Lempok, Dodol Durian Nan Legit



Almarhum kakek dan nenek saya, baik dari ayah maupun ibu, mempunyai perkebunan di daerah Muaraenim, Sumatra Selatan. Sebagaimana diketahui, Muaraenim merupakan daerah agraris yang memiliki banyak keanekaragaman tumbuhan khususnya buah-buahan. Bumi Serasan Sekundang –julukan Kota Muaraenim- terletak di dataran rendah yang dilewati aliran Sungai Lematang. Di sekitar sisi sungai inilah perkebunan kakek dan nenek saya berada.

Saat ini, kebun sawit dan karet menjadi area paling luas dan paling aktif dikelola, sedangkan kebun buah seperti duku, durian, dan manggis dibiarkan begitu saja. Bukan karena tidak menghasilkan, tetapi karena buahnya adalah buah musiman sehingga hanya diurus pada saat musim buah saja. Dalam setahun, musim buah hanya terjadi satu kali. Itu sebabnya tidak memerlukan pengelolaan yang berarti.

Di kebun ada pohon durian, duku, manggis, rambai, dan rambutan. Kebun ini memang tidak seluas kebun sawit dan karet, kendati demikian jumlah pohonnya banyak, terutama duku, jumlah pohonnya ratusan. Berkah alam tiada putus, pohon-pohon itu selalu berbuah sehingga secara turun temurun hingga empat generasi keluarga kami masih menikmati buahnya.

Pohon duren di kebun milik keluarga di Muaraenim SUMSEL *foto diambil thn 2009*

Sebagai salah satu daerah yang beriklim tropis, Muaraenim termasuk salah satu daerah penghasil duku dan durian terbaik di Sumatra. Tentunya durian yang dimaksud disini adalah durian yang tumbuh secara alami, bukan tanaman durian hasil persilangan atau rekayasa genetika.

Seperti daerah lainnya di Sumsel, jika musim buah tiba kabupaten ini langsung dipenuhi oleh para pedagang duku dan durian. Untuk durian harganya bervariasi tergantung dari kualitas dan rasa. Namun durian yang dijual di beberapa tempat sekitar perkebunan, harganya sangat murah, berkisar antara Rp 1.000,- - Rp 2.500,- saja. Apalagi musim durian selalu bersamaan dengan musim duku, durian kerap tak ada harganya.

Buah duku selalu dihargai tinggi. Pembelinya datang dari Jakarta, agent buah yang berdagang di Pasar Induk Kramat Jati. Mereka membeli secara borongan dan itu dilakukan sejak buah duku baru masih berupa putik. Sejak jaman kakek nenek masih hidup, bahkan mungkin sebelum mereka, duku sudah dijual dengan cara seperti ini. Lebih mudah dan tidak ribet sebab urusan menjaga, memanen, hingga mengangkut ke Jakarta menjadi urusan pemborong. Keluarga tak perlu menyewa pekerja untuk mengurus kebun.

Di masa panen, puluhan truk besar datang untuk mengangkut buah duku ke tanah Jawa. Tidak semua buah duku dijual. Dari ratusan pohon biasanya disisakan 6-8 pohon untuk dimakan sendiri oleh keluarga besar kami. Itu pun masih berlebih.

Buah duren belum matang yang dipaksa jatuh :D *foto thn 2009 saat liburan ke kebun duren*

Bagaimana dengan durian? Dari belasan pohon durian yang ada, semuanya selalu berbuah. Bisa dibayangkan jika dari satu pohon saja menghasilkan ratusan buah, maka belasan pohon bisa ribuan. Siapa yang mau makan sebanyak itu? Dijual tak laku, dimakan tak habis-habis. Buah matang yang jatuh bergeletakan di tanah, terkadang membusuk dengan sendirinya, atau diserbu babi hutan untuk dijadikan santapan. Durian tidak seperti duku, jika kebanyakan bisa bikin mual dan pening. Sedangkan duku, berkilo-kilo dimakan tidak terasa apa-apa selain kenyang.

Saya sendiri heran, meski keluarga telah berbondong-bondong datang menikmati durian, tetap saja buah berkulit duri ini berlimpah. Tetangga dan teman-teman telah dibagi, masih saja bersisa. Supaya tidak mubazir, durian-durian itu kemudian diolah menjadi tempoyak dan lempok. Menurut ibu, kebiasaan ini telah dilakukan turun temurun oleh masyarakat terdahulu, sejak nenek kakek dari neneknya saya (nah bingung kan hehe) masih hidup.
Lempok Riau

Lempok duren Riau

Meskipun saya belum menemukan ada literatur yang mencatat kapan pertama kali tempoyak dan lempok dibuat, tapi saya yakin olahan durian ini telah ada sejak lama. Saya merasa bangga atas kreatifitas orang dulu, menjadikan durian lebih bermanfaat, sehingga bisa dikonsumsi hingga waktu cukup lama. Semoga saja kuliner khas Indonesia ini tidak dipatenkan oleh negara lain ya hehe.

Nah, orang asli Sumatra mana yang tidak tahu tempoyak? Tempoyak adalah bumbu masak yang terbuat dari daging durian yang dipermentasi. Rasanya asam. Biasanya dijadikan bumbu gulai. Jika sudah dimasak, namanya Gulai Tempoyak. Tempoyak apa? Tempoyak ikan. Ya, tempoyak biasanya jadi bumbu gulai ikan. Entah itu ikan patin, ikan belida, atau ikan-ikan sungai lainnya.

Namun, tempoyak tidak harus dijadikan gulai, dibuat sambal pun bisa. Tempoyak mentah tinggal ditambahkan garam, cabe dan kunyit yang dihaluskan lalu ditumis bersamaan, maka jadilah sambal tempoyak. Dimakan dengan nasi hangat, ikan goreng, dan lalapan, akan terasa sangat nikmat.
Lempok Pontianak
Membuat tempoyak tidak sembarangan. Jika salah cara, bukannya jadi tempoyak beraroma sedap dan lezat, malah jadi racun, penuh belatung, dan beraroma super busuk.

Jika tempoyak rasanya asam, maka lain halnya dengan lempok durian. Olahan durian satu ini rasanya manis. Lempok adalah sejenis dodol yang terbuat dari 100 % daging buah durian yang segar dan berkualitas. Jika tidak segar, maka akan mempengaruhi rasa. Tidak manis dan tidak legit!

Lempok sangat familiar dan populer bagi masyarakat melayu, wilayah Sumatera seperti Bengkulu, Pekan Baru Riau, Palembang hingga Lampung dan beberapa wilayah di Kalimantan seperti Pontianak dan Samarinda. Tiap daerah mempunyai cara yang sama dalam pembuatan lempok. Hanya kreasi pengemasannya saja yang kadang berbeda.

Lempok Samarinda

Bahan dasar Lempok Durian tentu saja daging durian segar. Untuk rasa biasanya ditambahkan gula dan garam. Ketiga bahan ini dipanaskan di atas kuali besar lalu dimasak di atas api sedang. Semua bahan diaduk-aduk hingga mendidih sampai semuanya larut merata. Tidak ada ketentuan berapa lama proses mengaduk. Selama masih lengket dan belum berwarna coklat pekat, harus terus diaduk. Umumnya berkisar antara 3-4 jam. Tapi ada juga yang sampai 5 jam. Tergantung banyaknya bahan adonan dan mungkin juga kecepatan mengaduk. Saya sih belum pernah mencoba membuat lempok hehe.

Dulu saya pernah menyaksikan pembuatan lempok. Kuali yang digunakan sangat besar, diameternya mencapai 1,5 meter. Ditaruh di atas tungku besi selebar tampa besar dan bahan bakarnya dari kayu-kayu yang juga berukuran besar. Semua alat masaknya berukuran raksasa. Termasuk pengaduk yang digunakan, panjang dan besar mirip dayung!

Lempok Bengkulu
Proses pembuatan dodol ternyata tidak mudah. Para ibu pekerja benar-benar harus menggunakan tenaga dan otot yang kuat selama melakukan pengadukan. Jika tidak benar, dodol bisa hitam dan gosong. Pantaslah kiranya harga lempok asli tidak murah. Prosesnya saja memakan tenaga. Belum lagi bahannya. 1 lempok durian kemasan kecil perlu 8-10 durian berdaging segar. Kalau ada yang murah, perlu dicurigai juga jangan-jangan dicampur tepung terigu, ya kan?

Lempok sudah menjadi salah satu cemilan khas yang cukup terkenal. Jika mudik ke Palembang, saya selalu mencari cemilan ini. Kadang mencarinya di sentra oleh-oleh, kadang memintanya pada kerabat yang biasanya memang mempunyai simpanan lempok. Penduduk desa sekitar perkebunan keluarga yang biasanya dipekerjakan untuk membuat lempok dan tempoyak, kadang juga masih menyimpan. Jika diminta, mereka pasti memberikannya. Meskipun harus pergi cukup jauh dari ibu kota provinsi, tapi demi lempok rela deh dilalui hehe
Lempok Palembang
Buat kalian pecinta kuliner, jika traveling ke Sumatra seperti Palembang, Lampung, Riau, Bengkulu, serta Samarinda dan Pontianak di Kalimantan, silakan mencicipi makanan berbahan dasar durian ini. Dalam legitnya lempok durian asli, ada kelezatan khas yang tak bisa dilupakan.

Mencicipi lempok tidak harus menunggu musim durian. Di toko-toko tertentu di daerah penghasil lempok, kuliner satu ini masih tersedia. Bahan tambahan gula dalam lempok sudah menjadi pengawet alami yang membuat lempok bertahan dalam waktu cukup lama. Oh ya, kabarnya kini lempok juga tersedia di toko-toko online. Wah, kabar baik dong ya. Jadi lebih mudah lagi untuk mendapatkannya.

Yuk nikmati kuliner khas negeri sendiri.

******

Keterangan: 
- Foto pohon duren dan buah duren dari dok pribadi. Diambil thn 2009 saat musim durian di Muaraenim, Sumsel.
- Semua foto lempok dari Tokopedia.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

4 komentar

  1. Wah.. sampai ke durian jg nih iklannya.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Wi, biar kuliner tradisional ini makin dikenal luas. Sudah pernah makan lempok, Wi? Enak lho, legit dan haruuuum banget. Beda dengan dodol biasa. Kalo lempok terbuat dari 100% daging duren. Makanya rasanya nendang banget :D

      Hapus
  2. kalo boleh tau, alamat pembuatan lempok ini dimana ya? sekaligus kontaknya. InshaAllah mau liputan kesana. terimakasih

    BalasHapus
  3. Permisi gan, kalo ke Lampung jangan lupa mampir ke toko Aneka Sari Rasa, toko oleh-oleh produk Lampung terbesar nih gan, yang menjual produk-produk lampung hasil produksi sendiri seperti keripik pisang, sambal, lempok, dll. Dan dibandrol harga yang sesuai dengan kenikmatan yang agan-agan dapatkan. Aneka Sari Rasa beralamat di JL.Ikan Kakap no.26 & 28, Bandar Lampung, Depan Klenteng Teluk Betung. telp. (0721)-5630988, fax. (0721)-5630988, WA: 082388688868, IG:@anekasarirasa, email:anekasarirasa@yahoo.com, fb:aneka sari rasa, twitter:@anekasarirasa

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!