Pantai Cermin di Padang Pariaman



Hi kawan, hari ini Senin 03 September 2012, saya menuju Sumatera Barat, salah satu provinsi terelok di Pulau Sumatera. Ada banyak cerita yang akan saya tuturkan, mulai dari Pantai hingga Gunung. Mulai dari wisata alam, kuliner, hingga wisata sejarah. Cerita tentang Sumatera Barat ini akan saya bagi dalam banyak postingan, maklum wisata di Sumatera Barat itu banyak. Jadi, akan saya ceritakan satu-satu. Yuk sila di simak, moga bermanfaat dan menambah info bagi siapapun yang gemar berwisata.

* * * * * *
Pukul 09.55 WIB, pesawat Lion Air yang membawa saya dari Jakarta tiba di Bandara International Minangkabau (BIM), Sumatera Barat. Tujuan saya adalah ke Bukit Tinggi tempat saya menginap hingga beberapa hari kedepan untuk beberapa kegiatan yang akan di laksanakan di Novotel Hills.

Untuk menuju Bukit Tinggi saya berencana lewat Padang Pariaman. Menyusuri kawasan pantai Ketaping. Kawasan pantai yang tak begitu menarik. Dalam artian, tak seindah pantai-pantai wisata yang pernah saya saksikan di daerah-daerah lainnya. Tepian pantai banyak di tumbuhi pohon kelapa. Pemandangan yang umum. Pasirnya kehitaman dan mengandung besi. Ombaknya cukup besar, saya rasa bagus surfing. Mungkin.

Pantai-pantai yang saya lalui antara lain Pantai Tiram, Pantai Kata, dan Pantai Arta. Di Desa Taluak saya berhenti, tertarik dengan aneka gorengan yang dijajakan sepanjang jalan desa. Bukan gorengan biasa, melainkan gorengan aneka seafood seperti Udang, Ikan, hingga kepiting. Bentuknya juga bermacam-macam. Bulat, panjang, dan lebar. Harganya bervariasi, mulai dari 10ribu untuk 3 udang, hingga 5ribu untuk 1 kepiting. Sedangkan ikan, dibuat seperti peyek. Lebar dan besar. Harganya 10ribu untuk 3 potong. Saya membeli tiga macam gorengan dan memakannya selama perjalanan. Garing dan gurih. Juga berminyak.

Perjalanan di lanjut, berikutnya saya singgah di pantai Cermin. Oh iya, saya bisa singgah sesukanya karena menyewa kendaraan untuk pribadi. Kendaraan tersebut saya dapatkan dari sebuah agent travel yang cukup ternama di Padang dan sekitarnya, Pelangi Holiday. Saya menemukannya dari internet. Nah, back to scene. Kata driver,  pantai Cermin yang ga mirip cermin ini merupakan pantai wisata. Saya lihat pantainya cukup lebar. Banyak tenda beserta kursinya dipasang di bibir pantai. Terdapat banyak warung makan dan minum, juga penjual aneka souvenir. Acara Tabuik kerap di lakukan di tempat ini.

 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tabuik di kota Solok (tahun 1910-1920)
Tabuik (Indonesia: Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.
Tabuik diturunkan ke laut di Pantai Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia

Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10 Muharram sejak 1831.[1] Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatera bagian barat.[1].
Di salah satu warung saya mampir dan membeli sebuah es degan. Sejenak melepaskan dahaga. Dari bangku yang tersedia, saya duduk menghadap lautan. Memandang ke pulau kecil yang berjarak sekitar 1km dari pantai. Banyak perahu datang dan pergi lalu berlabuh di sana. Ada sekitar 3 pulau yang nampak dalam pandangan saya. Pulau kecil saja sebenarnya. Pepohonan kelapa yang tumbuh di pulau tersebut, nampak hijau dalam pandangan.

Ada yang baru saya dengar yaitu makanan khas penduduk pantai, yaitu Nasi Sek. Mulanya terdengar seperti sex hehe. Rupanya, nasi Sek adalah nasi yang dibungkus dengan daun pisang, dan dimakan dengan aneka lauk khas masakan Padang. Hmm...spesialnya apa ya? saya rasa sih biasa saja. Seperti kita makan nasi timbel, nasinya dibungkus daun pisang, dimakan bersama lauk pauk dan sayur ala Sunda.

Penduduk setempat sebagian besar merupakan petani kelapa, semangka dan buah naga. Memang benar, sepanjang perjalanan itu, ada banyak sekali pohon-pohon kelapa. Juga beberapa pohon naga yang tertanam di depan rumah. Entah di mana letak kebun buah naga dan semangka itu berada. 
Desa-desa yang saya lalui nampak gersang. Kering. Berdebu. Mungkin karena itulah pohon buah naga (sejenis kaktus) itu bisa tumbuh, seolah menemukan tempat yang cocok. Eh tapi apa semangka juga cocok di tempat yang garing seperti ini? Entahlah.
Dalam pandangan saya, desa-desa di kawasan pantai ini nampak tak subur dan sejuk. Panas dan gersang. Pantainya juga tak elok. Kotor. Untuk wisata pantai, jelas saya tak begitu tertarik. Mungkin pemandangan pantai yang luar biasa itu baru bisa ditemui di Kepulauan Mentawai. Aha. betul sekali. Sayang tujuan saya sedang tidak untuk kesana :)




Padang, Sumatera Barat, Indonesia

-Katerina-

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

3 komentar

  1. teksnya kok susah dibaca mbak yu??? kalah sama backgroundnya nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. teksnya warna putih, backgroundnya hitam. Mestinya terang dan bisa dibaca Yo.
      Kemarin Dewi juga ada bilang begitu, tapi ternyata saat loadingnya 100%, baru terbaca dgn jelas. Mesti di refresh biar tampilannya sempurna.

      Hapus
  2. luar biasa....mbk katerina, sudah memngilingi wisata seluruh indonesia

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!