Kafe Singapore Bukan di Singapore

Kalo kamu ke Bontang, Kalimantan Timur kafe ini lumayan untuk dijadikan tempat nongkrong. Kalo kamu ga nongkrong, ya silahkan duduk manis sambil menikmati secangkir teh or kopi. Kalo ga minum or makan-makan, ya sudah nampang saja di depan Merlionnya Bontang ini hehe










Heboh Semeru di Film 5CM

Date picture taken 2/26/2012 6:18AM

Date picture taken 2/26/2012 6:28AM


Date picture taken 2/26/2012 6:37AM
Lokasi : Puncak Pananjakan, Taman Nasional Semeru-Bromo-Tengger.


* * *

Saat Semeru hadir di film 5cm, saya tahu gunung itu pernah menjadi sajian terindah di suatu pagi di Pananjakan....

Hujan Deras Di Danau Cileunca Pengalengan


Hujan deras mengguyur Pengalengan sedari pagi. Niat hati ingin menjelajah alam Pengalengan dengan berjalan kaki jadi urung, terhapus oleh derai hujan yang tak jua reda. Mantel, payung, dan boot mungkin bisa melindungi diri dari kucuran air langit namun aktifitas mengasyikan yang kuimpikan di danau Cileunca tentu akan sulit kudapatkan. Nopember, ah benar-benar November rain.

Berdiam diri di hotel berselimut tebal sembari menghirup hangat teh Walini hasil dari perkebunan teh Malabar, atau melotot menatap TV menyaksikan berita yang menyajikan kabar Palestina yang digempur habis-habisan oleh tentara Is**el yang tak berperikemanusiaan, sungguh bukanlah mauku hari ini. Apa yang kemudian kulakukan, adalah tetap memaksa diri keluar, berpetualang di tengah deras hujan.

Yeah, bagiku keinginan untuk berwisata dan menyatu dengan alam laksana menemui kekasih, penuh syahdu, kecintaan dan perasaan damai. Lalu, taraaaaaaaaaaaa! Hujan reda. Kok bisa? Entahlah, cuaca sungguh tak menentu. Sesaat hujan, sesaat kemudian reda, lalu hujan lagi, reda lagi. Bagai permainan alam. Lantas aku bagaimana? Pergi ke Situ Cileunca.

Situ Cileunca atau Danau Cileunca adalah sebuah danau yang ada di daerah Pangalengan. Danau ini merupakan danau buatan yang luasnya 1.400 Hektar dengan dikelilingi bukit-bukit dan background pegunungan yang indah. Selain berfungsi sebagai objek wisata yang menarik, situ Cileunca juga berfungsi sebagai sumber air bagi pembangkit tenaga listrik. Air dari danau dialirkan melalui sungai Palayangan, yang juga sering digunakan sebagai arena ber-arung jeram (rafting). Rafting? Sesuatu yang amat menantang! Owh..urat syaraf berpetualangku menegang secara mengejutkan. Hey…ingat, alam raya sedang diguyur hujan, dan anakmu akan dibiarkan menonton ibunya berarung jeram sendirian. Oh no! Kepalaku menggeleng keras.


Bagaimana menuju Danau Cileunca?
Danau Cileunca terletak di Pengalengan. Jika datang dari arah Bandung, maka ketika berada di pertigaan depan kantor kecamatan Pengalengan yang ada bundarannya, belok ke kanan. Kalau belok kiri menuju Hotel Puri, jaraknya sekitar 100m. Pada 19 Nopember itu aku masih menginap di Resort Citere 1 yang berjarak sekitar 3km dari bundaran. Sedangkan jarak dari bundaran ke Danau Cileunca sekitar 3km.

Panorama indah yang tak terfoto
Hujan kembali datang ketika perjalanan 1km terlalui. Wujudnya berupa gerimis besar-besar. Kemudian terhenti di penghujung 2km. Akankah tetap tanpa hujan hingga mencapai danau? Oh ternyata tidak. Hujan justru kembali turun, bahkan sangat lebat. Curahnya mengurangi jarak pandangku pada panorama alam sepanjang perjalanan. View bukit dan pegunungan yang semestinya indah, buram terlihat dibalik kaca jendela mobil yang kami kendarai. Satu dua kali terlihat jelas, selebihnya hanya samar-samar tanpa kejelasan rupa. Tapi batinku memastikan bahwa apa yang tersaji diluar sungguh amat indah.

Lantas, kapan hujan reda? Jangankan reda, sebab hingga kami menjumpai wujud danau itu hujan justru kian tercurah deras dari langit. Aku memegang erat camdig dengan kedua tangan, sembari mata tertuju pada sosok danau yang selalu saja membuatku bagai tersihir oleh kumpulan airnya yang mengartikan banyak hal. Mata ini jeli mencari lokasi yang tepat untuk memotret, namun apa guna lokasi strategis jika hujan menghalangi pandangan. Aku membisu, namun berucap banyak kata dalam hati, semoga sekelebat gambar bisa kudapatkan.

Satu dan dua kesempatan teraih kala jendela mobil diturunkan. Air seakan berebut masuk dari jendela yang terbuka, aku tak hirau akan ulah hujan pada baju dan bangkuku yang mulai terasa basah. Bergegas beraksi dengan camdig jadulku. Dan klik! Dua perahu yang sedang melaju di tengah danau tertangkap olehku. Puas? Tentu saja belum!

Tiba di danau
Kami menemukan pintu masuk menuju area Danau Cileunca setelah 500meter sejak pertama kali melihat keberadaan danau ini. Selembar tiket seharga Rp 4000 kubayar pada pria berjaket dan bertopi yang  berbasah ria menghampiri kendaraan kami. Lewat jendela mobil yang terbuka dia menghitung jumlah orang, lalu menyebut sejumlah angka. Aku berteriak berusaha mengalahkan suara hujan, juga petir, menanyakan apakah di dalam ada tempat makan? Katanya ada. Lalu pria itu mengikuti kami yang bergerak mencari tempat parkir. Lho, kami mau parkir trus turun dan main perahu di danau gitu? Oh tentu saja tidak, hujan masih mengguyur bumi dengan derasnya. Keraguan untuk turun terasa menggunung ketimbang keinginan untuk berpesta keindahan alam di danau Cileunca.

Ada apa di Danau Cileunca?
Lewat pandang mataku, inilah yang bisa kuceritakan tentang danau Cileunca.
Area parkirnya cukup luas. Mungkin cukup untuk menampung puluhan mobil.
Ada banyak warung makanan dan minuman ringan. Ada juga warung makan dengan menu khas sunda. Hanya warung kecil, bukan semacam Rumah Makan sekelas restoran.
Ada taman bermain anak dengan harga tiket Rp 2000/orang. Mainannya sama kayak di sekolah taman bermain, ada perosotan, ayunan, gantungan, bebek2an.
Di tepian, terlihat bersandar perahu-perahu untuk disewakan seharga Rp 10.000/orang . Bisa buat keliling danau. Jika ramai-ramai harga tersebut bisa ditawar.
Di seberang danau, terlihat hamparan rumput hijau. Ada kebun strawberry yang buahnya bisa dipetik oleh pengunjung. Tapi mesti bayar. Harganya Rp 5000/orang.

Menurut keterangan pria petugas karcis tadi, di danau ini untuk  pengunjung yang datang dengan rombongan biasanya  melakukan kegiatan seperti:
Flying fox Rp 5000/orang
Arung jeram Rp. 150.000 / orang.
Jet Ski  Rp. 150.000 / orang


Yang tak ada dan tak bisa
Pria petugas tiket masih mengikuti kami, dengan baik hatinya dia menunjukkan sebuah tempat parkir yang berada dekat dengan tempat makan. Sebuah warung sederhana bertuliskan warung makan khas Sunda terlihat kuyu dibawah deras hujan. Oh, entah kenapa, rasa laparku mendadak hilang. Keenggananku (juga yang lain) untuk turun menerjang hujan sederas ini, membuat kami akhirnya menolak untuk keluar dari mobil. Pria itu sepertinya menunggu, ia masih berdiri di warung itu. Kami mencoba pindah tempat, mendekati tepi danau. Namun tak bisa melakukan apa-apa. Hujan ini benar-benar menghalangi banyak keinginan.

Kami terdiam menunggu, barangkali hujan mendadak berhenti. Lalu kami bisa berperahu, bahkan menyeberang menuju kebun strawberry. Aiiih…seperti mimpi saja rasanya. Hujan benar-benar tak bisa diajak kompromi. Dengan rasa kecewa kami memilih meninggalkan danau. Sebelum benar-benar keluar dan melewati gerbang, kami mencoba mencari musala. Tak nampak ada wujudnya, bahkan bayangannya pun tidak. Ah baiklah, pulang saja!

Yeah, tiada aktifitas apapun yang bisa kami lakukan di Danau Cileunca ini. Esoknya, lusanya, esok sesudah lusa, sama saja. Hujan tiada henti mengguyur tanah Pengalengan. Kalaupun matahari leluasa bersinar, hanyalah sejenak, tak sampai 3 atau 4 jam. Sedang di waktu-waktu tersebut, ada aktifitas lain yang tak bisa ditinggalkan. Sungguh, berwisata, menjelajah, atau apapun itu sebutannya, di musim hujan bukanlah saat yang tepat. Ke gunung kena longsoran, ke danau Cuma berdiam diri saja di dalam mobil. Namun yang pasti, saya tetap mendapati objek-objek wisata dalam kesimpulan yang cukup, bahwa sangat layak untuk dikunjungi.

Untuk wisata dan untuk kebutuhan warga
Menurut cerita, danau buatan ini dulunya merupakan areal hutan belantara. Kemudian pada tahun 1918 kawasan ini dibuat sebuah situ (danau) yang berfungsi sebagai sumber kebutuhan air masyarakat setempat.  Kedalaman danau Cileunca mencapai 17 meter . Memiliki warna air yang bening, yang menjadikannya sungguh sedap dipandang mata.

Danau Cileunca tak sekedar sebagai objek wisata yang menarik tapi juga berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Air yang berasal dari danau tersebut dialirkan melalui Sungai Palayangan. Sungai Palayangan memiliki beberapa bagian yang menantang, karena itulah sering dijadikan sebagai arena arung jeram (rafting). Bagi pengunjung yang ingin camping, danau ini bisa menjadi pilihan yang tepat karena pengelola objek wisata ini memang menyediakan arena camping round.


Ke Danau Cileunca aku datang, hanya sekejab datang lalu pulang. Kecewa? Memang. Maka itu, jadi pelajaran agar selanjutnya dapat memilih waktu yang tepat. Tentunya disaat musim hujan sedang tak datang agar aktifitas yang bisa dilakukan di danau bisa tercapai. Pengalengan adalah kawasan pegunungan dengan curah hujan yang lebat. Berhati-hati bila berkendara, jalanan dengan jurang ditepian sungguh patut diwaspadai.

Alam terkembang jadi guru.

Terakhir, berhubung gambar hasil jepretanku di atas tak dapat menampilkan keindahan apapun, maka perkenankan aku meminjam foto dari SUMBER INI (klik), agar nampak keindahan rupa Danau Cileunca lewat kamera profesional orang lain.

Selamat menikmati







Sumber 6 (enam) foto terakhir dari "Panduan Wisata Bandung"


Ngebolang ke Cibolang Hot Spring Water


Cibolang Hot Spring merajai jadwal yang dibuat untuk Jumat tgl 23 Nopember 2012. Tiada agenda lain selain menyambangi objek wisata yang terletak di rimba hutan Gunung Wayang Windu itu.  Bagiku, ke Cibolang seakan menjadi puncak perjalanan selama berada di Pengalengan sejak 5 hari sebelumnya.

Pagi hari yang riuh di Hotel Puri, tempat kami menginap, semua bersemangat. Bergegas mandi walau hawa dingin sekitar 20deg terasa menyergap dari segala arah. Juga bergegas menyantap sarapan yang diantarkan ke kamar sejak pukul 6 pagi, berharap tak lekas dingin sehingga mengurangi selera makan di pagi yang begitu cepat menyerap panas dan segala kehangatan.

Lalu, jreeeeeng!!! Bumi nampak begitu terang dan hangat ketika matahari muncul dengan pancaran sinarnya yang tak berpenghalang. Semua bersyukur, terang benderang membuat semua senang. Semoga tiada hujan apalagi badai. Maklum, seperti hari-hari kemarin, mendung dan hujan begitu rutin mengisi hari. Tak bisa kemana-mana jika cuaca sudah seperti itu. Tinggal di Pengalengan jadi terasa membosankan. Tapi semoga hari ini, cuaca bersahabat dengan kami, juga kepada seluruh penghuni bumi termasuk kawasan Soreang  Bandung yang masih dilanda longsor dan banjir. Semoga bencana alam lekas berakhir. Amin. 

Stadion mini di perkebunan teh Malabar

Perkebunan Teh Malabar
Menurut informasi yang kudapat dari pihak Hotel Puri, jarak yang akan ditempuh dari Pengalengan (tempat hotel kami berada) menuju Pemandian Air Panas Cibolang sekitar 15km. Cukup dekat. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 9. Diperkirakan akan memakan waktu sekitar 40menit dengan laju normal. Itu lama! Oh, tentu. Ini perjalanan menanjak, juga sesekali menurun ketika melewati desa-desa di lembah Wayang. Hotel Citere 1 (resort) yang kami inapi selama 3 hari sebelumnya berjarak sekitar 2km dari Hotel Puri. Kami melewati hotel tersebut, hotel yang ownernya juga adalah owner hotel Puri yang kami inapi. 

Perkebunan Teh Malabar dengan Gunung Wayang di latar belakang.

Setelah 10km pertama,  sekitar pukul 9.27 kami mulai memasuki kawasan Perkebunan Teh Malabar. Sebuah lapangan bola di sisi kiri jalan dengan bangku-bangku penonton yang berkapasitas kecil, menarik perhatianku. Sekumpulan anak laki-laki berkostum olahraga nampak mempermainkan bola. Dua pria dewasa berdiri di pinggir lapangan. Sepertinya mereka adalah murid dan guru dari sekolah yang bangunannya terletak di belakang lapangan tersebut. Sekolah milik PTP Nusantara XIII Pengalengan.

Di stadion mini itu terdapat sebuah signboard berukuran besar berwarna hijau, tertera tulisan “Perkebunan Teh Malabar”. Ahay… kami sudah berada di perkebunan teh Malabar rupanya. Tempat dimana pemandangan indah dan hijau membentang luas sepanjang mata memandang. Sekitar satu kilometer kemudian, di sisi kiri jalan, terdapat Tea Corner Malabar, berupa dua bangunan yang terlihat sepi dan jadul. Satu bangunan dalam keadaan rusak, atapnya ambrol dan tak nampak diperbaiki. Sebuah mobil terparkir, mungkin pengunjung yang singgah. Tea corner yang tak lagi menarik untuk disinggahi. 


Malabar Tea Corner

Bebukitan tak semua bagai permadani hijau, tapi juga ada beberapa lahan yang masih gundul dan baru ditanami dengan pohon teh. Nampak petani laki-laki dan perempuan sedang bekerja. Sebuah papan yang tertancap di pinggir di lokas bertuliskan “Persemaian Teh.”


Geothermal di Wayang Windu
Gunung Wayang dan Gunung Windu yang menjadi latar belakang perkebunan teh Malabar, nampak gagah dengan pesona hutan alamnya yang rupawan. Sebuah pemandangan menarik menjadi perhatianku sepanjang perjalanan, yakni asap putih yang keluar dari perut bumi, membubung tinggi memenuhi langit di atas kedua gunung itu. Itulah Geothermal, energi panas bumi yang dikelola oleh perusahaan Star Energy, yang akan dimanfaatkan untuk listrik Jawa Bali. 


Pipa-pipa keperakan yang kemudian kujumpai sepanjang perjalanan menuju Cibolang, terpasang dari lereng ke lereng, diantara kebun kol yang tertata rapi di tanah-tanah yang subur. Pipa-pipa raksasa itu mengalirkan panas bumi, bak ular raksasa yang menjalar di gunung perkasa. Pemandangan itu nampak jelas ketika jalan yang kami lalui berada di ketinggian bukit. Tak hanya itu, ketinggian bukit juga menampakkan pemandangan pemukiman karyawan perkebunan berupa atap-atap rumah dengan genteng yang berwarna hampir seragam. Kontras. Paduan hijau dari hutan alam, perkebunan teh, kabut putih, serta warna-warna segar dari atap rumah penduduk membuat pagi begitu segar dan cerah.

Sungguh indah pemandangan yang kutemui sepanjang perjalanan menuju pemandian air panas Cibolang ini. Perkebunan teh yang menghijau sejauh mata memandang dan hamparan pegunungan menjadi suguhan pemandangan alam yang maha indah adalah dua khasanah keindahan alam yang mampu membius mata siapapun, termasuk saya.



Pesona Gunung Malabar dan perkebunan teh, dengan udara yang sejuk alami, tak hanya cocok untuk dinikmati oleh pandang mata tetapi juga sangatlah cocok untuk kegiatan olah raga jalan kaki / tea walk sambil ber-rekreasi. Di tengah-tengah perkebunan bisa dijumpai bermacam-macam bangunan kuno yang masih terawat dengan baik, seperti guest house, perumahan administratur perkebunan pada masa penjajahan hingga makam K.A.R. BOSSCHA.


Cibolang Hot Spring
Sejak memasuki 5km terakhir menuju Cibolang, mata ini terus memperhatikan jalan. Mencari petunjuk lokasi. Maklum, kalau terlewat lumayan jauh baliknya. Mana jalannya tak terlalu lebar pula. Susah putar balik ya kan? Dan benar saja, 1km sebelum lokasi, signboard itu berdiri menjulang di sisi kiri jalan. Tepat disebuah  pertigaan yang terdapat sebuah pangkalan singgah berlantai semen beratap seng. Nampak jelas tulisan : Cibolang Hot Spring dengan gambar pendukung berupa kolam pemandian. Menurut keterangan, Cibolang Hot Spring berjarak 900m dari letak signboard tersebut.



Kami lalu belok kiri dan mendapati jalan sempit yang hanya cukup untuk dilewati satu kendaraan saja. Jalannya tak beraspal. Hanya berupa jalanan tanah yang agak berbatu. Jalan kecil ini melewati perumahan karyawan perkebunan, kebun kol, juga semacam empang yang entah ada ikan peliharaan apa di dalamnya.

200m sebelum Cibolang Hot Spring, disebelah kanan jalan, terdapat 1 kolam renang bernama Tirta Camelia. Mulanya kami kira itu pemandian air panasnya tapi karena tak menemukan kata “Cibolang” kami urung masuk. Padahal sudah mengarah ke gerbangnya lho hehe. Akhirnya kami lanjut lagi.

Tiket masuk dan fasilitas
Tepat pukul 10.00 kami tiba di objek wisata Cibolang Hot Spring. Lokasinya berada di sisi kiri jalan. Gerbangnya terlihat besar dan tinggi. Kami masuk dan membayar tiket seharga Rp 10.000 perorang. Harga itu sudah termasuk asuransi kecelakaan Rp 500/orang. Sudah termasuk biaya parkir. Tapi tidak termasuk tarif pemakaian kamar mandi/kamar ganti.

Tempat parkirnya luas dan terlihat bersih. Ada banyak warung makan di sekeliling tempat parkir, baik itu warung makanan/minuman ringan, maupun warung makan yang menjual makanan berat. Ada mushola, MCK, Pos Jaga, Papan Petunjuk, Shelter (gardu pandang), kamar ganti, kolam pancing, terapi ikan, tempat duduk, dan tempat sampah.

Untuk pemandian, terdapat dua kolam besar yang keduanya menggunakan air panas. Hari ini salah satu kolam yang biasanya digunakan untuk dewasa sedang dikuras dan dibersihkan. Menurut keterangan kolam air panas ini dikuras dan diganti airnya seminggu sekali setiap hari Jumat. Hal ini dilakukan karena pengunjung akan menjadi ramai pada Sabtu dan Minggu dan pada dua hari itu pengunjung bisa mandi dengan air kolam yang bersih.

Selain kolam kamar mandi air panas, juga terdapat pancuran pemandian air panas dan kolam/kamar rendam air panas. Kolam rendam itu berupa kamar-kamar yang bisa digunakan untuk berendam sendiri/pribadi. Tarifnya Rp 6000. Disekitar kolam tersedia juga kios penjualan dan penyewaan perlengkapan renang seperti pelampung, kacamata renang, dan baju renang. Peralatan memancing juga ada disewakan.

Kondisi kolam renang terlihat baik dan juga berfungsi dengan baik. Hanya saja menurut saya kamar ganti/kamar mandinya nampak kurang memadai. Selain karena ukurannya sangat kecil, juga karena kamar mandi/kamar ganti itu merangkap toilet (WC). Maka, makin kecil saja ruang mandi itu. Saya pribadi jadi kurang nyaman. Warna keramik lantai dan klosetnya sudah berubah warna. Maaf, walau tiada kotoran atau sampah yang terlihat, saya rada tak nyaman melihatnya.  

VILLA
Sewaktu memasuki gerbang Cibolang, saya ada melihat dua villa mungil berdiri di sisi kanan setelah pintu masuk. Nah, kedua villa itu katanya disewakan. Harganya saya tak tahu. Sedang kamar harganya Rp 350.000/malam. Letaknya lebih dekat ke arah kolam. Berupa sebuah bangunan mirip rumah panggung, dengan tiga kamar yang masing-masing kamar pintunya langsung keluar. Petugas penjaga kamar ganti yang saya tanyai tak bisa memberikan info lebih banyak tapi setidaknya saya tahu bahwa villa-villa itu memang diperuntukan bagi pengunjung yang memang bermaksud menginap di kawasan sejuk ini.
Kamar Villa yang disewakan @Rp 350.000,-/malam

Tentang Cibolang Hot Spring
Dari beberapa sumber yang kubaca (gugling), disebutkan bahwa objek wisata ini terletak pada ketinggian 1450 m dpl, konfigurasi lapangan umumnya datar dan berbukit. Sedangkan untuk curah hujan adalah 4000 mm/th dengan suhu udara 23 – 25 derajat Celcius. Memiliki Luas 2 Ha. Berada di  Desa Wayang Windu, Kec.Pangalengan, Kab.Bandung.

Obyek wisata Cibolang pertama kali berdiri pada tahun 1985. Kala itu pemandian masih berupa bak-bak yang tertutup. Lalu, seiring dengan banyaknya  kemajuan yang telah dicapai untuk mencakupi fasilitas yang dibutuhkan oleh turis domestik maupun asing, maka pada tahun 1987 mulai dibuat kolam renang dewasa dan kolam renang anak lengkap dengan kamar ganti. Keberadaan kolam renang itu membuat arus pengunjung kian meningkat, maka pada tahun 1990 sebuah kolam tambahan kembali dibuat. 
Penampungan sumber air panas

Di bagian belakang kolam dewasa, saya ada menjumpai sebuah kolam kecil dengan asap yang terus menerus mengepul. Kata seorang bapak yang saat itu sedang bertugas, kolam kecil itu merupakan kolam penampungan sumber air panas sebelum dialirkan ke kolam pemandian. Berhubung suhu airnya tinggi, jadinya ditampung dulu. Kan ga mungkin langsung dipergunakan untuk mandi. Bisa melepuh ntar :D

Kabarnya, sumber air Cibolang yang berupa mata air panas ini dapat menyembuhkan penyakit rematik karena memiliki kandungan kadar yodium yang cukup tinggi. 

Yang unik dan menarik di sekitar Cibolang
Tak jauh dari kolam mandi dewasa, di atas rumput-rumput hijau yang segar, terlihat tenda-tenda dan sebuah panggung kecil dengan hiasan kain berwarna kuning menyolok. Katanya itu punya pengunjung yang datang dengan rombongan. Mereka menginap di tenda sambil mengadakan berbagai kegiatan alam lainnya.
Camping ground

Kawasan Cibolang ini ternyata sudah biasa dijadikan tempat camping. Biasanya selain camping, wisatawan melakukan kegiatan lintas alam sembari berpiknik. Trekking ke Kawah Burung bisa menjadi kegiatan menarik lainnya. Oh iya, wana wisata di kawasan ini terdiri dari hutan tanaman (kaliandra dan pinus).

Nah, selain alam dengan pemandangan permadani teh yang hijau sekaligus udara yang bersih dan sejuk, wisatawan juga dapat menikmati Kawah Gunung Windu dengan jarak ± 600 m dari lokasi.

Oh iya, konon, Gunung Wayang Windu ini menjadi tempat bertapa para dalang terkenal lho. Seorang sumber menyebutkan, dalang Asep Sunarya biasanya bertapa di sini juga. Entah benar atau tidak tapi beberapa orang lainnya mengiyakan hal tersebut. Selain itu, konon pula di tempat ini dipenuhi dengan cerita mistis dan mitos yang saya sendiri sebenarnya tak ingin mengetahuinya kecuali cukup tahu yang realistis saja.

Buat siapa saja, jika datang ke Pengalengan, tak lengkap rasanya jika tak mengunjungi objek wisata pemandian air panas Cibolang ini.


 Saung di atas kolam pancing untuk duduk-duduk

 Tempat duduk-duduk

Kolam mandi dewasa yang sedang dikuras 

 Saung dan taman depan Villa 

Kebun Kol dan Pipa-pipa yang mengalirkan energi panas bumi (Geothermal)

Kumbang Rupawan di Pengalengan

Dua Kumbang rupawan ini kutemukan bersama anakku kala berada di Pengalengan, Bandung Selatan. Begitu spesial karena kedua kumbang ini baru pertama kali kami temui hidup-hidup. Kusebut hidup-hidup karena sepertinya kami pernah melihatnya dalam keadaan mati-mati (dua mati hihi) sewaktu di Museum Serangga TMII. Selain itu kedua kumbang ini warnanya sangat cantik, dan Alhamdulillah bisa mengambil gambarnya dengan (lumayan) cantik.


Kumbang Coklat

Bersembunyi di pangkal daun tanaman hias di halaman depan Resort Citere yang kusewa di Lembah Wayang. Aku tak tahu nama tanamannya. Tanaman hias ini serupa pohon nanas. Nah, kumbang ini berada di kelopak daun paling atas. Hampir tak terlihat. Ketika daun yang menutupinya kusingkap, ia bergerak, berjalan sangat perlahan. Dengan tangan kiri menahan daun, tangan kanan memegang kamera, aku membidik gambarnya. Siapa kamu hai kumbang? Apa namamu? Sampai saat ini aku masih mencari tahu tentangmu.
[Pengalengan, Bandung Selatan, Senin 19 Nopember 2012)




Kumbang Hijau 
Kulitnya hijau terang berkilauan, apalagi kala ditimpa cahaya. Bersayap keras. Kaki berduri. Tidak suka mencengkeram tapi sekalinya mencengkram sulit dilepas kecuali dia melepaskan kakinya sendiri.
Tidak banyak gerak. Jika terbalik/telentang sulit kembali pada posisi normal. Tidak tahu dari mana asalnya. Ia sendirian berada di lantai balkon hotel Puri ketika ditemukan. Aku berusaha mencari tahu dengan cara searching di Google. Seorang Fotographer (ilambra.blogspot.com) pernah menemukannya di Jayapura. Di flickr LoveBorneo, kubaca kumbang hijau ini disebut Green Scarab Beetle.
[Pengalengan, Bandung Selatan, Kamis 22 Nopember 2012)

Garasi Super Besar bernama Museum Transportasi Indonesia




Okay, ku ceritakan disini bahwa ke TMII kali ini aku mendapat pengalaman mengesankan dengan berkunjung ke Musium Transportasi. Ga sekedar suci mata cuci kaki lalu tidur, tapi juga mendapat pengetahuan tentang sejarah transportasi di Indonesia. Ya…walau dikata terlambat banget tahu, masih mendinglah daripada tak tahu sama sekali. Kalau tidak Tahu nanti Tempe makannya. Nyam..nyam.

Aku ga hendak mengatakan bahwa aku mendapat pengetahuan berlimpah tentang sarana transportasi yang dipamerkan di musium ini. Yang kuketahui hanya sedikit saja sebab aku ga berkeliling ke seluruh tempat, melainkan hanya melihat yang menurutku menarik saja untuk diketahui. Yang unik. Yang dekat di kaki. Yang asyik jadi latar belakang foto narsis. Gitu lho.

TIKET MASUK
Untuk masuk ke musium ini cukup bayar Tiket seharga Rp 2000. Murah banget ya kan? Bukan mau sombong, rasanya bayar 10ribu pun aku mau sebab yang pengetahuan kudapatkan dari tempat ini lebih besar dari sejumlah uang itu. Kawasan musium ini luas. Kalo mau lebay, kusebut mirip garasi super besar yang menyimpan aneka monumen transportasi. Segala transportasi udara, laut dan udara ada. Mulai dari Cikar hingga kapal terbang sungguhan. Nah, koleksi tertuanya adalah lokomotif seri B5004 yang dibuat di Inggris tahun 1880.



KOLEKSI TRANSPORTASI UDARA
Monumen transportasi menempati area outdoor dan indoor. Yang pertama kali nampak di area outdoor bagiku adalah pesawat DC 9 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang terlihat begitu megah dan perkasa. Pesawat ini buatan Amerika Serikat tahun 1979 yang beroperasi di Asia dan Australia. Muatannya 104 penumpang. Pengunjung bisa menaiki, masuk dan melihat bagian dalam pesawat. Namun lihat-lihat jadwalnya ya. Soalnya ga tiap saat. Ada pramugarinya juga lho.

Di samping pesawat DC 9 terdapat helikopter berwarna orange milik TIM SAR Nasional. Tulisan dilarang masuk terpampang di pintunya. Aku udah niat banget tuh pengen narsis di bangku pilotnya, eh sementara cuma ngimpi saja dulu deh. Helikopter SAR ini buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nasional) tahun 1982. Digunakan untuk mencari korban yang hilang atau memberi bantuan melalui jalur udara.



Di sebelah kanan dari pintu masuk terdapat berbagai koleksi kereta Presiden Pertama RI dan kereta Wakil Presiden Pertama RI. Pingin motrat motret eh hujaaan. Akhirnya aku memilih setengah berlari menuju bangunan utama musium. Jaraknya sekitar 50meter dari pintu masuk. Kontur tanahnya menurun lalu naik. Di pertengahan jalan ada rel kereta. Sewaktu nengok ke kiri, ealaah ada kereta tua yang mati gaya. Ya iyalah, udah abis umurnya. Cuma bisa mejeng ga bergerak-gerak. 



KOLEKSI TRANSPORTASI DARAT
Aku menuju ruang pamer di dalam ruang yang dibagi dalam beberapa ruangan yang seolah-olah merupakan bangunan tersendiri, disebut modul; terdiri atas modul pusat, modul darat, modul laut, dan modul udara; baik dengan benda asli, tiruan, miniatur, foto, maupun diorama.

Modul darat menggambarkan keberadaan dan layanan transportasi darat, mencakup transportasi jalan raya, jalan baja, sungai, danau, dan penyeberangan, berupa alat transportasi yang sudah mulai menggunakan tenaga mesin awal sampai sekarang; antara lain cikar DAMRI yang merupakan armada pertama DAMRI dan berperan pada masa kemerdekaan (tahun 1946) sebagai alat angkut logistik militer di wilayah Surabaya dan Mojokerto. Bus Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (DAMRI) ini bermerek TATA buatan India. Kalau dilihat sih kondisi armadanya sudah mulai kurang terawat dengan baik.

KLASIK, UNIK DAN ANTIK
Nah, di modul darat ini, setelah tadi melihat keberadaan kereta api tua yang mati gaya, kini aku melihat dua taksi group Bluebird yang super kinclong. Bener-bener hidup gaya, kebalikan banget ama kereta tua tadi. Nissan Cedric Y31-TD25 berwarna hitam, menjadi tontonan menarik. Antik banget. Ini kendaraan silver bird pertama yang dioperasikan pada tahun 1992. Disampingnya, Holden Torana LJ Series, si biru lembut yang bentuknya lebih antik dan unik daripada Nisaan Cedric, adalah taksi blue bird pertama yang dioperasikan pada tahun 1972. Uuuuh….suka banget lihat design belakangnya itu. Rasanya dua mobil ini menjadi favoritku deh…



Tak jauh dari dua taksi bluebird tadi ada bus tingkat berwarna merah. Sebutannya Si Jangkung. Bis tingkat pertama ini buatan Inggris. Mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1968 sampai tahun 1982. Ada pula oplet. Hoooo….ini oplet ternyata mirip dengan oplet di sinetron si Doel itu. Pendek dan kuno. Ya iyalaaah. Ini oplet merk Morris, di operasikan di Indonesia pada tahun 1959 sampai 1976. Tapi hanya beroperasi di Jakarta lho katanya. Oh iya, Oplet itu berasal dari kata Open dan Cabriolet. Open artinya terbuka. Cabriolet artinya tertutup terpal. Lha, mana terpalnya? Au ah…

Di tempat ini juga terdapat Taman Lalu Lintas lengkap dengan instrumen pengenalan rambu-rambu lalu lintas,  yang juga dapat digunakan sebagai tempat pelaksanaan suatu event. Sewaktu kutengok, terlihat tumpukan kain berukuran panjang dan lebar-lebar berwarna kuning, merah dan putih tergeletak begitu saja. Seperti habis digunakan untuk sebuah acara. Di sisi utara musium adalah tempat koleksi berbagai lokomotif kuno. Jadul banget, tapi dijejerkan dengan rapi. Walau begitu tetap saja bagiku terlihat seram dan kusam meskipun tak dapat dipungkiri benda-benda tua ini begitu unik dan gagah.

Di ruangan selanjutnya ragam koleksi lebih banyak dipamerkan dalam bentuk koleksi foto. Dari ruangan ini terdapat tangga untuk menuju ke atas. Sayang sekali aku naik waktu itu. Bener-bener udah lelah rasanya. Padahal di atas terdapat arena pameran koleksi miniatur kayu bus PPD dan DAMRI terpampang rapi dengan berbagai model dan merek. Yang paling menarik adalah adanya sebuah Cikar DAMRI buatan tahun 1946 yang dalam catatan sejarah merupakan armada pertama yang dimiliki DAMRI yang berperan dalam masa kemerdekaan sebagai alat angkut logistik keperluan militer di wilayah Surabaya. Cikar ini ditarik dengan dua ekor sapi atau kerbau yang di jaman tersebut juga dikorbankan sebagai lauk pauk saat perbekalan habis.

KOLEKSI TRANSPORTASI LAUT
Sebelum menuju pintu keluar dari modul pusat ini, aku sempat melihat keberadaan danau kecil yang berada di samping ruangan indoor. Sebuah danau yang tak hanya berfungsi sebagai penambah keindahan, tetapi juga terdapat koleksi kapal dari RI yang berasal dari US Navy. Menurut cerita, bahkan karena keindahannya, kapal ini sering dipakai untuk acara pre wedding oleh mereka yang akan melangsungkan pernikahan.

Aku masih mengamati sekeliling. Lalu terduduk di teras, persis di depan meja informasi Museum. Hujan masih turun dalam bentuk gerimis. Menunggu beberapa menit tak jua reda. Lalu nekat menembus hujan, berjalan setengah berlari. Sampai di rel kereta, aku menoleh ke kanan, ke kereta tua yang mati gaya, beuuuh…dramatis euy. Bak di film-film :p


KERETA BERSEJARAH
Dan…gerimis perlahan reda. Wuuuuah…. Saat yang tepat untuk mengambil gambar kereta Presiden Pertama RI. Pinginnya sih begaya trus difoto dengan latar belakang kereta tua itu, pikirku pasti unik dan klasik, eh tapi yang lain sudah berlarian ke mobil khawatir gerimis kecil itu kembali menderas. Lha aku difoto oleh siapa dong? Pingin minta tolong pengunjung lain yang saat itu sedang foto-foto di kereta itu, tapi kok ya sungkan ya. Ya sudah, kali ini ajang narsis lewat dulu deh. Sewaktu mendekat aku ga jumpa satu petugaspun jadi ga bisa menanyai sejarah kereta tersebut kecuali membaca sedikit informasi pada keterangan yang terpampang bertuliskan KLB (Kereta Luar Biasa) IL.7 dan IL.8 yang dibuat oleh bengkel kereta Staatspoorwegen (S.S) di Bandung Tahun 1919. Kereta ini digunakan oleh Presiden dan Wakil Presiden RI pertama pada waktu pemerintah RI hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Selain itu juga ada Kereta Merdeka Atau Mati. Kereta ini digunakan pada masa perjuangan kemerdekaan untuk pengiriman logistik atau bala bantuan ke medan perang.







SEJARAH dan KESAN YANG MENGAGUMKAN
Kereta tua yang pernah ditumpangi oleh Presiden dan Wakil Presiden pertama RI itu menjadi sajian terakhir yang kusaksikan di garasi super besar bernama Museum Transportasi. Jujur, aku begitu terkesan dengan koleksi-koleksi kuno di tempat ini. Takjubku bukan sekedar atas penampakan benda-benda masa lalu yang telah ada sejak puluhan tahun sebelum aku sendiri lahir ke dunia ini, tetapi kisah dan cerita dalam bingkai sejarah yang menyertainya.

Apa yang kemudian muncul dari kepalaku adalah lintasan bayangan akan masa-masa perjuangan kemerdekaan yang entah seperti apa. Bila membayangkan tentang perang, bagiku adalah tentang pengorbanan dan perjuangan tanpa kenal lelah, bertarung nyawa, bertumpah darah, bermandikan air mata. Lantas di sini, saat ini, aku dengan begitu tenangnya memandangi sisa-sisa perjuangan masa lalu bangsa ini, tanpa harus merasa cemas dan panik apakah akan ada letusan senjata, dentuman bom, atau bunyi-bunyi mengerikan lainnya yang membawa aroma kematian… ah… kereta tua bernama Kereta Merdeka Atau Mati itu telah membuatku membayangkan banyak hal.






Museum Transportasi yang merupakan lembaga milik Departemen Perhubungan ini memang di buat dengan maksud mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan bukti sejarah dan perkembangan transportasi, serta peranannya. Tak sekedar memberikan informasi dan tambahan pengetahuan kepada para pengunjung mengenai transportasi dan sejarah perkembangan teknologi transportasi tetapi sekaligus sebagai tempat rekreasi yang edukatif.

Kalian tertarik? Ayo datang dan lihatlah garasi super besar ini. 


*Jakarta, Oktober 2012