Menjejak Bohe Silian, Desa Tertua Di Pulau Maratua

 
Selamat pagi Bohe Silian

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Hari itu di Bohe Silian, merupakan pagi pertama sejak aku dan teman-temanku tiba pada malam hari sebelumnya. Kokok ayam terdengar di jam 4 pagi, berselang 3 jam sejak aku terbangun di jam 1 dini hari. Hanya terjaga tanpa beranjak bangun, gusar memikirkan langkah menuju kamar mandi. Antara ingin buang air kecil, atau takut gelap karena kamar mandi yang tak berlampu. Ada senter berkaki 3, tapi apa masih ada di dalamnya? Aku galau memikirkannya.
  
"Zahra...ssst...."

Adik satu itu tak bergerak, masih lelap. Ia mungkin letih seusai snorkeling dan mengarungi lautan seharian kemarin. Sama sepertiku. Uuuh....kenapa aku terus terjaga, gelisah dengan haid di hari kedua yang tak bikin nyaman ini ?

Keluar kamar melewati ruang tamu, ruang tengah, dapur, lalu belok kanan. Kamar mandinya di situ. Ruang kamar mandinya cukup besar, baknya besar, tapi penerangannya minim. Di belakang pula. Paling kalau ada apa-apa, aku harus siap lari dan menjerit. Hiii. Penakut! Padahal empunya rumah kamarnya bersebelahan dengan kamarku. Malahan hanya dibatasi oleh sehelai gorden. Arrgh!


 Rumah tempatku menginap dengan Zahra, Mbak Andri, dan Mbak Nanit

Ruang tamu

Kamar depan (kamarnya mbak Andri dan mbak Nanit)

Kamar tengah (kamarku dan Zahra)

====

Kehidupan di Desa Bohe Silian baru saja dimulai. Orang-orang desa kelihatannya tak begitu sibuk, apalagi ramai berlalu lalang. Keadaan begitu tenang, tak terasa ada yang terburu-buru. Hidup seakan berjalan begitu santai.

Ribuan larik cahaya matahari pagi lembut menerobos sela dedaunan, juga atap-atap rumah. Jatuh menimpa rumput halus di halaman (rumputnya bagus-bagus), bangku-bangku kayu, dan jalanan desa, menimbulkan bayangan indah yang magis dan syahdu. Aku tertegun di depan pintu, bagai tersihir.

Ibu tuan rumah tempatku menginap sedang duduk di bangku kayu seberang rumah. Ia mengobrol dengan tetangganya dalam bahasa yang entah. Bisa kumengerti sedikit, sisanya aku perlu google translate :p Aku melirik kalung emas di leher si ibu, menjuntai panjang dan besar. Tiba-tiba teringat olehku rampok asal Filipina yang katanya suka datang ke desa, merampok dengan senjata berbahaya. Dan kalung ibu itu....hiiiiii. 


Bangunan rumah penduduk Desa Bohe Silian

Orang-orang desa Bohe terbilang mapan. Pekerjaan mereka sebagai nelayan bisa menghasilkan puluhan juta rupiah dalam sekali melaut. Sebuah nominal disebutkan, 30jutaan untuk hasil menangkap ikan. Itu untuk sekali. Dengan rupiah senilai itu, mereka habiskan untuk sekian bulan. Setelah habis, baru melaut lagi.

Kaya itu memang relatif. Dari segi materi yang nampak, penduduk Desa Bohe nampak berpunya. Tiap keluarga punya jenset sendiri (belum ada PLN di Bohe), perahu (speed boat) sendiri, rumah besar (beton maupun kayu), parabola, kendaraan sepeda motor, juga perhiasan-perhiasan emas di tubuh para wanitanya. Walaupun anak-anak berbadan langsing, tapi ibu-ibunya subur makmur sejahtera. Tak nampak derita dan nestapa.

"Ibu, foto sama kita ya?" tanya saya pada ibu tuan rumah.


Si ibu mengangguk, tanpa kata-kata, hanya tersenyum. Anak-anak kecil yang sedari tadi mengelilingi kami (aku, Frida, Mandy, Zahra dan Efi), bergerak mendekat dengan malu-malu. Saat lensa kamera terarah kepada mereka, senyum di wajah mereka melebar. Tawapun berderai. Girang bukan main difoto. Bahkan mau diajak foto berulang-ulang.

Bersama ibu tuan rumah (baju daster ungu) dan anak-anak desa yang girang diajak berfoto

Di Bohe Silian, kami menginap di rumah penduduk. Rumah-rumah itu tersebar di beberapa tempat, mulai dari sekitar dermaga hingga masuk desa. Tiap rumah menyewakan 1-2 kamar. Dan tiap kamar, diisi oleh 2 peserta. Perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Aku selalu sama Zahra. Mbak Andrie berdua mbak Nanit. Kami 1 rumah. Hehe. Geng MB kata Eki.

Kamarnya cukup luas. Tempat tidurnya besar. Tidak ada AC, hanya sebuah kipas angin, tapi itu tidak perlu sebab udara tidak panas. Sebab kamar dibuat tanpa plafon. Jika mendongak, pandangan langsung tembus ke atap rumah. Terbuka dan tinggi. Kamarnya rapi dan cukup nyaman. Bahkan, bagiku semua tak ada masalah. Asyik saja.

Desa yang tenang dan damai

Ini pengalaman pertamaku menginap di rumah penduduk yang empunya rumahnya juga tinggal di dalamnya. Senang, jadi bisa lebih dekat dengan penduduk lokal. Bisa mengenal kebiasaan mereka secara langsung dan juga berinteraksi langsung.

Meskipun rumah penginapan kami terpisah-pisah, tapi soal makan tetap di satu tempat. Kami tidak makan di rumah yang kami inapi, melainkan di satu rumah yang ditunjuk sebagai 'rumah makan'. Bagus idenya, jadi semua bisa kumpul saat makan. Uniknya, hidangannya disajikan ala prasmanan. Rasanya jadi mirip tamu kondangan hehe

Malam itu, kami makan malam di depan rumah. Berlantai bumi, beratap langit. Ada bulan bulat terang, warnanya keemasan. Langit indah sekali. Angin lautpun semilir berhembus. Ah, sesederhana apapun santap malam, jika suasananya begitu, semua jadi nikmat.  

 Sarapan pagi

Balai kampung

Di Bohe Silian, sinyal Telkomselku tidak tiarap. Meskipun begitu, tak berarti sinyalnya selalu bagus. Kadang-kadang ada, kadang tidak ada. Itupun sinyal buat telp dan mengirim/menerima SMS saja. Kalau GPRS sinyalnya tewas. Mati gaya tak bisa internetan.

Tak sampai 24 jam kami di Bohe Sillian, kamipun pergi melanjutkan petualangan, menyeberangi lautan, menuju Kakaban. Baru sejenak, tapi hati ini sudah tertaut di sana. Teringat pengalaman menyusuri hutannya. Mendaki bukit, menuju Goa Simbat yang menyimpan danau berair biru jernih. 

Adakah dulu Bohe Silian itu juga lautan? Entahlah. Aku menemukan bebatuan serupa karang ketika menuju Goa Simbat. Seperti bukan batu pegunungan. Mungkin peneliti Jerman perlu ke sana untuk membuktikannya, seperti ketika meneliti bebatuan di Lembah Harau yang ternyata merupakan batu yang berasal dari laut.

Terima kasih Bohe Silian. Teruslah tua dan menjadi 'bijaksana'.

Treking ke Goa Simbat

Batunya mirip batu karang

 
Danau biru di dalam Goa Simbat

==== 


TENTANG DESA BOHE SILIAN
  • Secara administratif, wilayah Pulau Maratua terbagi menjadi empat desa, yaitu Bohe Silian, Bohe Bukut, Payung Payung, dan Teluk Alulu. Bohe Silian adalah desa tertua di Kecamatan Maratua. 
  • Mayoritas penduduk desa ini adalah Suku Bajo. Suku Bajo dari Sulawesi adalah suku asli yang mendiami Pulau Maratua. Suku pendatang juga berasal dari Sulawesi, Suku Bugis.
  • Mata pencarian utama adalah menjadi nelayan.
  • Fasilitas pendidikan yang ada di Bohe Silian mulai dari TK hingga SMU (tersebar di desa-desa lainnya juga). Untuk melanjutkan kuliah, mereka pergi ke Berau. Ada juga yang ke Samarinda.
  • Fasilitas umum lainnya seperti Posyandu, Puskesmas, Balai Desa, Mesjid, Lapangan sepak bola, transportasi sepeda motor dan speed boat, Kantor Desa dll *bisa lihat di blog ini untuk lebih lengkapnya --> Fasilitas di Pulau Maratua. 
 ===

 Es kelapa laris manis

Bersama anak-anak Desa Bohe Silian sebelum berangkat menuju Kakaban



=====

Alhamdulillah. Perjalanan yang indah.
Terima kasih teman-teman semua ^_^ 

Trip Derawan 17-21 April 2014


Maratua Paradise Resort, Beautiful Water Villa And Sunset

 
Beach Villa

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Sungguh, keindahan laut dan pantai negeri ini tak pernah ada habisnya. Selalu ada yang spektakuler dan membuat kagum. Inilah yang membuat saya tak pernah ingin berhenti melihat lebih banyak lagi tempat di Indonesia, terutama bagian pantai dan lautnya. 

Trip Derawan pada 17-21 April 2014, mengantarkan saya pada Pulau Maratua di Kepulauan Derawan. Tiga jam waktu tempuh dari Pelabuhan Tengkayu Tarakan dengan menumpang speed boat untuk mencapai pulau ini. Mengarungi lautan luas dan dalam. Di atas gelombang yang bersahabat. Di bawah matahari yang bersinar terik. Di antara warna biru langit dan laut yang seakan saling bertaut. 

Kemanapun mata memandang, hanya laut, laut, dan laut. Namun sesekali, ada lumba-lumba melompat indah. Sebuah hiburan yang sangat menarik, pengusir bosan atas rasa rindu pada daratan. Ah, saya memang bukan pelaut. Baru sekian jam saja di atas laut sudah terasa seperti berbulan-bulan.



I'm so in love with the turquoise water

Maratua Paradise Resort. Wahai, berada di sini membuat saya seperti ingin menghentikan waktu.

Seperti namanya, Maratua Paradise dibangun untuk mereka yang menginginkan sebuah tempat berlibur yang nyaman dengan sajian pemandangan menakjubkan sepanjang waktu. Bangunan resort dibangun di atas pasir putih yang membentang luas. Ketika matahari bersinar terang, air laut yang menutupinya membentuk warna turquoise yang indah.

Kamar-kamar penginapan dibangun terpisah. Modelnya seragam, seperti rumah panggung. Semua terbuat dari kayu, termasuk tiang-tiangnya yang menancap di dalam air. Kamar-kamar penginapan dihubungkan dengan jembatan kayu. Jembatan itu juga merupakan akses menuju office, dive center, kamar mandi umum, restaurant, dan balkon umum tempat duduk-duduk di bagian terdepan resort. 

Bersih, rapi dan nyaman

Maratua Paradise Resort memang dibangun di atas laut, meskipun demikian supply air tawar dialirkan melalui pipa tersendiri.

Akan tetapi akhirnya saya mengetahui, ternyata pembuangan dari saluran shower di kamar mandi maupun toilet (karena saya sudah mencobanya), masih langsung ke bawah (ke laut). Ini patut menjadi perhatian. Oleh karena itu, bagi siapapun yang menginap, bijak kiranya untuk tidak banyak menggunakan shampoo dan sabun. Kasihan ikan-ikan cantik yang ada di bawahnya...hiks.

Akses di Maratua Paradise

Apa yang paling menarik dari Maratua Paradise adalah view yang dimilikinya. Bagian depannya berhadapan langsung dengan laut tiga warna: Turqoise, biru kehijauan dan biru pekat (karena kedalaman laut yang langsung berubah di jarak sekitar 60 meter). Tatkala senja, duduk-duduk di bangku yang berjejer di depan restaurant, akan menjadi tempat yang paling sempurna untuk menyaksikan matahari terbenam.

Tarif penginapan di Maratua Paradise Resort, untuk water villa Rp 770.000,- per orang per malam (bukan per kamar per malam). Sedangkan beach villa Rp 660.000,- Harga sudah termasuk makan 3x sehari. Menurut info, biasanya saat high season harga bisa berubah. Oleh karena itu disarankan untuk cek harga dulu, bisa melalui contact: +628215757169229 atau +6285246585368 (Ilsam). Bagi yang berminat, pemesanan bisa melalui email ke  jworld@po.jaring.my ,website Maratua Paradise di http://www.maratua.com/index.php/rates-a-reservations.  

Dive store Maratua 

Di Balkon Maratua Paradise


Bagaimana menuju Maratua Paradise?
Yang jelas ke Balikpapan (Kalimantan Timur) terlebih dahulu, kemudian mengambil penerbangan lanjutan ke Berau atau ke Tarakan. Kemudian dari Tarakan atau Berau ke Kepulauan Derawan dengan menggunakan speed boat. 
*Tarif speed boat dari pelabuhan Tanjung Batu, Berau ke Pulau Maratua Rp. 1.500.000,- (one way, kapasitas 10 hingga 13 orang). Disarankan untuk sewa untuk PP (diantar dan dijemput kembali).


Kemarin, saya datang dari Jakarta. Mengambil penerbangan langsung ke Tarakan. Kemudian dari Tarakan menggunakan speed boat menuju Maratua. Agar murah, tentu saja pergi beramai-ramai. Bisa sharing budget.

 Laut super jernih, pasir putih memanjang, matahari bersinar terang
Sempurna!

Jelang sunset di Maratua Paradise

Hampir tak ada kekurangan yang bisa menghalangi keinginan untuk menginap di tempat mempesona seperti ini. Semua terasa sempurna. Rasanya ingin berlama-lama, dan tak ingin kembali ke kota asal ^_^

Tempat yang menawan, sayang berbiaya mahal. Sekedar mampir saja mesti bayar Rp 30.000,- orang. Tapi menurut saya, semua sepadan dengan yang dilihat, dirasa dan didengar. Ya, melihat, merasa, dan mendengar langsung memang punya nilai lebih. Dan itu tak terganti.

===

*Trip Derawan 17-21 April 2014
*Sumber foto dari dokumentasi pribadi. Sebagian lainnya dari mbak Winarni (Nanit) dan Eki. Terima kasih mbak Nanit dan Eki.

[Derawan Trip] Seru-Seruan Naik Banana


Assalamu'alaikum Wr Wb,

Minggu pagi di Derawan (20/4/2014), seru-seruan naik Banana. Sewa 1 Banana Rp 150.000. Muatannya 6 orang. Tim pertama yang maju 5 orang. Aku, Mandy, Mbak Andrie, Mbak Evi, dan Zahra. Keluar dari pantai, speed boatnya belok kiri, ngebut tralala keliling pulau Derawan. Wiiih...jauh juga rutenya. 

Kita sudah request minta dibalikin. Eh tuh bapak kok ga lakukan juga ya. Bahkan sewaktu sudah dekat ke pantai, belum juga. Wah ga seru. Eh tiba-tiba aku lihat speedboatnya jadi makin ngebut dan berbelok tajam. Wow itu saatnya. Daaaaan......byurrrrrrrr
Akhirnya terjungkal deh itu boat beserta orang-orangnya hehe...

Aku ga puas!

Tiba giliran tim 2 yang maju. Aku ikutan lagi! haha. Masih penasaran soalnya. Tadi ga nendang rasanya. Ga menantang!

Tim 2 yang maju Zen, Mas Fauzan, Wuri, Silvi, Pena, dan aku. Kepala sukunya Zen.
Nah, ini lebih seru ternyata. Setelah keliling Derawan, masih jauh dari pantai, itu speed boat melaju kencang dan berbelok tajam. Sudah pasti akan di jatuhin!
Wiiih serem juga jatuhnya. Mana susah bener naiknya. Pas mau naik, itu banana malah terbalik menimpa kami. Hehe. Silvi yang jadi juara pertama naik banana. Horeeee! Kaca mata mas Ojan hilang!

Setelah susah payah, banana akhirnya meluncur lagi. Giliran mas Ojan yang jadi kepala suku. Banana kembali dibalikkan ketika mulai mendekati area pantai. Atas pengalaman yang pertama tadi, kali ini aku lompat. Ealaaah...malah nimpa Wuri. Dan aku yang kesakitan. Huhuhu.

Naik banana lagi dengan susah payah. Sampe pegel rasanya. Hampir mau nyerah. Tapi akhirnya bisa meluncur lagi. Dan kali ini kami pakai trik. Kalo banana miring ke kanan, kami miring ke kiri. Begitu juga sebaliknya. Kami hore hore girang karena banana ga berhasil dibikin terbalik. Sementara si bapak yang nyupir speed boat mungkin heran, nih banana kok ga kebalik-balik hehe. Rasain lo pak, kami udah pinter qiqiqiqi

Eeeeh tappiiiiiii...si Ojan mana yaaaaaa?
Omaigooooot....Ojan ilang. Dia ga ada di belakang. Huaaaa???
Ternyata Ojan ketinggaaaaalan jauuuuuh wuahahaha...
Udah seneng ga ada yang jatuh, ga taunya yang diburitan banana udah lenyap.

Puas banget ngerasain 4 kali jatuh dari banana hehe

Tim banana 1
 
Tim Banana 2 jelang terbalik ke 1

Pena : "tolooooong" :))

 jatuhnya mudah naiknya susah

 Silvi juara naik banana

 Ojan masih belum naik :))

 Giliran Ojan jadi kepala suku

 Kebalik ke 2 kali

Tetap semangat

 Naik lagi meluncur lagi
giliran aku jadi juara 1 naik banananya hehe

lhaaaa Ojan ilaaaaaang

 Ayo Ojan naiiik

 Ojan naik malah kebalik :))
Kebalik ke 3 kali


====

Trip Derawan 17-21 April 2014

[Derawan Trip] Kumpul Gak Kumpul Harus Makan

Kumpulan orang yang pasti doyan makan :))

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Sebagai mahluk Tuhan yang paling sexy lemah dan mudah sakit, pastinya saya harus rutin dan banyak makan kalo sedang jalan. Kumpul ga kumpul ya mesti makan. Bukan makan ga makan yang penting kumpul. Yang namanya jalan-jalan kan butuh tenaga ekstra. Mesti kuat, supaya bisa menerjang hujan badai dan gelombang *lebay.

Soal apa yang di makan, yang penting halal. Mau itu jengkol kek, petai kek, bubur sagu kek, ga masalah kata Eki *bukan kata saya :p


Alhamdulillah, selama ngetrip kemarin, mulai dari Tarakan, Derawan, Maratua, Sangalaki, Kakaban, hingga balik lagi ke Tarakan, jadwal makan selalu teratur. Meskipun sempat sedih karena selalu ga bisa menghabiskan makanan *maklumlah lambung ini kecil* Mubazir deh. Padahal sudah bagi dua ama Zahra. Tetap saja ga habis.

Berada di pesisir dan pulau-pulau, bikin saya banyak menyantap ikan. Gapapa sih, kan kaya omega 3 ya. Biar pinter *pinter merayu duit suami* Sayang si Eki ga suka seafood. Jadilah dia mengasingkan diri mulu saat orang-orang lahap menyantap ikan dan konco-konconya.

Dan yang paling saya suka dari setiap trip adalah moment makan bersama. Tahu kan maksud saya, itu lho aksi baku hantam di meja rebutan lauk hahaha. Eiiits tapi kemarin semua pria kalem lho. Ga pake perang di meja. Mungkin malu kali ya, banyak cewek soalnya *antara malu dan malu-maluin* :))

Oh iya, saya rada surprise waktu menginap di Desa Bohe Silian. Itu acara makannya  kumpul di salah satu rumah penduduk. Pakai meja hidangan ala prasmanan gitu. Kayak tamu kondangan jadinya hehe. Saya kira makannya di rumah yang kami inapi.

Inilah rekam jejak kami di meja makan, di atas pasir, di lantai losmen, bahkan di atas dermaga. Seru untuk dikenang.

17 April 2014, Makan siang di RM Padang di Tarakan


Makan Malam Di Kepiting Kenari, Tarakan 17 April 2014


Sarapan pagi di losmen, Tarakan 18 April 2014

 Makan siang di Pulau Maratua, 19 April 2014

Sarapan pagi di Desa Bohe Silian, Pulau Maratua 20 April 2014

Sarapannya mbak Nanit unik :D


 Makan siang di Pulau Sangalaki, 19 April 2014

Sarapan pagi di Derawan, 20 April 2014
*Mas Denny piringnya banyak banget :D *

 Makan siang di Derawan, 20 April 2014
*biasanya nasi bungkus, skrg nasi kotak :D *

Ngebakso di Tarakan  :D
20 April 2014

-----


Tarakan, Derawan, Maratua, Sangalaki, Kakaban.
Kab. Berau, KALTIM - INDONESIA
17-21 APRIL 2014

[Derawan Trip] Cinta Lokasi Yang Mesti

Cinta banget sama sunset, sampe kebanyakan gaya gitu :D

Assalamu'alaikum Wr Wb,

Cinta lokasi. Pernah dengar ga sih? Pernah dong. Aku sering dengarnya  dari TV, di acara biang gossip :p

Pernah suatu kali buka TV (kebetulan yeee) pas lagi acara gossip yang heboh betul menceritakan kisah asmara antara seorang actress dan actor yang terlibat dalam sebuah proyek film. Ceritanya, si actress dan actor yang berperan di film itu, membawa peran saling cinta di film hingga ke dunia nyata. Awalnya katanya ga betulan, sekedar untuk pendalaman acting, supaya dapat feelnya. Chemistry gitu. Tapi ternyata, peran itu malah sungguhan terjadi di diri keduanya, di dunia nyata (di luar film). Nah, si presenter yang gaya bicaranya ditajam-tajamkan seperti silet itu, menyebut kisah itu dengan CINTA LOKASI!

Cinta pada keanekaragaman hewan laut :D
Abis pose si patrick pun masuk air lagi kan mbak Oni?  ^_*

Ah, actress dan actor mah biasa cinta lokasi. Dan kadang anehnya, masing-masing sudah punya pasangan tetep aja cinta lokasi (lo kasi gue beli). Untung pasanganku bukan actor, kalo iya, makan hati berulam jantung terus. Dikasih sambel, melalap deh.

Ok, abaikan dulu cinta lokasi seperti yang ada di gossip itu. Aku mau cerita-cerita tentang cinta lokasi tak biasa yang ada pada diri seorang pejalan (wisatawan), apapun sebutannya. Mau backpacker, flashpacker, traveler, ataupun turis jetset. Tunggu, jangan mikir bahwa cinta lokasi yang aku maksud ini adalah cinta pada temen ngetrip yeee…. Apalagi pada pimpinan trip huehehe. Eh kalo iya pun gapapa kok, ga ada yang larang :D

Kalau di lokasi syuting aja bisa cinta lokasi beneran, lantas kenapa di lokasi sunbathing (pantai), diving (laut), trekking & climbing (gunung) ga bisa? Merasa ga sih sebelum kita tiba di suatu tempat super beautiful kita dihinggapi perasaan suka, cinta dan kepingin cepat-cepat menyambangi? Sampe ngitungin sisa cuti dan sisa duit demi bisa sampai ke tempat yang bagus-bagus itu. Lalu, apakah setelah tiba dan menjejakkan kaki di tujuan rasa cinta itu bisa mewujud nyata dan benar-benar di curahkan?

Cinta itu, menjaga terumbu karang agar tak terinjak kaki.
Seperti mas Wawan ini lho :D

Kadang, cinta yang ada dalam kesemuan itu tak pernah benar-benar sama ketika berada di tempat nyata. Memang sih mungkin hanya segelintir orang saja, dan sisanya kebanyakan benar-benar terbawa ke alam nyata. Ya maksudku rasa cinta itu benar-benar teraktualisasi dalam perbuatan dan perilaku.

Kata para pencinta sejati, mencintai berarti menjaga, menyayangi, bertanggung jawab, dan melakukan yang terbaik (dan benar) pada apa yang dicintainya. Ia tak lelah berjuang dan berkorban demi yang dicintainya. Dan di atas segalanya, ia selalu ingat bahwa apa yang dicintainya adalah milikNYA. Karena itu, ia tahu bahwa Sang Pencipta Maha Melihat jika berbuat tidak baik pada apa yang dicintainya.

Pun dalam mencintai keindahan ciptaanNYA (dengan segala keunikkannya), begitu pula semestinya. Tak usah saya beritahu lagi cara-caranya, karena saya tahu, pejalan sejati adalah mereka yang telah dewasa dan bijaksan terhadap apa-apa yang mereka temui dan jejaki.
Cintai penduduk lokal
*mereka masih kecil-kecil Guuuuus...masih kecil :p

22 April 2014 kemarin, adalah hari bumi. Seperti biasa, ungkapan ini akan bergaung : There’s no place like my beautiful earth.
Gaungnya bagiku, hingga ke lubuk hati. Dan untuk negeriku yang rupawan ini, “There’s no place like my beautiful Indonesia.”

Cinta lokasi? HARUS!

Kemanapun bumi di pijak, di situ bumi dijaga.
Aku ambil contoh kecil satu saja. Ke laut misalnya. Tidak menginjak terumbu karang ketika snorkeling dan tidak berpegangan pada terumbu karang ketika hendak berfoto di dasar laut, sudah merupakan aksi kecil yang bagus sekali untuk menjaga ekosistem bawah laut. Kalau misalnya mau ditambahi, boleh juga. Misalnya tidak buang air besar or air kecil saat snorkeling dan diving rame-rame. Selain bikin hewan-hewan laut kebau-an, temen-temen juga bisa mabok huehehehe.

Cintai pulau-pulau elok itu dengan hati telanjang
*asal jangan kalian aja yang telanjang dengan pose pesut gitu ye :p

Yang lainnya paling ya semacam ga buang sampah plastic di laut. Aku pernah baca di situs greenpeace (kalo ga salah), sampah plastic bisa bikin  penyu pada mati. Soalnya sampah plastic itu dikira ubur-ubur oleh si penyu. Lha mending kalo penyu. Kalo aku? Udah pose-pose seneng ama sampah botol plastic yang dikira ubur-ubur (ceritanya mata lagi burem), eh ga taunya cuma sampah. Kan ga lucu pas mau pamer foto ternyata foto bareng ama sampah :D

Cinta lokasi. Dimanapun. 
Tempatnya, orang-orangnya (penduduk setempat), budayanya, dan kearifan lokalnya. 
Cintailah dengan hati yang telanjang.
Bukan sekedar sekali waktu, tapi hingga tak terbilang waktu.

Cintailah langit pagi yang bersiap menghadirkan sang mentari
Sepuitis dan seromantis yang kamu bisa
Asal jangan bikini ngiri para jombloers :D


Ada yang cinta lokasi sama si cantik ini? Hayo ngakuuuu!!! :p