Nuansa Bahari di Secarik Batik Tanggamus

 

Ini masih cerita tentang Lampung. Cerita ketika saya dan teman-teman blogger diundang oleh  Dinas Pariwisata Tanggamus untuk mengikuti rangkaian kegiatan Festival Teluk Semaka ke-8. Salah satu kegiatan dalam festival tersebut adalah Tour D’Semaka 2015. Dalam tour yang diikuti oleh travel blogger, jurnalis, dan fotografer tersebut, saya ikut berkunjung ke beberapa objek wisata alam yang ada di Tanggamus seperti Danau Hijau, Air Terjun Pelangi, dan Kawah Belerang Bukit Pagar Alam. Selain wisata alam, kami juga diajak untuk mengenal Batik Tanggamus di Sanggar Batik Ratu.

Tanggamus punya batik? 
 
Sedikit heran saya bertanya pada diri saya sendiri. Selama ini saya menganggap kain tradisional Lampung hanya Tapis. Tak saya dengar ada yang namanya batik. Sama seperti ketika ke Belitong, dikenalkan dengan batik Belitong saya heran. Memangnya ada batik di sana? Bukannya batik itu cuma ada di Jawa, Bali dan Lombok saja? Inilah akibat kurang piknik, masih banyak yang nggak diketahui. Terheran-heran sendiri jadinya :p

Ajakan berkunjung ke Sanggar Batik Ratu memang tepat sekali, biar orang macam saya ini tahu bahwa Tanggamus juga punya batik. Sebelum berkenalan dengan Batik Tanggamus, ada baiknya saya ceritakan sekilas tentang Tanggamus. Sekilas saja ya. Soalnya saya juga belum tahu banyak. Maklum baru pertama kali datang ke sana. Itu pun selama di sana nggak kelayapan, sibuk dengan jadwal :D


Bung lumba ikon Tanggamus

Tanggamus adalah salah satu kabupaten yang ada di Lampung. Ibukotanya Kota Agung. Mayoritas penduduk Kota Agung adalah suku Lampung asli, yang lainnya adalah penduduk pendatang. Kota Agung menjadi ibukota kabupaten Tanggamus sejak berdirinya kabupaten Tanggamus yaitu sekitar tahun 1997. Kota yang relatif masih muda ini merupakan kota lama yang terletak di kaki Gunung Tanggamus dan di tepi utara Teluk Semaka.

“Tapis Sai Tanggom” adalah motto masyarakat Kabupaten Tanggamus. Sedangkan “Bung Lumba” merupakan simbol Kabupaten Tanggamus. Simbol ini sudah terkenal se-Tanggamus hingga di luar daerah Tanggamus. Di sini, saat berjalan ke sudut-sudut kota, maka akan banyak menjumpai gambar lumba-lumba. Nah, ikon lumba-lumba inilah yang kemudian menjadi motif kain Batik Tanggamus.
 
Rumah Batik Tanggamus
Mas Elvan (berbaju batik), Staf Bidang Pengembangan Destinasi dan Pemasaran Pariwisata di Disbudparpora Tanggamus yang menemani tim media (blogger, fotografer, jurnalis) berkunjung ke rumah batik

Untuk melihat Batik Tanggamus, kami diajak berkunjung ke Sanggar Ratu binaan Dekranasda Tanggamus yang terletak di Pekon Banding Agung, Kecamatan Talang Padang yang pengrajinnya adalah Bapak Omansyah Adok Minak Jaga. Menurut Hendra Ferry, SE, MM, sebagai sekretaris umum yang mendampingi Dewi Handajani, SE,MM, Ketua Umum Dekranasda Tanggamus (istri bupati Tanggamus), keberadaan Sanggar Ratu ini merupakan wadah para perajin lokal, juga sarana promosi handycraft Kabupaten Tanggamus, baik itu pengrajin batik maupun lainnya.

Bahari di atas batik, demikian saya menyebut motif batik Tanggamus. Motif yang mengingatkan saya pada batik Danar Hadi, dimana motifnya berupa biota laut seperti terumbu karang, udang dan koral. Tanggamus seperti ingin memperkenalkan kemaritiman Indonesia dalam bentuk batik dan pewarnaannya. Motif batik yang saya jumpai di sini antara lain motif Bung Lumba, motif Bunga Kamphai (buah tomat kecil/ cherry) dan motif batik Sanggi. Batik Sanggi ini punya motif yang kental dengan nuansa pesisirnya, berbentuk gambar ketinting atau jukung (perahu khas Lampung), cadik, pohon ara (pohon kehidupan) dan nelayan.
 
Motif lumba-lumba


Motif lumba-lumba


Motif lumba-lumba

Motif ceria berbentuk lumba-lumba terlukis cantik dalam koleksi batik warna-warna terang yang menawan seperti merah, orange dan biru menggambarkan ciri khas Tanggamus. Namun, warna-warna gelap seperti cokelat dan hitam juga tetap menghiasi rentetan koleksi batik. Bahan yang digunakan antara lain katun dan sejumlah kombinasi antara kaus dan sifon. Tidak sebagaimana batik yang selama ini saya kenal yaitu ditulis (batik yang ditulis), di Sanggar Ratu ini batik-batik dikerjakan dengan cara dicap di kain. Pengerjaan batik dengan cara dicap memang lebih cepat, efisien dan ekonomis.

Saya menjumpai beberapa kain dalam pola, motif, dan warna yang tak sama. Ketidaksamaan tersebut menyelaraskan pesan yang ingin disampaikan oleh pembuatnya. Suatu motif memang mempunyai arti dan makna sendiri-sendiri, terukir layaknya sebuah cerita. Keberadaannya menempati posisi istimewa. Filosofi batik bermuatan historis dan autentisitas.

Banyak nilai luhur dan makna mendalam pada motif batik. Di tangan pengrajin berpengalaman, batik menjadi sebuah karya visual artistik berunsur simbol identitas budaya. Seperti motif kawung yang mempunyai makna pesan agar manusia ingat akan asal usulnya. Motif parang melambangkan kewibawaan, kekuasaan, atau kebesaran.

Motif batik sangat banyak jumlahnya dan hampir di setiap daerah di Indonesia punya corak atau motif batik khas yang unik, termasuk motif batik Tanggamus. Motif batik Tanggamus identik dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan kekayaan alam dan budaya Tanggamus. Maka kemudian tak mengherankan, batik Tanggamus menjadi cinderamata yang tepat sepulang plesiran dari kota pesisir tersebut. Jika saya seorang desainer, di tangan saya kain batik Tanggamus dalam berbagai motif ini akan beralih menjadi busana batik wanita  yang tampil elegan dan gaya dalam berbagai model. Mau kasual, bisa. Untuk ajang formal, tentu tersedia. Tapi sayang saya bukan desainer hehe
 
Busana batik


Tumpukan batik printing


Motif sanggi berbentuk gambar ketinting atau jukung (perahu khas Lampung), cadik, pohon ara (pohon kehidupan) dan nelayan.


Hamparan beragam batik berwarna cerah

Seperti kita tahu, batik Indonesia sudah sangat berkembang pesat dan mendunia. Terlebih sejak diakui sebagai warisan budaya oleh UNESCO. Selain itu, peran serta pemerintah dalam mendukung pemasaran batik di dalam dan di luar negeri juga sangat memacu perkembangan batik Indonesia. Hal itu juga memicu timbulnya motif-motif batik baru dari daerah yang mungkin selama ini belum terekspos budaya batiknya. Salah satu bukti pesatnya perkembangan batik adalah tren motif batik yang sangat cepat. Jika selama ini saya mengenal motif rangrang, jumputan, garutan, padi, kupu-kupu, dan merak, maka di Tanggamus saya mengenal tiga motif batik seperti yang telah saya sebutkan di atas.

Bagaimana dengan soal kecintaan? Sudah seberapa cinta saya pada batik?
*mikir*
*tutup muka pakai panci*


Ha ha

Jujur, saya pribadi malu pada pencinta batik asal Jerman, Rudolf G Smend, seorang kolektor batik berusia 74 tahun pemilik galeri batik di kota Cologne, Jerman. Atau malu pada Brigitte Wilach yang punya 60-an koleksi kain batik panjang asal Indonesa. Yaah…memang sedikit ironi sebenarnya ketika mengetahui bahwa justru warga negara asing yang menjadi kolektor batik kuno dan daerah. Saat ini generasi muda masih ada yang kurang mengapresiasi kesenian dan produk budaya Indonesia. Saya yang tua ini juga termasuk sih :p Tak banyak yang mendalami pemaknaan terhadap motif batik (ngomong depan kaca). Orang Indonesia seharusnya lebih menghargai batik (ngomong depan kaca lagi) karena batik memang warisan budaya yang tidak ternilai.

Batik motif apa ini?


Lestarikan Tapis Lampung


Tanggamus kini mulai dikenal dengan keindahan alamnya. Begitupun dengan kerajinan kain tradisionalnya, yaitu batik dan tapis. Nah, selain batik, di Sanggar Ratu yang kami kunjungi ini juga tersedia kain tapis dan sulam usus. Semua karya warga binaan. Menurut Ibu Oman, untuk motif dan desain, mereka yang tentukan, lalu perajin membuatnya berdasarkan apa yang mereka pesan. Penduduk Talang Padang, khususnya perempuan menjadikan kegiatan menenun tapis sebagai mata pencaharian. Desa ini memang merupakan sentra kerajinan tapis dan batik di Tanggamus.

Tapis dikenal memiliki keindahan motif dan kehalusan kain tenunnya. Di sini, harga satu helai kain tapis berkisar mulai dari Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta. Ada juga yang dijual dengan harga Rp 8 juta. Biasanya untuk harga mahal tersebut dibuat berdasarkan pesanan khusus.
 
Ibu Oman menunjukkan kain tapis karya pengrajin Talang Padang

Motif tapis

Berbicara tentang tenun, Unesco belum menobatkan kain tenun sebagai benda warisan dunia asli Indonesia. Pada 2010 organisasi sosial yang menamakan dirinya sebagai kelompok Cinta Tenun Indonesia mengajukan kain tenun untuk dijadikan sebagai benda warisan dunia asal Indonesia kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau lebih dikenal dengan sebutan UNESCO. Pada 2013 pengajuan itu pun disidangkan. Namun, hingga saat ini UNESCO tak pernah memberi keputusan dan kepastian bahwa kain tenun memang benda warisan dunia yang berasal dari Indonesia.

Di Tanggamus, kondisi para penenun masih cukup diberdayakan. Mereka dibimbing dan diberikan pelatihan agar tradisi dan teknik menenun autentik tidak luntur karena ketiadaan regenerasi atau tergilas zaman.
 

Hiasan dinding rumah batik berisi gambar jukung

Teras rumah batik

O ya, waktu di sana saya lupa tanya, apakah pengrajin tapis di Tanggamus pernah ikut pameran di Museum Tekstil Jakarta atau belum. Kalau sudah syukur. Biasanya di MTJ dipamerkan tenun daerah-daerah di Indonesia seperti Lombok, Kalimantan, Bali. Pameran tersebut diselenggarakan sebagai sarana untuk melestarikan kain tenun, sekaligus sarana edukasi pilihan masyarakat untuk menggugah semangat wastra tenun, dalam hal ini penenun atau perancang mode, agar tetap berkarya di tengah derasnya kebudayaan asing yang menggedor Indonesia. Pameran di MTJ tersebut, selain bertujuan untuk memproteksi kekayaan dan warisan nusantara, karya para penenun juga berpeluang dijadikan ladang perekonomian.
 
Berbagai tapis dengan beragam motif
Motif renda dan bordir renda yang dikembangkan di Sanggar Ratu
Kain tradisional Indonesia memang OK ^_^
Mencoba peci tapis

Menenun bukanlah perkara mudah. Menjadi seorang penenun harus bisa menghafal baris tenun untuk membentuk motif tertentu. Jika salah sekali saja, motif yang diharapkan tidak bakal keluar. Saya pernah mencoba menenun di Desa Pande Sikek, Sumatera Barat. Memasang benang pun butuh waktu belasan menit. Menyulam satu baris saja tak selesai dalam setengah jam. Saya sampai dihinggapi stress :D

Proses pembuatan sehelai kain tenun memerlukan waktu yang bervariasi. Hal ini bergantung pada kerumitan motif yang dibuat dan waktu luang perempuan Tanggamus. Satu kain tenun bisa selesai dalam satu pekan sampai satu bulan. Lama pengerjaan juga bergantung pada panjang dan lebar kain. Semakin panjang kain dan rumit motifnya, semakin lama pula waktu pengerjaannya. Motif kain juga menjadi penentu harga tapis. Semakin rumit kain, semakin mahal harganya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, harga kain tapis di sini mulai dari Rp 800.000 hingga 8 juta per helai, tergantung kerumitan motif.

Nah….bagi yang sedang atau berkunjung ke Tanggamus, Ibu Oman mengundang untuk mampir ke Sanggar Ratu di Jalan Raden Intan No. 75. Pekon Banding Agung, Kecamatan Talang Padang. HP: 0852-69309040.

Mampir yuk :)

Terima kasih Ibu Oman sudah kenalkan kita pada batik Tanggamus

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

5 komentar

  1. Lain waktu lihat pengrajin "sulam usus" ya, sudah didaftarkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di tahun 2015 lalu.

    BalasHapus
  2. Baca postingan ini, baru ngehlah aku kenapa dulu saat di sana mbak Rien fotonya detaiiiill banget sampe "ngepor-ngepor" di lantai buat motret hehehe. Baca postingan di FB saat ada yang naksir batik Tanggamus jadi nggak heran, emang nih batik cakep ya mbak Rien.

    BalasHapus
  3. Aku suka warna-warna batiknya. cerah ceria... ira

    BalasHapus
  4. wOWWWW,,,, Amazing banget nihh artikel yang yahudddd bingitsss.... tapi ngomong-ngomong kok foto saya yang ditampilkan kok pas nyeker yaa.... hadohhhh udah keren keren saya pake batik,,, ehhh malah kaki saya nyeker.... huhuuuu gak mecinggggg hahaaaa

    BalasHapus
  5. Motifnya lucu2 ya mbak, apalagi yang lumba2. seneng lihat tapis, elegan

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!