Masjid Agung Jawa Tengah, Mutiara Tanah Jawa

Masjid Agung Jawa Tengah dilihat dari puncak Menara Asmaul Husna

Saat mengunjungi Semarang pada bulan Oktober 2014 lalu, saya tak melewatkan  kesempatan untuk berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang terletak di Jl. Gajahraya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. 

Perpaduan unsur budaya universal maupun lokal dalam kebudayaan Islam melekat dalam arsitektur Masjid Agung Jawa Tengah. Tak hanya memancarkan kemegahan dan keindahan, masjid kebanggaan warga Semarang ini juga memiliki berbagai keistimewaan yang jarang dijumpai pada masjid-masjid lainnya di Indonesia.

Ornamen Rukun Islam di pelataran depan masjid
Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi ketika saya dan Dely tiba di MAJT. Taksi yang saya tumpangi masuk hingga sisi selatan halaman masjid. Melewati lima ornamen bertuliskan lima rukun Islam yang berjajar membentuk hiasan sangat indah. 

Sebuah kompleks sangat luas. Mulai dari Gerbang Al-Qanatir nan megah, bangunan induk, wisma penginapan, auditorium, payung elektrik raksasa hingga menara besar tinggi menjulang yang di dalamnya terdapat Museum Kebudayaan Islam, studio Radio, bahkan kafe muslim yang dapat berputar 360 derajat.  

Gerbang Al Qanatir yang disanggah 25 tiang
Di bagian plaza masjid, terdapat gerbang megah bernama Gerbang Al Qanatir yang artinya “Megah dan Bernilai”. Tiang-tiang gerbang bergaya khas Romawi,  berjumlah 25 yang merupakan simbolisasi dari 25 Nabi Allah sebagai pembimbing umat. Pada banner gerbang bertuliskan kaligrafi kalimat Syahadat Tauhid “Asyhadu Alla Illa Ha Illallah” dan Syahadat Rasul “Asyhadu anna Muhammadar Rosulullah”.

Sebuah batu prasasti setinggi 3,2 meter dengan berat 7,8 ton terpancang di plasa. Di permukaan batu inilah Presiden RI Dr Susilo Bambang Yudoyono membubuhkan tanda tangan sebagai tanda diresmikannya Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Peristiwa tersebut terjadi pada hari Selasa, tanggal 14 Nopember 2006M / 23 Syawal 1427H pukul 20.00

Plaza Masjid
Batu prasasti di plaza masjid

Uniknya, batu yang digunakan untuk prasasti bukan batu biasa melainkan batu alam khusus yang diambil dari lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang. Prasasti dipahat oleh Nyoman M.Alim yang pernah dipercaya membuat miniatur Candi Borobudur yang ditempatkan di Minimundus Vienna Austria pada tahun 2001.
 
Plasa masjid juga dilengkapi dengan 6 payung raksasa yang bisa membuka dan menutup secara otomatis. Sama seperti payung yang ada di Masjid Nabawi di Madinah. Konon di dunia, hanya ada dua masjid yang di lengkapi payung elektrik semacam ini. Tinggi tiang payung masing-masing 20 meter, dan bentangan (jari-jari) masing-masing 14 meter.  

Enam payung elektrik

Menurut Fatquri Buseri, kepala Tata Usaha MAJT yang saya temui, untuk saat ini payung elektrik digunakan untuk kegiatan ibadah di hari-hari tertentu dan di hari perayaan umat Islam saja. Itupun tidak dibuka semua. Kondisi cuaca Semarang yang ekstrem telah menyebabkan beberapa kerusakan pada payung, dan itu belum diperbaiki.
 

Menara Asmaul Husna
Daya tarik lain MAJT terletak pada Menara Asmaul Husna. Menara setinggi 99 meter ittiba angka Al Asmaul Husna. Untuk masuk dan naik ke dalam menara, pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp 7.000,-  Loket tiket dan pintu masuk dijaga oleh petugas perempuan yang menyambut tiap pengunjung dengan ramah. Menara dibuka untuk umum setiap hari pada jam-jam tertentu.

Menara Asmaul Husna

Bagian dasar menara terdapat Studio Radio DAIS (Dakwah Islam). Lantai 2-3 untuk Museum Kebudayaan Islam. Sedangkan Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat terletak di lantai 18. Di kafe ini pengunjung bisa menikmati hidangan dan lagu-lagu Islami sambil memandang indahnya kota Semarang dari ketinggian.

Dengan menggunakan lift, saya naik menara hingga ke lantai 19 (menara pandang).Dari tempat inilah saya bisa melihat pemandangan kota Semarang. Rumah-rumah penduduk, petak-petak sawah, bahkan kesibukan kapal mondar mandir di pelabuhan pun terlihat.
 
Lift untuk naik menara

Subhanallah. Dari atas, seluruh bangunan dan detail pelataran masjid tampak jelas. Semua terlihat kecil, termasuk bangunan masjid yang tadi saya jejaki di bawah. Saat itu juga saya merasakan betapa kecilnya saya di hadapan Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa.

Menara pandang dilengkapi 5 teropong. Jika ingin menggunakan teropong, pengunjung tinggal memasukkan koin ke dalamnya. Dan pada awal Ramadhan 1427H, pertama kalinya menara pandang dipakai untuk Rukyatul Hilal dari Tim Tukyah Jawa Tengah dengan menggunakan teropong canggih dari Boscha. Sungguh sebuah daya tarik yang luar biasa.

Meneropong Kota Semarang

Dari tempat ini, aku merasa begitu kecil :(

(*) 

Semarang, 20 Oktober 2014.

Terima kasih kepada Delyanti yang sudah menemani saya ke Masjid Agung Jawa Tengah. Terima kasih juga telah membantu saya mengambil gambar.
Tulisan ini merupakan bagian dari artikel Masjid Agung Jawa Tengah yang dimuat di majalah Noor edisi Januari 2015. Tulisan saya publish sebagian, sisanya akan saya lanjutkan pada postingan berikutnya.

Dimuat di Majalah Noor

Artikel Masjid Agung Jawa Tengah Majalah Noor edisi Jan 2015



Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

11 komentar

  1. Subhanallaaaah.... MAJT ini cakep banget... Pengen ke Semarang lagi ngerasain sholat di masjid ini. Terakhir ke Semarang tahun 1998 waktu naik ke Gunung Merbabu. Udah lama bingiiit...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah lama sekali ya mbak. 17 tahun yang lalu. MAJT sendiri baru diresmikan tahun 2006 mbak. Sekarang usianya baru 9 tahun.

      Hapus
  2. sebagai salah satu warga jateng saya merasa bangga banget punya icon masjid yang bagus dan besar seperti MAJT ini, keren banget mba udah di ulas :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga turut bangga Indonesia punya masjid besar dengan arsitektur seindah MAJT.
      Sama-sama, Salman :)

      Hapus
  3. Subhanallah. Dekat Dan belum mengunjungi. Aku pernah ditanya sama teman Pakistan ttg masjid INI Dan aku nggak tahu. Malu sekali :( justru darinya aku mengenal MAJT.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Zulfa kan bentar lagi mau mudik ke Indonesia. Barangkali ada waktu, nanti bisa mampir dan lihat-lihat mbak. Biar nanti kalau ada yang tanya lagi, sudah bisa menggambarkannya sendiri. Aku berkesempatan mampir ke sini karena tempo hari itu dalam rangka ke Dieng. Transit Semarang dulu (nginep di rumah Lestari), makanya sempet mampir ke sini :)

      Hapus
  4. Masjidnya gedeeee! Kalau lewat mau banget mampir kesini :D sama istiqlal di jakarta gedean mana yak? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau besarnya diukur dari daya tampung jamaah, Istiqlal lebih besar karena dapat menampung hingga 200.000 jamaah. Sedangkan MAJT, kapasitas ruang utama diperkirakan dapat menampung hingga 6.000 jamaah. Area plasa seluas 7.500 meter persegi (yang merupakan perluasan ruang salat) dapat menampung hingga 10.000 jamaah.

      Informasi mengenai daya tampung jamaah dan design interior MAJT ini sebenarnya ada pada lanjutan artikel. Nanti saya publish sisanya ya. Ini baru sebagian.

      Thanks Fahmi.

      Hapus
  5. Foto-fotonya bagusss, kalau udah dimuat di media boleh ya Mbak diposting di blog?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, boleh saja diposting :) Terima kasih, Ihwan.

      Hapus
  6. Ini dia masjid yang sering banget dijadikan gambar kartu pos. Hiks dulu ke Semarang cuma numpang lewat aja >.<

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!