[Lombok] Indahnya Negeri, Indahnya Berbagi



Assalamu'alaikum Wr Wb  
Ada point lebih yang aku dapati di komunitas muslimah backpacker selain jalan-jalan dan silaturahmi, yaitu adanya aksi berbagi. MB memang bukan sebuah komunitas yang hanya mengakomodir para anggotanya (para muslimah) untuk berjalan (backpackeran), mengenal dan melihat keindahan alam ciptaanNya saja, tetapi juga mengajak dan menggerakan para anggota untuk melakukan aksi peduli dalam bentuk berbagi. Aksi yang bukan saja dilakukan saat adanya trip tetapi juga saat ada moment-moment tertentu, misalnya seperti di bulan Ramadhan, Hari Raya Qurban, maupun saat terjadi peristiwa bencana. 


Tiba di Gili Sudak
 (foto oleh mbak Andrie)

Ini point penting yang menurutku bagus sekali. Gairah bersenang-senang semestinya memang diiringi pula dengan gairah berbagi kasih dan rejeki. Berbagi adalah wujud peduli. Wujud peduli yang bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik dalam bentuk materi maupun moril. Peduli yang tak hanya ditujukan pada sesama, tetapi juga pada lingkungan. Dimanapun itu. Dan MB memiliki itu.

Trip ke Lombok pada 16-20 Oktober lalu bukanlah trip pertama MB, tetapi ini menjadi trip pertamaku sejak aku bergabung di MB. Di Lombok hendak berbagi apa dan kemana? Dari itirerary yang dibuat, dijelaskan bahwa kami akan menyumbangkan Al- Quran dan buku-buku bacaan untuk anak-anak yang tinggal di kaki gunung Rinjani. Di salah satu sembalun.

Books for mountain. Taglinenya begitu. Sama seperti yang dilakukan MB saat mengadakan trip ke kawasan Gunung Bromo pada bulan-bulan sebelumnya. Waktu itu para peserta trip juga bawa-bawa buku untuk disumbangkan ke sebuah perpustakaan desa di kaki gunung Bromo.


Bagi-bagi snack

Sebuah aksi nyata yang membuatku terharu. Meskipun waktu itu aku tak ikut ambil bagian, tapi aku mencatatnya. Dan sekarang, aksi berbagi dalam trip Lombok ini tentu saja membuat antusiasmeku melonjak naik. Walau aku bukan seorang dermawan, apalagi yang rajin betul berbagi, aku selalu mendukung kegiatan seperti ini. Ini bagian dari ciri muslimah.

Berjalan sambil berbagi, kenapa tidak? 
Ketika di Lombok, baksos yang semula direncanakan akan dilakukan di sebuah desa di kaki Gunung Rinjani, ternyata mesti diubah karena sesuatu dan lain hal. Lokasi baksos dipindahkan ke Gili Sudak, sebuah pulau kecil yang terletak di seberang desa Sekotong, Lombok Barat. Ok, buatku pribadi itu tak masalah. Yang penting tujuan utamanya tetap terlaksana. Paling taglinenya berubah menjadi "Books For Beach". Tagline semauku itu.


 
 Bagi-bagi buku tulis

Jumat, 18 Oktober 2013
Langit pagi hari ini begitu cerah. Secerah suasana hatiku yang akan merasakan snorkeling di Gili Nanggu, Gili Sudak, dan Gili Kedis. Oh iya, hari ini bukan hanya jadwal untuk snorkeling, tetapi juga jadwal untuk baksos. Jadi, kami tak hanya akan bersenang-senang menikmati keindahan bawah laut gili-gili cantik itu, melainkan juga menikmati kebersamaan dengan anak-anak dari Desa Sekotong yang akan menerima sumbangan buku dan Al-Quran dari kami.

Pagi hari di awali dengan snorkeling di Gili Nanggu, siangnya baru bergerak pindah ke Gili Sudak. Kalau menurut rencana semula, di Gili Sudak ini, baksos akan diadakan pada petang hari. 

Sewaktu tiba di Gili Sudak, yang pertama nampak oleh pandanganku tentu saja keberadaan anak-anak yang bermain di tepi pantai. Tak ada sangka apapun jika anak-anak itulah nantinya yang akan kami temui. Aku hanya mengira bahwa mereka adalah kumpulan anak-anak dari sebuah madrasah yang baru pulang belajar. Seragam yang dikenakan sebagian dari anak-anak itu yang membuatku mengira begitu.

Perahu yang kami tumpangi, ditambatkan tak jauh dari sebuah pondok kecil yang di dalamnya terdapat ibu-ibu yang sedang duduk. Ibu-ibu pulau. Hmm...pikirku ini pulau ternyata ramai juga ya. Aku sempat bertanya pada mas Heri (guide snorkeling kami), apa pulau ini ada penghuninya? Aku tak tahu jawabannya. Bukan tak diberitahu, tapi karena aku lupa hehe. Tak kulihat ada bangunan rumah di sekitarnya. Hanya ada bangunan rumah makan. Di rumah makan itu kulihat beberapa bule sedang makan. Barangkali saja ada rumah, tapi entah di mana.

Yang menjadi penghubung MB dengan anak-anak yang akan menerima sumbangan kami adalah Duta. Siapa Duta? Duta adalah temannya Lalu Abdul Fatah. Fatah ini teman mayaku (yang mewujud nyata) sejak ngeblog di Multiply. Dia juga teman satu bukuku di Love Journey : Ada Cinta di Tiap Perjalanan. Duta dan Fatah adalah admin Grup Lombok Backpacker (LB), tempat dimana aku adalah salah satu membernya. Sekian perihal Duta.  

Para ibu

Duta bukan sosok yang asing di tempat ini. Dia sudah sering datang, bertemu, dan membantu anak-anak ini bersama teman-temannya. Bukan hanya teman-teman lokalnya, tetapi juga teman-temannya di grup LB (karena aku pernah beberapa kali melihat foto-fotonya). Jadi siang itu, kami menunggu kedatangan Duta yang sedang Jumatan di desa seberang. Waktu menunggu kumanfaatkan untuk berenang dan snorkeling. Tapi ternyata rasa dingin yang bikin aku menggigil (karena sebelumnya snorkeling di Gili Nanggu), membuatku urung. Akhirnya aku cuma menonton Zahra, Lestari, Gita, dan Ikha yang snorkeling ditemani oleh mas Heri.

Tak terlalu lama, aku dan Citra kembali ke tempat semula. Rupanya Duta sudah datang. Acara baksos baru saja dimulai. Dan aku terkejut, ternyata anak-anak yang kukira dari madrasah tadi ternyata adalah anak-anak yang akan kami temui. Pantas saja, suara mereka yang tadi hiruk pikuk, kini sudah lenyap. Tenang. Rupanya mereka telah berkumpul di dekat sebuah pondok.

Dari ceritanya mbak Fathia, katanya ketika Duta datang, anak-anak itu menyambutnya dengan antusias. Ibu-ibu mereka (ternyata ibu-ibu yang duduk di pondok itu adalah  ibu-ibunya si anak-anak) berteriak menyuruh anak-anaknya menyambut Duta. Dalam bahasa Sasak, mungkin artinya seperti ini: "Hai sini... itu kak Duta. Ayo sambut tamu." 
Anak-anak itu lalu mengerubungi Duta. Mereka lalu duduk di atas pasir. Begitu saja. Dan...bisa kubayangkan bagaimana antusiasnya anak-anak itu. Itu pertanda, Duta sudah sering datang untuk  anak-anak itu.



Di pondok, bersama buku-buku dan Al-Quran dari MBers


Sebelum acara pembagian buku dimulai, acara didahului dengan kata sambutan dari mbak Ima selaku founder MB. Selain itu acara juga diisi dengan tausiyah singkat dari bu Imas. Alhamdulillah sekali Ibu Imas ikut serta dalam trip ini. Kehadiran beliau di tengah kami sudah kami (khususnya saya pribadi) anggap seperti ibu kami. Di acara pemberian sumbangan ini, beliau tak hanya memberi tausiyah, tetapi juga menceritakan tentang budi pekerti Rasulullah SAW dihadapan anak-anak itu. 

Mbak Fathia pun ikut kebagian mengisi acara. Beliau diminta membuat semacam kuis. Bagi anak-anak yang bisa menjawab, akan diberi hadiah. Kuis pertama, Mbak Fathia meminta pada anak-anak untuk menyanyikan lagu khas daerahnya. Tapi anak-anak itu malah berpandangan dengan bingung. Mbak Fathia mungkin berfikir jangan-jangan mereka tidak tahu, akhirnya diubah, lalu anak-anak itu diminta menyanyikan lagu hari merdeka. Syukurnya mereka bisa. 

Anak-anak itu pun bernyanyi, kami juga ikut bernyanyi. Semuanya bersemangat. Ada keharuan dalam hati. Tentu saja. Bagaimana tidak, suara kami yang walau tidak seindah suara Kikan (ex vokalis Coklat), terdengar membahana di pulau kecil itu. Andai ada Ari dan Nia Sihasale, mungkin kami sudah direkamnya. Dijadikan adegan sebuah film tentang anak-anak pulau. Dan pastinya aku jadi bintang utamanya, si penyanyi dangdut yang banting setir jadi penyanyi lagu perjuangan. Bah.

 Ibu Imas sedang bercerita tentang budi pekerti Rasulullah 


Setelah bernyanyi dengan semangat 45, Bu Imas lalu meminta anak-anak itu untuk membaca surah Al Fatihah dan surah-surah pendek lainnya. Alhamdulillah mereka hapal. Untung bukan aku yang disuruh ya, soalnya surah-surah pendek juz amma aku ga hapal. Tapi aku ga kuatir, sebab dalam ranselku sudah sedia juz amma mini yang siap dibaca dengan lantang jika diminta. Eh aku bukan anak-anak itu ya? Ya ampun, kenapa harus cemas ya. Malu ih. Ketahuan ga banyak hafal surah-surah pendek. Ah masa? Ga ding.

Ketika mbak Fathia bertanya: "Hayoo anak-anak, siapa nama presiden dan wakil presiden RI?"

Anak-anak itu terdiam agak lama. Hanya sedikit yang kemudian bisa menjawab. Miris. Lebih miris lagi ketika ditanya siapa wakil presiden RI. Hanya satu orang saja yang tahu, yakni si Ella. Siswi kelas 6 SD yang katanya selalu meraih rangking satu di kelasnya.
Mbak Fathia kembali lanjut bertanya: "Anak-anak, kalian tau kenapa banyak orang-orang asing atau bule datang ke Gili Sudak ini?" 

Anak-anak itu kembali terdiam. Wajah polos kekanakan mereka justru memandang mbak Fathia. Entah apa perasaan Mbak Fathia saat itu.
"Maksud ibu... kalian tau mengapa ibu dan teman-teman ibu datang kesini?"
Gadis kecil manis bernama Ella itu kembali menjawab:  "Untuk melihat keindahan pemandangan bu."
Oh! Sungguh anak-anak itu belum paham mengapa banyak orang asing dari negara lain, maupun orang Indonesia dari daerah lain berbondong-bondong datang ke tempat mereka.




Ella sedang membaca sebuah surah yang diminta oleh Ibu Imas

Siapa anak-anak ini? Mereka anak-anak pulau, tinggal di tepi pantai Desa Sekotong. Setiap hari bertelanjang kaki menempuh perjalanan sejauh 3-4km dari rumah menuju tempat mereka sekolah. Menaiki dan menuruni bukit. Jauh. 1km saja bagiku jauh. Dan mereka setiap hari melakukan itu demi sebuah ilmu yang ingin mereka dapatkan di bangku sekolah.

Kondisi mereka selama ini tetap begini. Miskin dan kurang pendidikan. Mengenakan alas kaki dan baju seadanya. Pendidikan merekapun kebanyakan paling tinggi hanya hingga SD. Kalaupun ada yang lanjut ke SMP dan SMA, kebanyakan tidak sampai selesai. Jauhnya lokasi SMP dan SMA itu yang menjadi penyebab mereka putus sekolah. Aku sedih meneruskan menulis tentang kondisi mereka. Kusudahi saja paragaraf ini. 


 Penyerahan sumbangan secara simbolis dari founder MB, Mbak Ima, kepada perwakilan anak-anak
(foto oleh Mbak Andrie)

Dibalik indahnya daratan dan lautan yang selama ini menjadi destinasi tujuan wisata nasional maupun internasional, ada kisah pilu pada diri anak-anak ini. Oke, mereka mungkin tak merasakan pilu. Mereka terbiasa dalam keadaan demikian, terbiasa dengan apa-apa yang sudah mereka rasakan sedari lahir, besar, bahkan hingga menua. Tetapi, tidakkah kebiasaan itu mestinya beralih menjadi sesuatu yang sepadan dengan apa-apa yang orang nikmati, yang orang rasakan, yang orang lihat atas apa yang selama ini menjadi bagian dari kehidupan mereka?
Foto sama tante ya sayang...

Mbak Ima, Nita, Mbak Andrie, aku, dan Ella

Mbak Fathia dan Ella 


Waktu begitu cepat berlalu. Pertemuan kami dengan anak-anak itu usai. Buku-buku dan Al-Quran telah dibagikan. Diterima dengan sukacita. Ya Allah, semoga berkah semua ini. Dan sedikit dari yang kami berikan ini semoga berguna untuk mereka. Oh, andai tahu begini, mungkin akan kubawa banyak makanan, pakaian dan obat-obatan untuk mereka. Obat-obatan? Aku melihat anak laki-laki kecil, lengannya diperban dari siku hingga pergelangan tangan. Katanya tangannya patah akibat jatuh dari pohon yang dipanjatnya. Hanya diobati sekedarnya. Sudah lama belum sembuh juga. Tangan kecilnya nampak menjuntai lesu, terayun-ayun seperti bukan bagian dari tubuh yang hidup. Ya Allah ....

Kami bergerak untuk pindah ke Gili Kedis. Melanjutkan snorkeling. Matahari mulai turun. Petang mendekati waktunya. Dan ketika perahu mulai berlayar menjauhi Gili Sudak, anak-anak itu berlarian sambil melambaikan tangan ke arah kami. Teriakan mereka terdengar kencang. Bukan sekedar masuk telinga, tapi melesat kencang menuju sudut hati terdalam. Menciptakan sentuhan yang membuat sedih, seperti akan berpisah dengan anggota keluarga dalam waktu yang lama. Mataku memanas. Setetes air menggenang disudut mata. Kuambil kacamata, menutupinya dari pandangan teman-teman di perahu. 


"dadaaaah.....dadaaaaah........"
(foto oleh mbak Andrie)


-----------


Indah negeriku. Sudah "indahkah" nasib seluruh anak-anak negeriku ini?

Mari bertanya pada pasir-pasir yang terhampar di pantai...


==


Gili Sudak, Lombok Barat - INDONESIA
Jumat 18 Oktober 2013

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

4 komentar

  1. Perjalanan penuh makna seperti ini nih yang bernilai lebih. Kasih jempol buat MB :)

    BalasHapus
  2. Trims jempolnya, Cek Yan. Nanti saya teruskan jempolnya ke MB ya :D

    BalasHapus
  3. Mbak Rien, boleh ya saya berbagi impian saya di sini.
    Saya ingin menghidupkan Lombok dengan kegiatan literasi.
    Punya semacam Rumah Dunia-nya Kang Gol A Gong.
    Biar anak-anak Lombok punya impian sebanyak bintang dan setinggi langit.
    Aamiin...
    Sekian :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Fatah, kamu tahu tidak? Waktu Fatah berkata : "boleh ya saya berbagi impian saya di sini?" Saya merasakan bulu-bulu di kedua lengan saya berdiri. Saya merinding.

      Tentu saja boleh!
      Saya sangat mendukung impian seindah itu. Lalu, langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk mewujudkannya, Tah?
      Libatkan kami, sebagai teman-temanmu, Tah. Ajak kawan2 di LB. Saya yakin banyak orang yang akan mendukung.
      Ayo Tah, mungkin nanti jika sudah berjalan, mbak bisa ikut sumbang buku-buku di rak mbak.

      Saya suka dengan anak muda yang punya cita-cita begini untuk daerahnya.

      Anak-anak di Gili Sudak itu butuh orang seperti Fatah. Saya doakan semoga impianmu itu terkabul. Tak peduli seberapa lama dan seberapa berat untuk memulainya. Aamiin.

      Hapus

Leave your message here, I will reply it soon!