknya ada Vina 😍

eco print pada kantong dari @galeriwongkito2

Hari Sabtu pagi tgl. 20 Juli 2019, saya terbangun dengan badan yang sudah segar kembali. Saya sangat siap untuk acara Forest Talk with Blogger Pekanbaru. Bagaimana keseruannya? Silakan baca pada postingan berikutnya. Segera di blog ini juga www.travelerien.com

Ah iya, pada tulisan ke-3 tentang Pekanbaru saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saya city tour bersama teman-teman blogger Pekanbaru. Nantikan ya 😊

Oh hey, satu lagi....saat saya memposting tulisan ini, kabut asap sedang merajalela di Riau. Uuuugh... 😢