[Wonderful Indonesia] Berakhir Pekan Seru Di Pulau Tidung

Gugusan Pulau di Kepulauan Seribu


Dulu, aku belum yakin betul jika Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta itu benar-benar mempunyai daya tarik yang yahud. Biasanya cerita tentang wisata di Kepulauan Seribu hanya seperti selentingan saja di telingaku. Cukup kudengar sekilas tanpa ada keinginan untuk menggali informasi lebih dalam, apalagi sampai membuat urat melancongku mengencang.

Tetapi, ketika aku membaca artikel tentang Pulau Tidung di Indonesia.Travel yang berjudul : Pulau Tidung,weekend get-away in Jakarta's Thousand Islands, perhatianku teralihkan. Sajian informasi dan gambar-gambar yang aku lihat, membuatku tertarik. Ingin rasanya melihat langsung keindahan Pulau Tidung. Dan keinginan itu berhasil kuwujudkan pada April 2013 lalu. Sebenarnya aku malu karena selama ini Kepulauan Seribu itu bak gajah yang tak tampak di pelupuk mata, sedangkan Pulau Sabang dan Pulau Bali bak semut yang tampak di seberang lautan. Telah melanglang pergi ke pulau di ujung barat negeri hingga pulau di sebelah timur negeri, tapi pulau-pulau yang dekat dengan domisiliku di ujung barat pulau Jawa justru terlewati. Ini yang bikin aku malu.

Selain itu, sebagai penggemar wisata bahari yang tentunya sangat hobi pada aktifitas berenang dan menyelam, keberadaan pulau-pulau di Kepulauan Seribu telah membuatku bak menemukan ‘serpihan surga’ yang berjarak begitu dekat. Wow banget rasanya.

Berguna nih buat wisatawan yang baru tiba

Dari berbagai situs wisata yang aku baca di internet, ada beberapa pulau yang paling populer sebagai destinasi wisata favorit di Kepulauan Seribu, seperti Pulau Tidung (pulau terluas di Kepulauan Seribu), Pulau Pramuka (Ibukota Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu), Pulau Pari, Pulau Bidadari, Pulau Kotok, dan Pulau Pelangi.

Dari pulau-pulau populer itu, pilihanku jatuh pada Pulau Tidung. Pesona Jembatan Cinta yang membuatku jatuh cinta. Ok, ini berarti Pulau Tidung menjadi pulau pertama yang akan aku jelajahi di Kepulauan Seribu.  

Bagaimana cara ke Pulau Tidung? Menginap di mana? Makan apa? Berapa biayanya? Semua informasi itu dengan mudah bisa kudapatkan dari internet. Karena aku ga mau repot, pun ini adalah pengalaman pertama ke Kepulauan Seribu, jadi aku menggunakan jasa travel. Ada banyak travel agent yang menawarkan wisata Pulau Tidung. Tinggal pilih mana yang sreg di hati. Soal harga cukup kompetitif. Kalau ingin murah, ajak teman bareng sebanyak mungkin. Makin rame makin murah. Meriah pula.


Contoh harga paket wisata Pulau Tidung dari situs http://www.wisatapulautidung.com/

Mahalkah wisata ke Pulau Tidung? Relatif. Tapi kalau mau bikin perbandingan, coba bandingkan jika berwisata ke pulau lain yang letaknya jauh dari Jakarta (karena aku tinggal di Jabodetabek). Anggaplah ke Pulau Tidung paling mahal kita ambil paket 500.000/pax (all in). Nah, jika kita pergi ke Pulau Sabang, Pulau Bangka Belitung, Pulau Bali, dan Pulau Lombok, harga itu saja belum tentu cukup untuk membayar tiket pergi. So, buat kita-kita yang gila petualangan pulau, jangan sampai melewatkan pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Selain dekat, murah pula.

FYI, paket Rp 500.000 per hari per orang itu sudah termasuk Kapal PP dari Muara Angke-Pulau Tidung, makan 3x sehari, penginapan, kapal untuk snorkeling, snorkeling (berikut perlengkapannya), guide, barbeque, dan sepeda. Paket oke banget itu langsung aku sambar. Duaarrr!

Ada 2 opsi cara menuju Pulau Tidung. Pertama, dengan speed boat. Berangkat dari dermaga Marina Ancol. Selain kapalnya bagus dan berkelas, waktu yang ditempuh juga lebih cepat. Hanya 1 jam. Cara kedua dengan naik kapal ferry. Kapal kayu yang ditenagai engine diesel V-8 ini waktu tempuhnya sekitar 2,5 jam. Berangkat dari dermaga Muara Angke. 
Kalo ga menderita mabuk laut dan lebih suka menikmati perjalanan ketimbang buru-buru sampai tujuan, ya mending naik kapal ferry. Selisih harganya juga lumayan, sekitar Rp 300.000,- kalo naik speed boat. Sesuai dengan fasilitas dong ya. 

Kapal di dermaga Muara Angke

 Melancong rame-rame
 
Penyeberangan selama 2,5 jam di atas lautan tak terasa. Kapalpun berlabuh di dermaga Pulau Tidung. Nampak pemandangan Pulau Tidung Besar yang di hiasi pohon-pohon kelapa. Pantainya yang berpasir putih, berkilau di terpa sinar matahari. Sementara air laut yang ada disekelilingnya berwarna biru kehijauan. Melihat semua itu, rasanya aku ingin melonjak-lonjak senang. 

Di dermaga, suasananya padat sekali. Penumpang yang baru saja tiba, seperti menyemut. Setiap orang mesti antri keluar dari kapal. Dalam perkiraanku jumlah mereka ratusan bahkan mungkin ribuan orang. Maklum, ini weekend. Sebegini ramai, menandakan Pulau Tidung sangat popular di kalangan wisatawan. Beruntung aku menjadi bagian dari mereka yang menjejakkan kaki di pulau ini.

Wisatawan membludak di dermaga Pulau Tidung

Guide yang sudah disiapkan travel, sudah menanti di dermaga. Seorang laki-laki yang ramah. Katanya, dia asli anak Pulau Tidung. Kulitnya mengkilat kehitaman. Matanya merah. Pertanda banyak berjemur dan berada di dalam air. Khas anak pulau. Sang guide langsung mengantar ke penginapan. Penginapanku terletak di perkampungan. Jaraknya sekitar 1 kilometer dari dermaga. Aku berjalan kaki menuju ke sana sambil menggendong Tiara, si Eiger Woman yang padat oleh baju, makanan, minuman, dan aneka charger.

Di Pulau Tidung ga ada mobil. Alat transportasi yang biasa digunakan adalah bentor (becak motor), motor, dan sepeda. Jalan umum yang biasa digunakan untuk lalu lalang, lebarnya kurang dari 4 meter. Lebih mirip gang. 

Bentor (becak motor)


Rumah pedagang souvenir pulau

Penduduk di perkampungan Pulau Tidung ini padat. Rumah tinggal mereka rapat-rapat. Ada yang semata rumah tinggal, ada juga yang menjadikannya rumah dagang, rumah makan, tempat penyewaan alat snorkeling, dan bahkan juga penginapan. 

Kantor Lurah letaknya tak jauh dari dermaga. Tak jauh dari kantor lurah terdapat fasilitas kesehatan publik yakni Puskesmas. Sarana pendidikan dari SD, SMP hingga SMU juga tersedia di pulau kecil ini. Saat mencoba berinteraksi dengan dua hingga tiga penduduk kampung, aku mendapat respon yang baik. Mereka juga informative. Setiap pertanyaan bisa dijawab dengan jelas. 

Kantor Lurah

Salah satu SD

Perkampungan

Yang paling mencolok di sepanjang gang yang aku lalui adalah keberadaan sepeda. Ratusan sepeda. Eh bukan ratusan, barangkali jumlahnya mencapai ribuan. Ya, ada banyak sekali sepeda di pulau ini. Di rumah-rumah, di penginapan-penginapan, di gang-gang, di pantai, dan di mana pun. Sepertinya sepeda malah lebih banyak dari jumlah penduduk pulau. Bahkan jika ditambah wisatawan yang datang pun, tetap lebih banyak sepedanya.

Di Pulau Tidung tidak ada hotel, kelas melati sekalipun. Adanya homestay. Nah, aku belum pernah menginap di homestay, jadi aku tak tahu akan seperti apa kondisinya nanti.

Aku melihat ada penginapan serupa losmen. Bangunannya bertingkat. Kamarnya berjejer dengan pintu outdoor. Letaknya persis di tepi pantai. Ada banyak homestay di sepanjang gang yang aku lalui dan semuanya terisi.

Lalu seperti apa homestayku? Ternyata mirip rumah kos. Kamar-kamarnya berjejer di bawah satu atap. Pintunya sama-sama menghadap ke pantai. Jaraknya dengan bibir pantai sekitar 10meter. Jika keluar dari pintu, yang terinjak adalah pasir. Bila malam, deru angin dan debur ombak seakan berada di balik pintu. Ribut sekali.


homestay

Kamar homestay

Kondisi kamarku cukup baik. Ada kamar mandi dalam (tanpa shower, hot water, dan bathup tentunya ya hehe), TV, 1 kasur tanpa ranjang + dua kasur kecil sebagai tambahan, dispenser, dan sebuah tempat jemuran. Tak ada meja dan kursi untuk makan. Makanan dihidangkan di atas lantai (beralas koran). Kalo mau makan di atas meja+bangku, ke halaman depan saja. Di atas pasir ada meja dan kursi kayu, beratap pohon rindang. Makan pasti terasa nikmat, soalnya sembari dihembus angin laut. Adem. 

Spesialnya, pantai di depan homestayku bagus. Aman untuk mandi dan berenang. Ada sih karangnya tapi gak banyak. Pun, pasirnya juga bersih dan berwarna putih. Menginap di sini bak punya pantai pribadi, sebab orang luar (penduduk kampung maupun tamu dari homestay lain) tak punya akses ke pantai ini. So, berasa banget privasinya. 

Soal makanan (makan siang, malam dan pagi), menunya standard, rasanya lumayan. Mbak penjaga sekaligus pelayan tamu homestay senantiasa tepat waktu mengantar makanan. Sampah dan kotoran juga ga pernah dibiarkan lama-lama mengganggu pemandangan dan penciuman. Meskipun sederhana, tapi homestaynya nyaman. 

Meja makan depan penginapan

Pantai di depan penginapan

Nah, di Pulau Tidung ini, tersedia banyak sekali sepeda untuk para wisatawan. Model sepedanya seragam. Jenis sepeda wanita. Ada keranjangnya. Sepeda untuk laki-laki maupun perempuan, semuanya sama. Dengan sepeda inilah aku pergi kemana-mana. Ke Jembatan Cinta, ke Saung Selatan, ke Pulau Tidung Kecil, dan bahkan keliling perkampungan. Asyik banget. Yang seru saat mengejar sunrise, selepas Subuh langsung mengayuh sepeda. Jauh banget. Ada kali 1 kilo hehe. Lumayan olahraga.


Sepeda dipenginapanku cantik-cantik

Di hari pertama, seusai makan siang di penginapan, kami pergi ke Saung Barat untuk minum kelapa muda. Tapi guideku menyarankan untuk pergi ke Saung Selatan saja. Katanya, di Saung Selatan kelapa mudanya dipetik dari pohon kelapa yang tumbuh di pulau. Sedangkan di Saung Barat, kelapanya import dari Jabodetabek. 

Siang-siang panas mengayuh sepeda ke Saung Selatan. Keluar masuk gang, lalu keluar dari perkampungan. Berpapasan dengan pesepeda lainnya. Melewati hamparan bunga Tapak Dara yang berkembang merah, juga hamparan ilalang. Ilalang? Sungguhan ilalang? Wow! Pingin koprol rasanya berjumpa ilalang. Siapa yang ga tahu kalau ilalang adalah tumbuhan favoritku? Bagaimana bisa ada ilalang di tempat seperti ini? Di tepi pantai, di daratan berpasir, aaaah….kecantikan Pulau Tidung seakan sempurna oleh kehadiran ilalang.

Hamparan ilalang di sepanjang jalan

 Hamparan bunga Tapak Dara

Berkelana dengan sepeda di padang ilalang

Roda sepedaku berderit-derit meniti jalanan berpasir. Terasa berat. Tapi ilalang seakan memberiku semangat. Aku terus mengayuh. Saung Selatan akhirnya di depan mata. Sebuah pondok kayu beratap rumbia. Di tepi pantai nan landai. Ada ayunan. Ada net voli pantai. Ada pohon kelapa dan pohon pinus yang berjejer tumbuh menghiasi tepian pantai. Ada tumpukan kelapa hijau. Ada angin segar menerpa wajah. 

Di salah satu pondok, ada orang-orang berkumpul. Terhidang aneka makanan dan minuman di tengah-tengah mereka. Lalu terdengar seseorang memimpin membaca doa, juga menyebut sesuatu terkait acara mereka saat itu. Ternyata, baru saja berlangsung pertunangan antara dua sejoli. Woah! Bertunangan di tepi pantai, so romantic.

Air kelapa muda membasahi tenggorokan. Segar dan manis rasanya. Beberapa anak kecil bermain pasir, ayunan, dan menaiki perahu. Pemandangan di Saung Selatan menyegarkan mata. Tenang sekali di tempat ini. Aku bersantai tenang. Melepas penat setelah jauh mengayuh sepeda. Mengumpulkan tenaga untuk snorkeling di jam dua siang. 

Es kelapa muda segar

Slruuuuup....

Main ayunan

Pantai landai dan laut dangkal di Saung Selatan

Usai minum kelapa muda, lanjut snorkeling. Terik gini snorkeling? Wow banget deh. Kami bersiap berangkat ke pulau kecil. Naik perahu tradisional yang mampu mengangkut 9-10 peserta. Kami bareng peserta lainnya. Rame. Wajah-wajah sumringah, gembira berlayar dengan perahu kecil, menerjang hempasan ombak. Salah seorang peserta laki-laki mendadak mabuk, wajahnya pucat pasi, kepalanya pusing dan dia mual. Duh!

Untung lokasi snorkeling ga jauh, jadi si ‘pemabuk’ ga lama-lama menderita. Kasihan liatnya. Lokasi snorkeling rupanya telah ramai. Perahu-perahu sudah banyak yang ‘parkir’. Sementara orang-orang mengambang di air, mengenakan life jacket warna seragam. Orange.
Yang topi biru mabok laut haha

Balapan ke lokasi snorkling sama cewek-cewek sebelah kamar

snorkeling

Air terlihat sangat jernih. Warnanya biru kehijauan. Terumbu karang dan ikan warna warni terlihat jelas dari permukaan. Masha Allah, kerennya! Aku ga sabar untuk turun ke air. Dengan tetap mengenakan busana tertutup plus kerudung, aku nyebur. Tanpa fin dan life jacket. Guideku takut aku tenggelam, dikiranya aku tak bisa renang. Hadeuuh..belum tahu dia.

Baru beberapa saat snorkeling dan rasanya langsung ingin melonjak senang melihat keindahan bawah laut yang aku saksikan. Tapi saat itu yang ingin kulakukan adalah menjajal teknik freediving yang selama ini aku pelajari diam-diam. Perahu aku minta sedikit menjauh, ke tempat yang lebih dalam. Guideku setuju.

Aku bersiap menyelam bebas. Buku Love Journey yang sudah aku tutup rapat dengan plastik, aku bawa ke kedalaman. Jadi ceritanya, sambil snorkeling, sambil mau selebrasi atas terbitnya buku yang memuat salah satu tulisanku tentang pengalaman perdana diving di Tanjung Benoa Bali. Jadi, freedivingini untuk merayakan bukuku hehe.

Selebrasi untuk buku Love Journey

Kebayang ga sih gimana orang cantik menyelam di dasar laut cantik Pulau Tidung, sambil bawa buku, dan tetap sempurna menutup aurat? Kebayang dong ya hehe

Tapi aku bukan penyelam professional. Lisensi pun tak punya. Hanya penyelam amatiran. Hanya saja, aku punya sesuatu yang juga dimiliki oleh penggila olahraga selam lainnya, yakni keberanian. Itu saja. 



freediving

Inilah yang aku sebut klimaks dari petualangan pulau, berenang dan menyelam. Bagai menemukan rumah idaman. Tempat asyik untuk menyatu dengan alam, menyatu dengan indahnya dunia laut dan seisinya.

Ah, menyenangkan sekali.

Berada di dalam air selalu membuat lupa waktu. Dua jam terasa begitu singkat. Saatnya untuk istirahat, lanjut ke jadwal berikutnya. Main di Jembatan Cinta! Perahu meluncur membawa kami ke kawasan Pantai Tanjung Timur Pulau Tidung, di mana terdapat Jembatan Cinta yang menghubungkan Pulau Tidung besar dan Pulau Tidung Kecil. Sebuah kawasan terpadat dan tersibuk di Pulau Tidung. 

Sebagai pusat water sport di Pulau Tidung, kawasan ini sangat ramai. Banyak aktifitas yang bisa dilakukan di sini. Mulai dari snorkeling, jetski, banana boat, donuts boat, sofa boat, dan juga main canoe. Sunset dan sunrise dapat terlihat dari tempat ini. Amazing.
Lengkungan Jembatan Cinta yang disebut-sebut mirip lambang cinta


water sport center

Ke Pulau Tidung tanpa ke Jembatan Cinta itu ga afdol. Jembatan permanen yang bentuknya memanjang bengkok (ga lurus blas modelnya) menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Di jembatan ini banyak yang bisa dilakukan. Dari jembatan ini aku bisa menonton orang-orang bermain permainan air (seperti yang telah kusebutkan sebelumnya). Banana boat yang lalu lalang, ngebut di tarik jetski. Pada akhir permainan, para penumpang banana dijungkirbalikkan. Saat itulah terdengar jeritan yang mengundang tawa. 
Ingat...ingat...keep it clean

Dermaga Pantai Tanjung Timur - Pulau Tidung Besar (water sport area)

Yang paling menyenangkan adalah melihat orang-orang melompat dari ‘puncak’ jembatan (yang melengkung membentuk lambang cinta). Dari tempat itu orang-orang melompat dengan berani. Penonton ramai bertepuk tangan setiap kali ada yang melompat. Mengapresiasi keberanian yang ditontonkan. 
Diving sih oke, kalo lompat ga deh :D

Kapanpun waktunya, berjalan di atas Jembatan Cinta akan berkesan manis. Di sekitar jembatan, airnya sangat bening. Terumbu karang, ikan-ikan, bahkan landak laut pun terlihat dari permukaan. Tidak begitu dalam, hanya sekitar 2 meter saja. Bahkan di sekitar tudung jembatan yang berwarna biru, ada tangga untuk turun. Dan orang-orang bisa menginjak dasar air karena hanya setinggi lutut. Oh ya, tudung biru di jembatan itu ada dua. Tempat orang istirahat dan berteduh. Asyik duduk-duduk di bawahnya. Apalagi kalo sambil foto-foto narsis. Hidup deh gaya. Hehe 


Uji adrenalin

Bagi kamu yang percaya mitos, ajak pasanganmu bergandeng tangan saat berjalan di atas Jembatan Cinta. Katanya nih, dengan begitu hubunganmu akan langgeng, dan bersatu selamanya. Ingin coba? Monggo.

Duduk, berdiri, dan berempat beda sendiri

1 dari 2 tudung biru yang terletak di tengah-tengah Jembatan Cinta

 
Panjang Jembatan Cinta hampir 1 kilometer

Ketika waktu magrib berlalu, makan malampun kelar disantap, acara barbeque dimulai. Tempat bakar ikan letaknya di depan penginapan, dekat bibir pantai, dengan latar belakang laut yang gelap. Api menyala, berpijar terang. Terlihat guideku bersama dengan guide tamu-tamu lainnya. Mereka bekerja sama.
1 porsi buat sendiri, mantaaaap

Di penginapanku ini ada rombongan para bapak dan ibu yang berusia lanjut. Ramai sekali. Mereka datang dan menginap di Pulau Tidung dalam rangka reuni. Entah reuni apa. Malam ini mereka menggelar ‘pesta’ dengan menyewa band pulau. Music dan lagu berdentum. Semarak. Lagu-lagu lawas yang mereka nyanyikan menghibur suasana. Aksi joget mereka mengundang rombongan anak muda yang ada di sebelah kamarku untuk ikut turun ‘melantai’. Mereka bergabung dengan para ibu bapak sepuh, memberi tepuk tangan, dan menyumbang lagu juga! Haha 

Sepiring ikan dan udang bakar diantarkan padaku. Aromanya lezat menelusup hidung. Semangkuk kecil sambal kecap jadi cocolannya. Woaah…ga pake lama itu ikan dan udang langsung aku nikmati dengan lahap. 

Di tepi pantai, menyantap ikan dan udang bakar, berteman debur ombak, angin kencang, dan juga langit berbintang, menjadi malam tak terlupakan di Pulau Tidung.


Berdendang dan begadang di bawah langit berbintang
Rombongan anak muda di kamar sebelah ga mau kalah ama yang tua

Pagi seusai salat subuh, orang-orang ramai mengayuh sepeda. Menuju arah yang sama, yakni Jembatan Cinta. Dari penginapan ke Jembatan Cinta, jaraknya sekitar 1 kilometer. Wow, ini kayuhan terjauhku di Pulau Tidung! Tapi tak apa, justru bikin badan sehat. 

Alam raya masih gulita. Lampu-lampu rumah masih menyala terang. Gang yang aku lalui jadi sempit, saking ramainya orang bersepeda. Menyusuri perkampungan, melewati tepi pantai, bahkan jalanan sepi di luar perkampungan. Suasana remang-remang karena minimnya penerangan. Tapi karena aku ga sendiri, jadi tak merasa takut. Aman. 

Kelayapan subuh-subuh

 
Parkiran sepeda di area water sport

Langit perlahan mulai terang ketika aku tiba di parkiran Pantai Tanjung Timur. Astagaaaa…ribuan sepeda terparkir rapi di sebuah tanah lapang. Sangat banyak! Sepeda yang berjejer padat itu membuatku takjub. Ini benar-benar pulau sepeda. Ah, andai saja dimana pun hanya ada sepeda, betapa lengangnya jalan raya, betapa lapangnya lahan tersisa, betapa bersih dan segarnya udara. Ayo miliki dan pakai sepeda saja kemana-mana! Yuuuuk…

Jembatan Cinta dipadati wisatawan. Semua berjalan meniti jembatan, mencari tempat yang cocok untuk melihat matahari terbit. Wahai matahari, muncullah. Beri kegembiraan pada orang-orang yang menantimu. Daaaan…gerimiisss! Hahaha 


Itu ritual menyambut matahari terbit? 

Pagi itu mentari tak muncul. Harapan orang-orang pupus. Mungkin ada yang merasa kecewa. Tapi percayalah, kecewa itu pasti lekas sirna. Sebab, tak hanya mentari pagi yang bakal menjadi hiburan terindah di pagi itu. Pemandangan alam raya yang terlihat dari Jembatan Cinta masih banyak. Lihat saja, meski si bulat merah tak gagah berani muncul, tapi langit yang berada disekitar kemunculannya tetap memerah. Setelah melewati pukul 6, langit tetap benderang. Gerimispun usai. Saatnya menikmati hal lain.

 Menyeberangi jembatan menuju Pulau Tidung kecil

Di Pulau Tidung Kecil yang tak berpenghuni

Di ujung jembatan, ada Pulau Tidung Kecil. Orang-orang berjalan ke sana. Ada yang kemudian menyusuri setapak memasuki hutan alami yang hijau dan segar, ada pula yang mampir ke sebuah warung kecil untuk sarapan. Satu-satunya warung dan bangunan yang ada di Pulau Tidung Kecil. Selain itu, ga ada lagi. Puluhan orang mencari bangku dan meja, memesan secangkir teh/kopi panas, juga semangkuk mie instant rebus/goreng. 

Udara pagi di Pulau Tidung Kecil begitu sejuk dan segar. Pemandangannya asri. Suasananya ramai tapi penuh keakraban. Pagi yang benar-benar menyehatkan. 

 sarapan di Pulau Tidung Kecil

Sarapan sambil menanti sunrise

Sampai Jumpa Lagi Pulau Tidung
Meskipun waktuku untuk tinggal di Pulau Tidung cukup singkat, namun pengalaman yang kudapatkan saat berada di pulau ini sanggup membuatku bertekat ingin kembali lagi suatu hari nanti. Tidak pernah ada kata puas untuk menikmati keindahan Pulau Tidung. Masih banyak sudut-sudut pulau yang belum aku jelajahi. Masih banyak panorama pulau yang aku lewatkan. Tidak semuanya selesai dalam hitungan 1-2 hari.

Pulau-pulau karang di sisi Pulau Tidung Kecil

Satu pulau saja sudah demikian mengesankan, bagaimana dengan pulau-pulau lainnya yang bertebaran di Kepulauan Seribu ya? Bisa makin mabuk aku dibuatnya. Oh, terima kasih Tuhan yang telah menganugerahkan pulau-pulau cantik dekat Jakarta.

Jika pulau padat penduduk seperti Pulau Tidung saja mampu memberikan kenikmatan pada pandangan dan rasa, maka pulau lainnya yang masih sepi bahkan masih perawan, pasti lebih ajib lagi. 

Panorama bawah laut Pulau Tidung 
(copas dari sumber ini : Hemed-Thora.com)

Bener kata temanku, sekali datang ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu, pasti ingin balik lagi dan lagi. Banyak petualangan seru dan tak terlupakan di sini.


Buat kamu yang mendadak bergairah ingin ke Pulau Tidung, tolong gairahkan juga semangat untuk menjaga lingkungan ya. Ada pemandangan yang cukup mengganggu yang saya lihat di Pulau Tidung ini, yaitu sampah. Di perkampungan banyak sampahnya. Tepian pantai di sekitar perkampungan itu terlihat kotor sekali. Tumpukan sampah rumah bertebaran karena tidak ada tempat khusus untuk pembuangan sampah. Kalau di area water sport center cukup terjaga. Jangan buang sampah ke laut ketika di kapal, jangan buang sampah sembarangan ketika di pulau. Sayang kan pulau bagus-bagus tapi banyak sampahnya. 

Sebagai harapan, moga di masa mendatang jumlah penginapan di Pulau Tidung dapat bertambah agar dapat menampung lebih banyak lagi wisatawan yang datang. Tak hanya soal jumlah, tetapi juga dari segi fasilitas, agar lebih menarik dan memberi kenyamanan maksimal untuk para wisatawan. Tempat kuliner juga semoga lebih banyak lagi dan lebih bervariasi.

Dan buat kamu yang suka melancong, buat kamu pecinta wisata bahari, apalagi yang gemar berenang dan menyelam, datanglah ke Kepulauan Seribu. Ada banyak petualangan yang bisa dinikmati di sini. Selain lokasinya dekat, harga yang terjangkau, juga dijamin bakal mendapat pengalaman yang seru.

Wonderful Indonesia.

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

2 komentar

  1. Ah jadi merindu tidung, dah lama banget ngak kesana. Dulu sepi banget dan asri tapi sekarang rame nya minta ampun yaaaa :-)

    BalasHapus
  2. Iya, Mas. Rame banget. Makin padat saja liatnya. Sampahnya juga :D

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!