[EnjoyJakarta] Pulau Tidung, Cinta Pertamaku Di Kepulauan Seribu

Gugusan Pulau di Kepulauan Seribu
(sumber foto: tujuanwisata) 

Andai dulu temanku, Opay, tak menulis blog tentang perjalanannya ketika pergi ke Pulau Tidung, tentu aku belum yakin betul kalau Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta itu benar-benar mempunyai daya tarik yang yahud.

Biasanya cerita tentang wisata di Kepulauan Seribu hanya seperti selentingan saja di telingaku. Cukup kudengar sekilas tanpa ada keinginan untuk menggali informasi lebih dalam, apalagi sampai membuat urat melancongku mengencang.

Peta Kepulauan Seribu
(sumber foto: tujuanwisata) 

Cerita dan foto di blog Opay waktu itu memang cetar membahana kata Syahrini. Aku dibuatnya malu sekaligus gembira. Pertama, aku malu karena selama ini Kepulauan Seribu itu bak gajah yang tak tampak di pelupuk mata, sedangkan Pulau Sabang dan Pulau Bali bak semut yang tampak di seberang lautan. Telah melanglang pergi ke pulau di ujung barat negeri hingga pulau di sebelah timur negeri, tapi pulau-pulau yang dekat dengan domisiliku di ujung barat pulau Jawa justru terlewati. Ini yang bikin aku malu.

Kedua, sebagai penggemar wisata bahari yang tentunya sangat hobi pada aktifitas berenang dan menyelam, keberadaan pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah membuatku bak menemukan ‘serpihan surga’ yang berjarak dekat. Baru mengetahuinya saja aku mulai kliyengan senang, apalagi kalau menyeberang dan berpetualang, bisa mabuk aku dibuatnya. Mabuk hepi.

Berguna nih buat wisatawan yang baru tiba

Pulau Tidung Cinta Pertamaku Di Kepulauan Seribu
Dari berbagai situs wisata yang aku baca di internet, ada beberapa pulau yang paling populer sebagai destinasi wisata favorit di Kepulauan Seribu, seperti Pulau Tidung (pulau terluas di Kepulauan Seribu), Pulau Pramuka (Ibukota Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu), Pulau Pari, Pulau Bidadari, Pulau Kotok, dan Pulau Pelangi.

Dari pulau-pulau populer itu, pilihanku jatuh pada Pulau Tidung. Pesona Pulau Tidung rupanya berhasil menjerat hatiku. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Ok, ini berarti Pulau Tidung menjadi pulau pertama yang akan aku jelajahi di Kepulauan Seribu. 
Jembatan Cinta

Jembatan Cinta yang jadi icon Pulau Tidung, juga fasilitas Water Sport yang ada di Pantai Tanjung Timur Pulau Tidung, adalah alasanku memilih. Selain itu, Pulau Tidung juga cocok untuk beraktifitas seperti berenang, snorkling dan menyelam. Ketiadaan fasilitas untuk beraktifitas seperti itu, aku bisa mati gaya.

Pakai Travel Biar Mudah
Bagaimana cara ke Pulau Tidung? Menginap di mana? Makan apa? Berapa biayanya? Semua informasi itu dengan mudah bisa kudapatkan dari internet. Karena aku ga mau repot, pun ini adalah pengalaman pertama ke Kepulauan Seribu, aku prefer menggunakan jasa travel. Ada banyak travel agent yang menawarkan wisata Pulau Tidung. Tinggal pilih mana yang sreg di hati. Soal harga cukup kompetitif. Kalau ingin murah, ajak teman bareng sebanyak mungkin. Makin rame makin murah. Meriah pula.


Contoh harga paket wisata Pulau Tidung dari situs http://www.wisatapulautidung.com/

Mahalkah wisata ke Pulau Tidung? Relatif. Tapi kalau mau bikin perbandingan, coba bandingkan jika berwisata ke pulau lain yang letaknya jauh dari Jakarta (karena aku tinggal di Jabodetabek). Anggaplah ke Pulau Tidung paling mahal kita ambil paket 500.000/pax (all in). Nah, jika kita pergi ke Pulau Sabang, Pulau Bangka Belitung, Pulau Bali, dan Pulau Lombok, harga itu saja belum tentu cukup untuk membayar tiket pergi. So, buat kita-kita yang gila petualangan pulau, jangan sampai melewatkan pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Selain dekat, murah pula.

FYI, paket Rp 500.000 per hari per orang itu sudah termasuk Kapal PP dari Muara Angke-Pulau Tidung, makan 3x sehari, penginapan, kapal untuk snorkeling, snorkeling (berikut perlengkapannya), guide, barbeque, dan sepeda. Paket oke banget itu langsung aku sambar. Duaarrr!

Asyiknya Naik Kapal Ferry
Ada 2 opsi cara menuju Pulau Tidung. Pertama, dengan speed boat. Berangkat dari dermaga Marina Ancol. Selain kapalnya bagus dan berkelas, waktu yang ditempuh juga lebih cepat. Hanya 1 jam. Cara kedua dengan naik kapal ferry. Kapal kayu yang ditenagai engine diesel V-8 ini waktu tempuhnya sekitar 2,5 jam. Berangkat dari dermaga Muara Angke. 
Kalo ga menderita mabuk laut dan lebih suka menikmati perjalanan ketimbang buru-buru sampai tujuan, ya mending naik kapal ferry. Selisih harganya juga lumayan, sekitar Rp 300.000,- kalo naik speed boat. Sesuai dengan fasilitas dong ya.
Kapal di dermaga Muara Angke

Aku familiar dengan suasana kapal ferry, sebab sudah beberapa kali menyeberang PP dengan kapal ferry dari Merak-Bakauheni. Pernah juga menyeberang PP dari Ulee Lheu- Sabang Aceh. Tapi ternyata kapal ferry di Muara Angke itu beda banget. Kapasitasnya lebih kecil. Yang jelas kapalnya ga mungkin bisa mengangkut kendaraan roda empat. Pun, minim fasilitas. Tapi itu ga penting, toh aku bukan mau nginep di kapal ya kan? Yang penting bisa menyeberang, selamat, dan sampe tujuan. So, enjoy aja. 
 Mengayun kaki di pinggir kapal, memandang laut luas terbentang

Pengalaman lebih yang aku dapat dari menumpang kapal ferry ke Pulau Tidung ini, adalah aku bisa berbaur lebih dekat dengan sesama penumpang yang hampir 99% adalah para pelancong sepertiku. Ga sekedar berbaur tapi juga berinteraksi.

Isi kapal membludak, dan aku duduk diburitan lantai paling atas. Seru banget. Bisa leluasa mengayun kaki sembari memandang langit luas terbentang, menikmati angin yang berhembus, mendengar debur ombak yang menerjang, menatap buih-buih putih di permukaan laut, serta melihat lalu lalang kapal dan perahu nelayan yang berpapasan. Ah, asyiknya menikmati hiburan gratis dari alam. Ga tiap hari begini toh?

Pelancong Menyemut di Dermaga Pulau Tidung
Ketika kapal hampir merapat di dermaga, dari kejauhan nampak pemandangan Pulau Tidung Besar yang di hiasi pohon-pohon kelapa. Pantainya yang berpasir putih, berkilau di terpa sinar matahari. Sementara air laut yang ada disekelilingnya berwarna biru kehijauan. Melihat semua itu, rasanya aku ingin melonjak-lonjak senang.
Wisatawan membludak di dermaga Pulau Tidung

Di dermaga, suasananya padat sekali. Penumpang yang baru saja tiba, seperti menyemut. Setiap orang mesti antri keluar dari kapal. Dalam perkiraanku jumlah mereka ratusan bahkan mungkin ribuan orang. Maklum, ini weekend. Sebegini ramai, menandakan Pulau Tidung sangat popular di kalangan wisatawan. Beruntung aku menjadi bagian dari mereka yang menjejakkan kaki di pulau ini.
Nyariin guide

Guide yang sudah disiapkan travel, sudah menantikan kedatanganku. Seorang laki-laki yang bersikap ramah, hormat dan santun padaku. Katanya, dia asli anak Pulau Tidung. Kulitnya mengkilat kehitaman. Matanya merah. Pertanda banyak berjemur dan jelalatan dalam air. Khas.

Jelalatan di Perkampungan
Penginapanku terletak di perkampungan. Jaraknya sekitar 1 kilometer dari dermaga. Aku berjalan kaki menuju ke sana sambil menggendong Tiara, si Eiger Woman yang padat oleh baju, makanan, minuman, dan aneka charger.

Belum nyoba naik becak motor (bentor)

Di Pulau Tidung ga ada mobil. Alat transportasi yang biasa digunakan adalah bentor (becak motor), motor, dan sepeda. Jalan umum yang biasa digunakan untuk lalu lalang, lebarnya kurang dari 4 meter. Lebih mirip gang. Aku berjalan santai sambil mata jelalatan. Melihat keadaan. Bukan pria tampan.
Rumah pedagang souvenir pulau

Rumah penduduk rapat-rapat. Ada yang semata rumah tinggal, ada juga yang menjadikannya rumah dagang. Ada yang berdagang keperluan sehari-hari, makanan, souvenir khas Pulau Tidung (aneka barang kerajinan dari kerang laut), sembako, makanan produksi asli pulau (kerupuk ikan dan ikan asin), hingga alat memancing. Ada juga yang menyewakan perlengkapan snorkeling (life jacket, masker, dan fin). 
Pengunjung lapor Pak Lurah dulu ga ya?

Bangunan rumah penduduk bervariasi. Ada yang bagus, ada yang biasa saja. Tapi tak ada yang tergolong mewah. Kantor Lurah letaknya ga jauh dari dermaga. Puskesmas yang ada juga bagus, besar dan bertingkat. Fasilitas pendidikan, dari SD hingga SMU lengkap. Bangunannya juga bagus dan besar. Bahkan salah satu bangunan SD yang aku lewati saat menuju Saung Selatan (tempat minum es kelapa muda), kondisinya kinclong. Untuk ukuran pulau di tengah lautan, sudah mentereng sekali menurutku. 
Salah satu SD dengan lingkungan yang rapi, bersih, dan luas

Saat mencoba berinteraksi dengan dua hingga tiga penduduk kampung, aku mendapat respon yang baik. Mereka juga informative. Setiap pertanyaan bisa dijawab dengan jelas.

Sepeda-sepeda dan jalan umum yang lebih mirip gang

Yang paling mencolok di sepanjang gang yang aku lalui adalah keberadaan sepeda. Ratusan sepeda. Eh bukan ratusan, tapi ribuan. Ya, ada banyak sekali sepeda di pulau ini. Di rumah-rumah, di penginapan-penginapan, di gang-gang, di pantai, dan di mana pun. Sepertinya sepeda malah lebih banyak dari jumlah penduduk pulau. Bahkan jika ditambah wisatawan yang datang pun, tetap lebih banyak sepedanya. Amazing!

Pertama Kali Menginap di Homestay
Di Pulau Tidung tidak ada hotel, kelas melati sekalipun. Adanya homestay. Nah, aku belum pernah menginap di homestay, jadi aku tak tahu akan seperti apa kondisinya. Dalam bayanganku mungkin mirip rumah biasa tapi kecil, sederhana, dan apa adanya. 
Mirip ibu kontrakan

Saat jelalatan, aku melihat ada penginapan serupa losmen. Ada yang bertingkat, ada yang tidak. Kamarnya berjejer dengan pintu outdoor. Ada yang letaknya persis di tepi pantai, ada juga yang terletak di tengah perkampungan, jauh dari pantai. Ada banyak homestay di sepanjang gang, dan semuanya terisi.

Lalu seperti apa homestayku? Ternyata mirip rumah kontrakan yang biasa disebut dengan bedeng. Kamar-kamarnya berjejer di bawah satu atap. Pintunya sama-sama menghadap ke pantai. Jaraknya dengan bibir pantai sekitar 10meter. Jika keluar dari pintu, yang terinjak adalah pasir. Bila malam, deru angin dan debur ombak seakan berada di balik pintu. Ribut sekali.
Ijo royo-royo ruang dalam homestaynya

Kondisi bedengku cukup baik. Ada kamar mandi dalam (tanpa shower, hot water, dan bathup tentunya ya hehe), TV, 1 kasur tanpa ranjang + dua kasur kecil sebagai tambahan, dispenser, dan sebuah tempat jemuran. Tak ada meja dan kursi untuk makan. Makanan dihidangkan di atas lantai (beralas koran). Kalo mau makan di atas meja+bangku, ke halaman depan saja. Di atas pasir ada meja dan kursi kayu, beratap pohon rindang. Makan pasti terasa nikmat, soalnya sembari dihembus angin laut. Adem.

Halaman depan penginapan

Spesialnya, pantai di depan bedeng bisa buat berendam dan berenang. Berkarang tapi tak mengganggu. Pun, pasirnya juga bersih dan berwarna putih. Bedengku ini bak punya pantai pribadi, sebab orang luar (penduduk kampung maupun tamu dari homestay lain) tak punya akses ke pantai ini. So, berasa banget privasinya. 
Pantai di depan penginapan

Soal makanan (makan siang, malam dan pagi), menunya standard, rasanya lumayan. Mbak penjaga dan pelayan bedeng senantiasa tepat waktu mengantar makanan. Sampah dan kotoran juga ga pernah dibiarkan lama-lama mengganggu pemandangan dan penciuman. Meskipun mirip bedeng, tapi nyaman deh pokoknya.


Bersepeda kemana-kemana
Sumpah, aku takjub banget sama sepeda. Di mataku, sepeda adalah alat transportasi terkeren di dunia. Selain murah, sehat pula. Model sepeda di Pulau Tidung seragam. Jenis sepeda wanita. Sepeda untuk laki-laki maupun perempuan, semuanya sama.


Sepeda dipenginapanku cantik-cantik

Di penginapanku, tersedia ratusan sepeda (sesuai jumlah penginap) yang bebas untuk dipilih dan dipakai kemana saja. Bersepeda di pulau. Oh menyenangkan. Yuhuuuu!

Ilalang dan Saung Kelapa Muda
Sesuai jadwal, seusai makan siang di penginapan, lanjut ke Saung Barat untuk minum kelapa muda. Tapi guideku menyarankan untuk pergi ke Saung Selatan saja. Katanya, di Saung Selatan kelapa mudanya dipetik dari pohon kelapa yang tumbuh di pulau. Sedangkan di Saung Barat, kelapanya import dari Jabodetabek. 

Kayak padang ilalang di perbukitan, padahal dekat pantai

Mengayuh sepeda ke Saung Selatan, keluar masuk gang, lalu keluar dari perkampungan. Berpapasan dengan pesepeda lainnya. Melewati hamparan bunga Tapak Dara yang berkembang merah, juga hamparan ilalang. Ilalang? Sungguhan ilalang? Wow! Pingin koprol rasanya berjumpa ilalang. Siapa yang ga tahu kalau ilalang adalah tumbuhan favoritku? Bagaimana bisa ada ilalang di tempat seperti ini? Di tepi pantai, di daratan berpasir, aaaah….kecantikan Pulau Tidung seakan sempurna oleh kehadiran ilalang. 

 Hamparan bunga Tapak Dara

Berkelana dengan sepeda di padang ilalang

Roda sepedaku berderit-derit meniti jalanan berpasir. Terasa berat. Tapi ilalang seakan memberiku semangat. Aku terus mengayuh. Saung Selatan akhirnya di depan mata. Sebuah pondok kayu beratap rumbia. Di tepi pantai nan landai. Ada ayunan. Ada net voli pantai. Ada pohon kelapa dan pohon pinus yang berjejer tumbuh menghiasi tepian pantai. Ada tumpukan kelapa hijau. Ada angin segar menerpa wajah.

Es kelapa muda segar, obat haus yang mujarab

Di salah satu pondok, ada orang-orang berkumpul. Terhidang aneka makanan dan minuman di tengah-tengah mereka. Lalu terdengar seseorang memimpin membaca doa, juga menyebut sesuatu terkait acara mereka saat itu. Ternyata, baru saja berlangsung pertunangan antara dua sejoli. Woah! Bertunangan di tepi pantai, so romantic.
Slruuuuup....

Kalo jatuh nyebur ke laut

Pantai landai dan laut dangkal di Saung Selatan

Air kelapa muda membasahi tenggorokan. Segar dan manis rasanya. Beberapa anak kecil bermain pasir, ayunan, dan menaiki perahu. Pemandangan di Saung Selatan menyegarkan mata. Tenang sekali di tempat ini. Aku bersantai tenang. Melepas penat setelah jauh mengayuh sepeda. Mengumpulkan tenaga untuk snorkeling di jam dua siang.

Dari Snorkling Hingga Freediving
Perahu tradisional yang akan mengangkut peserta menuju lokasi snorkeling memuat 9-10 orang. Aku ada di antara mereka. Semuanya sumringah. Gembira berlayar dengan perahu kecil, menerjang ombak. Hempasan ombak membuat kami terkena cipratan air. Salah seorang mendadak mabuk, wajahnya pucat pasi, kepalanya pusing dan dia mual. Duh.
Yang topi biru mabok laut haha

Untung lokasi snorkeling ga jauh, jadi si ‘pemabuk’ ga lama-lama menderita. Lokasi snorkeling rupanya telah ramai. Perahu-perahu sudah banyak yang ‘parkir’. Sementara orang-orang mengambang di air, mengenakan life jacket warna seragam. Orange. 
Balapan ke lokasi snorkling sama cewek-cewek sebelah kamar

Air terlihat sangat jernih. Warnanya biru kehijauan. Terumbu karang dan ikan warna warni terlihat jelas dari permukaan. Masha Allah, kerennya! Aku ga sabar untuk turun ke air. Dengan tetap mengenakan busana tertutup plus kerudung, aku nyebur. Tanpa fin dan life jacket. Guideku takut aku tenggelam, dikiranya aku tak bisa renang. Hadeuuh..capek deh.

Selamat menikmati panorama bawah laut, tapi jangan injak terumbu karangnya ya

Baru beberapa saat snorkeling dan rasanya langsung ingin melonjak senang melihat keindahan bawah laut yang aku saksikan. Tapi saat itu yang ingin kulakukan adalah menjajal teknik freediving yang selama ini aku pelajari diam-diam. Perahu aku minta sedikit menjauh, ke tempat yang lebih dalam. Guideku setuju.

Aku bersiap menyelam bebas. Buku Love Journey yang sudah aku tutup rapat dengan plastik, aku bawa ke kedalaman. Ada misi khusus yang ingin kutuntaskan, yakni selebrasi atas terbitnya buku yang memuat salah satu tulisanku tentang pengalaman perdana diving di Tanjung Benoa Bali. Jadi, freediving ini untuk merayakan bukuku. Oh…. 

Selebrasi untuk buku Love Journey

Kebayang ga sih gimana orang cantik *mesti PD dong ya* menyelam di dasar laut cantik Pulau Tidung, sambil bawa buku, dan tetap sempurna menutup aurat? Ketika orang-orang menyelam dengan baju selam dan alat-alat selam, aku malah tetap mengenakan kerudung dan tanpa alat selam. Haha…belagu.

Tapi aku bukan penyelam professional. Lisensi pun tak punya. Hanya penyelam abal-abal dan amatiran. Hanya saja, aku punya sesuatu yang juga dimiliki oleh penggila olahraga selam lainnya, yakni keberanian. Itu saja. Ya, moga saja ada kesempatan berlatih dengan penyelam professional *ngarep Mbak Rianny Djangkaru membaca ini.  LOL.



Titisan bidadari laut mengatakan cinta pada isi dunia bawah laut

Inilah yang aku sebut puncak dari petualangan pulau, yakni berenang dan menyelam. Inilah kenapa aku tergila-gila pada pulau dan laut yang mengelilinginya, adalah karena aku bagai menemukan rumah idaman. Tempat asyik untuk menyatu dengan alam, menyatu dengan dunia laut dan seisinya.

Pulau Tidung tak pernah sia-sia untuk kudatangi. Panorama bawah lautnya memang mengundang decak kagum. Ke Pulau Tidung tanpa snorkeling dan diving, sayang banget.

Pusat Water Sport di Jembatan Cinta
Kawasan Pantai Tanjung Timur Pulau Tidung, di mana terdapat Jembatan Cinta yang menghubungkan Pulau Tidung besar dan Pulau Tidung Kecil, adalah kawasan terpadat dan tersibuk di Pulau Tidung. Aku membuktikannya siang itu, seusai snorkeling.
Lengkungan Jembatan Cinta yang disebut-sebut mirip lambang cinta

Sebagai pusat water sport di Pulau Tidung, kawasan ini sangat ramai. Banyak aktifitas yang bisa dilakukan di sini. Mulai dari snorkeling, jetski, banana boat, donuts boat, sofa boat, dan juga main canoe. Sunset dan sunrise dapat terlihat dari tempat ini. Amazing.



Sejak pagi hingga petang selalu ramai oleh wisatawan

Ke Pulau Tidung tanpa ke Jembatan Cinta itu ga afdol. Jembatan permanen yang bentuknya memanjang bengkok (ga lurus blas modelnya) menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Di jembatan ini banyak yang bisa dilakukan. Dari jembatan ini aku bisa menonton orang-orang bermain permainan air (seperti yang telah kusebutkan sebelumnya). Banana boat yang lalu lalang, ngebut di tarik jetski. Pada akhir permainan, para penumpang banana dijungkirbalikkan. Saat itulah terdengar jeritan yang mengundang tawa. 
Ingat...ingat...keep it clean

Dermaga Pantai Tanjung Timur - Pulau Tidung Besar (water sport area)

Yang paling menyenangkan adalah melihat orang-orang melompat dari ‘puncak’ jembatan (yang melengkung membentuk lambang cinta). Dari tempat itu orang-orang melompat dengan berani. Penonton ramai bertepuk tangan setiap kali ada yang melompat. Mengapresiasi keberanian yang ditontonkan. 
Diving sih oke, kalo lompat ga deh :D

Kapanpun waktunya, berjalan di atas Jembatan Cinta akan berkesan manis. Di sekitar jembatan, airnya sangat bening. Terumbu karang, ikan-ikan, bahkan landak laut pun terlihat dari permukaan. Tidak begitu dalam, hanya sekitar 2 meter saja. Bahkan di sekitar tudung jembatan yang berwarna biru, ada tangga untuk turun. Dan orang-orang bisa menginjak dasar air karena hanya setinggi lutut. Oh ya, tudung biru di jembatan itu ada dua. Tempat orang istirahat dan berteduh. Asyik duduk-duduk di bawahnya. Apalagi kalo sambil foto-foto narsis. Hidup deh gaya. Hehe 


Ayo uji adrenalin

Bagi kamu yang percaya mitos, ajak pasanganmu bergandeng tangan saat berjalan di atas Jembatan Cinta. Katanya nih, dengan begitu hubunganmu akan langgeng, dan bersatu selamanya. Ingin coba? Monggo.

Duduk, berdiri, dan berempat beda sendiri

1 dari 2 tudung biru yang terletak di tengah-tengah Jembatan Cinta

 
Panjang Jembatan Cinta hampir 1 kilometer

Malam Barbeque Full Hiburan
Ketika waktu magrib berlalu, makan malampun kelar disantap, acara barbeque dimulai. Tempat bakar ikan letaknya di depan penginapan, dekat bibir pantai, dengan latar belakang laut yang gelap. Api menyala, berpijar terang. Terlihat guideku bersama dengan guide tamu-tamu lainnya. Mereka bekerja sama.
1 porsi buat sendiri, mantaaaap

Di penginapanku ini ada rombongan para bapak dan ibu yang berusia lanjut. Ramai sekali. Mereka datang dan menginap di Pulau Tidung dalam rangka reuni. Entah reuni apa. Malam ini mereka menggelar ‘pesta’ dengan menyewa band pulau. Music dan lagu berdentum. Semarak. Lagu-lagu lawas yang mereka nyanyikan menghibur suasana. Aksi joget mereka mengundang rombongan anak muda yang ada di sebelah kamarku untuk ikut turun ‘melantai’. Mereka bergabung dengan para ibu bapak sepuh, memberi tepuk tangan, dan menyumbang lagu juga! Haha
Berdendang dan begadang di bawah langit berbintang

Sepiring ikan dan udang bakar diantarkan padaku. Aromanya lezat menelusup hidung. Semangkuk kecil sambal kecap jadi cocolannya. Woaah…ga pake lama itu ikan dan udang langsung aku nikmati dengan lahap.
Rombongan anak muda di kamar sebelah ga mau kalah ama yang tua

Di tepi pantai, menyantap ikan dan udang bakar, berteman debur ombak, angin kencang, dan juga langit berbintang, menjadi malam tak terlupakan di Pulau Tidung.

Berburu Sunrise
Pagi seusai salat subuh, orang-orang ramai mengayuh sepeda. Menuju arah yang sama, yakni Jembatan Cinta. Dari penginapan ke Jembatan Cinta, jaraknya sekitar 1 kilometer. Wow, ini kayuhan terjauhku di Pulau Tidung! Tapi tak apa, justru bikin badan sehat.
Kelayapan subuh-subuh

Alam raya masih gulita. Lampu-lampu rumah masih menyala terang. Gang yang aku lalui jadi sempit, saking ramainya orang bersepeda. Menyusuri perkampungan, melewati tepi pantai, bahkan jalanan sepi di luar perkampungan. Suasana remang-remang karena minimnya penerangan. Tapi karena aku ga sendiri, jadi tak merasa takut. Aman.
 Pulau Sepeda :D

Tenang mbak, ga ada yang bakal maling sepedanya
Langit perlahan mulai terang ketika aku tiba di parkiran Pantai Tanjung Timur. Astagaaaa…ribuan sepeda terparkir rapi di sebuah tanah lapang. Sangat banyak! Sepeda yang berjejer padat itu membuatku takjub. Ini benar-benar pulau sepeda. Ah, andai saja dimana pun hanya ada sepeda, betapa lengangnya jalan raya, betapa lapangnya lahan tersisa, betapa bersih dan segarnya udara. Ayo miliki dan pakai sepeda saja kemana-mana! Yuuuuk…

Jembatan Cinta dipadati wisatawan. Semua berjalan meniti jembatan, mencari tempat yang cocok untuk melihat matahari terbit. Wahai matahari, muncullah. Beri kegembiraan pada orang-orang yang menantimu. Daaaan…gerimiisss! Hahaha
Itu ritual menyambut matahari terbit?
Pagi itu mentari tak muncul. Harapan orang-orang pupus. Mungkin ada yang merasa kecewa. Tapi percayalah, kecewa itu pasti lekas sirna. Sebab, tak hanya mentari pagi yang bakal menjadi hiburan terindah di pagi itu. Pemandangan alam raya yang terlihat dari Jembatan Cinta masih banyak. Lihat saja, meski si bulat merah tak gagah berani muncul, tapi langit yang berada disekitar kemunculannya tetap memerah. Setelah melewati pukul 6, langit tetap benderang. Gerimispun usai. Saatnya menikmati hal lain.

 Menyeberangi jembatan menuju Pulau Tidung kecil

Di Pulau Tidung Kecil yang tak berpenghuni

Di ujung jembatan, ada Pulau Tidung Kecil. Orang-orang berjalan ke sana. Ada yang kemudian menyusuri setapak memasuki hutan alami yang hijau dan segar, ada pula yang mampir ke sebuah warung kecil untuk sarapan. Satu-satunya warung dan bangunan yang ada di Pulau Tidung Kecil. Selain itu, ga ada lagi. Puluhan orang mencari bangku dan meja, memesan secangkir teh/kopi panas, juga semangkuk mie instant rebus/goreng.
 Sebelum sarapan di penginapan, sarapan dulu di Pulau Tidung Kecil

Antri menanti pesanan sambil nonton laut :D

Udara pagi di Pulau Tidung Kecil begitu sejuk dan segar. Pemandangannya asri. Suasananya ramai tapi penuh keakraban. Pagi yang benar-benar menyehatkan.

Sampai Jumpa Lagi Pulau Tidung
Meskipun waktuku untuk tinggal di Pulau Tidung cukup singkat, namun pengalaman yang kudapatkan saat berada di pulau ini sanggup membuatku bertekat ingin kembali lagi suatu hari nanti. Tidak pernah ada kata puas untuk menikmati keindahan Pulau Tidung. Masih banyak sudut-sudut pulau yang belum aku jelajahi. Masih banyak panorama pulau yang aku lewatkan. Tidak semuanya selesai dalam hitungan 1-2 hari.

Pulau-pulau karang di sisi Pulau Tidung Kecil

Satu pulau saja sudah demikian mengesankan, bagaimana dengan pulau-pulau lainnya yang bertebaran di Kepulauan Seribu ya? Bisa makin mabuk aku dibuatnya. Oh, terima kasih Tuhan yang telah menganugerahkan pulau-pulau cantik dekat Jakarta.

Jika pulau padat penduduk seperti Pulau Tidung saja mampu memberikan kenikmatan pada pandangan dan rasa, maka pulau lainnya yang masih sepi bahkan masih perawan, pasti lebih ajib lagi. 

Panorama bawah laut Pulau Tidung 
(copas dari sumber ini : Hemed-Thora.com)

Bener kata Opay, sekali datang ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu, pasti ingin balik lagi dan lagi. Banyak petualangan seru dan tak terlupakan di sini.

Sebenarnya, panorama Pulau Tidung itu baik daratannya maupun bawah lautnya jauh lebih indah dari kata-kata dan gambar yang aku sajikan di sini. Maklum, aku tak fasih merangkai kata, dan juga kameraku cuma kamera apa adanya yang belum mampu memberi warna sesuai aslinya. Jadi, kalo penasaran dengan keindahan aslinya, silahkan datang dan lihat langsung.

So, buat kamu yang suka melancong, buat kamu pecinta wisata bahari, apalagi yang gemar berenang dan menyelam seperti aku (penyelam amatiran haha), datanglah ke Kepulauan Seribu. Ada banyak fasilitas yang bisa dinikmati di sini. Selain lokasinya dekat, harga yang terjangkau, juga dijamin bakal mendapat pengalaman yang seru.

Yuk, ke Kepulauan Seribu. Enjoy Jakarta ^_^


Kepulauan Seribu
(Sumber foto IniJakarta.com)