Malabar, Berkah Alam Tiada Putus di Pengalengan

Perkebunan Teh Malabar

Berada pada ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut, keniscayaan rasa dingin memang tak mampu terhindar. Jaket tebal, kaos kaki, sarung tangan, penutup kepala, bahkan tungku pemanas yang selalu menyala di dalam ruangan kamar, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari cara untuk menghindari udara dingin. Namun, di daerah mana pun, dataran tinggi yang dingin selalu menarik, terutama pemandangan alamnya.

Pagi itu saat cahaya mentari masih prematur menyinari alam Pengalengan, mobil yang saya kendarai melaju meninggalkan lembah Wayang Windu. Jalan mulus dengan suasana desa yang tenang dan cenderung sunyi membuat perjalanan menuju kawasan puncak Pengalengan terasa begitu singkat. Sangat berbeda dengan kawasan wisata puncak Cisarua Bogor yang setiap harinya selalu dipadati berbagai jenis kendaraan roda dua dan roda empat.

Pengalengan, daerah pegunungan nan sejuk di ujung selatan Bandung ini memang terkenal berhawa dingin namun kaya akan keindahan alam. Keindahan fisiknya berupa hamparan kebun teh, hutan pinus, kebun sayur, gunung, perbukitan, danau, serta kolam air panas alami, menjadi daya tarik yang  memikat. Ditambah kepulan asap putih yang berasal dari pembangkit listrik geothermal, membuat panorama Pengalengan kian fenomenal.  

Kampung pekerja perkebunan teh di kaki gunung Wayang Windu

Hamparan Permadani Hijau Raksasa
Sudah sejak lama Pengalengan dikenal dengan Perkebunan Teh Malabar. Perkebunan ini diberkahi pemandangan indah. Sejauh mata memandang, hamparan hijau teh laksana permadani raksasa.

Perkebunan Teh Malabar dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1896. Kualitas teh yang dihasilkannya merupakan kualitas nomor wahid, sehingga hasilnya diekspor keluar negeri. Konon pada masa itu teh Malabar sukses menjadi kontributor utama perkembangan dan kemajuan Kota Bandung pada awal abad ke-20. Wajar jika di masa lalu Belanda begitu getol melakukan penanaman teh secara besar-besaran di area Pangalengan.

Keindahan Perkebunan Teh Malabar sungguh tak perlu diragukan lagi. Suasana sekitar kebun teh sangat tenang, saya merasa begitu damai dan tentram. Udaranya sejuk sepanjang hari, membuat betah menjelajahi perkebunan hingga ke Bukit Nini. Namun, untuk mencapai puncak Bukit Nini saya harus berkendara sampai jarak tertentu, baru kemudian melanjutkan dengan jalan kaki. Di puncak Bukit Nini ada gardu pandang dan sebuah tower seluler. 

Geothermal

Menurut warga setempat, sore hari di area perkebunan sering turun kabut, karena itu disarankan untuk melihat-lihat pada pagi hingga siang hari saja. Beruntung pagi itu langit cerah sehingga saya bisa mengambil gambar dengan cukup baik. Jika malam hari langit cerah, Bukit Nini jadi andalan sebagai tempat untuk memotret bintang.

Di komplek kantor perkebunan terdapat Malabar Tea Corner. Tempat ini menjual teh, souvenir, dan beragam oleh-oleh khas Malabar. Saya pun tak ingin melewatkan kesempatan mencicipi hangat dan nikmatnya teh produk asli perkebunan Malabar. Saat secangkir teh tersaji, aroma wangi teh pun menyeruak masuk hidung, menerbitkan kebanggaan dalam diri akan produksi asli negeri.  


Sebuah pemandangan menarik tersaji ketika saya memandang punggung Gunung Wayang dan Gunung Windu. Tampak kepulan asap yang berasal dari pembangkit listrik geo thermal membumbung tinggi ke udara. Sang surya pun kian meninggi, namun sinarnya tak mampu menepis udara dingin yang menyelimuti area perkebunan.

Kemudian saya melanjutkan penjelajahan, pergi melihat Pabrik Teh Tanara yang sudah sangat tua. Pabrik yang didirikan pada tahun 1905 itu kini dikenal sebagai Pabrik Teh Malabar. Dari pabrik inilah teh dataran tinggi yang berkualitas baik dan terkenal di dunia terus diproduksi. 

Komplek makam Boscha

Jejak Bosscha
Malabar, permadani hijau yang kini dimiliki PT Perkebunan Nusantara ini berbeda dengan perkebunan teh lain di Indonesia. Perkebunan ini tak hanya menyajikan keindahan alam yang membuat setiap orang berdecak, tetapi juga memiliki nilai sejarah yang cukup menarik untuk diurai.

Pamor pangalengan tak bisa dilepaskan dari jasa besar seorang Karel Albert Rudolf (K.A.R) Bosscha. Nama yang tak asing tentunya, sebab namanya diabadikan sebagai nama observatorium di Lembang. Selain itu Bosscha juga dikenal sebagai penggagas dan pendiri pembangunan Kampus ITB dan Gedung Merdeka di Bandung.

Di tengah hamparan pohon teh Malabar seluas lebih dari 2 ribu hektar tersebut, peninggalan asli kediaman Bosscha masih utuh dan dipertahankan seperti aslinya, termasuk perabotannya. Sesuatu yang terlintas dalam benak saya ketika menyaksikannya adalah guratan sebuah perjalanan tentang seorang preanger planter yang karena kecintaannya terhadap Bandung, ingin abadi bertetirah di tengah kebun teh yang didirikannya.

Kini, bangunan yang pernah ditinggali Bosscha tatkala menjadi pemimpin perkebunan Malabar sejak 1896 hingga tutup usia pada 1928, telah dikembangkan sebagai tempat penginapan. Bangunannya diperbaharui, ruangannya ditambah menjadi 11 kamar, dan kini dinamakan Wisma Malabar.

Selain Wisma Malabar, terdapat juga Wisma Melati yang dulunya merupakan tempat tinggal deputi manajer pertama Malabar. Bangunan tersebut didirikan pada tahun 1908. Kini  dijadikan penginapan dan disewakan oleh PTPN VIII untuk wisatawan yang berkunjung dengan harga sewa yang cukup terjangkau.
 
Makam Bosscha

Masih di area perkebunan teh, di sebuah hutan kecil, terletak komplek makam Bosscha. Kondisinya tampak terawat, dikelilingi pagar dan tanaman Coleus warna-warni. Makam gaya Eropa dengan tembok tinggi menjulang itu atapnya mirip kubah. Warna putih pun mendominasi, dengan dua buah kursi tempok putih tertanam di kanan dan kiri area berbentuk lingkaran.

Saya takjub. Betapa Bosscha memilih untuk mengabdikan diri sepenuhnya pada Malabar, bahkan hingga akhir hayat. Itu sebabnya mengapa masyarakat setempat begitu menghormati jasa beliau. Kecintaan dan kontribusi Bosscha terhadap Bandung adalah hal yang belum tentu dimiliki generasi saat ini. Sebuah ironi memang.
 

Kebun kol dan pipa-pipa dari geothermal

Wisata Terpadu
Pengalengan tak hanya terkenal sebagai daerah perkebunan teh, tetapi juga terkenal sebagai daerah pertanian, peternakan, dan daerah penghasil susu sapi. Di wilayah ini banyak sekali industri-industri yang mengolah susu sapi menjadi produk-produk makanan seperti  permen susu, kerupuk susu, dodol susu, tahu susu, dan noga susu.

Berkunjung ke Malabar dapat sekaligus menikmati obyek wisata lainnya karena masih berada dalam satu kawasan yang sangat berdekatan, saling terpadu, dan berhubungan antara wisata petualangan alam dengan atraksi menarik seperti outbound, flying fox, dan kegiatan lainnya.

Salah satu obyek wisata terdekat dari perkebunan teh adalah kolam pemandian air panas Cibolang. Lokasinya mudah ditemukan karena masih terletak di sekitar area perkebunan. Untuk memasuki kawasan kolam dikenakan tiket masuk seharga Rp 10.000,-. Dengan tiket tersebut kami bisa menikmati sejumlah fasilitas modern yang telah disediakan oleh pengelola.

Merasakan berendam dalam kolam air panas alami di tengah dinginnya udara pegunungan Wayang Windu membuat betah berlama-lama. Terlebih pemandangan alam yang tersaji dari kolam ini memesona. Dikelilingi gunung, hutan pinus, kebun sayur, dan hamparan teh. Udara sejuk dan suasana tenang sepanjang waktu. Air panasnya pun bermanfaat untuk mengobati penyakit rematik karena memiliki kandungan yodium cukup tinggi. Sekitar  ± 600 m dari kolam air panas Cibolang juga terdapat Kawah Gunung Windu. Inilah daya tarik lain Malabar yang membuat orang-orang datang berkunjung.  

Cibolang hot water

Penginapan di Cibolang

Transportasi
Untuk mencapai Pengalengan dapat menggunakan transportasi kendaraan umum dari Bandung melalui Terminal Tegal Lega arah Dayeuh Kolot dan Banjaran atau ke arah Kopo dengan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan. Jarak Pangalengan dari kota Bandung sekitar 40 km arah selatan. Melewati daerah Dayeuhkolot, Bale Endah, Banjaran dan kemudian masuk ke Pangalengan. Melalui jalur yang berkelok-kelok dengan hamparan gunung nan hijau menyejukkan mata.

Perjalanan menuju Pangalengan akan menjadi pengalaman yang  menyenangkan karena akan disuguhkan banyak pesona wisata alam yang masih perawan. Sangat cocok untuk melepaskan ketegangan dan menyegarkan kembali pikiran.  

Suasana kota Pengalengan dilihat dari Hotel Puri Citere

Kesatrian Secata di lembah Wayang Windu, dekat resort Citere yang saya inapi

Penginapan
Cukup banyak penginapan di daerah Pengalengan. Selain Wisma Malabar dan Wisma Melati yang berada di tengah area Perkebunan Teh Malabar, wisatawan dapat menginap di hotel-hotel lainnya yang tersebar di sekitar Pengalengan seperti Hotel Puri, Hotel Citere, Hotel Dewi, Hotel Cibolang, dan lain-lain. Tarif penginapan berkisar mulai dari Rp 200.000,- hingga Rp 700.000,- per malam. 

Menginap di sini, Villa Citere, villa ekslusif di Pengalengan

Oleh-Oleh Pangalengan
Pangalengan adalah daerah penghasil susu dan sayur mayur. Di kota ini, terdapat banyak oleh-oleh khas pangalengan mulai dari caramel susu, roti susu, kerupuk susu sampai dodol susu. Selain itu kita bisa cari sayur-mayur yang masih segar dan stroberi. 
  
Permen susu produk asli pengalengan

Tempat Makan
Di Pengalengan terdapat Rumah Makan Sop Buntut Asti yang menyajikan berbagai macam olahan buntut sapi mulai dari sop, gulai, hingga hot plate. Olahan ikan gurame dengan sambal dan lalap juga ada. Rumah Makan Asti terletak di tempat strategis dan mudah dicapai dari manapun. Pengunjung yang datang selalu ramai, baik siang ataupun malam. Kebanyakan pengunjung adalah pendatang dari luar Pengalengan. Rumah makan ini kerap jadi andalan saya dan keluarga untuk makan selama di Pengalengan. 

Kulineran di RM Asti enak-enak :D






Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

2 komentar

  1. Sejuk dan pemandian air panasnya murah banget tarifnya. tempat2 nginepnya juga menggoda. :) ira

    BalasHapus
  2. Subhanallaaaah indahnya mbak Rien. Cocok banget buat liburan bareng keluarga iniiiii *panggil Ayah

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!